Anda di halaman 1dari 8

Hubungan antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran

Pernapasan (ISPA) pada Balita di Kelurahan Malalayang 1 Kota Manado


Deflyn Centiany Soolani*, Jootje. M. L. Umboh*, Rahayu H. Akili*
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.
ABSTRAK
ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA.
Insidens infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) menurut kelompok umur Balita terdapat 156 juta kasus baru di
dunia per tahun dimana 151 juta kasus terjadi di Negara berkembang. Berdasarkan data dari Program
Pengendalian Penyakit ISPA, bahwa pada bulan Januari-Juli 2013 terdapat 211 penderita ISPA. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA pada balita
di Kelurahan Malalayang 1 Kota Manado
Penelitian ini merupakan survei analitik dengan rancangan cross sectional. Variabel dalam penelitian ini adalah
jenis lantai rumah, suhu ruangan rumah, kepadatan hunian kamar tidur, kebiasaan anggota keluarga yang
merokok dan jenis obat anti nyamuk. Analisis data mencakup analisis univariat, analisis bivariat menggunakan
uji Chi-square.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa hubungan antara suhu ruangan rumah, kebiasaan anggota keluarga yang
merokok, jenis obat anti nyamuk, jenis lantai rumah, kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian Ispa pada
balita yaitu p = 0,047 dan RP= 2.435, p = 0,005 dan RP = 3,333, p = 0,01 dan RP = 4,243, p = 0,072, p = 0,838.
Terdapat hubungan antara suhu ruangan rumah, kebiasaan anggota keluarga merokok dan jenis obat anti nyamuk
dengan kejadian ISPA pada balita sedangkan tidak ada hubungan antara jenis lantai rumah, dan kepadatan hunian
kamar tidur (Sleeping density). Disarankan Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan
variabel- variabel lain yang dapat menjadi penyebab ISPA pada balita seperti pencahayaan alami, luas ventilasi
rumah, dan kelembaban kamar
Kata kunci : Lingkungan Fisik Rumah, ISPA, Balita.
ABSTRACT
ARI is a major cause of morbidity and mortality. Nearly four million people die from ARI. The incidence of acute
respiratory infections (ARI) by age group Toddlers are 156 million new cases per year in the world where 151
million cases occur in developing countries. Based on data from ARI Disease Control Program that acute
respiratory infections (ARI). In January-July 2013 there were 211 patients with ARI. This study aims to analyze
the Association between Physical Environmental factors of housing and Acute Respiratory Infections on infants
in the Malalayang 1 Village Manado City.
This study is an survey analytic survey with cross sectional design. Based on the inclusion and exclusion criteria
paired based on age, gender, immunization status and disease status. The variable in this study is the kind of
house floor, room temperature, sleeping density, custom family members who smoke and use mosquito repellent.
Analysis of the data univariate analysis, analysis bivariate using Chi-square test.
Statistical analysis showed that the assosiation between the temperature of the bedroom, custom family members
who smoke, use mosquito repellent, home flooring types, sleeping density and ARI on infants is p = 0.047 and
OR = 2,435, p = 0.005 and OR = 3.333, p = 0.01 and OR = 4.243, p = 0.072, p = 0.838 .
There is a relationship between temperature, family members smoking habits and use of anti-mosquito and ARI
on infants and there is no relationship between the type of house floor, and residential density bedroom
(Sleeping density) and ARI on infants. This study suggested needs to be developed further by using other
variables that may be the cause of respiratory infection in infants such as natural lighting, home ventilation, and
humidity.
Keywords: Physical Environment House, ARI, Children Under Five Year

