Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) masih terus menjadi masalah
kesehatan yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen
penyebab baru ataupun lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat
antimikroba telah banyak ditingkatkan, selain itu masih banyak terdapat
kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostik dan pilihan pengobatan.
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) dapat dijumpai dalam berbagai
bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. (Asri, 2010).
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli), juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat, dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi,
dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas. (Asri, 2010).
Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi
akut pada bronkus (biasa disebut bronkopneumonia). Gejala penyakit ini
berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak.
Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit
atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali
permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada
anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pnemonia. Pneumonia
pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan, dan
puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada usia sekolah, pneumonia paling
sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae. (Syawir 2012)
Menurut pendapat (Mardjanis, 2010) di seluruh dunia terjadi 1,6 sampai 2,2
juta kematian anak-balita karena pneumonia setiap tahun, sebagian besar

terjadi di negara berkembang, 70% terdapat di Afrika dan Asia Tenggara.


WHO tahun 2005 melaporkan proporsi penyebab kematian anak-balita di
negara berkembang adalah pneumonia 19%, diare 17%, malaria 8% dan
campak 4% . Di samping itu terdapat 37% penyebab kematian neonatus, 26%
di antaranya disebabkan oleh infeksi berat yaitu sepsis, meningitis dan
pneumonia yang secara klinis sukar dibedakan satu sama lain. Data di atas
menunjukkan bahwa pneumonia berkontribusi besar sebagai penyebab
kematian anak-balita. Penurunan Angka Kematian pneumonia anak balita
menyebabkan penurunan Angka Kematian Anak Balita keseluruhan yang
merupakan sasaran MDG-4 (Millenium Development Goals-4).
Kasus penyakit pneumonia di negara maju terdapat 4 juta kasus setiap tahun
hingga total di seluruh dunia ada 156 juta kasus pneumonia anak-balita setiap
tahun. Terdapat 15 negara dengan prediksi kasus baru dan insidens
pneumonia anak-balita paling tinggi, mencakup 74% (115,3 juta) dari 156
juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari setengahnya terkonsentrasi di 6 negara,
mencakup 44% populasi anak-balita di dunia. Ke enam negara tersebut adalah
India 43 juta, China 21 juta, Pakistan, 10 juta, Bangladesh, Indonesia dan
Nigeria masing-masing 6 juta kasus per tahun. (Marjanis, 2010)
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang
terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun (anak balita).
Pneumonia membunuh anak lebih banyak daripada penyakit lain apapun,
mencakup hampir 1 dari 5 kematian anak balita, membunuh lebih dari 2 juta
anak-balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang.
Oleh karena itu pneumonia disebut sebagai pembunuh anak no.1 (the number
one killer of children). Di negara berkembang pneumonia merupakan
penyakit yang terabaikan (the neglegted disease) atau penyakit yang
terlupakan (the forgotten disease) karena begitu banyak anak yang
meninggal karena pneumonia namun sangat sedikit perhatian yang diberikan
kepada masalah pneumonia. (Marjanis, 2010)

