Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia merupakan bentuk infeksi pernapasan akut yang

menyerang paru-paru yang disebabkan oleh mikroorganisme. Ketika

seseorang menderita pneumonia, alveoli dipenuhi dengan nanah dan

cairan, yang membuat pernafasan terasa menyakitkan dan membatasi

asupan oksigen. Pneumonia dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan

jamur. Bakteri tersering penyebab pneumonia pada balita adalah

Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza (M. P. Sari &

Cahyati, 2019).

Penyakit pneumonia pada balita merupakan salah satu masalah

kesehatan yang belum dapat terselesaikan diseluruh dunia. Menurut

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) pneumonia adalah

infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang dapat

disebabkan oleh berbagai mikroorganisme. Sampai saat ini program dalam

pengendalian pneumonia lebih diprioritaskan pada pengendalian

pneumonia balita. Pneumonia pada balita ditandai dengan batuk dan atau

tanda kesulitan bernapas yaitu adanya nafas cepat, kadang disertai Tarikan

Dinding Dada bagian bawah Kedalam (TDDK), dengan frekuensi nafas

berdasarkan usia penderita.

Penyakit infeksi saluran pernafasan akut, khususnya pneumonia

masih menjadi penyebab kematian terbesar bayi dan balita, lebih banyak
dibanding dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Bahkan

World Health Organization (WHO) menyebut sebagai ”the forgotten killer

of children”. Pneumonia dikatakan sebagai pembunuh utama balita di

dunia, berdasarkan data WHO dari 6,6 juta balita yang meninggal di dunia,

1,1 juta meninggal akibat pneumonia pada tahun 2012 dan 99% kematian

pneumonia anak terjadi di negara berkembang (Dirjen P2P Kemkes RI,

2019).

Pneumonia adalah satu-satunya penyebab infeksi paling penting

dari kematian pada anak-anak secara global. Setiap tahun, diperkirakan

921.000 anak di bawah 5 tahun meninggal karena pneumonia pada tahun

2015. Lebih dari 95% kematian ini terjadi di negara berpenghasilan rendah

dan menengah yang sebagian besar adalah Asia Selatan dan Afrika sub-

Sahara Afrika (Andualem et al., 2020).

Pneumonia juga menjadi penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada anak-anak di bawah usia lima tahun di Ethiopia, sekitar

3.370.000 anak-anak mengalami pneumonia setiap tahun yang

meyumbang 20% dari semua penyebab kematian dan menewaskan lebih

dari 40.000 anak di bawah lima tahun setiap tahun, menjadikan pneumonia

adalah penyebab kematian nomor satu selama periode pascanatal

(Andualem et al., 2020).

Hasil analisis data menunjukkan bahwa, tahun 2018 pneumonia

menyebabkan kematian lebih dari 800.000 anak balita di seluruh dunia

atau 39 anak per detik. Separuh dari kematian balita akibat pneumonia
tersebut terjadi di lima negara, yaitu Nigeria (162.000), India (127.000),

Pakistan (58.000), Republik Demokratik Kongo (40.000), dan Ethiopia

(32.000). Pneumonia juga merupakan penyebab kematian Balita terbesar

di Indonesia. Pada tahun 2018, diperkirakan sekitar 19.000 anak di

Indonesia meninggal dunia akibat pneumonia. Estimasi global

menunjukkan bahwa setiap satu jam ada 71 anak di Indonesia yang tertular

pneumonia (UNICEF, 2019).

Pada hasil data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 prevalensi

pneumonia satu bulan terakhir di Indonesia adalah 2,13% (rentang: 0,8% -

5,6%). Kasus pneumonia pada umumnya terdeteksi berdasarkan diagnosis

gejala penyakit, prevalensi pneumonia yang tinggi antara lain di Nusa

Tenggara Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, Papua Barat, Gorontalo,

dan Papua (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Sedangkan, hasil Riskesdas tahun 2013 period prevalance pneumonia di

Indonesia tahun 2013 menurun dibandingkan dengan tahun 2007 yaitu

1,80%. Berdasarkan kelompok umur penduduk, period prevalence

pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian

mulai meningkat pada umur 45-54 tahun dan terus meninggi pada

kelompok umur berikutnya. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan

prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara

Timur, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan.

Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23

bulan (21,7%) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).


Sementara, hasil Riskesdas tahun 2018 prevalensi pneumonia di Indonesia

meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu 2,0% dan insidens tertinggi

pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (6,0%)

(Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan, 2018).

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam 3

tahun terakhir khususnya di provinsi Sulawesi Selatan prevalensi jumlah

penemuan balita penderita pneumonia yaitu 19,27% pada tahun 2017 dengan

tingkat Case Fatality Rate 0,43%, sementara itu pada tahun 2018 menurun

menjadi 15,82% penderita dengan CFR 0,23%, dan tahun 2019 meningkat

menjadi 53,6% penderita dengan CFR 0,01% (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2020).

Pada Profil Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2016, jumlah balita

penderita pneumonia yang di temukan dan ditangani di Kabupaten Sidenreng

Rappang (SIDRAP) sebanyak 0,11% (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Selatan, 2016). Sedangkan pada tahun 2018 terjadi peningkatan jumlah balita

penderita pneumonia yang ditemukan dan ditangani yaitu sebanyak 10,78%

(Dinas Keshetana Provinsi Sulawesi Selatan, 2018).

Pneumonia merupakan penyakit infeksi pernapasan yang banyak

menyerang bayi dan anak balita. Berdasarkan kelompok umur penduduk, Period

prevalence pneumonia yang tinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun dan

kemudian mulai meningkat pada umur 45-54 tahun (Manurung dalam Suryati et

al., 2018).

Ada dua faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia yaitu


faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis

kelamin, berat badan lahir rendah, status imunisasi, pemberian ASI, pemberian

vitamin A, dan status gizi. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi kepadatan

tempat tinggal, tipe rumah, ventilasi, jenis lantai, pencahayaan, kepadatan

hunian, kelembaban, jenis bahan bakar, penghasilan keluarga, paparan asap

rokok, serta faktor ibu baik pendidikan, umur, dan pengetahuan ibu

(Ratnaningtyas dkk., 2018).

Berdasarkan penelitian Suryati (2018), didapatkan bahwa mayoritas

balita dengan pneumonia memiliki lingkungan fisik yang kurang baik dan

terdapat hubungan faktor lingkungan dengan kejadian pneumonia pada balita,

bahkan balita yang lingkungan fisiknya kurang baik memiliki 3.692 kali lebih

berisiko menderita pneumonia. Faktor sosial ekonomi keluarga juga memiliki

hubungan dengan kejadian pneumonia pada balita dan 5.053 kali lebih berisiko

menderita pneumonia.

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Triana (2017) bahwa

anak balita yang mempunyai anggota keluarga perokok 6,86 kali lebih berisiko

menderita pneumonia.

Selain faktor lingkungan dan faktor sosial ekonomi keluarga, pada

penelitian Ratnaningtyas (2018), terdapat hubungan bermakna antara jenis

kelamin dan kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia dimana keduanya

merupakan faktor risiko kejadian pneumonia pada anak usia 12- 48 bulan. Selain

itu, berdasarkan penelitian Kusmilarsih (2015) terdapat hubungan berat badan

lahir dengan kejadian pneumonia.