perilaku keluarga terhadap kejadian ispa pada balita


menyimpulkan bahwa (tingkat pengetahuan, sikap,
atap rumah, ventilasi rumah, luas lantai rumah,
kepadatan hunian rumah, lantai rumah ada hubungan
dengan keadian ispa pada balita. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dewi (2012) mengenai hubungan
kondisi fisik lingkungan rumah dan perilaku orang tua
dengan kejadian ispa pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Kedungmundu Kecamatan Tembalang
Kota Semarang dikatakan bahwa luas ventilasi,
kepadatan hunian dan jenis bahan bakar memasak ada
hubungan dengan kejadian ispa pada balita
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Manado
dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di
Puskesmas kota Manado, penyakit ISPA merupakan
satu penyakit urutan pertama sebanyak 46.077 kasus
(0,11%) (Profil Dinkes Kota Manado, 2012).
Berdasarkan data dari Program Pengendalian
Penyakit ISPA bahwa Infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) mendapat urutan pertama dari 10 penyakit
menonjol. Pada bulan Januari 2013 sampai dengan
bulan Juli 2013 terdapat kasus ISPA sebanyak 211
balita (Profil Puskesmas 2013)
Rumah atau tempat tinggal yang kumuh dapat
mendukung terjadinya penularan penyakit dan
gangguan kesehatan, diantaranya infeksi saluran
pernapasan, seperti common cold, TBC, influenza,
campak, batuk rejan (Chandra, 2006). Berdasarkan
profil kesehatan Indonesia tahun 2010, bahwa kriteria
rumah yang kurang sehat atau yang tidak memenuhi
syarat kesehatan yaitu di Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) dengan presentase (92,5%). (Kemenkes,
R.I, 2011).
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di
Kelurahan Malalayang 1 Kota Manado pada
Lingkungan 10 terdapat beberapa rumah yang dapat
dikatakan tidak memenuhi persyaratan rumah sehat,
yang ditandai dengan lantai rumah yang masih
beralaskan tanah dan dinding rumah yang tidak
diplester sehingga dapat menyebabkan debu
beterbangan di dalam rumah

PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit
menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal
akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh
infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas
sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut
usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per
kapita rendah dan menengah. Insidens infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) menurut kelompok umur
Balita terdapat 156 juta kasus baru di dunia per tahun
dimana 151 juta kasus (96,7%) terjadi di Negara
berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43
juta), China (21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan
Bangladesh. Indonesia, Nigeria, masing-masing 6 juta
kasus. (WHO, 2007)
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2010, ISPA termasuk salah satu dari
10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di
rumah sakit. Berdasarkan Daftar Tabulasi Dasar
(DTD) menujukkan bahwa ada 291.356 kasus ISPA
yaitu laki- laki dengan 147.410 kasus dan perempuan
143.946 kasus dan untuk pasien rawat inap yaitu lakilaki dengan kasus 9.737 dan perempuan 8.181 kasus
yang meninggal ada 589 pasien dengan presentase
3,29% dengan jumlah kasus yang ditemukan 291.356
kasus dan jumlah kunjungan rawat jalan sebanyak
433.354 kasus. (Kemenkes, 2011).
Periode prevalence ISPA (13,3%) prevalensi
terendah ditemukan di kota Bitung dan kota Tomohon
masing-masing 0,5% dan tertinggi didapatkan di
Kabupaten Talaud (2,7%). Prevalensi ISPA Tertinggi
pada balita (>35%), sedangkan terendah pada
kelompok umur 15-24 tahun. Prevalensi cenderung
meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur.
Prevalensi antara laki -laki dan perempuan relatif
sama, dan sedikit lebih tinggi di perdesaan. Prevalensi
ISPA cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan
pendidikan dan tingkat pengeluaran RT per kapita
lebih rendah. Menurut laporan Riskesdas bahwa
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) tersebar di
seluruh Provinsi Sulawesi Utara dengan bervariasi
dengan merata prevalensi tingkat Provinsi dalam satu
bulan terakhir sebesar 20,5%, dengan rentang (12,1
34,6%). (Profil kesehatan, Prov. Sulut, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani, Fajar
dan Purba (2010) di Kelurahan Cambai Kota
Prabumulih tentang hubungan kondisi fisik rumah dan

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian Survey analitik

adalah jenis lantai rumah, suhu ruangan rumah

dengan menggunakan pendekatan potong lintang atau

kepadatan hunian kamar tidur (sleeping density),

cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah

kebiasaan anggota keluarga yang merokok, dan jenis

211 Balita yang berdomisili di Kelurahan Malalayang

obat anti nyamuk dengan kejadian ispa pada balita.

1 Kota Manado. Dengan menggunakan Rumus Taro

Pada penelitian ini dilakukan pengendalian variabel

Yamane Slovin didapatkan jumlah sampel sebanyak

meliputi umur, jenis kelamin dan status imunisasi.

