MUSKULOSKELETAL
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah Keperawtan Medikal Bedah
Kegawatdaruratan dengan judul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan
Trauma Muskuloskeletal”
Dalam makalah ini dijabarkan mengenai Konsep Dasar Medik, Konsep Dasar
Keperawatan, Manajemen Gawat Darurat, serta Peran dan Fungsi Perawat Gawat Darurat pada
pasien dengan Trauma Muskuloskeletal.
Dalam menyelesaikan tugas ini, kelompok menyadari bahwa masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kelompok mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak.
Kelompok 5
i
Daftar Isi
Kata Pengantar............................................................................ i
Daftar Isi....................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan........................................................................ 2
BAB II Pembahasan
A. Kesimpulan.......................................................................... 5
B. Saran.................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA................................................................... 6
BAB I
PENDAHULUAN
1
atau menyebabkan kecacatan. Tujuan perawatan pada pasien trauma adalah untuk
menyelamatkan kehidupan, mempertahankan fungsi dan mencegah disability jangka
panjang. Semua pasien harus mendapat pengkajian primer untuk menyingkirkan masalah
pada airway, breathing, circulation dan disability sebelum terfokus pada kondisi cedera
specific. (Lumbantoruan, dkk. 2017)
Peran perawat dalam melakukan tindakan keperawatan pada kasus fraktur adalah
melalui tindakan keperawatan yang telah direncanakan secara cepat dan tepat mengingat
kasus fraktur dapat menjadi berat dan berujung pada perdarahan apabila tidak segera
ditangani. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain baik dalam tindakan pemberian obat-
obatan untuk mengatasi masalah sekunder yang muncul akibat fraktur, dan juga
perencanaan untuk proses rehabilitasi dapat dilakuakan, agar perawatan yang diberikan
dapat berjalan dengan komprehensif dan maksimal demi kesembuhan klien yang dirawat.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.3.1 Mampu mengetahui Konsep Dasar Medik pada kasus Fraktur
1.3.2 Mampu mengetahui Konsep Dasar Keperawatan pada kasus Fraktur
1.3.3 Mampu mengetahui apa saja Manajemen Gawat Darurat pada kasus Fraktur
1.3.4 Mampu mengetahui apa saja Peran dan Fungsi Perawat pada kasus Fraktur
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
a. Definisi Fraktur
Menurut Sjamsuhidajat (2010), Trauma adalah kata lain untuk cedera atau
rudapaksa yang dapat mencederai fisik maupun psikis. Akibat trauma
muskuloskeletal yang paling sering terjadi adalah Fraktur (Muttaqin, 2008).
Menurut Lumbantoruan, dkk (2017), Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumya
disebabkan oleh rudapaksa. Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai
hilangnya atau adanya gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada
sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada disekitarnya. Fraktur
ekstremitas adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi
ekstremitas atas (radius, ulna, carpal) dan ekstremitas bawah (pelvis, femur, tibia,
fibula, metatarsal, dan lain-lain).
Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan oleh
keadaan trauma atau patologis. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Vithiya Sagaran,
dkk. 2017)
b. Dislokasi
Dislokasi adalah sendi tulang yang keluar dari lokasi yang seharusnya
berada. Dislokasi menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Dislokasi mudah
didiagnosa karena perubahan anatominya biasanya jelas. Dislokasi pada sendi-
sendi besar, walaupun bukan cedera yang mengancam jiwa, merupakan gawat
darurat karena adanya resiko kerusakan neurovaskuler yang jika tidak ditangani
dengan segera dapat berakhir dengan amputasi. Sulit untuk mengetahui apakah
fraktur disertai dengan dislokasi atau tidak. Oleh karena itu, sangat penting untuk
mengetahui denyut nadi, gerakan, dan adanya gangguan persarafan distal dari
dislokasi. Tanda dan gejala dari dislokasi adalah asimetris dari sendi, nyeri,
bengkak dan kehilangan fungsi. Terai yang dapat dilakukan dilapangan adalah
memasang bidai dan imobilisasi dengan bantalan lunak sehingga pasien berada
dalam posisi yang paling nyaman menurut pasien. Tidak diperbolehkan untuk
melakukan reposisi. Selanjutnya pasien dirujuk ke RS yang memiliki fasilitas ahli
bedah ortopedi. (Lumbantoruan, dkk. 2017)
c. Sprain
Sprain adalah cedera ligamen akibat tarikan dan peregangan berlebihan.
Bagian luar tampak seperti patah tulang. penderita akan merasa sangat kesakitan.