Riwayat imunisasi juga menjadi faktor risiko terhadap kejadian

pneumonia pada balita. Berdasarkan hasil analisis uji statistik dalam penelitian

Iswari (2017) terdapat hubungan antara status pemberian imunisasi DPT-HB-

HIB terhadap pneumonia pada balita usia 12-24 bulan dan analisis hubungan

kedua variabel didapatkan balita yang tidak mendapatkan imunisasi DPT-HB-

HIB lengkap mempunyai risiko 3,946 kali untuk menderita pneumonia

dibandingkan balita yang mendapatkan imunisasi DPT-HB-HIB lengkap.

Hasil penelitian Rika Andriyani & Octa Dwienda Ristica (2017) tentang

status gizi dengan kejadian pneumonia balita menunujukkan bahwa ada

hubungan antara status gizi dengan kejadian pneumonia. Balita yang status

gizinya kurang, lebih berisiko 3,28 kali lebih mengalami pneumonia

dibandingkan balita yang status gizinya baik. Sementara, berdasarkan hasil

penelitian Rita dkk (2016) ini menunjukkan bahwa anak

balita yang lengkap pemberian vitamin A dapat mengurangi terjadinya penyakit

pneumonia, dimana balita yang tidak lengkap pemberian vitamin A berisiko 2,49

kali lebih mengalami pneumonia.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pneumonia

merupakan salah satu penyakit infeksi pernafasan akut dan merupakan penyebab

tingginya angka kematian balita yang paling penting secara global.


A. Konsep Dasar Pneumonia

1. Definisi

Secara klinis pneumonia dapat menjadi penyakit primer atau menjadi

komplikasi dari penyakit lain. Terjadinya inflamasi parenkim paru merupakan

penyakit yang sering terjadi pada anak namun lebih sering terjadi pada bayi

dikarenakan sistem imun bayi masih rendah. (Wong et al, 2008)

Pneumonia adalah salah satu infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA)

yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup

bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan

paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Setiati, et al, 2014)

Pneumonia merupakan suatu proses peradangan parenkim paru yang

terjadi pada pengisian rongga alveoli oleh eksudat dan terdapat konsolidasi.

Umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda- benda asing pada

saluran pernapasan (Ardiansyah, 2012). Sedangkan menurut Suriadi & Yuliani

(2010 : 226) pneumonia adalah peradangan alveoli atau parenchyma paru yang

terjadi pada anak

Dari beberapa definisi diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa

pneumonia adalah penyakit infeksi saluran napas bawah akut yang mengalami

peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang sering terjadi pada bayi dan

anak yang disebabkan istem imun masih rendah.


2. Etiologi

Pneumonia disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, dan jamur.

Menurut hasil penelitian penyebab pneumonia adalah bakteri (70%),

kemudian virus dan jamur yang sangat jarang ditemukan sebagai penyebab

pneumonia. (Kemenkes RI, 2010)

Menurut Nurarif & Kusuma (2016), penyebab pneumonia pada

anak dapat digolongkan menjadi:

a. Bacteria: Staphylococcus aureus, Hemophilus influinzae,

Streptococcus Pneumoniae, dan Klebsiella Pneumoniae.

b. Virus: Respiratory syncytial virus, dan Virus influenza.

c. Mycoplasma pneumonia.

d. Jamur: Pneumocystis jiroveci (PCP)

e. Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,

dan benda asing.

f. Pneumonia hipostatik.

g. Sindrom loeffler.

Ada beberapa faktor penyebab yang dapat meningkatkan terjadinya kasus

penumonia pada balita ialah:

a. Umur balita: pada kelompok umur bayi sampai anak balita yang

menderita pneumonia yang tertinggi terdapat pada kelompok umur

bayi (<12 bulan) dibandingkan umur anak balita (12-59 bln).

(Adawiyah & Duarsa, 2012)

b. Faktor nutrisi: status gizi yang kurang dengan keadaan imunitas rendah

akan mudah terserang penyakit infeksi terutama pneumonia


(Sediaoetama, 2008). Balita yang tidak mengkonsumsi ASI eksklusif

sampai usia 6 bulan dan pemberian ASI kurang dari 24 bulan lebih

beresiko terkena pneumonia, dibandingkan Pemberian ASI selama 6

bulan pertama. Pemberian ASI selama 2 tahun juga akan menambah

ketahanan anak dalam melawan gangguan penyakit infeksi salah

satunya adalah Pneumonia. (Choyron, 2015)

c. Faktor lingkungan: anak balita yang tinggal di rumah dengan

menggunakan jenis bahan bakar yang memiliki banyak asap lebih

beresiko terkena pneumonia. (Khasanah, Suhartono, & Dharminto,

2016)

3. Klasifikasi Pneumonia

a. Berdasarkan anatomi, pneumonia terbagi mejadi 3:

1) Pneumonia lobaris, terjadi pada bagian ujung bronkiolus, yang

tersumbat karena adanya eksudat mukopurulen yang membentuk

bidang yang terkonsolidasi pada lobus terdekat. (Wong et al, 2008)

2) Pneumonia interstitial, terjadi proses inflamasi didalam dinding

alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobaris.

Pneumonia interstitial disebut juga dengan bronkiolitis. (Nurarif &

Kusuma, 2016)

3) Bronkopneumonia ditandai dengan bercak-bercak infiltrate pada

lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus.

b. Bedasarkan berat tidaknya penyakit pneumonia terbagi menjadi

pneumonia berat, pneumonia tidak berat dan bukan pneumonia.


Tabel 2.1 Klasifikasi Pneumonia Pada Anak Balita
Kelompok Umur Klasifikasi Gejala
2 bulan - <5 tahun Pneumonia berat Tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam (Chest in drawing)

Pneumonia Napas cepat sesuai dengan golongan


umur 2 bulan sampai 11 bulan
bernapas 50 kali atau lebih per
menit, 12 bulan sampai 5 tahun
bernapas 40 kali atau lebih per
menit.

Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada


tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam.
<2 bulan Pneumonia berat Napas cepat >60 kali per menit atau
tarikan kuat dinding dada bagian
bawah ke dalam (Chest in drawing).

Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat atau tarikan


dinding dada bagian bawah ke
dalam.
Sumber : Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi: Pneumonia pada
balita

4. Patofisiologi

Pneumonia dapat timbul melalui aspirasi kuman atau menyebar

langsung dari saluran pernapasan atas. Akibat sekunder dari Viremia atau

bacteremia hanya sebagian kecil. Saluran pernapasan bawah dimulai dari

sublaring hingga unit terminal umumnya dalam keadaan steril. Melalui

beberapa mekanisme, paru terlindungi dari infeksi termasuk barrier

anatomi dan barrier mekanik serta sistem pertahanan tubuh local maupun
sistemik. Barrier anatomi dan meknik diantaranya adalah filtrasi partikel di

hidung, pencegahan aspiraasi dengan refleks epiglottis, pengeluaran benda

asing melalui refleks batuk dan upaya menjaga kebersihan jalan napas oleh

lapisan mukosiliat.