138. Data kasus ISPA balita diambil dari Program

Pengambilan data dilakukan dengan wawancara,

Pengendalian Penyakit ISPA pada bulan Januari - Juli

observasi dan pengukuran menggunakan thermo-

2013

hygrometer terhadap lingkungan fisik rumah subjek


penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Malalayang 1 Kota Manado terdiri dari 11 Lingkungan dengan
jumlah KK 2.494 jiwa yang terdiri dari laki-laki 2.291 dan 203 perempuan.
Tabel 1. Hubungan antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di
Kelurahan Malalayang 1 Kota Manado
Kejadian ISPA
Variabel

ISPA

Tidak lSPA

Seluruh tanah

14

58,3

10

41,7

Seluruh beton/keramik

72

76,6

22

23,4

18C 30C

17

58,6

12

41,4

<18C dan >30C

69

77,5

20

22,5

p
value

Keterangan

Jenis Lantai Rumah


0,072

Tidak ada hubungan

0,047

Ada hubungan

1.000

Tidak ada hubungan

Suhu Ruangan Rumah

Kepadatan Hunian Kamar Tidur


Cukup Baik

74

72,5

28

27,5

Kurang Baik
Kebiasaan Anggota Keluarga
yang Merokok
Ada merokok

12

75,0

25,0

68

80,0

17

20,0

Tidak merokok

18

54,5

15

45,5

Bakar

66

82,5

14

17,5

Elektrik/Semprot

20

52,6

18

47,4

0,005

Ada hubungan

0,001

Ada hubungan

Jenis Obat Anti Nyamuk

a.

Cambai Kota Prabumulih menyimpulkan bahwa ada

Karakteristik Individu

Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa umur balita

hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian

paling banyak berumur 13-24 bulan (40,7).Umur 02-

ispa pada balita di Kelurahan Cambai. Artinya

12 bulan pada balita yang paling sedikit (8). Anak

responden yang lantai rumahnya tidak memenuhi

berusia di bawah di awah 2 tahun mempunyai resiko

syarat kesehatan berpeluang 8,807 kali lebih besar

mendapat ISPA lebih besar daripada anak yang lebih

untuk balitanya yang terkena ISPA dibandingkan

tua. Keadaan ini mungkin karena pada anak di bawah

responden yang lantai rumahnya memenuhi syarat

usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen

kesehatan. Lantai rumah hendaknya kedap air, rata tak

saluran nafasnya relatif sempit. (Afandi, 2012). Jenis

licin serta mudah dibersihkan. Lantai merupakan

kelamin balita paling banyak berjenis kelamin laki laki

media yang sangat baik bagi perkembangna bakteri.

(51,7%).

Lantai yang baik adalah lantai yang dalam kondisi

Status imunisasi

pada balita dengan status

kering dan tidak lembab dan harus kedap air sehingga

imunisasi lengkap sebanyak 109 balita (92,4%) dan

mudah dibersihkan. (Adnani, 2011).

status imunisasi tidak lengkap sebanyak 9 balita


(7,6%).dan balita yang mempunyai status imunisasi

c.

Suhu Ruangan Rumah

Hasil uji statistik diperoleh kesimpulan bahwa ada

lengkap bila menderita ISPA khususnya pneumonia

hubungan antara suhu ruangan rumah dengan kejadian

dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak

ispa dengan nilai p = 0,047. Disebabkan karena pada

akan menjadi lebih berat. (Maryunani, 2010).

waktu pengukuran di lakukan pada siang hari. Dimana


b.

pada alat Thermo Hygrometer pada saat mengukur

Jenis Lantai Rumah

Hasil penelitian diperoleh antara jenis lantai rumah

suhu terbaca dalam skala 180C. Kriteria suhu yang

dengan kejadian ispa tidak memiliki hubungan yang

memenuhi syarat berkisar 180C - 300C.

bermakna dengan kejadian ispa nilai p = 0,072.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis

yang dilakukan oleh Hasan tahun 2012 tentang faktor-

lantai rumah dengan kejadian ispa, Disebabkan karena

faktor yang berhubungan dengan kejadian ispa pada

lantai rumah yang berada di kelurahan malalayang 1

balita di Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Luwuk

banyak menggunakan jenis lantai tehel/keramik, Hal

Timur, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah

ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh

menyimpulkan bahwa balita yang tinggal di rumah

Keman dan Safitri (2007) tentang hubungan tingkat

dengan suhu ruang yang tidak memenuhi syarat

kesehatan rumah dengan kejadian ispa

pada anak

kesehatan memiliki risiko 3,19 kali lebih besar terkena

balita di Desa Labuan Kecamatan Labuan Badas

ISPA dibandingkan balita yang tinggal di rumah

Kabupaten Sumbawa yang membuktikan bahwa tidak

dengan suhu yang memenuhi syarat kesehatan. Suhu

ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan

dalam ruang rumah yang terlalu rendah dapat

kejadian ispa.

