Anda di halaman 1dari 20

TUGAS PROPOSAL

METOPEN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN


CAMPAK PADA BALITA DI
KOTA PADANG TAHUN 2015

NAMA : DINA LESTARI


NIM : 19110078
PRODI : S1 FARMASI
SEMESTER : 4
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Campak merupakan penyakit yang sangat menular dan sebagai penyebab utama
kematian anak di Negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan 1,7 juta
kematian anak akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan 5 %
penyebab kematian anak dibawah lima tahun. Jumlah kasus campak di regional
SEARO meningkat dari 78.574 kasus pada tahun 2000 menjadi 94.562 kasus pada
tahun 2006, ini disebabkan karena adanya peningkatan surveilans campak di
Indonesia dan India[1].
Berdasarkan data epidemiologi di Indonesia didapatkan adanya akumulasi anak
balita yang tidak mendapat imunisasi dan anak-anak yang tidak mendapat
kekebalan setelah pemberian satu dosis vaksin campak karena efikasi vaksin
campak sehingga dapat terjadi KLB pada kelompok ini.Di Indonesia dilaporkan
pada tahun 2010 telah terjadi 188 kejadian luar biasa campak dengan 3.044 kasus.
Sementara dari laporan rutin campak jumlah kasus pada tahun 2010 adalah 19.111
kasus. Distribusi kelompok umur pada KLB dengan cakupan imunisasi yang rendah
umumnya terjadi pada kelompok umur 1 – 4 tahun dan 5 – 9 tahun, sedangkan pada
beberapa daerah dengan cakupan imunisasi tinggi dan merata cenderung bergeser
pada kelompok umur yang lebih tua (10 – 14 tahun) [1]. Sebagian besar penderita
campak akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak usia < 5 tahun dan
penderita dewasa usia > 20 tahun. Kematian penderita karena campak umumnya
disebabkan karena komplikasinya,seperti bronchopneumonia, diare berat dan gizi
buruk serta penanganan yang terlambat.

Sumatera Barat memiliki 19 Kabupaten/ Kota dengan penduduk yang sangat


padat memungkinkan terjadinya penularan terhadap kasus campak yang terjadi pada
suatu wilayah. Angka kejadian campak di Provinsi Sumatera Barat didapat angka
sebagai berikut : tahun 2010 sebanyak 410 kasus , tahun 2011 sebanyak 508 kasus,
tahun 2012 sebanyak 424 kasus, tahun 2013 sebanyak kasus dan tahun 2014
sebanyak 421 kasus. Tahun 2015 periode Januari s/d Juni tercatat sebanyak 223
kasus[7].
Kota Padang mempunyai wilayah yang cukup luas tersebar pada 11

Kecamatan dengan fasilitas kesehatan sebanyak 22 buah Puskesmas.Jumlah

penduduk yang padat memungkinkan terjadinya penularan penyakit terutama

penyakit campak. Angka kejadian penyakit campak di Kota Padang dapat dirinci

dari tahun 2010 s/d 2014 adalah sebagai berikut : tahun 2010 sebanyak 113 kasus,

tahun 2011 sebanyak 177 kasus, tahun 2012 sebanyak kasus 50 kasus dengan

kejadian luar biasa campak pada wilayah Puskesmas Pauh sebanyak 1 kali, tahun

2013 sebanyak 55 kasus dan tahun 2014 sebanyak 84 kasus dengan 1 kali kejadian

luar biasa campak pada wilayah Puskesmas Kuranji. Jumlah kasus campak bulan

Januari s/d Desember 2015 tercatat sebanyak 63 kasus dan 1 kali kejadian luar biasa

campak pada Kecamatan Padang Barat[8].

Dari gambaran kejadian penyakit campak selama 5 tahun terdapat jumlah

kasus yang bervariasi dan cenderung naik-turun dengan 2 kali kejadian luar biasa. T

Januari s/d Desember2015 telah tercatat jumlah kasus 80 dengan 1 kali kejadian luar

biasa[8]. Menurut segitiga epidemiologi, suatu penyakit akan timbul karena

dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu :Host (Pejamu), Agent (Kuman Penyakit) dan

Environtment (Lingkungan). Faktor Host adalah faktor yang terdapat dalam diri

manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit dan perjalanan

penyakit, seperti : umur, jenis kelamin, status imunisasi dan status gizi. Faktor Agent

adalah suatu substansi yang keberadaannya mempengaruhi perjalanan

penyakit.Faktor Environtment adalah semua kondisi dan pengaruh luar yang

mempengaruhi perkembangan organisme, seperti : lingkungan fisik dan lingkungan

biologis. Kejadian campak merupakan penyakit yang timbul akibat interaksi ketiga

faktor tersebut[9]. Para ahli melaporkan beberapa faktor risiko yang dapat

mempengaruhi kejadian penyakit campak adalah tingkat pengetahuan ibu, status

imunisasi dan sikap ibu.