Sistem pertahanan tubuh yang terlibat adalah sekresi lokal oleh

immunoglobulin A, respon inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen,

sitokin, immunoglobulin, alveoli dan cell mediated immunity. Pneumonia

terjadi apabila salah satu sistem pertahanan diatas mengalami gangguan.

Inokulasi pathogen menyebabkan pada saluran pernapasan megalami

reaksi inflamasi akut yang berbeda sesuai pathogen penyebabnya.

Virus akan menyerang saluran pernapasan kecil dan alveoli, yang

lebih banyak mengenai lobus. Pada infeksi virus awalnya ditandai oleh lesi

berupa kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris kedalam lumen.

Respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel mononuclear kedalam

submukosa dan perivascular. Sebagian sel poly morponucleus (PMN) akan

didapatkan dalam saluran napas kecil. Bila proses inflamasi meluas maka

sel debris, mucus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran

napas kecil akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total.

Respon inflamasi di dalam alveoli sama seperti yang terjadi pada ruang

intertisial yang terdiri dari sel-sel mononuclear. Prosen infeksi yang berat

akan mengalami pengelupasan epitel dan akan terbentuk eksudat

hemoragik. Infiltrasi ke intertisial sangat jarang menimbulkan fibrosis.

Ketika bakteri mencapai alveoli, beberapa sistem pertahanan

tubuh akan diaktifkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dan dinding

alveoli
maka bakteri akan ditangkap oleh lapisan cairan epitel yang mengandung

opsonin dan akan terbentuk antibodi immunoglobulin G spesifik.

Selanjutnya terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar, sebagian kuman

akan dilisis melalui perantara komplemen. Ketika mekanisme ini gagal

merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktivitas fagositosi

akan dibawa oleh sitokin sehingga muncul respons inflamasi.

Proses inflamasi mengkibatkan terjadinya kongesti vascular dan

edema yang luas. Area edema akan membesar dan membentuk area sentral

yang terdiri dari eritrosit, eksudat, purulent (fibrin, sel-sel lekosit PMN)

dan bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan hepatisasi merah.

Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan

fagositosis aktif oleh leukosit PMN. Proses ini akan mengakibatkan

kaburnya struktur seluler paru. Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi

ketika antibodi antikapsular timbul dan leukosit PMN meneruskan

aktivitas fagositosisnya dan sel-sel monosit akan membersihkan debris.

Kerusakan jaringan disebabkan oleh enzim dan toksin yang

dihasilkan kuman Streptococcus aureus. Perlekatan Staphylococcus

aureus pada sel mukosa melalui teichoid acid yang terdapat pada dinding

sel dan paparan di submukosa akan meningkatkan adhesi dari fibrinogen,

fibronektinkolagen, dan protein yang lain.

Seseorang yang terkena pneumonia akan mengalami gangguan

pada proses ventilasi yang disebabkan karena penurunan volume paru.

Untuk mengatasi gangguan ventilasi, tubuh akan meningkatkan volume

tidal dan frekuensi napas sehingga terlihat takipnea dan dyspnea. Sehingga
proses difusi gas akan terganggu dan menyebabkan hipoksia bahkan gagal

napas. (Dosen KMB Indonesia, 2015)

Agen infeksi Aspirasi


benda asing
Aspirasi cairan lambung

Inflamasi dijaringan paru

Edema Alveoli terisi oleh


membran eksudat dari hasil
alveolar

Gas tidak dapat Udara tidak dapat


melewati membrane masuk karena alveoli
alveolar yang diisi oleh
mengalami edema cairan

Terjadi hipoksia dan retensi CO2

Pernapasan menjadi pendek, lelah, krekels,


di
paru penurunan suara napas

Gambar 2.1 Patofisiologi Pneumonia

5. Manifestasi Klinis

Menurut Wong (2008), tanda-tanda umum pneumonia pada anak

yaitu:

a. Demam tinggi

b. Pernapasan: batuk tidak produktif sampai produktif dengan sputum

berwarna keputihan, takipnea, bunyi napas ronki atau ronki kasar,

pekak pada saat perkusi, nyeri dada, pernapasan cuping hidung, pucat
sampai sianosis (bergantung pada tingkat keparahan), frekuensi

pernapasan >60 kali/menit.

c. Foto toraks: infiltrasi difus atau bercak-bercak dengan distribusi

peribronkial.

d. Perilaku: sensitive, gelisah, dan letargik

e. Gastrointestinal: anoreksia, muntah, diare, dan nyeri abdomen.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Ardiansyah (2012), pemeriksaan diagnostik yang

dilakukan untuk memperkuat diagnose ialah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Laboratorium

Dalam pemeriksaan ini, jumlah leukosit yang didapatkan ialah 15.000-

40.000 per mm dalam keadaan leukopenia. Biasanya lanjut endap

darah meningkat hingga 100 mm/jam.

b. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan sebaiknya dibuat dengan cara foto toraks posterior,

anterior, dan lateral untuk melihat keberadaan konsolidasi rentrokadial.

c. Foto Rontgen Dada (Chest X-Ray)

Untuk mengidentifikasi penyebaran gejala, misalnya pada lobus dan

bronchial.

d. ABGs/Pulse Oximetry

Abnormalitas mungkin timbul, tergantung pada luasnya kerusakan

paru.
7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan yang umum dilakukan pada penderita pneumonia yaitu

(Ardiansyah, 2012):

a. Oksigen 1-2 liter/menit

b. Intra vena fluid drip dextrose 10%, NaCl 0,9% = 3:1, KCl 10 mEq/500 ml

cairan, jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu dan

status hidrasi.

c. Pemberian makanan enteral diberikan secara bertahap melalui selang

nasogastric dengan feeding drip jika sesak tidak terlalu berat.

d. Jika terdapat sekresi lendir berlebihan dapat dilakukan pemberian inhalasi

dengan salin normal dan beta agonis untuk meperbaiki transport mukosilier.

Seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexoid dan ventolin yang

bertujuan untuk mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat

meningkatkan lebar lumen bronkus.

e. Pemberian antibiotic sesuai jenis pneumonia.


Sistem pertahanan tubuh
terganggu

Virus, bakteri, protozoa, Melepaskan toksin Lipoproteinsakarida (zat


bahan kimia pirogen)

Kerusakan pada masuk ke saluran nafas Peningkatan set poin


membran mucus alveolus dihipotalamus
menyerang alveoli
Perkembangan edema Menggigil
paru dan eksudat Virus, bakteri
mengeluarkan toksin Demam
Mengisi alveoli
Peradangan pada parenkim MK :HIPERTERMI
Mengurangi luas paru
permukaan aleoli untuk
pertukaran MK :KEKURANGAN
karbondioksida konsolidasi eksudatif VOLUME CAIRAN
dan oksigen jaringan ikat paru

penurunancompliance Pneumonia
dispnue (sulit bernapas) paru

MK :GANGGUAN pengembangan paru tidak dirawat di RS


PERTUKARAN GAS maksimal
sesak Hospitalisasi
napas
Peningkatan sekresi MK: KETIDAKEFEKTIFAN
mukus POLA NAFAS MK:
RESIKO TUMBUH
MK: KETIDAKEFEKTIFAN KEMBANG
BERSIHAN JALAN NAFAS suplai O2 ke jaringan
menurun
Kurang pengetahuan orang
tua tentang perawatan anak
ATP menurun

Kelemahan

MK:
MK :
INTOLERANSI
AKTIVITAS
8. Pengkajian

Pengkajian merupakan suatu tahap awal dari asuhan keperawatan

yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data, baik

dari data primer maupun data sekunder. Macam-macam data yang

diperoleh berupa data dasar, data fokus, data subjektif dan data objektif.

a. Pengkajian fokus (Suyono, 2009)

1) Identitas terdiri dari identitas pasien (nama, umur, agama, jenis

kelamin, status, pendidikaan, pekerjaan, suku bangsa, alamat,

taggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, dan diagnosa

medis), dan identitas penanggung jawab (nama, umur, hubungan

dengan pasien, pekerjaan, dan alamat).