Menurut WHO tahun 2013, di dunia angka kematian akibat pneumonia dan
infeksi saluran pernafasan akut yang mempengaruhi paru-paru dinyatakan
menjadi penyebab kematian sekitar 1,2 juta setiap tahun. Dapat dikatakan,
setiap jam ada 230 anak di dunia yang meninggal karena pneumonia. Angka
itu bahkan melebihi angka kematian yang disebabkan oleh AIDS, malaria dan
tuberculosis. (Asmy, 2013)
Angka kejadian pneumonia di Indonesia pada balita adalah sekitar 10-20%
per tahun. Angka kematian pneumonia pada balita di Indonesia adalah 6 per
1000 balita. Ini berarti dari setiap 1000 balita setiap tahun ada 6 orang di
antaranya yang meninggal akibat pneumonia. Jika dihitung, jumlah balita
yang meninggal akibat pneumonia di Indonesia dapat mencapai 150.000
orang per tahun, 12.500 per bulan, 416 per hari, 17 orang per jam atau 1
orang balita tiap menit. Usia yang rawan adalah usia bayi (dibawah 1 tahun),
karena sekitar 60-80% kematian pneumonia terjadi pada bayi. (Eli, 2013).
Menurut data Riskesdas 2007, prevalensi pneumonia (berdasarkan pengakuan
pernah didiagnosis pneumonia oleh tenaga kesehatan dalam sebulan terakhir
sebelum survei) pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang antar
provinsi sebesar 0-13,2%. Prevalensi tertinggi adalah provinsi Gorontalo
(13,2%) dan Bali (12,9%), sedangkan provinsi lainnya di bawah 10%.
Sedangkan prevalensi pada anak balita adalah 1,00% dengan rentang antar
provinsi sebesar 0,1% - 14,8%. Seperti pada bayi, prevalensi tertinggi adalah
provinsi Gorontalo (19,9%) dan Bali (13,2%) sedangkan provinsi lainnya di
bawah 10%. Dan khususnya untuk wilayah provinsi Jawa Barat angka
kejadian pneumonia adalah berkisar (1,4%) (Depkes, 2010).
Sementara itu berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 menyebutkan bahwa di
Indonesia, pneumonia menempati peringkat ke dua kematian anak balita
(15,5%) dari seluruh penyebab kematian. Jumlah kematian anak balita
disebabkan kasus pneumonia pada anak tahun 2013 ditetapkan menjadi
78,8% per 1.000 balita dan kematian bayi akibat pneumonia sebanyak 13,6%
per 1.000 bayi. (Asmy, 2013).

Angka kematian pada statistik rumah sakit merupakan kematian akibat


pneumonia pada semua umur, sedangkan data kematian pada bayi dan balita
akibat pneumonia tidak diperoleh sehingga tidak dapat dilakukan analisis dan
interpretasi pneumonia balita di RS. Menurut data statistik rumah sakit di
Indonesia, jumlah pasien rawat jalan penderita pneumonia tahun 2004-2007
cenderung meningkat, kemudian pada tahun 2008 penderita pneumonia
menurun tajam, yaitu tahun 2004 -2007 berkisar 34.000 sampai 50.000 kasus,
sedangkan pada tahun 2008 hanya 10.000 an kasus saja. Kemungkinan besar
keadaan ini terjadi karena rendahnya kelengkapan laporan rumah sakit atau
jumlah rumah sakit yang melapor berkurang. (Depkes, 2010)
Penelitian yang dilakukan oleh Athena dan Ika dalam artikel kesehatan tahun
2014 melakukan penelitian Pneumonia pada anak balita di Indonesia yang
bertujuan untuk mengidentifikasi faktor determinan terjadinya pneumonia
pada balita di Indonesia. Desain penelitian yang digunakan adalah (cross
section) potong lintang dengan menggunakan data Riskesdas 2013. Kriteria
sampel adalah balita (059 bulan) yang menjadi responden Riskesdas 2013.
Hasi penelitian menunjukkan hubungan karakteristik individu berdasarkan
umur, pada bayi dengan total jumlah sampel 15.609, sebanyak 451 orang
(2,9%) menderita pneumonia, sedangkan pada anak balita yaitu dengan total
jumlah sampel 67.057, sebanyak 2.896 (4,3%) anak balita menderita
pneumonia. Berdasarkan jenis kelamin anak balita laki-laki dengan total
jumlah sampel 41.973 sebanyak 1.770 (4,2%) menderita pneumonia,
sedangkan pada anak balita perempuan dengan total jumlah sampel 40.693,
sebanyak 1.550 (3,8%) menderita pneumonia.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di ruangan Abednego
Rumah

Sakit

Immanuel

Bandung

diperoleh

data

angka

penderita

bronkopneumonia pada anak-anak selama 6 bulan terakhir terhitung sejak


bulan Agustus 2014 berjumlah 30 orang, bulan September berjumlah 27
orang, bulan Oktober berjumlah 14 orang bulan, November berjumlah 18
orang, bulan Desember 32 orang dan bulan Januari 2015 berjumlah 29 orang

