Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PEMILIHAN JURNAL

Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman

yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara

hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan

dekat, melalui udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga

melalui batuk dan bersin penderita.

Difteri adalah suatu penyakit bakteria akut terutama menyerang tonsil, faring, laring,

hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva

atau vagina. Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteria. Penyakit ini muncul

terutama pada bulan-bulan dimana temperatur lebih dingin di negara subtropis dan pada

umumnya menyerang anak-anak usia 1-10 tahun.

Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 %

kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan

pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak –

anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi

rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam

menunjang kesehatan kita.

Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC, Diphteri,

Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu penyebab kematian

anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan1,7 juta kematian pada

anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah akibat PD3I. Difteri merupakan salah satu

penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Sebelum era vaksinasi,

racun yang dihasilkan oleh kuman ini sering meyebabkan penyakit yang serius, bahkan

dapat menimbulkan kematian. Tapi sejak vaksin difteri ditemukan dan imunisasi terhadap

11
difteri digalakkan, jumlah kasus penyakit dan kematian akibat kuman difteri menurun

dengan drastis.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menetapkan difteri sebagai kejadian luar biasa

(KLB). Sampai November 2017, penyakit ini telah menyebar di 95 kabupaten/kota di 20

provinsi, bahkan 11 provinsi di antaranya sudah masuk kategori KLB.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Oscar Primadi

mengatakan, ke-11 provinsi yang melaporkan KLB difteri pada kurun waktu Oktober-

November 2017 itu adalah Sumatera Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi

Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Menurut Oscar, imunisasi masih cara ampuh menangani difteri. Karena itu pihaknya

mengimbau masyarakat untuk tidak ragu mendatangi fasilitas kesehatan untuk mendapatkan

imunisasi difteri.

Difteri adalah penyakit yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphteriae dan

dapat menyebabkan kematian, terutama pada anak-anak. Penyakit ini memiliki masa

inkubasi dua hari hingga lima hari dan akan menular selama dua hingga empat minggu.

Penyakit itu sangat menular dan dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani secara

cepat.

Komisi Kesehatan DPR pun menyayangkan kelambanan pemerintah dalam

penuntasan program imunisasi nasional. Untuk itu Komisi IX meminta Menkes bergerak

cepat dan melakukan langkah taktis dalam penanganan KLB difteri. "Pemerintah lambat

menjalankan program imunisasi nasional dengan tuntas. Masih banyak masyarakat yang

menolak imunisasi. Jadinya difteri merebak dan KLB," kata Ketua Komisi IX DPR Dede

Yusuf Effendi di Jakarta, Minggu (10/12/2017).

12
Karena itu, lanjut Dede, Komisi IX meminta Menkes melakukan gerakan cepat dan

taktis bersama pemerintah daerah (pemda) agar bisa menangani KLB difteri ini sehingga

tidak menyebar lebih luas lagi. Khususnya melakukan pencegahan dengan cara imunisasi

secara nasional. "Karena setiap tahun Komisi IX selalu menyetujui anggaran vaksin dan

imunisasi tanpa potongan," ujarnya.

13
BAB II

RESUME JURNAL II

A. Judul Jurnal Penelitian

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kasus Difteri Anak Di Puskesmas Bangkalan

Tahun 2016.

B. Nama Peneliti

Isnaniyanti Fajrin Arifin dan Corie Indria Prasasti. FKM UA, Departemen Kesehatan

Lingkungan, Alamat Korespondensi: Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

C. Tempat Penelitian

Puskesmas Bangkalan

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko yang berhubungan dengan

kasus difteri anak di Puskesmas Bangkalan.

E. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sukodono, Kecamata Candi, Kecamatan

Sekardangan, dan Kecamatan Tanggulangin. Dimana responden dalam penelitian tersebut

masih menetap di Kabupaten Sidoarjo.

Data dianalisis dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif,

yaitu menggambarkan karakteristik demografi ibu, kondisi bayi, pola pengasuhan bayi dan

pemberi pelayanan kesehatan dalam bentuk narasi dan tabel. Pendekatan kualitatif dilakukan

dengan cara indepth interview untuk mengidentifikasi faktor penyebab kematian bayi

berdasarkan dari persepsi ibu

F. Hasil Penelitian

Dari hasil perhitungan besar sampel didapatkan bahwa jumlah sampel minimal yang harus

diambil terbesar sebanyak 40 orang, dengan perbandingan besar sampel antara kasus : kontrol = 1:5,

dimana sampel terdiri dari 40 orang sebagai kolompok kasus. Namun, berdasarkan data rekam medik

diketahui bahwa jumlah penderita difteri anak di Puskesmas Kecamatan Bangkalan sejak 1 Januari

hingga 30 September 2016 yang memenuhi kriteria sebanyak 8 orang dan 40 orang sebagai kontrol.