2) Riwayat penyakit sekarang

Hal yang perlu dikaji :

a) Keluhan yang dirasakan klien

b) Usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan

3) Riwayat penyakit dahulu

Hal yang perlu dikaji yaitu

:
a) Pernah menderita ISPA

b) Riwayat terjadi aspirasi

c) Sistem imun anak yang mengalami penurunan

d) Sebutkan sakit yang pernah dialami

4) Riwayat penyakit keluarga

a) Ada anggota keluarga yang sakit ISPA

b) Ada anggota keluarga yang sakit pneumonia

5) Demografi

a) Usia: Lebih sering pada bayi atau anak dibawah 3 tahun

b) Lingkungan: Pada lingkungan yang sering berkontaminasi

dengan polusi udara

6) Pola pengkajian Gordon (Sudoyo, 2009)

a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Hal yang perlu dikaji yaitu kebersihan lingkungan, biasanya

orang tua menganggap anaknya benar-benar sakit jika anak

sudah mengalami sesak nafas.

b) Pola nutrisi dan metabolic

Biasanya muncul anoreksia (akibat respon sistemik melalui

kontrol saraf pusat), mual dan muntah (peningkatan

rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik

mikroorganisme).

c) Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat

perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena

demam.

d) Pola istirahat-tidur

Data yang sering muncul adalah anak sulit tidur karena

sesak nafas, sering menguap serta kadang menangis pada

malam hari karena ketidaknyamanan.

e) Pola akitivitas-latihan

Anak tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai

dampak kelelmahan fisik. Anak lebih suka digendong dan

bedrest.

f) Pola kognitif-persepsi

Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah

disampaikan biasanya sesaat akibat penurunan asupan

nutrisi dan oksigen pada otak.

g) Pola persepsi diri-konsep diri

Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang

bersahabat, tidak suka bermain, ketakutan.

h) Pola peran-hubungan

Anak tampak malas kalau diajak bicara, anak lebih banyak

diam dan selalu bersama orang tuanya.

i) Pola seksual-reproduksi

Pada anak kecil masih sulit terkaji. Pada anak yang sudah

pubertas mungkin tergangguan menstruasi.


j) Pola toleransi stress-koping

Aktivitas yang sering tampak mengalami stress adalah anak

menangis, kalau sudah remaja saat sakit yang dominan

adalah mudah tersinggung.

k) Pola nilai keyakinan

Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan

kebutuhan untuk mendapat sumber kesembuhan dari Allah

SWT.

7) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum: tampak lemah, sesak nafas

b) Kesadaran: tergantung tingkat keparahan penyakit bisa

somnolent

c) Tanda-tanda vital:

TD: hipertensi

Nadi: takikardi

RR: takipnea, dispnea, nafas dangkal

Suhu: hipertermi

d) Kepala: tidak ada kelainan

e) Mata: konjungtiva bisa anemis

f) Hidung: jika sesak akan terdengar napas cuping hidung

g) Paru:

Inspeksi: pengembangan paru berat, tidak simetris jika

hanya satu sisi paru, ada penggunaan otot bantu nafas.


Palpasi: adanya nyeri tekan, paningkatan vocal fremitus pada daerah yang

terkena

Perkusi: pekak terjadi bila terisi cairan, normalnya timpani Auskultasi: bisa

terdengar ronki

h) Jantung: jika tidak ada kelainan jantung, pemeriksaan jantung tidak ada

kelemahan

Ekstremitas: sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi

9. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, sebagai

akibat dari masalah kesehatan. Adapun diagnosa keperawatan pada klien dengan Pneumonia

menurut Anisa (2019) adalah :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan

dengan penumpukan secret

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan berlebihan

4. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi alveoli

5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

gangguan kapasitas pembawa oksigen darah

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

7. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan orang tua tentang perawatan anak

8. Resiko tumbuh kembang berhubungan dengan hospitalisasi


10. Intervensi Keperawatan

Menurut Oktiawati dan Julianti (2019), rencana tindakan keperawatan merupakan

serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan

meliputi perumusan tujuan tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien

berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan dapat diatasi.

Rencana tindakan keperawatan dapat dilihat pada uraian berikut ini:


Tabel 2.4
Intervensi Keperawatan pada klien dengan Pneumonia

No Diagnosa Tujuan Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria Hasil

1 bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1. Pantau tanda-tanda


tidak efektif tindakan keperawatan vital (suhu, RR, HR)
berhubungan …… jam, permbersihan 2. Pantau status
dengan jalan nafas efektif. pernafasan: irama,
penumpukan secret Kriteria
- Iramahasil:
nafas teratur frekuensi,
3. Atur suara, yang
posisi dan
-- RR 30-50
Tidak ada x/menit
penggunaan retraksi dada
nyaman: posisi pronasi
- Bunyi nafas vasikuler
otot bantu nafas 3. untuk
Atur bayi posisidan semiyang
-- Tidak adadada
Ekspansi sputum
simetris nyaman,
fowler posisi
untuk anakpronasi
- Irama nafas teratur untuk
4. Kolaborasi bayi dan
dengan
- Jalan nafas paten semifowler untuk
dokter anak
pemberian
- Sekresi yang efektif 4. oksigen
Lakukan nasal suction kanul
sesuai indikasi
sesuai indikasi
5. Kolaborasi dengan
3 Kekurangan Setelah dilakukan dokter status
1. Pantau pemberian
hidrasi
volume cairan tindakan keperawatan inhalasi ventolin
(membrane mukosa,+
berhubungan ……. jam, pasien NaCl 0.9%
turgor kulit,perfrekuensi
6 jam
dengan kehilangan memperlihatkan tanda 6. nadi,
Kolaborasidan tekanandengan
cairan yang rehidrasi dan dokter
darah) pemberian
berlebihan mempertahankan hidrasi oksigen nasal
2. Pantau intakekanuldan
yang adekuat sesuai indikasi dokter
output pasien (balance
2 pola Setelah hasil: dilakukan
nafas Kriteria 1. cairan)
Pantau tanda-tanda
tidak efektif tindakan
- Membranekeperawatan
mukosa vital (suhu,RR,HR)
3. Pantau hasil
berhubungan ........ jam,
bibir lembab pola nafas 2. laboratorium
Pantau status
seperti
dengan efektif
- Turgor kulit baik pernafasan:
natrium, irama,
kalium,
hiperventilasi Kriteria
- Urinehasil:
jernih dan tidak frekuensi, suara, dan
klorida
- pekat
RR 30-50 x/menit retraksi dada
4. Motivasi anak (otot dan
- Bunyi nafas vasikuler bantu pernafasan)
keluarga untuk
meningkatkan asupan
cairan per oral
5. Pantau kebutuhan
cairan kolaborasi