sehingga total pasien anak dengan bonkopneumonia totalnya diperoleh


sebanyak 150 anak balita atau dengan persentase sebesar (0,07%).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan kepala
ruangan Abednego jumlah pasien anak-anak yang dirawat untuk setiap
bulannya yaitu sebanyak 350 orang anak. Pada saat studi pendahuluan
peneliti juga mewancarai sekitar 4 orang tua anak dengan bronkopneumonia
dan ternyata para orang tua tersebut belum mengetahui pemahaman mendasar
tentang penyakit bronkopneumonia, pendapat para orang tua merasa
pentingnya perawat memberikan pendidikan kesehatan untuk memberikan
pengetahuan dan pemahaman mendasar tentang penyakit bronkopneumonia
pada anak yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai sebuah pengalaman.
Usaha promotion health yang dilakukan oleh rumah sakit Immanuel, biasanya
dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada orang tua anak
balita dengan menggunakan media leaflet yang sudah disediakan di ruang
Abednego, pendidikan kesehatan dilakukan pertama kali sejak pasien masuk
ke ruangan oleh perawat yang menangani pasien anak tersebut. Selain itu ada
jadwal untuk setiap hari Sabtu di ruangan Abednego pendidikan kesehatan
dilakukan oleh dokter co-ass dengan menggunakan media LCD dan leaflet,
yang mana audience-nya adalah semua orang tua anak-anak yang dirawat di
ruang Abednego.
Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) ke- 4 (mengurangi Angka Kematian
Anak) hanya dapat dicapai melalui upaya-upaya intensif yang fokus pada
penyebab utama kematian anak, yaitu salah satunya adalah pneumonia.
Diperkirakan dari 8,8 juta kematian anak di dunia pada tahun 2008, 1,6 juta
adalah akibat pneumonia. Kematian karena penyakit ini sangat terkait dengan
kekurangan gizi, kemiskinan dan kurangnya akses perawatan kesehatan.
Lebih dari 98% kematian pneumonia dan diare pada anak-anak terjadi di 68
negara berkembang. Walaupun biaya langsung pengobatan dengan antibiotik
atau larutan garam rehidrasi oral dan Zinc mungkin tidak banyak, biaya
keseluruhan untuk keluarga berpendapatan rendah dapat sangat tinggi akibat

adanya biaya tidak langsung seperti waktu kerja yang hilang, transportasi dan
biaya rumah sakit. Mengurangi beban penyakit ini tidak hanya akan
memberikan kontribusi pada pencapaian MDG 4, juga akan memberikan
kontribusi untuk mencapai MDG 1 (Pemberantasan kemiskinan). Oleh karena
itu pneumonia pada balita dan terutama pada bayi, perlu mendapat perhatian.
Bila tidak ditangani dengan benar maka dikhawatirkan dapat menghambat
upaya mencapai target MDGs (Millenium Development Goals) menurunkan
angka kematian pada bayi dan anak. Untuk itu perlu dilakukan upaya
pencegahan pneumonia pada bayi dan balita dengan perbaikan gizi dan
imunisasi dan meningkatkan upaya manajemen tatalaksana pneumonia.
(Weber & Handy dalam Depkes, 2010)
Perawat adalah salah satu tenaga kesehatan yang bekerja dengan anak dan
keluarga. Beberapa peran penting seorang perawat anak, yaitu: sebagai
pembela (advocacy), pendidik, konselor, koordinator, pembuat keputusan
etik, perencana kesehatan, Pembina hubungan terapeutik, pemantau, elevator,
dan peneliti. Perawat berperan sebagai pendidik baik secara langsung dengan
memberi penyuluhan atau pendidikan kesehatan pada orang tua maupun
secara tidak langsung dengan menolong orang tua/ anak memahami
pengobatan dan perawatan anaknya. Kebutuhan orang tua terhadap
pendidikan kesehatan dapat mencakup pengertian dasar tentang penyakit
anaknya, perawatan anak selama dirawat di rumah sakit, serta perawatan
lanjut untuk persiapan pulang ke rumah. Tiga domain yang dapat diubah oleh
perawat melalui pendidikan kesehatan adalah pengetahuan, keterampilan,
serta sikap keluarga dalam hal kesehatan, khususnya perawatan anak sakit.
(Supartini, 2004)
Penyakit pneumonia atau bronkopneumonia pada anak balita perlu
mendapatkan perhatian yang serius yang tidak hanya menjadi tanggung jawab
petugas tenaga kesehatan melainkan juga harus mendapat dukungan dari
semua pihak terutama pemerintah terkait. Perawat sebagai salah satu tenaga
kesehatan, kepada orang tua anak balita yang mengalami masalah kesehatan