14
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa sebagian besar anak dengan status imunisasi

DPT tidak lengkap berjumlah 34 orang (70,8%) dikarenakan kesibukan responden yang lupa

membawa anak untuk mendapatkan imunisasi mengingat sebagian besar pernah mengenyam

pendidikan formal dan dengan alasan ketidakmudahan akses untuk mencapai sarana pelayanan

kesehatan.

1. Kondisi Fisik

Variabel untuk mengidentifikasi kondisi lingkungan fisik rumah menggunakan

panduan observasi penilaian rumah sehat yang telah dimodifikasi berdasarkan

Permenkes 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah

dengan 7 variabel .

2. Kondisi Lingkungan Fisik Rumah

Variabel untuk mengidentifikasi kondisi lingkungan fisik rumah

menggunakan panduan observasi penilaian rumah sehat yang telah dimodifikasi

berdasarkan Permenkes 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara

Dalam Ruang Rumah dengan 7 variabel .

Kondisi pencahayaan alami di dalam rumah terbanyak dalam kondisi tidak

memenuhi syarat yaitu ≤ 60 lux berjumlah 35 rumah (72,9%). Kondisi

ventilasi/jendela rumah untuk kelompok kontrol diketahui bahwa kondisi

ventilasi/jendela rumah terbanyak adalah kondisi yang memenuhi syarat yaitu ≥

20 m2 berjumlah 32 rumah (80,0%). Namun, untuk kelompok kasus diketahui

bahwa kondisi ventilasi/jendela rumah terbanyak adalah kondisi yang tidak

memenuhi syarat yaitu ≤ 20 m2 berjumlah 6 rumah (75,0%).

Kepadatan hunian untuk kelompok kontrol yang terbanyak adalah kondisi

yang memenuhi syarat berjumlah 31 rumah (77,5%). Namun, untuk kelompok

kasus kepadatan hunian terbanyak adalah tidak memenuhi syarat berjumlah 8

rumah (100%). Dikatakan tidak memenuhi syarat apabila luas ruangan

dibandingkan dengan jumlah penghuni adalah ≤ 4m2/orang.

3. Hubungan Antara Karakteristik Dengan Kasus Difteri Anak

Variabel yang digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik adalah umur

dan jenis kelamin anak, tingkat pendidikan responden, dan status imunisasi DPT.

15
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Bangkalan Tahun 2016. Untuk kelompok

kasus pada penelitian ini adalah anak yang berusia 1-7 tahun yang telah

didiagnosis oleh dokter dari data rekam medik Puskesmas. Sedangkan untuk

kelompok kontrol dalam penelitian ini adalah anak usia 1-7 tahun yang tidak

menderita difteri.

Anak usia sekolah cenderung lebih banyak berinteraksi dengan orang lain.

Selain sering berinteraksi dengan keluarga dan tetangga juga sering berinteraksi

dengan teman sekolah dan guru, yang terkadang bukan berasal dari desa/wilayah

setempat. Hal ini menyebabkan peluang lebih banyak untuk terpapar bakteri C.

Diptheriae.

4. Hubungan Antara Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kasus Difteri

Anak di Puskesmas Bangkalan Tahun 2016

Setelah melakukan panduan observasi terhadap kondisi lingkungan fisik

rumah berdasarkan Permenkes RI No.1077 Tahun 2011 kemudian menguji

dengan uji statistik chi-square maka diperoleh nilai p untuk masing-masing

variabel kondisi lingkungan fisik rumah (dinding rumah, keberadaan langit-

langit, keberadaan lantai rumah, kelembaban, pencahayaan alami,

ventilasi/jendela rumah, dan kepadatan hunian) adalah diperoleh p sebesar 0,008

atau nilai p < 0,05 (p < α). Yang artinya, terdapat hubungan antara kondisi

lingkungan fisik rumah dengan tingginya kasus difteri anak di Puskesmas

Bangkalan Tahun 2016.

Komponen kondisi lingkungan fisik yang berhubungan dengan tingginya

kasus difteri anak adalah keberadaan lantai rumah, kelembaban, ventilasi/jendela

rumah, dan kepadatan hunian. Didapatkan nilai OR sebesar 4,18 yang artinya

responden dengan kondisi lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat

berisiko 4,18 kali menderita difteri dibandingkan dengan kondisi lingkungan fisik

rumah yang memenuhi syarat.

5. Faktor Paling Dominan Yang Berhubungan Dengan Kasus Difteri Anak di

Puskesmas Bangkalan Tahun 2016

16
Pemilihan faktor paling dominan dilakukan dengan analisis bivariat untuk

mengetahui hubungan dari masing-masing variabel dependen dengan variabel

independen. Dimana, variabel yang dapat masuk dalam analisis bivariat yaitu

variabel yang memiliki nilai p value < 0,05 serta variabel yang masuk dengan

memperhatikan proporsi kasus dan substansi dari hipotesa penelitian.