4 Hipertermi Setelah dilakukan 1. Ukur suhu tubuh 1 jam


berhubungan tindakan keperawatan 2. Motivasi anak dan
dengan proses ……. jam, tidak terjadi keluarga untuk
inflamasi alveoli demam meningkatkan asupan
Kriteria hasil: cairan per oral
- Tidak demam 3. Anjurkan orang tua
- Suhu 36,5-37,5 derajat melakukan kompres
celcius hangat
- Tidak teraba panas 4. Anjurkan ibu untuk
pada tubuh menggantikan pakaian
yang mudah menyerap
keringat dari bahan
katun
5. Kolaborasi pemberian
paracetamol sesuai
indikasi
6. Kolaborasi pemberian
cairan infus
5 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji Frekuensi atau
pertukaran gas tindakan keperawatan kedalaman dan
berhubungan ……. jam, gangguan gas kemudahan bernafas.
dengan gangguan teratasi 2. Observasi warna kulit,
kapasitas pembawa Kriteria hasil: membran mukosa dan
oksigen darah - Sianosis tidak ada kuku. Catat adanya
- Nafas normal sianosis perifer (kuku)
- Sesak tidak ada 3. Kaji status mental
- Gelisah tidak ada 4. Tinggikan kepala dan
- Hipoksia tidak ada dorong untuk sering
mengubah posisi,
nafas dalam dan batuk
efektif
5. Kolaborasi dengan tim
dokter dalam
pemberian terapi
oksigen dengan benar
6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Evaluasi respon pasien
berhubungan tindakan keperawatan terhadap aktivitas
dengan ……. jam, intoleransi 2. Berikan lingkungan
ketidakseimbangan aktivitasi teratasi tenang dan batasi
antara suplai dan Kriteria hasil: pengunjung
kebutuhan oksigen - Nafas normal 3. Jelaskan kepada orang
- Sianosis tidak ada tua perlunya istirahat
- Irama jantung normal dalam rencana
pengobatan dan
perlunya
keseimbangan bermain
dengan istirahat
4. Bantu aktivitas
perawatan diri yang di
perlukan

7 Kecemasan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat


berhubungan tindakan keperawatan kecemasan
dengan kurangnya ……. jam, kecemasan 2. Lakukan pendekatan
pengetahuan orang berkurang sampai dengan dengan tenang dan
tua tentang hilang meyakinkan
perawatan anak Kriteria hasil: 3. Gunakan media untuk
- Orang tua tenang menjelaskan mengenai
- Gelisah tidak ada penyakit klien
- Tidak cemas 4. Jelaskan tentang
perawatan yang
diberikan kepada klien
dan prosedur
pengobatan
8 Resiko tumbuh Setelah dilakukan 1. Berikan stimulasi atau
kembang tindakan keperawatan rangsangan kepada
berhubungan ……. jam, klien tidak klien
dengan hospitalisasi mengalami gangguan 2. Berikan kasih sayang
tumbuh kembang kepada klien
Kriteria hasil: 3. Kolaborasi dengan tim
- Keterlambatan tidak gizi dalam pemberian
terjadi diet nutrisi untuk
- Tumbuh kembang tumbuh kembangnya
sesuai tahapan usia

Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi

untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap

implementasi dimulai setelah intervensi disusun dan

ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien

mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2013).

Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk

melengkapi proses keperawatan yang menandakan

keberhasilan dari diagnosa keperawatan, intervensi dan

implementasi. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat

kemampuan klien dalam mencapai tujuan (Nursalam,

2013).
BAB III
ANALISIS

Analisis Tindakan Keperawatan yang diberikan dengan konsep dan penelitian terkait
a. Tindakan keperawatan pemberian obat
Penggunaan terapi obat untuk terapi pneumonia perlu diperhatikan. Pemberian obat yang tidak
tepat atau efektif akan mengakibatkan hal-hal yang merugikan pasien seperti meningkatkan
jumlah bakteri yang resisten, timbulnya peningkatan efek samping dan toksisitas
penggunaan obat, terjadinya pemborosan biaya dan tidak tercapainya manfaat klinik
optimal dalam pencegahan maupun pengobatan infeksi, sedangkan pemilihan dan
penggunaan terapi yang tepat/ efektif akan menentukan keberhasilan pengobatan serta
menghindari hal-hal yang merugikan (Nugroho dkk, 2020).
b. Tindakan keperawatan efek samping pemberian obat
Untuk pemberian obat hendaknya perlu dilakukan monitoring terhadap ketepatan penggunaan
obat pasien pneumonia terhadap penyakit pada pasien pneumonia, karena penggunaan obat
yang bertlebihan ataupun tidak tepat dapat meningkatkan resiko terjadinya resistensi dan
bahkan bisa menyebabkan kematian (Aldheita 2022)
c. Tindakan keperawatan pemberian terapi
Menurut jurnal penelitian (fima aska sahida, 2019) Terapi nonfarmakologi yang diberikan
pada pasien pneumonia yaitu dapat menganjurkan untuk istrahat tidur, pemberian O2,
asupn cairan yamh cukup, hidrasi untuk mengencerkan sekresi, teknik nafas dalam untuk
meningkatkan fentilasi alfeolus dan mengurangi resiko atelektasis dan perbaikan nutrisi.
Perbaikan nutrisi bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki fungsi
sistem imun agar tubuh mampu mengeradikasi infektor penyebab patologi tersebut.
NO. RM: 095995
Tanggal: 24 October 2022
Tempat: NICU/PICU

I. DATA UMUM
1. Identitas Klien
Nama: An. K Umur: 2 bulan 25 hari
Tempat/tgl lahir: Maros, 30-7-22 Jenis Kelamin: Laki-laki
Agama: Kristen Suku:
Pendidikan: - Dx Medis: Pneumonia
Alamat: Jl. Goaria
Tanggal masuk RS: 19-10-2022
Ruangan: NICU/PICU
Golongan darah: -
Sumber info: Orangtua anak

2. Identitas Orangtua
Ayah
Nama: Tn. D Umur: 28th
Pendidikan: SMA Pekerjaan: Sopir
Alamat: Jl. Goaria

Ibu
Nama: Ny. K Umur: 22th
Pendidikan: SMP Pekerjaan: IRT
Alamat: Jl.Goaria
3. Identitas Saudara

NO NAMA Umur Hubungan Status Kesehatan


(thn)
1 Kristian 2 bulan 25 Anak Kandung Sakit
hari

II. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI


1. Keluhan utama: Sesak dan batuk
2. Alasan masuk RS: Klien masuk RS dengan keluhan batuk berdahak disertai dengan
sesak napas sejak 3 hari yang lalu. ibu klien mengatakan sudah kedua kalinya masuk
rumah sakit dengan keluhan yang sama.