akibat penyakit bronkopneumonia memberikan pendidikan kesehatan yang


maksimal terhadap orang tua baik di rumah sakit maupun di fasilitas
kesehatan lainnya agar mereka mendapatkan informasi yang jelas dan juga
pengetahuan untuk memahami tentang penyakit Bronkopneumonia pada anak
balita.
Rumah sakit merupakan fasilitas dan sarana penyedia jasa yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang biasanya menjadi rujukan
untuk menangani kasus penyakit Bronkopneumonia. Maka dari itu sangatlah
tepat bila penelitian ini dilakukan di sebuah rumah sakit untuk
meningkatkatkan pelayanan kesehatan dan juga sebagai arahan agar
terbinanya hubungan trust antara perawat dengan orang tua dan pasien.
Sangatlah disayangkan apabila penelitian yang sederhana ini tidak dilakukan
maka upaya dari berbagai pihak yang memiliki otoritas dalam masalah
kesehatan kepada orang tua anak dengan bronkopneumonia akan kesulitan
untuk memberikan penjelasan tentang masalah penyakit ini, dengan demikian
apabila hal ini dilakukan maka terkadang bila adanya persepsi yang salah dari
orang tua dan pasien terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat
segera dikomunikasikan dengan memberikan informasi yang jelas kepada
orang tua anak balita mengenai upaya pengobatan, perawatan selama berada
di rumah sakit dan persiapan informasi yang dibutuhkan ketika pasien
dipulangkan.
Menanggapi permasalahan tentang penyakit Bronkopneumonia pada anak
balita yang sudah dibahas tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian ini. Penelitian ini akan mengamati tentang sejauh mana
pengaruh pendidikan kesehatan dapat merubah sikap dan pengetahuan orang
tua anak balita dengan Bronkopneumonia yang dirawat di ruangan Abednego
Rumah Sakit Immanuel Bandung. Semoga dengan dilakukan penelitian ini
dapat memberikan referensi yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan
kualitas pelayanan keperawatan.
1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang yang terdapat dalam


proposal ini adalah bagaimana memberikan pengetahuan kepada orang tua
balita dengan bronkopneumonia yang efektif dan relevan, sehingga inti dari
permasalahan tentang penyakit Bronkopneumonia pada anak balita dapat
direalisasikan dengan solusi yang tepat. Diperlukan upaya promotif terhadap
penyakit bronkopneumonia pada anak yang mana salah satunya adalah
dengan memberikan intervensi keperawatan tentang pendidikan kesehatan
kepada orang tua sebagai dasar untuk mengetahui, apakah ada pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap perubahan pengetahuan dan sikap orang
tua anak balita dengan Bronkopneumonia yang dirawat di ruang
Abednego Rumah Sakit Immanuel?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap pengetahuan orang tua anak balita dengan Bronkopneumonia
dalam memahami penyakit ini.
1.3.2.

Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan orang tua anak balita
sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, penanganan, upaya pencegahan dan
komplikasi tentang penyakit bronkopneumonia pada anak balita
kepada orang tua.
2. Mengidentifikasi sejauh mana perubahan yang diharapkan pada
tingkat pengetahuan orang tua anak balita sesudah diberikan
pendidikan kesehatan tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, penanganan, upaya pencegahan dan komplikasi tentang
penyakit bronkopneumonia pada anak balita kepada orang tua.
3. Mengidentifikasi adakah pengaruh pendidikan kesehatan tentang
penyakit bronkopneumonia pada perubahan sikap orang tua dalam
memahami

dan

menanggapi

pengertian

dasar

penyakit

bronkopneumonia pada anak balita sebelum diberikan pendidikan


kesehatan.