Bagian yang terkena tampak bengkak dan kemungkinan akan memar sehingga
menyebabkan tidak berfungsinya bagian tubuh yang terkena dan adanya
keterbatasan gerak dalam 2-3 jam. Untuk dapat membedakan fraktur dengan
sprain hanya dengan pemeriksaan rontgen. (Lumbantoruan, dkk. 2017)
d. Strain
Strain adalah peregangan pada otot dan tendon yang berlebihan. Dapat terjadi
pada otot mana saja. Tanda dan gejalanya adalah nyeri yang sangat berat saat
bergerak walaupun sedikit, adanya pembengkakan, ekimosis sesudah beberapa
hari. Perlu dilakukan pemeriksaan rontgen untuk melihat ada atau tidaknya
fraktur. (Lumbantoruan, dkk. 2017)
2. Etiologi Fraktur
Penyebab fraktur menurut Brunner dan Suddarth (2008) dapat dibedakan
menjadi :
a. Cidera traumatik
Cidera traumatic pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cidera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan
2) Cidera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan
fraktur klavikula
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan :
1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul salah satu proses yang prgresif
3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
3. Klasifikasi
Menurut Lumbantoruan, dkk (2017), jenis-jenis fraktur terbagi atas:
a. Fraktur Tertutup (Closed fracture), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila ujung tulang yang patah menembus
keluar dari kulit sehingga berhubungan dengan dunia luar. Menurut R.
Gustillo, fraktur terbuka terbagi atas 3 derajat, yaitu:
1) Derajat I : luka lebih kecil dari 1cm, bersih dan disebabkan oleh fragmen
tulang yang menembus kulit
2) Derajat II : Ukuran luka antara 1-10cm, tidak terkontaminasi dan tanpa
cedera jaringan lunak yang mayor
3) Derajat III : luka lebih besar dari 10cm dengan kerusakan jaringan lunak
yang signifikan. Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi
struktur kulit, otot dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur derajat III terbagi atas:
- Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi; atau fraktur segmental/ sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat
besarnya ukuran luka.
- Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi massif
- Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
FRAKTUR
Diskontinuitas tulang
7. Komplikasi
a. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai
klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien untuk
menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya keluhan
nyeri yang meningkat. (Black dan Hawks, 2014)
b. Sindroma kompartemen
Setelah terjadi fraktur terdapat pembengkakan yang hebat disekitar
fraktur yang mengakibatkan penekanan pada saraf dan pembuluh darah yang
berakibat tidak cukup suplai darah ke otot dan jaringan sakitart fraktur. Bila
berlangsung lebih dari enam jam, dapat menimbulkan kematian pada bagian
distel. Tanda dan gejala sindrom kompartemen adalah gejala awal pain dan
12
paresthesia. Nyeri bertambah dan khususnya meningkat dengan gerakan pasif
yang meregangkan otot yang bersangkutan. Parestesia daerah distribusi saraf
perifer yang terkena, menurunnya sensasi atau hilangnya fungsi dari saraf
yang melewati kompartemen tersebut. Gejala 5 P (pain, pallor, pulseless,
paresthesia, paralisis), asimetris pada daerah kompartemen. Pengelolaan
sindroma kompartemen meliputi pembukaan semua balutan yang menekan,
gips, dan bidai. Pasien harus diawasi dan diperiksa setiap 30-60 menit. Jika
tidak terdapat perbaikan, perlu dilakukan fasciotomi. Sindroma kompartemen
dapat terjadi dimana saja, tetapi paling sering terjadi di tungkai bawah atau
lengan. (Lumbantoruan, dkk. 2017)
c. Kontraktur Volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma
kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-
menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh jaringan
fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen setelah
fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau kebas, disfungsional, dan
mengalami deformasi. (Black dan Hawks, 2014)
d. Sindroma emboli lemak
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien
fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang panjang
seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul. (Black dan Hawks,
2014)
c. Malunion
Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang tidak
tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta gravitasi. Hal
ini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban pada tungkai yang sakit dan
menyalahi instruksi dokter atau apabila alat bantu jalan digunakan sebelum
penyembuhan yang baik pada lokasi fraktur. (Black dan Hawks, 2014)
d. Penyatuan terhambat
Penyatuan menghambat terjadi ketika penyembuhan melambat tapi tidak
benar-benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi pada fragmen fraktur
atau adanya penyebab sistemik seperti infeksi. (Black dan Hawks, 2014)
e. Non-union
Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan setelah
cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya tidak terjadi.
Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang tidak cukup dan tekanan yang
tidak terkontrol pada lokasi fraktur. (Black dan Hawks, 2014)
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimum. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang)
adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasfanatomis (Brunner, 2001).