III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


1. Prenatal
a. Pemeriksaan kehamilan: 9 kali
b. Keluhan selama hami: Muntah-muntah
c: Riawayat terapi obat: Obat penambah darah
d. Kenaikan BB selama hamil: 6kg
e. Immunisasi TT: 2 Kali
f: Golongan darah ibu: Tidak tahu
g: Golongan darah ayah: Tidak tahu

2. Natal
a. Tempat melahirkan: Rs. Dodi
b. Lama dan jenis persalinan: Spontal
c. Penolongan persalinan: Dokter
d. Komplikasi persalinan: Tidak ada komplikasi
3. Postnatal
a. Kondisi bayi: BB lahir: 2,8 gr
PB lahir: Orangtua klien tidak mengetahui
c. Problem menyusui: Tidak ada
(Untuk semua usia)
1. Penyakit yang pernah dialami
Penyebab: Batuk dan sesak
Riwayat perawatan: 6 hari dirawat di rs akibat batuk dan sesak
Riwatat operasi: tidak ada riwayat operasi
Riwayat pengobatan: tidak ada

2. Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada


3. Riwayat alergi: tidak ada riwayat alergi
4. Riwayat immunisasi:

NO Jenis Immunisasi Waktu Pemberian Reaksi


1 BCG 1 bulan Demam
2 DPT(I,II,III) (I,II) Tidak ada
3 Polio (I,II,III,IV) Belum diberikan
4 Campak Belum diberikan
5 Hepatitis B Belum diberikan

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Simbol genogram :

: Laki-Laki : Cerai : Diadopsi : Kembar non identik

: Perempuan : Berpisah X : Meninggal : Kembar identik

------ : Tidak Kawin : Abortus : Klien : Lahir mati

- - - - : Serumah : Keturunan : Menikah ? : Tidak diketahui

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG ANAK


1. Pertumbuhan fisik
a. Berat badan: 6 kg
b. Tinggi badan:59cm
c. Waktu tumbuh gigi: belum ada pertumbuhan gigi
2. Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat ini:
a. Berguling: belum bisa
b. Duduk: belum bisa
c. Merangkak: belum bisa
d. Berdiri: belum bisa
e. Berjalan: belum bisa
f. Senyum pertama pada orang: 1 bulan
g. Bicara pertama kali: belum bisa
h. Berpakaian sendiri: belum bisa
V. RIWAYAT NUTRISI
1. Pemberian ASI: 1 bulan lebih
2. Pemberian susu formula: Sejak lahir, dikarenakan ASI ibu sedikit
3. Pemberian makanan tambahan: tidak ada
4. Pola pemberian nutrisi

Usia Jenis nutrisi Lama pemberian


1. 0-4 bulan ASI+ Susu Formula 2 bulan
VI. RIWAYAT PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL
1. Riwayat psikososial
a. Tempat tinggal: lingkungan berada di dalam kota
b. Lingkungan rumah: dekat dengan masjid
c. Hubungan antara keluarga: harmonis
d. Pengasuh anak: ibunya sendiri
2. Riwayat spiritual
a. Support system: support system orangtua dan keluarga selalu berdoa kepada agar klien
cepat sembuh dan dipanjangkan umurnya.
3. Riwayat hospitalisai
a. Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap di rs: orangtua klien panik melihat
anaknya sakit, dan dokter menceritakan penyakit klien, perasaan orangtua saat ini cemas
dan khawatir

VII. KEBUTUHAN DASAR/POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI


1. Nutrisi

Nutrisi Sebelum sakit Saat sakit


1. Menu makanan 1. ASI+Sufor 1 ASI+Sufor
2. Frekuensi makan 2. ASI+Sufor 2. Sufor sesuai diet
3. Pantangan 3. Tidak ada 3. Tidak ada

Pola minum Sebelum sakit Saat sakit


1. Minuman 1. ASI+Sufor 1. ASI+Sufor
2. Frekuensi makan 2. ASI+Sufor 2. Sufor sesuai diet
3. Pantangan 3. Tidak ada 3. Tidak ada
2. Istirahat/tidur

Istirahat/tidur Sebelum sakit Saat sakit


1. Banyaknya waktu tidur 1. ±10 jam perhari 1. ±6 jam perhari
2. Gangguan waktu tidur 2. Tidak tidak 2. saat tiba-tiba batuk

3. Eliminasi Urine/BAK

BAK Sebelum sakit Saat sakit


1. Frekuensi BAK 1. 4-5 kali sehari 1. 3-4 kali sehari
2. Bau 2. khas 2. khas
3. Warna 3. Jernih 3. Jernih

4. Eliminasi fekal/BAB

BAB Sebelum sakit Saat sakit


1. Frekuensi BAB 1. 3-4 kali sehari 1. 1 kali sehari
2. Bau 2. khas 2. khas
3. Warna 3. Kuning 3. Kuning
4. Konsistensi 4. Lunak 4. Lunak

5. Personal hygiene

Personal hygiene Sebelum sakit Saat sakit


1. Mandi 1. 2-3 kali sehari dimandikan 2 kali sehari (dibasuh oleh
oleh ibunya ibunya menggunakan
waslap)
Keramas 3 kali seminggu Hanya dibasuh air
6. Aktifitas sehari-hari

Sebelum sakit Saat sakit


Hanya bisa bermain Hanya berbaring dan menangis

IX. PEMERIKSAAN FISIK


Hari: Senin Tanggal: 24 Oktober 22 Jam: 15:30
1. Keadaan umum
a. Kesadaran : Komposmentis ,
b. Ekpresi wajah: tampak tenang
c. Tanda-tanda vital
HR: 150
RR: 79
SPO2: 98
S: 36,7
2. Head to toe
 Pernapasan
Bentuk dada normal, pola napas tidak teratur, frekuensi 64 kali/menit, irama
tidak teratur, ada retraksi otot bantu napas, pada dinding dada terdapat
tarikan, menggunakan alat bantu pernapasan (nasal), batuk, dan terdapat
sedikit lendir pada mulut pasien.
 Kardiovaskuler

Irama jantung regular, pulsasi kuat, tidak ada murmur, CRT <3 detik, cyanosis
tidak ada, clubingfinger tidak ada.
 Persyarafan

Kesadaran composmentis, reflek mengisap ada, menoleh ada, menggenggam


lemah, tidak ada kejang. Kebiasaan sebelum tidur minum susu.
 Genetourinaria

Bentuk normal, uretra normal, kebersihan alat kelamin bersih, frekuensi kemih
3-5 kali sehari, tidak terdapat masalah pada eliminasi urine.
 Pencernaan

Mukosa bibir lembab, bentuk bibir normal, kebersihan rongga mulut bersih. Buang air
besar 2 kali sehari, konsistensi cair.
 Musculoskeletal dan Integumen

Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai bebas, akral hangat, turgor baik,
kelembaban kulit lembab, tidak ada oedema, kebersihan bersih.
 Penginderaan

Mata: simetris, pupil isokor, diameter pupil 2 mm, reflek cahaya positif, konjungtiva
anemis, skelera tidak ikterik, tidak ada edema pada palpebra.
Hidung: bentuk normal, simetris, tidak ada secret, mukosa lembab. Telinga: simetris,
tidak ada benda asing dan serumen.
 Endokrin

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar parotis, tidak ada
hiperglikemia.
 Aspek Psikososial

Ekspresi lemas, keluarga kooperatif terhadap tindakan yang diberikan pada pasien.
Keluarga ingin pasien cepat sembuh.