4. Mengidentifikasi pengetahuan tentang pemahaman dasar tentang


penyakit bronkopneumonia kepada orang tua anak balita sehingga
diharapkan adanya sikap positif dari tanggapan orang tua setelah
diberikan pendidikan kesehatan.
5. Mengidentifikasi apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap pengetahuan dan sikap orang tua balita, dalam memenuhi
kebutuhan belajar dalam implementasi asuhan keperawatan pada
masalah kurangnya pengetahuan.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dibagi
menjadi dua kategori sebagai berikut:
1.4.1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini bagi ilmu
keperawatan, yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah untuk
mereview lagi penatalaksanaan intervensi keperawatan yang bersifat
edukatif sehingga dapat mengubah pola pikir pasien hasil dari informasi
yang diberikan oleh perawat terkait dengan masalah kurangnya
pengetahuan dan kebutuhan belajar tentang penyakit Bronkopneumonia
pada anak balita.
1.4.2.
Manfaat praktis
1. Bagi Rumah Sakit
Agar dapat dijadikan bahan evaluasi pelayanan keperawatan untuk
meningkatkan peranan rumah sakit dalam pembangunan kesehatan
kepada seluruh lapisan masyarakat, yang mana dalam hal ini peran
rumah sakit tidak hanya sekedar menjadi fasilitas kesehatan yang
menyediakan atau memberikan pelayanan penyembuhan penyakit
(kuratif) maupun rehabilitatif, tetapi juga dapat bergerak maju ke
depan dalam upaya pencegahan penyakit (preventif) melalui
pendidikan kesehatan kepada pasien. Hasil penelitian ini juga dapat
dijadikan sebagai salah satu referensi untuk tenaga kesehatan
(perawat) yang bekerja di fasilitas kesehatan untuk merealisasikan

10

intervensi dalam implementasi keperawatan yang komprehensif pada


pasien anak balita dengan penderita Bronkopneumonia
2. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan menambah khazanah

ilmu

pengetahuan khususnya dalam ruang lingkup keperawatan sehingga


antara teori dan praktik keperawatan dapat saling mendukung.
3. Bagi orang tua balita
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini diharapkan mampu
memahami pengertian dasar, mengenal tanda dan gejala penyakit
bronkopneumonia pada anak balita secara dini, dan menerapkan
pengetahuan yang sudah didapatkan setelah memahami pendidikan
kesehatan yang diberikan oleh peneliti sesuai dengan kemampuan
sumber daya yang mereka miliki.
4. Bagi peneliti
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman
dan wawasan yang luas, tentang bagaimana pengetahuan dan sikap
orang tua balita dengan bronkopneumonia dilihat dari latar belakang
pendidikan dan karakteristik kognitif, sosial, ekonomi, budaya dan
sumber daya yang dimiliki.
5. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai referensi untuk memberikan
informasi tentang bagaimana mekanisme penerapan teori-teori
pendidikan kesehatan yang sebenarnya dapat mempengaruhi
pengetahuan, sikap dan perilaku di masyarakat.
1.5. Definisi Konseptual
Definisi konseptual di sini menjelaskan beberapa unsur-unsur terpenting yang
menjadi landasan berfikir penulis dalam melakukan penelitian ini, di
antaranya adalah sebagai berikut:
1.5.1. Pendidikan Kesehatan (Penkes)
Pendidikan kesehatan adalah istilah yang diterapkan pada penggunaan
proses pendidikan secara terencana untuk mencapai tujuan kesehatan
yang meliputi beberapa kombinasi dan kesempatan pembelajaran.
(Lawrence Green, 1972 dalam Wahit dkk, 2006).
1.5.2.

Pengetahuan

11

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses


sensoris, khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Pengetahuan

merupakan

domain

yang

sangat

penting

untuk

terbentuknya perilaku terbuka (over behavior). (Sunaryo 2013)

1.5.3. Sikap
Sikap adalah kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif
terhadap suatu objek atau situasi secara konsisten. (Ahmadi, 1999
dalam Sunaryo, 2013)
1.5.4. Orang tua
Pengertian orang tua menurut (M. Arifin, 1977 dalam Ningsih 2013)
adalah orang yang menjadi pendidik dan membina yang berada di
lingkungan keluarga.
1.5.5. Balita
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), balita adalah istilah
umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5
tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang
tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan
makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik.
Namun kemampuan lain masih terbatas. (Besari 2014)
1.5.6. Bronkopneumonia
Bronkopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak
dengan diameter sekitar tiga sampai empat sentimeter mengelilingi
dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 2006:
805)
Setelah mengimpun beberapa definisi konsep di atas penulis mengambil
kesimpulan yang dapat dijadikan sebagai landasan untuk melakukan
penelitian ini bahwa, pendidikan kesehatan diperlukan untuk memberikan
pengetahuan dan wawasan tentang penyakit bronkopneumonia pada orang tua
anak-anak balita yang diharapkan berdampak terhadap perubahan sikap dan

12

perilaku orang tua yang dinamis dalam upaya peningkatan status kesehatan
anak balita.
1.6. Definisi Operasional
1.7.