1) Reduksi tertutup (Close reduction) adalah tindakan non bedah atau
manipulasi unutk mengembalikan posisi tulang yang patah, tindakan tetap
memerlukan local anastesi ataupun umum. Ekstremitas dipertahankan
dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, bidai, dan alat lain dipasang
oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-X harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
2) Reduksi terbuka (open reduction) adalah tindakan pembedahan dengan
tujuan perbaikan bentuk tulang. sering dilakukan dengan internal fiksasi
yaitu dengan menggunakan kawat, screws, pins, plate, intermedulari rods
atau nail digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat
diletakan disisi tulang atau langsung kerongga sumsum tulang. Alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
(Istianah, 2017)
3) Metode Traksi (lihat halaman 17)
c. Retensi / Imobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimum. Setelah dilakukan reposisi secara reduksi atau
traksi pada fragmen tulang yang patah, dilakukan imobilisasi dan hendaknya
anggota badan yang mengalami fraktur tersebut diminimalisir gerakannya
untuk mencegah tulang berubah posisi kembali. (Istianah, 2017)
d. Rehabilitasi
1) Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah
pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.
Menurut Kneale dan Davis (2011), latihan rehabilitasi dibagi menjadi 3
kategori yaitu: Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien
mempertahankan rentang gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan
atau kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot
yang diperbaiki post bedah
2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pergerakan, seringkali dibantu dengan tangan yang sehat,
katrol atau tongkat
3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot.
Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6
minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalami
gangguan ekstremitas atas.
(Istianah, 2017)
e. Pembidaian
Menurut Pirton, dkk (2017), Pembidaian adalah memasang alat untuk
mempertahankan kedudukan tulang. indikasi pembidaian adalah fraktur
terbuka dan tertutup. Tujuannya untuk mencegah pergerakan tulang yang
patah, mengurangi nyeri, mencegah cedera lebih lanjut, mengistirahatkan
daerah yang mengalami patah tulang, dan mengurangi perdarahan.
Jenis dan tekhnik pembidaian:
1) Bidai kaku (Rigid splint)
Bidai ini terbuat dari cardboard, kayu, metal, plastic kaku. Pada bidai ini
harus diberi padding sebelum dipasang agar terasa nyaman saat dipasang
pada korban.
2) Bidai lembut/lunak (soft splint)
Bidai jenis ini bagus untuk tungkai dan lengan bawah, PASG (Pneumatic
Anti-Shock Garment) adalah bidai udara yang baik. Bidai ini memiliki
keuntungan karena efek kompresinya sehingga perdarahan dapat
dikurangi. Namun, kerugiannya tekanan ini dapat meningkat bila
temperature naik atau ditempat ketinggian. Bidai ini jangan dipakai pada
fraktur yang mengalami angulasi karena dapat mengakibatkan tekanan
yang akan meluruskan fraktur secara otomatis. Kerugian lain pada nbidai
ini adalah bahwa denyut nadi pada ekstremitas tidak dapat dimonitor bila
terpasang bidai, juga seringkali bidai melekat pada kulit dan timbul nyeri
bila dilepas. Bantal merupakan bidai yang baik untuk cedera pada kaki.
Bidai dari kain seperti mitella atau elastic bandage sangat baik untuk
cedera pada klavikula, sendi bahu, lengan atas dan siku dengan
menggunakan dinding dada sebagai penyangga yang kuat dan membidai
lengan pada dinding dada.
3) Bidai tarik (traction splint)
Dibuat untuk fraktur ekstremitas inferior. Alat ini mengimobilisasi fraktur
dengan cara menarik ekstremitas penderita secara terus menerus. Traksi
mencegah gerakan dari ujung tulang yang dapat merusak struktur
neurovaskuler. Traksi dapat dilakukan melalui kulit atau tulang. kulit
hanya mampu menanggung beban traksi sekitar 5kg pada orang dewasa.
Jika dibutuhkan lebih dari ini, dilakukan traksi melalui tulang. traksi
tulang sebaiknya dihindari pada anak-anak karena growth plate dapat
dengan mudah rusak akibat pin tulang. Indikasi traksi kulit diantaranya
untuk anak-anak yang memerlukan reduksi tertutup, traksi sementara
sebelum operasi, traksi yang memerlukan beban <5kg untuk menjaga
reduksi. Traksi kulit sebaiknya dipilih bahan yang hipoalergenik untuk
pasien yang alergi dengan bahan yang biasa atau pada orang tua dimana
kulitnya telah rapuh. Kontraindikasi traksi kulit yaitu bila terdapat luka
atau kerusakan kulit serta traksi yang memerlukan beban >5kg. Traksi
tulang dilakukan pada dewasa yang memerlukan beban >5kg, terdapat
kerusakan kulit atau untuk pengguna jangka waktu lama.