17
BAB III

ANALISIS JURNAL II

A. Analisis Penelitian

Populasinya dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki bayi meninggal di

Kabupaten Sidoarjo. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi meninggal

yang ada di puskesmas dengan besar sampel sebanyak 23 ibu yang memiliki bayi yang

meninggal. Variabel dan Definisi Operasional penelitian ini adalah:

1) Kematian bayi adalah seseorang yang meninggal pada saat umur kurang dari 1 tahun.

2) Umur saat hamil adalah umur responden pada saat hamil bayi yang meninggal yang

diukur dalam satuan tahun.

3) Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh ibu dalam satuan anak.

4) Jarak kelahiran adalah jarak

5) kelahiran antara anak yang meninggal dengan anak sebelumnya dalam satuan tahun.

6) Pendidikan adalah pendidikan terakhir yang ditempuh ibu.

7) Pengeluaran adalah penghasilan yang didapatkan oleh responden setiap bulan dalam

satuan rupiah.

8) BBLR adalah berat bayi baru lahir di bawah normal (<2500 gr) dengan usia

kehamilan cukup bulan (38-40 minggu).

9) Bayi prematur adalah bayi lahir belum cukup bulan (16-37 minggu) dan berat badan

lahir <2500 gr.

B. Penilaian Kritis Untuk Penilaian

1. Judul dan Abstrak

Judul jurnal sesuai dengan isi yaitu Faktor Penyebab Kematian Bayi Di Kabupaten

Sidoarjo

18
a. Tujuan dalam jurnal disebutkan dalam abstrak yaitu Faktor Penyebab Kematian Bayi

Di Kabupaten Sidoarjo.

b. Abstrak memberikan informasi yang lengkap yaitu latar belakang, tujuan, metode

dan hasil.

2. Justifikasi, Metode dan desain

a. Di dalam jurnal pada latar belakang dijelaskan alasan melakukan penelitian.

b. Tinjauan pustaka dalam jurnal cukup.

c. Di dalam jurnal menggunakan referensi terbaru 5 tahun terakhir tetapi masih ada

yang menggunakan referensi yang lebih dari 5 tahun terakhir.

d. Hipotesis dalam penelitian ini tidak dicantumkan.

e. Metode yang digunakan sudh sesuai dengan jenis kasus yang ditemukan.

3. Analisa Data dan Hasil

a. Hasil penelitian disampaikan dengan jelas dalam jurnal.

b. Hasilnya menunjukkan sebagian besar kematian bayi yang lahir prematur yang

menyertai faktor ibu. Pengetahuan tentang ibu tentang kehamilan masih rendah, jarak

jauh saat melahirkan, dan keterbatasan transportasi.

c. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Karakteristik demografi ibu yang disertai pula

kondisi ibu saat hamil yang diduga memang memiliki risiko terhadap kematian bayi.

Kebanyakan kematian bayi lahir prematur. Kelahiran prematur tersebut karena

aktivitas ibu yang berat saat hamil, nutrisi kurang, ibu mengkonsumsi obat,

kandungan lemah, hamil kembar, dan informasi yang didapat saat pelayanan

antenatal yang diberikan oleh tenaga kesehatan (bidan dan dokter) tidak jelas dan

kurang lengkap. Disisi lain umur ibu, paritas dan jarak juga berisiko untuk

melahirkan bayi prematur. Ada keterkaitan antara karakteristik ibu dengan pelayanan

kesehatan antara lain umur yang berisiko masih tergolong dominan, meskipun

pemeriksaan antenatal secara rutin. Pemberi pelayanan kesehatan tidak paham betul

terhadap pasiennya, antara lain informasi yang didapat saat pelayanan antenatal tidak

jelas
19
4. Kelebihan Jurnal

a. Penelitian memberikan intervensi pada responden dan hasil penelitian menunjukkan

bahwa Faktor-faktor penyebab kematian bayi di kabupaten Sidoarjo dipengaruhi oleh

pengetahuan ibu, jarak pemukiman dengan tempat pelayanan kesehatan dan

keterbatasan transportasi.

b. Metode penelitian diuraikan cukup jelas yaitu sampel, tempat penelitian, dan teknik

intervensi.

c. Tujuan penelitian diuraikan dengan jelas yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

5. Kekurangan Jurnal

1. Manfaat jurnal tidak dicantumkan.

2. Kriteria inklusi dan eksklusi tidak dijelaskan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Artikel Kesehatan tentang penyebaran difteri di Indonesia. 11 Desember 2017 Jakarta.

https://nasional.sindonews.com/read/1264638/15/penyebaran-difteri-di-indonesia

mengkhawatirkan-151296673. Diakses tanggal 12 Desember 2017 pukul 14:19 Wib.

21

Anda mungkin juga menyukai