Definisi operasional dalam menetapkan variabel-variabel yang

akan diteliti dapat digambarkan pada tabel di bawah ini.


1.8.

Tabel 1.1: definisi operasional penelitian


1.9.

1.10.
N

1.13.
1.11.

Variabel

o
1.16. 1.18.
1.17. 1.19. Independ
1 en:
1.20. Pendidika
n kesehatan
1.29.
1.30.
2

1.31.
1.32.D
ep
en
de
n:
1.33.P
en
ge
ta
h
ua
n
or
an
g
tu
a
an
ak
de
n
ga
n
pe
n
de

1.12.

Operasional

1.21.
1.22. Upaya peningkatan
dan pencegahan penyakit
bronkopneumonia pada anak
balita terhadap orang tua
melalui kegiatan pembelajaran
1.35.
1.36. Pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, proses
perjalanan penyakit,
pengobatan, komplikasi, dan
cara mencegah
bronkopneumonia pada anakanak balita.

Car
a

pengukuran
1.23.
1.24. Ku
esioner

1.37.
1.38. Ku
esioner

1.14.

Hasil Pengukura

1.25.
1.26.Metode:
1) Diskusi
2) Ceramah dan,
3) Tanya jawab
1.39.
1) Tingkat pengetahuan baik bila

nilai: 76-100%
2) Tingkat pengetahuan cukup bil

nilai: 56-75%
3) Tingkat pengetahuan kurang bi
nilai:
1.40.

56%

13

rit
a
B
ro
n
k
o
p
ne
u
m
o
ni
a
1.34.
1.43.
1.44.
3

1.45.
1.46.D
ep
en
de
n:
1.47.
Sikap
or
an
g
tu
a
an
ak
ba
lit
a
de
n
ga
n
pe
n
de
rit
a
br
o
n
k
o

1.49.
1.50. Respons perilaku yang
ditunjukkan orang tua untuk
mengatasi masalah penyakit
bronkopneumonia pada anak
balita mereka.

1.51.
1.52. Ku
esioner

1.53.
1) Sikap positif bila orang tua (pa

setuju terhadap kegiatan pendid


kesehatan dan pro aktif dalam

mencegah penyakit bronkopne


2) Sikap negatif bila orang tua (pa
tidak setuju atau mengabaikan

dan upaya yang seharusnya dil


untuk mencegah penyakit

bronkopneumonia pada anak-a

14

p
ne
u
m
o
ni
a
1.48.

1.56.
1.57.
1.58.
1.59.
1.60.
1.61.
1.62.
1.63.
Kerangka Pemikiran
1.64.
1.65. PERAN PERAWAT
1.66.
Manajemen
1.67.kasus penyakit
bronkopneumonia
pada anak
1.68.
balita 1.69.
di Rumah Sakit
1.70.
1.71.
1.72.

OUT PUT

PROSES
IN

Pengetahuan orang
tua dalam memahami
penyakit
bronkopneumonia
pada anak balita

Baik (76-100%)
Kegiatan
pendidikan
Cukup
Pengaruh
(56-75%)
Pendidikan
Pengetahuan dan
1.73.
kesehatan
pendidikan
Kurang ( 56%)
Kesehatan 1.74.
dalam
sikap orang tua anak
dengan metode: kesehatan
1.75.
Keperawatan
balita dengan
terhadap
Ceramah
1.76.
bronkopneumonia
Diskusi
1.77.
Sikap orang tua
1.78.
Tanya jawab
terhadap dalam
1.79. Keterangan gambar:
menghadapi masalah
1.80.
Diteliti
penyakit
1.81.
Tidak diteliti
1.82. Gambar 1.1 Dimodifikasi dari (Wahit dkk, 2007) bronkopneumonia pada
anak
Positif

Anda mungkin juga menyukai