Hasil penelitian I Made Suardiyasa (2008) tentang Faktor-faktor Risiko

Kejadian Penyakit Campak pada Anak Balita di Kabupaten Tolitoli Provinsi

Sulawesi Tengah menyatakan bahwa : Status Imunisasi dengan Odd Ratio (OR) =

22,031, Status Gizi (OR = 28,897) dan Tingkat Pengetahuan Ibu (OR = 5,371)

merupakan faktor risiko kejadian penyakit campak pada balita di Kabupaten Tolitoli

Provinsi Sulawesi Tengah. Hasil penelitian Ade Soemantri (2012) yang berjudul

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Campak (Morbili) pada

Anak di Kota Bukittinggi Tahun 2011 menemukan bahwa, Faktor Sikap Ibu (OR

= 10,06) juga merupakan faktor risiko kejadian penyakit campak. Duski (2001)

menyatakan bahwa, adanya hubungan status imunisasi campak dengan kejadian

penyakit campak ; dimana anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak berisiko

3,2 kali lebih besar untuk menderita campak disbanding anak yang mendapat

imunisasi.

Berdasarkan latar belakang inilah penelitimelakukan penelitian yang

berjudul “Faktor RisikoKejadian Campak Pada Balita di Kota Padang Tahun 2015”.

1.2 Perumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu faktor risiko apa saja yang

berperan dalam kejadian campak pada balita di Kota Padang Tahun 2015.
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Mengetahui faktor risiko kejadian campak pada balita di kota Padang tahun

2015.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui distribusi frekuensifaktor risiko (tingkat pengetahuan ibu,sikap

ibu, status imunisasi dan sikap petugas)dengan kejadian campak pada balita.

2. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian

campak pada balita

3. Mengetahui hubungan antara sikap ibu dengan kejadian campak pada balita

4. Mengetahui hubungan antara status imunisasi dengan kejadian campak

pada balita

5. Mengetahui hubungan antara sikap petugas dengan kejadian campak pada


balita

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis


1. Memberikan sumbangan pemikiran untuk perkembangan ilmu kesehatan

masyarakat menegenai faktor risiko kejadian campak pada balita

2. Memberikan informasi mengenai faktor risiko kejadian campak pada balita

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kepustakaan dalam

mengembangkan keilmuan.

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Padang dalam

melakukan upaya pencegahan dan penularan campak pada balita

2. Memberikan informasi kepada masayarakat tentang faktor risiko kejadian

campak balita sehingga masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan

dan penularan campak secara mandiri.


BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Campak


Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk

makulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan 38

derajat celcius atau lebih juga disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah[5].

Definisi Operasional untuk surveilans Penyakit campak di Indonesia adalah adanya

demam (panas), bercak kemerahan (rash), dan ditambah satu atau lebih gejala batuk,

pilek atau mata merah (conjunctivitis)[10].

2.2. Gambaran Klinis


Campak mempunyai gejala klinis demam > 38 derajat celcius selama 3 hari atau lebih,

disertai salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair. Gejala

khas (patognomonik) adalah Koplik’s spot atau bercak putih keabuan dengan dasar

merah di pipi bagian dalam (mucosa buccal). Bercak kemerahan/ rash dimulai dari

belakang telinga pada tubuh berbentuk makulo popular dan dalam beberapa hari (4-7

hari) menyebar ke seluruh tubuh. Setelah 1 minggu sampai 1 bulan bercak kemerahan

berubah menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik. Sebagian penderita

akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa

> 20 tahun. Komplikasi yang sering terjadi adalah diare dan bronchopneumonia.

Penyakit campak menjadi lebih berat pada penderita malnutrisi, defisiensi vitamin A

dan imun defisiensi (HIV) serta karena penanganan yang terlambat[2].