3. Pemeriskaan diagnostic:
Pemeriksaan hematologi:
Darah rutin Hasil Nilai rujukan
WBC 21.5 5.0-21.0
RBC 4.19 4.00-5.60
HB 13.1 15.0-19.6
HCT 38.5 46.0-62.0
PLT 260 150-350
Pemeriksaan thorax
KLINIS:
Croups
HASIL PEMERIKSAAN:
-Bercak dan perselubungan pada suprahiler,pratrakreal dan paracardial kanan
-Cor dan aorta baik
-Sinus dan diafragma baik
-Tulang-tulang intak
KESAN:
Pneumonia

4. Penatalaksaan medis

NAMA OBAT DOSIS ROUTE


Ceftriaxone (dalam PB habis 15 410mg/12j IV
menit)
Gentamicin 20mg/12j IV
Dexametason 0,8mg/8j/iv IV
Filixotide (+ 1cc Nacl 0,9%) 1amp/8J Inhalasi
lanjut Suction
Eombivent 1 resp 1amp/8j Inhalasi
(+ 1 ml Nacl 0,9%) Lanjut suction
PCT 50mg/6jam IV

Oksigen (nasal): 1 2
liter/menit
ANALISA DATA

NO Analisa Data Diagnosa Keperawatan


1 Data Subjektif: Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
Ibu klien mengatakan An.K Batuk peningkatan produksi sputum
berlendir
Data Objektif:
-Batuk
-Klien tampak tenang
-Sedikit lendir pada mulut pasien
-Pemeriksaan diagnostik: kesan
pneumonia

2 Data Subjektif: Pola Napas tidak efektif berhubungan dengan


-Ibu klien mengatakan An. K sesak kelemahan otot pernapasan.
napas dan gelisah.
Data Objektif:
Keadaan umum lemah
Tanda – tanda vital:
HR: 150
RR: 79
SPO2: 98
S: 36,7
-Pola napas tidak teratur
-Irama tidak teratur
-Dyspnea
-Ada retraksi otot bantu napas
-Pada dinding dada terdapat tarikan
-Menggunakan alat bantu pernapasan
(nasal kanul)
-Klien tampak tenang
Data Subjektif: Ansietas
-Ibu klien mengatakan cemas terhadap
penyakit anaknya
- ibu klien mengatakan ini ke 2 kalinya
masuk rs dengan penyakit yang sama
- ibu klien mengatakan takut penyakit
yang sama kambuh lagi
Data Objektif:
- ibu klien nampak gelisah
-Ibu klien Nampak sering bertanya-
tanya tentang penyakit anaknya

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Nama : An.K
No. Medical Record : 095995
Umur : 2 Bulan 25 hari
Standar Luaran Standar Intervensi
Diagnosis Keperawatan
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI)
(SLKI) (SIKI)
1 2 3
Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi
Manajemen Jalan Napas
b.d peningkatan produksi sputum keperawatan selama 3x24 (I.01011)
jam maka diharapkan
Tindakan:
bersihan jalan napas
Observasi
membaik dengan kriteria :
hasil: □ Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
Bersihan jalan napas usaha napas)
(L.01001) □ Monitor bunyi napas
□ Batuk efektif meningkat tambahan (mis. gurgling,
□ Produksi sputum mengi, wheezing, ronchi
menurum kering)
□ Wheezing menurun □ Monitor sputum (jumlah,
□ Dispnea menurun warna, aroma)
□ Gelisah menurun
□ Frekuensi napas membaik Terapeutik:
□ Pola napas membaik □ Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma
servical)
□ Posisikan semi-fowler
atau fowler
□ Berikan minum hangat
□ Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
□ Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
□ Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
□ Keluarkan sumbatan
D.0005 Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
keperawatan selama 3x24 jam (I.01014)
Pola Napas tidak efektif
diharapkan inspirasi dan atau
berhubungan dengan kelemahan ekspirasi yang memberikan 1. Observasi
otot pernapasan. ventilasi adekuat membaik Monitor frekuensi,

kriteria hasil: irama, kedalaman,
dan upaya napas
Pola napas (L.01004)  Monitor pola napas
 Dispnea menurun (seperti bradipnea,
takipnea,
 penggunaan otot bantu hiperventilasi, Kussm
napas menurun aul, Cheyne-Stokes,
 pemanjangan fase Biot, ataksik0
ekspirasi menurun  Monitor kemampuan
 ortopnea menurun batuk efektif
 Monitor adanya
 pernapasanpused-lip
produksi sputum
menurun  Monitor adanya
 pernapas cuping hidung sumbatan jalan napas
menurun  Palpasi kesimetrisan
 ventilasi semenit ekspansi paru
 Auskultasi bunyi
meningkat
napas
 kapasitas vital  Monitor saturasi
meningkat oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-
ray toraks
2. Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan
hasil pemantauan
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

D.0080 Ansietas b.d Setelah dilakukan REDUKSI ANXIETAS


kurangnya pengetahuan orang intervensi keperawatan (I.09314)
tua tentang perawatan anak selama 3x 24 jam maka
ansietas menurun dengan 1. Observasi
kriteria hasil : 1. Identifikasi saat
1. Verbalisasi tingkat anxietas
kebingungan berubah (mis.
menurun Kondisi, waktu,
2. Verbalisasi khawatir stressor)
akibat kondisi yang 2. Identifikasi
dihadapi menurun kemampuan
3. Perilaku gelisah mengambil
menurun keputusan
4. Perilaku tegang 3. Monitor tanda
menurun anxietas (verbal
5. Keluhan pusing dan non verbal)
menurun 2. Terapeutik
6. Anoreksia menurun 1. Ciptakan
7. Palpitasi menurun suasana 
8. Diaforesis menurun terapeutik untuk
9. Tremor menurun menumbuhkan
10. Pucat menurun kepercayaan
11. Konsentrasi 2. Temani pasien
membaik untuk
12. Pola tidur membaik mengurangi
13. Frekuensi kecemasan ,
pernapasan jika
membaik memungkinkan
14. Frekeunsi nadi 3. Pahami situasi
membaik yang membuat
15. Tekanan darah anxietas
membaik 4. Dengarkan
16. Kontak mata dengan penuh
membaik perhatian
17. Pola berkemih 5. Gunakan
membaik pedekatan yang
Orientasi membaik tenang dan
meyakinkan
6. Motivasi
mengidentifikas
i situasi yang
memicu
kecemasan
7. Diskusikan
perencanaan 
realistis tentang
peristiwa yang
akan datang
3. Edukasi
1. Jelaskan
prosedur,
termasuk
sensasi yang
mungkin
dialami
2. Informasikan
secara factual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
3. Anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
pasien, jika
perlu
4. Anjurkan
melakukan
kegiatan yang
tidak
kompetitif,
sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
6. Latih kegiatan
pengalihan,
untuk
mengurangi
ketegangan
7. Latih
penggunaan
mekanisme
pertahanan diri
yang tepat
8. Latih teknik
relaksasi
4. Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat
anti anxietas,
jika perlu
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : An.K No. Medical Record : 095995