menyebabkan gangguan kesehatan hingga hypotermia,

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan

sedangkan

suhu

yang

terlalu

tinggi

dapat

penelitian Purba, Fajar dan Oktaviani (2010) tentang

menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat stroke.

hubungan kondisi fisik rumah dan perilaku keluarga

(Permenkes No.1077,2011). Suhu ruangan harus

terhadap kejadian ispa pada balita di Kelurahan

dijaga agar jangan banyak berubah. Suhu sebaiknya

tetap berkisar antara 18 200C. Suhu ruangan ini

hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan

sangnat dipengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan

kejadian ispa dimana nilai (p = 0,017) tingkat

udara, dan kelembaban udara. (Budiman, 2006). Hal

kepadatan hunian

ini tidak relevan dengan penelitian yang dilakukan

anggota keluarga yang tidur dalam satu ruang tempat

oleh Sulistyorini dan Yusup tentang Hubungan

tidur.

kamar

disebabkan banyaknya

Sanitasi Rumah Secara Fisik Dengan Kejadian ISPA


Pada Balita menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan

e. Kebiasaan Anggota Keluarga yang Merokok

antara suhu ruangan dengan kejadian ISPA pada balita

Hasil uji statistik diperoleh kesimpulan bahwa

dengan p = 0,179.

adanya anggota keluarga yang merokok dengan


kejadian ispa memiliki hubungan yang bermakna.

d.

Dengan p = 0,005. Disebabkan kerena seorang bapak

Kepadatan Hunian Kamar (Sleeping density)

Hasil uji statistik diperoleh kesimpulan bahwa tingkat

merokok dekat dengan anaknya, kemudian asap rokok

kepadatan hunian kamar dengan kejadian ispa tidak

yang dihirup

memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian

pernapasannya sehingga terjadinya ISPA.

oleh balita

tersebut

mengganggu

ispa. Dengan p = (1.000). Hasil uji statistik

Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian

menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat

yang dilakukan oleh Maryani (2012) tentang hubungan

kepadatan hunian kamar dengan kejadian ispa, hal ini

antara kondisi lingkungan rumah dan kebiasaan

disebabkan karena masih ada faktor lain yang tidak

merokok anggota keluarga dengan kejadian ispa pada

diteliti yaitu luas ventilasi rumah. Kurangnya ventilasi

balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang,

akan menyebabkan kurangnya O2 dalam rumah yang

menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan

berarti

bagi

merokok dengan kejadian ispa pada balita. Di mana

penghuninya menjadi meningkat. Disamping itu tidak

nilai p = 0,001. Tetapi hal ini tidak sejalan dengan

cukupnya udara yang masuk akan menyebabkan

penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) tentang

kelembaban dalam ruangan naik karena terjadinya

hubungan kondisi fisik lingkungan rumah dan perilaku

proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.

orang tua dengan kejadian ispa pada balita di Wilayah

Pertukaran udara yang tidak memenuhi syarat dapat

Kerja

menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme,

Tembalang Kota Semarang menyimpulkan bahwa

yang mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan

tidak ada hubungan antara kebiasaan anggota keluarga

manusia.(Permenkes No. 1077, 2011).

yang merokok dengan kejadian ispa pada balita.

kadar

CO2

yang

bersifat

racun

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan

Puskesmas

Kedungmundu

Kecamatan

Dimana nilai (p = 0.084).

penelitian yang dilakukan oleh Pangestika dan

Kebiasaan

merokok

berhubungan

dengan

Pawenang (2012) yang menunjukkan bahwa ada

kejadian berbagai penyakit, sebagian besar berakibat

hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan

kematian. Rokok adalah salah satu produk tembakau

kejadian ispa pada balita. Hal ini sejalan dengan

yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap dan/atau

penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) tentang

dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu

hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dengan

atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman

kejadian Ispa pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies

Gayamsari Kota Semarang, menyimpulkan bahwa ada

lainnya atau sintesisnya yang asapnya mengandung

Nikotin

dan

Tar,

tambahan.(Kemenkes,

dengan

atau

2010).

tanpa
Asap

bahan

di rumah dengan suhu ruangan rumah yang

Rokok

memenuhi syarat.

(Environmental Tobacco Smoke/ETS) adalah gas

2.

Anak balita yang tinggal di rumah dengan

beracun yang dikeluarkan dari pembakaran produk

kebiasaan anggota keluarga yang merokok

tembakau yang biasanya mengandung Polycyclic

memiliki resiko terkena ISPA sebesar 3,333 kali

Aromatic Hydrocarbons (PAHs) yang berbahaya bagi

lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal

kesehatan manusia.(Permenkes, 2011).

di rumah dengan kebiasaan anggota keluarga

f.

yang tidak merokok.

Jenis Obat Anti Nyamuk

Hasil uji statistik diperoleh kesimpulan bahwa ada

3. Anak balita yang tinggal di rumah dengan jenis

hubungan antara penggunaan obat anti nyamuk dengan

obat anti nyamuk bakar atau semprot (aerosol)

kejadian ispa. Di mana pada malam waktu tidur

memiliki resiko terkena ISPA sebesar 4,243 kali

kebanyakan. mereka memakai obat nyamuk bakar

lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal

sehingga asap dari obat nyamuk bakar itu dihirup oleh

di rumah dengan jenis obat anti nyamuk elektrik.

anak tersebut sehingga pernapasaanya tergangggu dan

4. Tidak ada hubungan antara jenis lantai rumah

terjadinya ISPA oleh Dengan p = (0,001).

dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan

Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian

Malalayang 1 Kota Manado.

yang dilakukan oleh Afandi (2012) tentang hubungan

5. Tidak ada hubungan antara jenis lantai rumah

lingkungan fisik rumah dengan kejadian infeksi

dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan

saluran pernafasan akut pada anak balita di Kabupaten

Malalayang 1 Kota Manado.

Wonosobo Provinsi Jawa Tengah menyimpulkan


bahwa ada hubungan antara obat anti nyamuk dengan

SARAN

kejadian ispa pada balita. Dengan nilai p = 0,0003 dan

1.

OR = 1,54. Berarti penggunaan obat anti nyamuk

orang tua tidak menggunakan obat anti nyamuk

dalam keluarga beresiko menyebabkan kejadian ispa

khususnya obat nyamuk bakar karena secara

pada balita 1,54 kali lebih besar dibandingkan yang

langsung akan terganggu saluran pernapasan

tidak menggunakan obat anti nyamuk bakar (elektrik

pada

semprot). Pemakaian obat nyamuk baik obat nyamuk

menimbulkan

gangguan

gangguan

saluran

tersebut.

Lebih

baik

jika

gigitan nyamuk.

pernapasan,

2.

menunjukkan bahwa obat nyamuk asap terbukti


menimbulkan

balita

menggunakan kelambu agar terhindar dari

semprot maupun obat nyamuk asap di dalam ruang


berpotensi

Untuk mencegah terjadinya ISPA sebaiknya

Dianjurkan orang tua jangan merokok dekat


dengan balita karena asap yang ditimbulkan oleh

pernapasan.

rokok, mengganggu saluran pernapasan balita

(Purwana, 2013).

tersebut.
3.

KESIMPULAN

Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut


dengan menggunakan variabel- variabel lain

1. Anak balita yang tinggal di rumah dengan suhu

yang dapat menjadi penyebab ISPA pada balita

ruangan rumah yang tidak memenuhi syarat

seperti pencahayaan alami, luas ventilasi rumah,

memiliki resiko terkena ISPA sebesar 2,435 kali

dan kelembaban

lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal

www.depkes.go.id/downloads/Profil2011-v3.pdf
diakses pada 22 Agustus 2014

DAFTAR PUSTAKA
1.

Adnani H, 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan


Masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika.

2.

Afandi. A. I, 2012. Hubungan Lingkungan Fisik


Rumah Dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Pada Anak Balita Di Kabupaten
Wonosobo Provinsi Jawa Tengah tahun 2012.
lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20307689...Hubu
ngan%20lingkungan... diakses 10 Juli 2014

3.

Chandra. B, 2006. Pengantar


Lingkungan. Jakarta: EGC.

4.

Dewi. A, 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan


Fisik Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gayamsari
Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
UNDIP, Semarang. Volume. 1, Nomor.2. 2012.
Hal
852

860.
(Online)
http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm.
diakses 15 Juli 2014 .

9.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011.


Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok
2010. Hal. 10-13. Pusat Promosi Kesehatan:
Jakarta.
(Online)
https://www.scribd.com/doc/223231502/PEDOM
AN-KAWASAN-TANPA-ROKOK-2011Kemenkes-RI diakses pada 25 Agustus 2014.

10. Maryani. D. R, 2012. Hubungan Antara Kondisi


Lingkungan Rumah Dan Kebiasaan Merokok
Anggota Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita Di Kelurahan Bandarharjo Kota
Semarang Tahun. IKM Universitas Negeri
Semarang.
Tahun
2012.
http

lib.unnes.ac.id/18277/1/6450407010.pdf. diakses
10 September 2014

Kesehatan

11. Maryunani, Anik. 2010, Ilmu Kesehatan anak


dalam kebidanan. Hal.13-17. Jakarta: Trans Info
Media.

5.

Dewi. C. C, 2012. Hubungan Kondisi Fisik


Lingkungan Rumah dan Perilaku Orang Tua
Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kedungmundu Kecamatan
Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. UNDIP, Semarang. Volume 1,
Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 904 910.
(Online)
http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm.
diakses 21 Juli 2014

12. Oktaviani. D, Fajar. N. A, Purba. I. G, 2010.


Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Perilaku
Keluarga Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita
Di Kelurahan Cambai Kota Prabumulih tahun
2010. Jurnal Pembangunan Manusia. Volume. 4,
Nomor. 12, Universitas Sriwijaya. Mei 2010.
Hal.
1-15.
httpbalitbangnovdasumsel.com/data/download/2
0140128150303/pdf. 4 Oktober 2014.

6.

Hasan. N. A, 2012. Faktor Faktor yang


Berhubungan Dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Wilayah Kerja UPTD Kesehatan Luwuk
Timur,kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi
Tengah
Tahun
2012.
http://lontar.ui.ac.id/file%3File$3Ddigit
diakses 16 Agustus 2014.

13. Pangestika. Y. R, Pawenang. E .T, 2010.


Hubungan Kondisi Lingkungan Terhadap
Kejadian ISPA Pada Balita Kelurga Pembuat
Gula Aren.Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Universitas Negeri Semarang. Volume. 5,
Nomor. 2, Januari 2010. Hal.80 88.
http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas.
diakses 15 Oktober 2014.

7.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011.


Pedoman
Pengendalian
Infeksi
Saluran
Pernapasan Akut. Hal 1. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan:
Jakarta
(Online)
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/FINA
L-DESIGN-PEDOMAN-PENGENDALIANISPA.pdf diakses 20 Agustus 2014.

14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011. Pedoman
Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah.
Jakarta.
(Online)
https:www.scribd.com/doc/104282066/PMK-No1077-Ttg-Pedoman-Penyehatan-Udara-Dalam
Ruang Rumah diakses pada 10 Okober 2014.

8.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011.


Profil Kesehatan Indonesia 2010. Hal. 41-42.
Pusat Data dan Informasi: Jakarta. (Online)

15. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara,


2008. Balai data, Surveilans dan Sistem
Informasi
Kesehatan.
Hal
28.

www.dinkes.sulut.go.id
2014.

diakses

05

Oktober

16. Profil Dinas Kesehatan Kota Manado, 2012. 10


penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di
Puskesmas. Manado.
17. Profil Puskesmas Minanga, 2013. Data Bulanan
Bidang Pengendalian Penyakit ISPA. Manado.
18. Purwana R, 2013. Manajemen Kedaruratan
Kesehatan
Lingkungan
Dalam
Kejadian
Bencana. Hal. 110-111. Jakarta: RajaGarafindo
Persada
19. Safitri. A. D, Keman. S, 2007. Hubungan Tingkat
Kesehatan Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada
Anak Balita di Desa Labuan Kecamatan Labuan
Badas Kabupaten Sumbawa. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, UNAIR, Surabaya. Volume 3,
Nomor 2, Januari 2007. Hal 139 150.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/art
icle/view/1864. diakses 20 Oktober 2014.
20. World Health Organization. 2007. Pencegahan
dan Pengendalian infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi
dan pandemi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Hal.12.www.who.int/iris/bitstream/10665/69707/
14 WHO_CDS_EPR_2007.6_I ind. Pdf- 786k.
diakses 20 November 2014.

Anda mungkin juga menyukai