f. Tourniquet
Sebagai alternative terakhir untuk mengontrol perdarahan ketika semua
cara gagal karena tourniquet dapat menghentikan seluruh aliran darah pada
anggota gerak. Gunakan tourniquet hanya pada ujung dari sebuah anggota
gerak yang sudah hancur atau sudah teramputasi (terpotong). Penggunaan
tourniquet dapat menyebabkan kerusakan yang menetap pada saraf, otot dan
pembuluh darah serta mungkin berakibat hilangnya fungsi dari anggota gerak
tersebut. Selalu coba dulu dengan tekanan langsung. (Pirton, dkk. 2017)
Tulang Mekanisme Cedera yang Biasa Temuan Klinis yang Khas Penanganan
Clavicula 80% dari fraktur terjadi dari - Kulit menutupi seluruh area Fraktur tengah proksikmal
bagian sepertiga tengah; biasanya fraktur. dilakukan pemasangan sling
karena kekuatan yang langsung - Ketidakmampuan untuk dan diistirahatkan
ke bahu (mis: jatuh, olah raga, menaikan lengan.
tabrakan bermotor). - Cedera neurovascular yang Atlet harus menghindari
Umumnya terjadi pada pasien berhubungan dengan fraktur olahraga sampai kekuatan dan
yang lebih muda jarang kecuali pada fraktur rentang gerak kembali seperti
15% melibatkan 1/3 distal atau proksimal atau medial. sebelum terjadi cedera.
lateral; biasanya karena kekuatan - Tulang kosta pertama dan tulang
dari atas bahu; umumnya terjadi servikal dapat terluka dengan
pada orang tua. mekanisme yang sama.
>5% melibatkan 1/3 proksimal
atau medial; karena kekuatan
pada dada anterior yang dapat
menyebabkan trauma
intrathoracal
Scapula Fraktur jarang terjadi dan - Cedera serius yang umumnya Pemasangan sling dilakukan
biasanya berhubungan dengan berhubungan meliputi fraktur selama merasakan keluhan
cedera ketinggian atau akibat iga, humeri, tulang
kekuatan yang signifikan. tengkorak,;jaringan lunak pada
paru-paru, limpa, SSP dan
perifer.
- Cedera pulmonaris, plexus
brachialis dan cedera vascular
dapat terjadi dengan mekanisme
yang sama
Humeri – Usia muda: Atlet yang terlibat - Ketidakmampuan untuk Imobilisasi dengan sling pada
Kepala dan akibat energi yang tinggi atau menggunakan bahu fraktur yang tidak bergeser.
leher terlibat dalam olahraga yang
- Kehilangan rentang gerak lebih
menggunakan lemparan diatas Pembedahan mungkin
dari 1 tahun
kepala (menyebabkan epifisis menjadi pilihan penanganan
terbuka di humerus proksimal) pada sekitar 20% dari
Lansia: Osteoporosis, jatuh keseluruhan kasus.
dengan tumpuan bahu.
Kaki:
Metatarsal Kekuatan kompresi Displaced- penyangga kaki
pendek mungkin
Falang Trauma langsung, menendang, membutuhkan ORIF
ibu jari kaki tersandung, cedera Undisplaced- balut dengan
atletik, trauma remuk. bantalan lunak pada jari yang
terkena
Displaced- Reduksi di IGD
Cari adanya cedera lumbalis,
Calcaneus Jatuh dari ketinggian tungkai kaaki ynag lain, nyeri Balut tekan, kruk
yang meningkat dengan hiperfleksi
Sumber: Buku Asuhan Keperawatan Gawat Darurat tahun 2018
Dislokasi Anterior: cedera atletik, jatuh - Deformitas pada sendi yang Bidai pada posisi yang
glenohumera pada lengan yang terentang terlihat dengan abduksi dan nyaman; reduksi yang
l rotasi eksternal lengan. Pasien dilakukan di IGD, mungkin
akan dapat membawa lengan perlu sedasi untuk mengatasi
cukup tingi untuk menyentuh kejang otot
telinga disisi berlawanan dari
dislokasi
Posterior: jarang terjadi, lengan - Lengan adduksi dengan rotasi
mendapat pukulan pada saat internal dengan deformitas yang
ekstensi, mungkin juga dapat terlihat diatas sendi
dilihat setelah kejang grand mal
Siku Posterior: Jatuh pada tangan yang - Perlu untuk menyingkirkan Reduksi dilakukan di IGD,
Dislokasi terengang dengan siku ekstensi fraktur yang terkait periksa stabilitas siku, rentang
- Nilai fungsi neurovascular secara gerak.
hati-hati pada tangan yang Jika setelah reduksi stabil,
terkena istirahatkan dengan sling akan
tetapi tingkatkan rentang
gerak sesegera mungkin.