Umur : 2 Bulan 25 hari
Hari/tgl Diagnosa Keperawatan Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi
Senin Bersihan jalan nafas tidak 15:00 1. Memonitor pola napas S: Ibu klien mengatakan anaknya masih
efektif b.d peningkatan (frekuensi, kedalaman, usaha
24/10/22 batuk disertai dahak
produksi sputum napas)
O: - Klien terlihat sesak napas
2. Memonitor sputum (jumlah,
15:15 warna, aroma) - Ada sekret - Ronki (+) TTV
3. Lakukan penghisapan lendir HR: 150
15:30 kurang dari 15 detik
RR: 79
SPO2: 98
S: 36,7
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan:
1. Memonitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
2. Memonitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
3. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik

24/10/2022 Pola Napas tidak efektif 15:00 1. Memonitor frekuensi, irama, S: Ibu klien mengatakan anaknya masih
kedalaman, dan upaya napas
berhubungan dengan sesak
2. Memonitor pola napas
kelemahan otot 3. Memonitor kemampuan batuk O: - Klien terlihat sesak napas
15:15 efektif
pernapasan. - Klien tampak tenang
4. Memonitor adanya produksi
sputum -Tampak menggunakan nasal kanul
15:30 5. Memonitor adanya sumbatan TTV:
jalan napas
HR: 150
6. Memonitor saturasi oksigen
RR: 79
SPO2: 98
16:00 S: 36,7
A : Masalah belum teratasi
16:15
P : Intervensi dilanjutkan:

1. Memonitor frekuensi, irama,


kedalaman, dan upaya napas
2. Memonitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Chey
ne-Stokes, Biot, ataksik0
3. Memonitor kemampuan batuk
efektif
4. Memonitor adanya produksi
sputum
5. Memonitor adanya sumbatan
jalan napas
6. Memonitor saturasi oksigen

24/10/2022 Ansietas b.d kurangnya 1. Mengidentifikasi saat S: Ibu klien mengatakan cemas terhadap
pengetahuan orang tua tingkat anxietas berubah
penyakit anaknya
tentang perawatan anak (mis. Kondisi, waktu,
stressor) - Ibu klien mengatakan anaknya 2 kali
2. Memonitor tanda anxietas
masuk Rs dengan penyakit yang sama
(verbal dan non verbal)
3. Menciptakan suasana  O: -Ibu klien Nampak cemas
terapeutik untuk -Ibu klien Nampak sering bertanya-tanya
menumbuhkan kepercayaan
tentang penyakit anaknya
4. Memahami situasi yang
membuat anxietas A: Masalah belum teratasi
5. Mendengarkan dengan
P: Lanjutkan intervensi
penuh perhatian
6. Mengunakan pedekatan 1. Mengidentifikasi saat
yang tenang dan tingkat anxietas berubah
meyakinkan (mis. Kondisi, waktu,
7. Memotivasi stressor)
mengidentifikasi situasi 2. Memonitor tanda anxietas
yang memicu kecemasan (verbal dan non verbal)
3. Menciptakan suasana 
terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
4. Memahami situasi yang
membuat anxietas
5. Mendengarkan dengan
penuh perhatian
6. Mengunakan pedekatan
yang tenang dan
meyakinkan
7. Memotivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu kecemasan

25/10/22 Bersihan jalan nafas tidak 15:00 1. Memonitor pola napas S: Ibu klien mengatakan anaknya batuk
efektif b.d peningkatan (frekuensi, kedalaman, usaha dan dahaknya mulai kerkurang
produksi sputum napas)
O: - Klien terlihat batuk
2. Memonitor sputum (jumlah,
15:15 warna, aroma) - Sekret berkurang
3. Lakukan penghisapan lendir - Ronki (+)
15:30 kurang dari 15 detik
TTV HR: 150
RR: 67
SPO2: 98
S: 36,7
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor pola napas
(frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
2. Memonitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
3. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik

25/10/2022 Pola Napas tidak efektif 15:00 1. Memonitor frekuensi, irama, S: Ibu klien mengatakan sesak anaknya
berhubungan dengan kedalaman, dan upaya napas
sudah berkurang
kelemahan otot 2. Memonitor pola napas
3. Memonitor kemampuan batuk O: - Klien terlihat sesak napas berkurang -
pernapasan.
15:15 efektif
Klien tidak terlihat pucat
4. Memonitor adanya produksi
sputum Klien Nampak tenang
15:30 5. Memonitor adanya sumbatan
TTV:
jalan napas
6. Memonitor saturasi oksigen HR: 150
RR: 67
SPO2: 98
16:00
S: 36,7
A : Masalah teratasi sebagian
16:15
P : Intervensi dilanjutkan
1. Memonitor frekuensi, irama,
kedalaman, dan upaya napas
2. Memonitor pola napas
3. Memonitor saturasi oksigen

25/10/2022 Ansietas b.dkurangnya 1. Memonitor tanda anxietas S: Ibu klien mengatakan sudah tidak cemas
pengetahuan orang tua (verbal dan non verbal)
terhadap penyakit anaknya
tentang perawatan anak 2. Menciptakan suasana 
terapeutik untuk - Ibu klien mengatakan prasaan tenang
menumbuhkan kepercayaan
karena melihat anaknya senyum dan
3. Memahami situasi yang
membuat anxietas tertawa
4. Mendengarkan dengan
O: - Ibu klien Nampak tenang
penuh perhatian
-Ibu klien Nampak tidak bertanya- Tanya
A: Masalah cemas teatasi
P: Intervensi dihentikan
26/10/2022 Bersihan jalan nafas tidak 15:00 1. Memonitor pola napas S: Ibu klien mengatakan batuknya
efektif b.d peningkatan (frekuensi, kedalaman, usaha berkurang
produksi sputum napas)
O: - Klien terlihat tidak sesak napas -
2. Memonitor sputum (jumlah,
15:15 warna, aroma) Tidak ada sekret
3. Lakukan penghisapan lendir - Ronki (-)
15:30 kurang dari 15 detik
TTV:
HR: 129
RR: 40
SPO2: 98
S: 36,5
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

26/10/2022 Pola Napas tidak efektif 15:00 1. Memonitor frekuensi, irama, S: Ibu klien mengatakan anaknya sudah
berhubungan dengan kedalaman, dan upaya napas tidak sesak
kelemahan otot 2. Memonitor pola napas
O: - Klien terlihat tidak sesak napas
pernapasan. 3. Memonitor kemampuan batuk
15:15 efektif - Klien nampak tidak menggunakan alat
4. Memonitor adanya produksi
bantu napas (nasal kanul)
sputum
15:30 5. Memonitor adanya sumbatan - Klien tampak tenang
jalan napas
TTV HR: 129
6. Memonitor saturasi oksigen
RR: 40
SPO2: 98
S: 36,5
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai