PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit
menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal
akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh
infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas
sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut
usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per
kapita rendah dan menengah. Insidens infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) menurut kelompok umur
Balita terdapat 156 juta kasus baru di dunia per tahun
dimana 151 juta kasus (96,7%) terjadi di Negara
berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43
juta), China (21 juta) dan Pakistan (10 juta) dan
Bangladesh. Indonesia, Nigeria, masing-masing 6 juta
kasus. (WHO, 2007)
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2010, ISPA termasuk salah satu dari
10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di
rumah sakit. Berdasarkan Daftar Tabulasi Dasar
(DTD) menujukkan bahwa ada 291.356 kasus ISPA
yaitu laki- laki dengan 147.410 kasus dan perempuan
143.946 kasus dan untuk pasien rawat inap yaitu lakilaki dengan kasus 9.737 dan perempuan 8.181 kasus
yang meninggal ada 589 pasien dengan presentase
3,29% dengan jumlah kasus yang ditemukan 291.356
kasus dan jumlah kunjungan rawat jalan sebanyak
433.354 kasus. (Kemenkes, 2011).
Periode prevalence ISPA (13,3%) prevalensi
terendah ditemukan di kota Bitung dan kota Tomohon
masing-masing 0,5% dan tertinggi didapatkan di
Kabupaten Talaud (2,7%). Prevalensi ISPA Tertinggi
pada balita (>35%), sedangkan terendah pada
kelompok umur 15-24 tahun. Prevalensi cenderung
meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur.
Prevalensi antara laki -laki dan perempuan relatif
sama, dan sedikit lebih tinggi di perdesaan. Prevalensi
ISPA cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan
pendidikan dan tingkat pengeluaran RT per kapita
lebih rendah. Menurut laporan Riskesdas bahwa
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) tersebar di
seluruh Provinsi Sulawesi Utara dengan bervariasi
dengan merata prevalensi tingkat Provinsi dalam satu
bulan terakhir sebesar 20,5%, dengan rentang (12,1
34,6%). (Profil kesehatan, Prov. Sulut, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani, Fajar
dan Purba (2010) di Kelurahan Cambai Kota
Prabumulih tentang hubungan kondisi fisik rumah dan
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian Survey analitik
2013
ISPA
Tidak lSPA
Seluruh tanah
14
58,3
10
41,7
Seluruh beton/keramik
72
76,6
22
23,4
18C 30C
17
58,6
12
41,4
69
77,5
20
22,5
p
value
Keterangan
0,047
Ada hubungan
1.000
74
72,5
28
27,5
Kurang Baik
Kebiasaan Anggota Keluarga
yang Merokok
Ada merokok
12
75,0
25,0
68
80,0
17
20,0
Tidak merokok
18
54,5
15
45,5
Bakar
66
82,5
14
17,5
Elektrik/Semprot
20
52,6
18
47,4
0,005
Ada hubungan
0,001
Ada hubungan
a.
Karakteristik Individu
(51,7%).
Status imunisasi
c.
pada anak
kejadian ispa.
sedangkan
suhu
yang
terlalu
tinggi
dapat
kepadatan hunian
tidur.
kamar
disebabkan banyaknya
dengan p = 0,179.
d.
yang dihirup
oleh balita
tersebut
mengganggu
berarti
bagi
Kerja
kadar
CO2
yang
bersifat
racun
Puskesmas
Kedungmundu
Kecamatan
Kebiasaan
merokok
berhubungan
dengan
Nikotin
dan
Tar,
tambahan.(Kemenkes,
dengan
atau
2010).
tanpa
Asap
bahan
Rokok
memenuhi syarat.
2.
f.
SARAN
1.
pada
menimbulkan
gangguan
gangguan
saluran
tersebut.
Lebih
baik
jika
gigitan nyamuk.
pernapasan,
2.
balita
pernapasan.
(Purwana, 2013).
tersebut.
3.
KESIMPULAN
dan kelembaban
www.depkes.go.id/downloads/Profil2011-v3.pdf
diakses pada 22 Agustus 2014
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
860.
(Online)
http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm.
diakses 15 Juli 2014 .
9.
lib.unnes.ac.id/18277/1/6450407010.pdf. diakses
10 September 2014
Kesehatan
5.
6.
7.
8.
www.dinkes.sulut.go.id
2014.
diakses
05
Oktober