Diagnosa banding kasus campak banyak diantaranya yang paling menyerupai campak

adalah rubella (campak Jerman) yang ditandai dengan pembesaran kelenjar getah

bening di belakang telinga. DHF atau DBD, dalam 2-3 hari terjadi mimisan, turkinet

test (Rumple Leede) positip, perdarahan diikuti shock, laboratorium menunjukkan

trombosit < 100.000/ml dan serologis positip IgM DHF. Cacar air (varicella),

ditemukan vesikula atau gelembung berisi cairan.Alergi obat, kemerahan di tubuh


setelah minum obat/ disuntik, disertai gatal-gatal.Miliaria atau keringat buntet : Gatal-

gatal, bintik kemerahan[1].

Klasifikasi kasus Campak adalah sebagai berikut [1]:

1. Pasti secara laboratorium (kasus campak klinis yang telah dilakukan konfirmasi

laboratorium dengan hasil positif terinfeksi virus campak (IgM campak Positif) ;Pasti

secara Epidemiologi (semua kasus klinis yang mempunyai hubungan epidemiologi

dengan kasus yang pasti secara laboratorium atau dengan kasus pasti secara

epidemiologi yang lain (biasanya dalam kasus KLB) ;

2. Bukan Kasus Campak (Discarded) yaitu kasus tersangka campak, setelah dilakukan

pemeriksaan laboratorium hasilnya negatif atau kasus tersangka campak yang

mempunyai hubungan epidemiologi dengan Rubella;

3. Kematian Campak adalah (kematian dari seorang penderita campak pasti

(klinis,laboratoriummaupun epidemiologi yang terjadi selama 30 hari setelah timbul

rash,bukan disebabkan oleh hal- hal lain seperti truma atau penyakit kronik yang

tidakberhubungan dengan komplikasi campak[2].

Kematian Campak adalah (kematian dari seorang penderita campak pasti

(klinis,laboratoriummaupun epidemiologi yang terjadi selama 30 hari setelah timbul

rash,bukan disebabkan oleh hal- hal lain seperti truma atau penyakit kronik yang

tidakberhubungan dengan komplikasi campak[2].

Daerah risiko campak/ daerah risiko tinggi campak yaitu daerah yang berpo- tensi

terjadinya KLB campak, dilihat dari Daerah dengan cakupan imunisasi rendah (< 80 %)
[6]
:

 Lokasi yang padat dan kumuh antara lain pengungsian


 Daerah rawan gizi
 Daerah sulit dijangkau atau jauh dari pelayanan kesehatan
 Daerah dimana budaya masyarakatnya tidak menerima imunisasi Spesimen
adekuat adalah ::
a. Spesimen darah

b. Spesimen Urin
2.4 Sumber dan Cara Penularan
Sumber penularan adalah manusia sebagai penderita. Penularan dari orang ke orang

melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara teruatam melalui batuk, bersin atau

sekresi hidung. Masa penularan 4 hari sebelum timbul rash, puncak penularan pada saat

gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1 – 3 hari pertama sakit[4].

2.5 Pengobatan
Pengobatan terhadap campak sesuai dengan gejala yang muncul. Penderita tanpa

komplikasi cukup diberikan antipiretik dan pemberian vitamin A dosis tinggi sesuai

usia. Jika ada komplikasi anjurkan penderita dirawat di Puskesmas atau di Rumah Sakit.

Pengobatan komplikasi di sarana pelayanan kesehatan dengan pemberian

antibiotiktergantung berat ringannya komplikasi, bila keadaan penderita cukup berat

segera rujuk ke rumah sakit. Kasus yang terkena penyakit campak, diisolasi, untuk

memutuskan rantai penularan pada orang lain[6].

Pemberian Vitamin A diberikan sebanyak 2 kapsul (kapsul pertama diberikan saat

penderita ditemukan, kapsul kedua diberikan keesokan harinya, dosis sesuai umur

penderita). Pemberian vitamin A diutamakan untuk penderita campak jika persediaan

vitamin A mencukupi, sebaiknya juga diberikan pada yang tid kasus campak. Bila

ada komplikasi pada mata, maka berikan vitamin A dosis ketiga, 2 minggu

kemudian, sesuai dosis diatas[2].

Bagi penderita campak yang berumur < 6 bulan yang mendapatkan ASI, tidak

perlu diberikan vitamin A, karena kebutuhan vitamin A sudah terpenuhi melalui ASI

(air susu ibu). Sehingga ibu nifas (1-42 hari setelah melahirkan) perlu diberikan

kapsul vitamin A dosis tinggi sesuai program. Vitamin A dosis tinggi diberikan pada

penderita usia 6 – 5 tahun dengan ketentuan sebagai berikut[5] :


Tabel 2.1Dosis Pemberian Vitamin A usia 6 bulan – 5 tahun
Umur Dosis Segera Dosis hari ke 2

Penderita 0-6 bl * 50.000 IU 50.000 IU

6-11 bl 100.000 IU 100.000 IU

12-59 bl 200.000 IU 200.000 IU

(*) : Bagi bayi yang tidak mendapat ASI

Sumber : Petunjuk Teknis Surveilans Campak, Dirjen PP dan PL Kemenkes RI

2.6 Epidemiologi
Penyakit Campak dikenal juga sebagai Morbili atau Measles, merupakan

penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus, 90 % anak

yang tidak kebal akan terserang penyakit campak. Manusia diperkirakan satu-

satunya reservoir, walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi tidak berperan dalam

penyebaran[1].

Di seluruh dunia diperkirakan terjadi penurunan 50 % kasus campak yang

dilaporkan yaitu 852.937 kasus pada tahun 2000 menjadi 373.421 kasus pada tahun

2006[5].

2.7 Faktor Resiko Kejadian Campak

1. Status Imunisasi

2. Tingkat Pengetahuan Ibu

3. Sikap Ibu

4. Sikap Petugas
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang merupakan dari hasil penelitian didapatkan

variabel yang diduga mempunyai hubungan kuat dengan kejadian campak yang

dapat digambarkan dalam diagram di bawah ini[11]:

Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat Pengetahuan Ibu

Sikap Ibu
Kejadian Campak

Status Imunisasi Campak

Sikap Petugas

Gambar 2.3Kerangka Konsep Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian


Campak di Kota Padang Tahun 2015

3.2 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian campak pada

balita di Kota Padang tahun 2015.

2. Ada hubungan antara sikap ibu dengan kejadian campak pada balita di Kota

Padang tahun 2015.

3. Ada hubungan antara status imunisasi campak dengan kejadian campak pada

balita di Kota Padang tahun 2015.

4. Ada hubungan antara sikap petugas dengan kejadian campak pada balita di

Kota Padang tahun 2015


BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain studi case control.

Penelitian ini melihat apakah suatu faktor risiko tertentu berpengaruh terhadap

terjadinya efek yang diteliti dengan membandingkan faktor risiko tersebut pada

kelompok kasus dengan faktor risiko pada kelompok kontrol[20].

Faktor risiko(+)
Kasus
Retrospektif
Faktor risiko(-)

Matching

Faktor risiko(+

Retrospektif Kontrol

Faktor risiko(-)

Gambar 4. 1 Skema rancangan studi kasus control

4.2 Waktu dan Tempat


Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Oktober 2016 di Kota Padang.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak balita

yang menderitacampak berdasarkan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kota

Padang tahun 2015 sebanyak 63 kasus.


4.3.2 Sampel
4.3.2.1 Kasus

Kasus dalampenelitian ini adalah ibu yang memiliki anak balita yang

menderita campak berdasarkan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kota

Padang tahun 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.2.2 Kontrol

Kontrol dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak balita

yang tidak menderita campak berdasarkan data sekunder dari Dinas

Kesehatan Kota Padang tahun 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi. Pemilihan populasi kontrol dilakukan dengan matching umur dan

jenis kelaminyang masih berada di satu wilayah yang sama dengan populasi

kasus.

4.3.2.3 Besar sampel

Penentuan besar sampel pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan rumus sebagai berikut[21]:

2
𝑍 𝛼+𝑍𝛽 𝑃𝑄
2 OR Q = 1-P
n= 𝑃−1/2 2 P=1+OR

2
1,96 + 0,84 0,24 𝑥 0,76
𝑛1 = 𝑛2 =
0,76 − 0,5 2

𝑛 = 30

Keterangan:

n : Jumlah sampel
Z1-α/2 : derajat kepercayaan (confidense Interval) 95% atau α sebesar
5% Z1-β: nilai Z pada kekuatan uji (power test) 1-β sebesar 80%=
0,0842
P : proporsi efek pada kelompok dengan faktor risiko (ditetapkan peneliti)
OR : 3,2 (diambil dari penelitian sebelumnya)
Dari perhitungan rumus sampel didapatkan sampel sebanyak 30 orang. Untuk

mengantisipasi drop out disiapkan sampel cadangan sebanyak 10% (3 orang) maka

total kasus menjadi 33 orang. Maka total sampel dengan perbandingan 1:1 antara

kelompok kasus dengan kelompok kontrol berjumlah 66 orang.

4.3.2.4 Teknik pengambilan sampel

Kasus diambil dengan menggunakansystematic random sampling.Caranya

adalah membagi populasi dengan dengan jumlah sampel, yaitu 63 dibagi 33 adalah

1,9sehingga interval sampel menjadi 2. Sampel diambil dengan membuat daftar

anggota populasi dari nomor 1-63 kemudian diambil menjadi sampel adalah setiap

kelipatan 2.

Kontrol diambil dengan metode purposive sampling yaitu pengambilan

sampel kontrol dilakukan di wilayah setempat sampel kasus dengan menggunakan

matching umur dan jenis kelamin.

4.4 Pengumpulan Data

4.4.1 Data Primer


Merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan

menggunakan kuesioner.

4.4.2 Data Sekunder


Merupakan data yang didapat dari laporan kejadian campak pada balita Dinas

Kesehatan Kota Padang tahun 2015


4.5 Pengolahan Data
Berikut langkah- langkah dalam pengolahan data [11]:

A. Menyuting Data (Editing)

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian kuesioner apakah

jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. Bila

terdapat kesalahan dalam pengambilan data maka upaya pembetulan dilakukan

sesegera mungkin.

B. Mengkode Data (Coding)

Merupakan kegiatan merubah data dari bentuk huruf menjadi data

berbentuk angka atau bilangan. Pengkodean data ini bertujuan untuk

mengklasifikasi data jawaban dari masing-masing pertanyaan dengan kode tertentu

sehingga memudahkan proses analisis data dan mempercepat proses entri data.

C. Memasukan Data (Entry)

Merupakan kegiatan memasukan (entry) data ke aplikasi untuk dianalisis

lebih lanjut.

D. Membersihkan Data (Cleaning)

Merupakan kegiatan pengecekan data yang sudah di entry untuk

memastikan bahwa semua data data telah dimasukan dengan benar

.
4.6 Analisa Data

A. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi

darivariabel faktor risiko ( tingkat pengetahuan ibu, sikap ibu, status imunisasi

campak dan sikap petugas).

B. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat adanya hubungan antara masing-

masing variabel independen yaitutingkat pengetahuan ibu, sikap ibu, status imunisasi

campak dan sikap petugas dengan variabel dependen yaitu kejadian campak pada

balita.

Penelitian ini menggunakan desain case control dengan macthing umur dan

jenis kelamin. Kasus dan kontrol dijadikan berpasangan dengan perbandingan antara

kasus dan kontrol 1 : 1 dimana untuk setiap 1 kasus dicarikan 1 kontrol.

Pengelompokan pasangan kasus dan kontrol dilakukan seperti terlihat pada tabel di

bawah ini.

Kasu kontrol
s
Resiko(+) Resiko(-)
Risiko (+) A B
Risiko (-) C D

Susunan hasil pengamatan dalam tabel 2x2 dilakukan sebagai berikut :

Sel A : Kasus mengalami pajanan dan kontrol mengalami pajanan

Sel B : Kasus mengalami pajanan dan kontrol tidak mengalami pajanan

Sel C : Kasus tidak mengalami pajanan dan kontrol mengalami pajanan

Sel D :Kasus tidak mengalami pajanan dan kontrol tidak mengalami pajanan
Odds rasio (OR) pada penelitian ini dihitung denganmengabaikan sel A

karena baik kasus maupun kontrol terpajan dan sel Dkarena baik kasus dan kontrol

sama-sama tidak terpajan. Rumus Odds rasio (OR) adalah[20] :

OR=B/C

Uji yang akan digunakan adalah uji statistik Mc Nemar Testdengan derajat

kepercayaan 95% (α=0,05).

OR > 1 : Merupakan faktor risiko

OR = 1 : Bukan merupakan faktor risiko

OR < 1 : Merupakan faktor risiko protektif .


4.7 Definisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Cara Alat Ukur Hasil Pengukuran


Pengukuran ka

Kejadian Campak Defenisi Kasus :anakbalita yang menderita Telaah rekap data Data laporan 1 = anak balita yang menderita campak
campak berdasarkan data Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan kejadian campak (kasus)
Kota Padang tahun 2015. Kota Padang Dinas Kesehatan mi
Defenisi Kontrol: anak balita yang tidak tahun 2015. Kota Padang 0 = anak balita yang tidak menderita na
menderita campak berdasarkan data Dinas tahun 2015 campak (kontrol)
Kesehatan Kota Padang tahun 2015.

Tingkat pengetahuan Sejumlah pertanyaan untuk mengukur tingkat Wawancara Kuisioner 1 = Pengetahuan rendah yaitu responden Or
ibu pemahaman responden tentang penyakit dengan total skor <rata-rata
campak, penyebabnya dan cara na
pencegahannya. 0 = Pengetahuan tinggi yaitu responden
dengan total skor ≥ rata-rata

Sikap ibu Respon responden dalam pencegahan, Wawancara Kuisioner 1 = Sikap negatif yaitu responden dengan
pengobatan dan imunisasi penyakit campak total skor < rata-rata
mi
0 = Sikap positif yaitu responden dengan na
total skor ≥ rata- rata

Status imunisasi Imunisasi campak yang pernah diterima oleh Wawancara Kuisioner 1 = Tidak menerima imunisasi campak.
anak balita pada usia 6 – 9 bulan.
0 = Menerima imunisasi campak usia 6-9 mi
bulan na

Sikap petugas Tindakan petugas dalam pelaksanaan Wawancara Kuisioner 1 = Sikap negatif yaitu responden dengan
imunisasi campak total skor < rata-rata
mi
0 = Sikap positif yaitu responden dengan na
total skor ≥ rata- rata
DAFTAR PUSTAKA

1. Nadhirin: Campak di Indonesia. Jakarta: Buletin Epidemiologi; 2000.

2. Departement Kesehatan RI: Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi


Campak Tahun 2006. In. Edited by PP&PL D. Jakarta: Depkes RI;
2006.

3. Atikah P: Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha Medika; 2010.

4. Wahyudi S: Tinjauan Verologis Campak di Indonesia,. Jakarta: Atmajaya;


1988.

5. WHO: Imunization Practice: A Practical Guide for Health Staff. In.


Edited by Organization WH. Geneva; 2004.

6. Rezeki S: Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan


Dokter Anak Indonesia; 2011.

7. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat: Laporan Dinas Kesehatan


Provinsi Sumatera Barat tahun 2015. In. Padang; 2015.

8. Dinas Kesehatan Kota Padang: Laporan Campak Kota Padang Tahun


2015, in padang.2015

9. Notoatmodjo S: Prinsip Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.


Jakarta: Rineka Cipta; 2003.
10. Noor NN: Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Rineka
Cipta jakarta.

11. Notoatmodjo S: Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;


2010.

12. Giarsawan N: Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Campak di


Wilayah Puskesmas Tejakula I Kecamatan Tejakula Kabupaten
Buleleng Tahun 2012.Jurnal Kesehatan Lingkungan 2014, Vol 4 no
2november:140-145.

13. Siregar K: Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Anak Umur 9 bulan –

6 tahun Pada Saat KLB di Kabupaten Bogor tahun 2002. Depok:


Universitas Indonesia; 2002.

14. Setyaningrum: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Penyakit Campak di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan
Teras Kabupaten Boyolali. In. Edited by Muhammadiyah U.
Surakarta; 2013.

15. Natalya D: Analisis Kejadian Campak Pada Anak Balita Di Kelurahan


Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai Tahun 2010
2011.

16. Frida E: Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Campak


Pada Balita Di Puskesmas Kumai Kabupaten Kotawaringin
Barat Kalimantan Tengah Tahun 2007. In. Edited by
Nuswantoro UD. Semarang; 2007.

17. Efriyanti A: Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Cakupan


Imunisasi Campak Di Kabupaten Tegal. In. Edited by Semarang UN;
2009.

18. Casaeri: Faktor Risiko Kejadian Campak Di Kabupaten Kendal tahun


2002. Semarang: Universitas Diponogoro; 2003.

19. Nurani DS: Gambaran Epidemiologi Kasus Campak di Kota Cirebon


tahun 2004-2011 (Studi Kasus Data Surveilans Epidemiologi
Campak Di Dinas Kesehatan Kota Cirebon). Jurnal Kesehatan
Masyarakat 2012, Vol 1, No 2:293-304

20. Murti B: Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gajah


Mada University Press; 1997.

21. Sastroasmoro S: Dasar- Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:


Sagung Seto; 2011.

22. BPS Kota Padang: Laporan Badan Pusat Statistik Kota Padang Tahun
2015.In.Padang;2015.

Anda mungkin juga menyukai