Jangan pernah memaksa
gerak.
Pergelangan
tangan Jatuh dengan tangan terengang, - Sensasi clicking (mengetuk), Bidai untuk evaluasi awal,
Dislokasi tekanan berulang pada ligament kekuatan memegang menurun, imobilisasi selama 10 – 14
karpal, atlet yang terlibat dalam nyeri terlokalisasi yang hari
kegiatan olahraga dengan bertambah buruk dengan
kecepatan tinggi, jatuh dari dorsofleksi
ketinggian. - Tes ballottement positif
Tangan dan
jari tangan Langka, kecuali terjadi pada atlet Deformitas ibu jari pada sendi MP Reduksi, balut dengan
Ibu jari bantalan lunak selama 2-3
minggu
Dislokasi sendi PIP posterior Deformitas sendi PIP Dislokasi sendi DIP dorsal
Jari lebih umum daripada volar dapat direduksi dengan traksi
Dislokasi sensi DIP lebih jarang. tertutup. Sering menggunakan
blok pada digiti.
Dislokasi sendi PIP volar
harus dirujuk keahli bedah
Panggul Posterior: Membutuhkan Posterior: Panggul fleksi, adduksi, Reduksi segera diperlukan
Dislokasi kekuatan yang signifikan; lutut rotasi internal untuk mencegah suplai darah
terkena sementara pinggul dan Anterior: Panggul fleksi, abduksi, bagian kepala femur
lutut fleksi, gaya yang mengenai rotasi eksternal terganggu untuk kedua jenis
sepanjang femur menyebabkan dislokasi.
kepala femur keluar dari sendi
posterior (*sindrom lutut
dashboard)
Lutut Pukulan langsung kebagian Patella bergeser ke lateral, lutut Reduksi di IGD, imobilisasi
Dislokasi medial atau regangan valgus fleksi lutut dengan kruk selama 3-4
patella secara tiba-tiba (bagian distal minggu
terangulasi menjauh dari garis
tengah)
Trauma mayor, paling sering Sendi mungkin dapat kembali Bidai untuk kenyamanan;
Dislokasi dislokasi anterior secara spontan, gejala cedera reduksi darurat diperlukan
lutut menurun untuk mencegah cedera
Dicurigai jika terdapat cedera neurovascular; angiografi
ligament parah, gangguan untuk menentukan status
neurovascular terutama hilangnya vascular; perbaikan cedera
saraf peroneal atau arteri popliteal. ligament.
Ankle Gaya dalam jumlah besar - Cedera terkait yang umum: Reduksi segera bagian
Dislokasi dibutuhkan, ankle plantar fleksi fraktur ankle, cedera ligament dislokasi atau fraktur; bidai
dan kaki tertekuk atau terputar - Gangguan neurovascular pada posisi netral
dibawah tekanan; terjadi lebih mungkin terjadi
sering dengan anak-anak dan - Evaluasi cedera lain pada kaki,
remaja. pinggul, atau tulang belakang
Dislokasi posterior yang paling jika gaya mengenai secara
umum, tetapi juga dapat terjadi langsung bagian atas atau bawah
dislokasi anterior, lateral, atau kaki.
superior.
Cedera yang paling umum pada - Bisa melaporkan rasa seperti: Bidai untuk kenyamanan,
Sprain ankle, biasanya akibat aktivitas “meledak”, edema yang tergantung stabilitas sendi.
olahraga. signifikasn, ekimosis, Rest, Ice, Compression,
ketidakmampuan untuk Elevation pada ekstremitas,
menyanggah beban tubuh. gunakan kruk jika perlu.
Rujuk pada fisioterapi jika
dibutuhkan.
Gerakan plantar fleksi kuat secara Pasien merasakan nyeri yang Pasien harus menggunakan
Ruptur tendo tiba-tiba, gerakan dorsofleksi kaki tajam atau terasa bengkak pada kruk untuk ambulasi
Achilles yang tidak diperkirakan, tumit, berjalan dengan kaki lurus, Pembedahan perbaikan
dorsofleksi pada kaki plantar tidak dapat berdiri pada tumit. sesegera mungkin.
fleksi. Tidak dapat melakukan plantar
Mekanisme lain termasuk trauma fleksi.
langsung, melompat, mendorong.
Insiden juga tnggi pada
penggunaan obat fluorokuinolon
dan suntikan langsung steroid
kedalam tendon.
Kaki Hiperekstensi Deformitas yang jelas terlihat Reduksi tertutup dengan blok
Dislokasi ibu diatas sendi digiti; bebat dengan bantalan
jari lunak selama 4 minggu.
Sumber: Buku Asuhan Keperawatan Gawat Darurat tahun 2018
9. Proses Penyembuhan Fraktur
28
c. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen
sel dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast
membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast di duduki oleh matriks
interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium
pembentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut woven bone.
Pada pemeriksaan radiologis kalus atau woven bone sudah terlihat merupakan
indikasi radiologis pertama terjadi penyembuhan fraktur.
d. Fase konsolidasi (fase union secara radiologi)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblast yang
menjadi struktur lamellar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.
e. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, tulang yang baru akan membentuk
bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik,
tetapi terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-
lahan menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak
dan berisi sistem haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami
peronggaan untuk membentuk sumsum.
Pada fase terakhir ini dimulai dari pekan ke 8-12 dan berakhir sampai
beberapa tahun dari terjadinya fraktur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain: usia
pasien, banyaknya displacement fraktur, jenis fraktur, lokasi fraktur, pasokan
darah pada fraktur, dan kondisi medis yang menyertainya.
TRIASE
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Penting untuk mengetahui bagaimana penderita mengalami
cedera/biomekanik yang menyebabkan penderita mengalami cedera ekstremitas.
Anamnesa dilakukan bila korban dalam keadaan sadar atau dari pengantar korban.
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Jika penolong cukup
banyak, anamnesa dapat dilakukan bersamaan dengan survey primer. Jika
penolong terbatas jangan lakuakan anamnesa sebelum memeriksa adanya
gangguan pada A,B, dan C dan mengatasinya. Trauma harus diperinci kapan
terjadinya, dimanana terjadinya, jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan
posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan
lupa untuk meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistemik dari kepala,
muka, leher, dada dan perut. Anamnesa ini penting dilakukan karena beberapa
jenis mekanisme trauma dapat menyebabkan cedera ekstremitas yang mungkin
tampak tidak jelas pada pemeriksaan awal. Cedera pada kaki akibat jatuh dari
ketinggian sering disertai dengan fraktur lumbal. Setiap cedera pada lutut
penderita yang sedang dalam posisi duduk dapat juga disertai dengan cedera pada
sendi panggul. Sebaliknya, cedera pada panggul dapat menimbulkan nyeri pada
lutut. Setiap cedera di daerah bahu harus diperiksa dengan cermat karena dapat
juga menyebabkan cedera pada leher atau dada. Pada fraktur pelvis biasanya
penderita akan kehilangan banyak darah. Jika fraktur pelvis dapat didiagnosa, ia
harus dipikirkan kemungkinan terjadinya syok, dan terapi yang sesua harus
diberikan. (Pirton, dkk. 2017)
b. Pemeriksaan Umum
1) Pengkajian Primer (primary survey)
Pada survey primer, perhatian kita harus tertuju apakah ada fraktur pada
tulang pelvis dan tulang besar lainnya karena kita juga harus mengontrol
perdarahan.
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap kemampuan
pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A= Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
Nyeri
Pergerakan
Sensasi keempat anggota gerak
Warna kulit
Denyut nadi perifer
- Pengkajian tulang belakang :
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji :
Deformitas
Tanda-tanda jejas perdarahan
Jejas
Laserasi
Luka
- Pengkajian Psikososial
Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
Kaji riwayat serangan panic akibat adanya factor pencetus seperti
sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh ataupun
anggota keluarga
Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikosial yang dimanifestasikan
dengan takikardia, tekanan darah meningkat dan hiperventilasi.
Menurut Pirton, dkk (2017), pada survey sekunder yang dilakukan adalah:
a) Inspeksi (Look) : raut wajah penderita, cara berjalan, duduk, tidur, lihat kulit,
jaringan lunak, tulang dan sendi. Mencari deformitas, luka terbuka, memar, dan
pembengkakan.
b) Palpasi (feel) : suhu kulit panas atau dingin, denyutan arteri teraba atau tidak,
adakah spasme otot. Rasakan area yang cedera untuk memeriksa adakah
deformitas dan nyeri tekan saat disentuh.
c) Kekuatan otot (Power) : Grade 0, 1, 2, 3, 4, 5 (lumpuh s/d normal)
d) Pergerakan (Move) : penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM (range of
motion) pergeraknan sendi,: abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi, dan lain-lain.
Jangan lakukan bila jelas ada fraktur sampai dilakukan fiksasi yang tepat.
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti shock pada fraktur multiple,
fraktur pelvis, fraktur terbuka; tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami
infeksi.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Resiko infeksi
c. Resiko Syok
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (tekanan, imobilisasi
fisik)
3. Intervensi Keperawatan
Persiapan klien meliputi 2 keadaan berbeda; yang pertama tahap pra RS (Pra
hospital), dimana seluruh kejadian idealnya berlangsung dalam koordinasi dengan
dokter di RS. Fase kedua adalah fase RS (In hospital), dimana dilakukan persiapan
untuk menerima klien sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat.
a. Tahap Pra-RS
Koordinasi yang baik antara dokter di RS dengan petugas lapangan akan
menguntungkan klien. Sebaiknya RS adah diberitahukan sebelum klien diangkat
dari tempat kejadian. Yang harus diperhatikan adalah menjaga airway, breating,
kontrol perdarahan dan syok, imobilisasi klien dan pengiriman ke RS terdekat
yang cocok, sebaiknya ke pusat trauma. Harus diusahakan untuk mengurangi
waktu tanggap (respons time). Jangan sampai terjadi bahwa semakin tinggi
tingkatan paramedik semakin lama klien berada di TKP. Saat klien dibawa ke RS
harus ada data tentang waktu kejadian, sebab kejadian, riwayat klien dari
mekanisme kejadian dapat menerang- kan jenis perlukaan dan beratnya perlukaan.
b. Fase RS
Saat klien berada di RS segera dilakukan survai primer dan selanjutnya
lakukan resusitasi dengan cepat dan tepat.
b. Breathing (B)
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untukpertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi
yang baik dan paru, dinding dada dan diafragma. Dada klien harus dibuka untuk
melihat pernafasan yang baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya
udara ke dalem paru perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah
dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat mengetahui kelainan dinding
dada yang, mungkin mengganggu ventilasi. Evaluasi kesulitan pernafasan karena
edema pada kien cedera wajah dan leher. Perlukaan yang mengakibatkan
gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothorax, flail chest dengan
kontusio paru, open pneumothorAx dan hematothorax masif. Jika terjadi hal yang
demikian siapkan klien untuk intubasi trakea atau trakeostomi sesuai indikasi.
c. Circulation (C)
d. Disability (D)
3. Penataaksanaan Kedaruratan
a. Inspeksi bagian tubuh yang fraktur
1) Inspeksi adanya laserasi, bengkak dan deformitas
2) Observasi angulast, pemendekan dan rotasi.
3) Palpasi nadi distal untuk frakture dan pulsasi semua perifer
4) Kaji suhu dingin, pemucatan, penurunan sensasi atau tidak adanya pulsasi, hal
tersebut menandakan cidera pada saraf atau suplai darah terganggu
5) Tangani bagian tubuh dengan lembut dan sesedit mungkin gerakan yang
kemungkinan dapat menyebabkan gerakan pada tulang yang fraktur
b. Berikan bebat sebelum klien dipindahkan, bebat dapat mengurangi nyeri,
memperbaiki sirkulasi, mencegah cidera lebih lanjut, dan mencegah fraktur
tertutup menjadi fraktur terbuka.
1) Imobilisasi sendi diatas dan dibawah daerah fraktur. Tempatkan satu tangan
distal terhadap fraktur dan berikan status penarikan ketika menenpatkan
tangan lain diatas fraktur untuk menyokong
2) Pembebatan diberikan meluas sampai sendi dekat fraktur
3) Periksa status vaskuler ekstremitas setelah pembebatan periksa warna, suhu,
nadi dan pemucatan kuku
4) Kaji untuk adanya deficit neurologi yang disebabkan oleh fraktur
5) Berikan balutan steril pada fraktur terbuka
c. Kaji adanya keluhan nyeri atau tekanan pada area yang mengalami cidera
d. Pindahkan klies secara hati-hati dan lebut, untuk meminilisasi gerakan yang dapat
menyebabkan gerakan pada patahan tulang.
e. Lakukan penanganan pada trauma yang spesifik
1) Trauma tulang belakang
Jika terjadi trauma pada tulang belakang, imobilisasi haru selalu
dilakukan untuk mencegah peralisis seumur hidup bahkan kematian.
Mempersiapkan klien dalam papan spinal harus adekuat, harus diingat
beberapa mekanisme dari luka seperti : jatuh dari ketinggian dan mendarat
dengan kedua kaki dapat menyebabkan fraktur lumbal karena semua beban
terlokalisir didaerah tulang belakang
2) Trauma pelvis
Trauma pelvis dimasukkan dalam trauma ekstremitas karena keduanya
sangat berhubungan. Trauma pelvis biasanya terjadi karena kecelakaan lalu
lintas atau trauma seperti jatuh dari ketinggian. Pada pemeriksaan klie
didapatkan tekanan keras pada tulang iliaka, tulang panggul dan pubis.selalu
ada petensi perdarahan serius pada fraktur pelvis, maka syok harus selalu
difikirkan dan pasien harus segera dikirim dengan papan spinal.
3) Trauma femur
Femur biasnya patah sepertiga tengah walaupun pada orang tua selalu
dipikirkan patah pangkal tulang paha (collum femoris). Fraktur ini dapat
menjadi fraktur terbuka dan kalau hal ini terjadi harus ditangani sebagai
fraktur terbuka. Banyak obat disekeliling femur dan perdarahan masih dapat
terjadi pada paha. Fraktur femur bilateral dapat menyebabkan kehilangan
sampai dari 50% volume sirkulasi darah.
4) Trauma pangkal paha dan sendi panggul ‘
Harus dipertimbangkan fraktur pangkal paha pada orang tua yang telah
jatuh dan sakit pada lutut, panggul atau daerah pelvis. Bila ada nyeri harus
dianggap sebagai fraktur sampai hasil rontgen membuktikan sebaliknya.
Pada fraktur jenis ini, rasa sakit dapat ditolelir dan kadang-kadang
diabaikan/disangkal. Secara umum jaringan pada klien yang lebih tua lebih
rentan dan kurang tenaga. Selalu diingat bahwa rasa nyeri pada lutut dapat
timbul dari rusaknya panggu pada masa kanak-kanak dan pada usia tua.
5) Dislokasi panggul
1. Peran Perawat
Menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan tahun 1989, peran perawat terdiri dari:
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang
terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupayah
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan
f. Sebagai Konsultan
Perawat berperan sebagai tempat konsulatasi dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan
metode pemberian pelayanan keperawatan
g. Sebagai Pembaharu
Perawat megadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis
dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
Nama : Tn. O
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk : 10-10-2021
Jam masuk : 15.25 wita
A. Pengkajian Triage
Pola nafas, suara nafas dan irama nafas klien semunya teratur dan normal
3. Circulation
- Akral hangat
- Nadi teraba cepat
- TD : 140/90 mmHg
- Tidak terjadi sianosis
- Suara jantung normal
- Tidak terjadi pendarahan
- Turgot kulit baik
- Tidak terdapat pendarahan
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Lumbantoruan, dkk (2017), Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumya disebabkan oleh
rudapaksa. Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya
gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan
jaringan yang ada disekitarnya. Penyebab fraktur dapat berupa trauma langsung, trauma
tidak langsung, maupun secara patoligis. Fraktur terbagi atas beberapa klasifikasi yaitu
Berdasarkan sifat fraktur berdasarkan komplit atau ketidakkompitan fraktur, berdasarkan
bentuk garis patah, berdasarkan jumlah garis patah, berdasarkan pergeseran fragmen
tulang, berdasarkan posisi fraktur, Fraktur kelelahan, dan Fraktur patologis. Adapun
tanda dan gejala dari fraktur adalah adanya nyeri, Deformitas, Pembengkakan, Memar,
Spasme otot, Ketengangan, Kehilangan fungsi, Gerakan abnormal dan kerpitasi,
perubahan neurovaskuler, Syok. Ada beberapa komplikasi dari fraktur, salah satunya
yang paling sering adalah Sindroma kompartemen
Pada penatalaksanaan medic, masalah kegawat-daruratanlah harus diselesaikan
terlebih dahulu dilihat dari kondisi dari pasien tersebut. Hal ini juga menjadi bagian dari
manajemen kegawat-daruratan. Yang pertama dilakukan adalah tindakan triase dan
diikuti dengan Pengkajian Primer (primary survey) berupa ABCDE lalu dilanjutkan
dengan pengkajian sekunder. Namun, pasien fraktur akibat kecelakaan sering disertai
kegawatdaruratan mengancam nyawa yang lebih membutuhkan pertolongan daripada
cedera patah tulangnya. Tata laksana fraktur dilakukan pada secondary survey setelah
ABCD stabil.
Pada proses penyembuhan tulang terdapat 5 fase yaitu fase hematoma, fase
proliferasi, fase kallus, fase konsolidasi dan fase remodeling. Namun, faktor usia juga
sangat mempengaruhi dalam proses penyembuhan tulang. Pada lansia, proses
penyembuhan tulang akan sangat lambat dibandingkan pada mereka yang berusia muda.
Dalam pemberian pelayanan keperawatan pada kasus gawat darurat, peran dan fungsi
perawat sangatlah penting untuk diperhatikan. Salah satu peran perawat gawat darurat
yang harus diaplikasikan adalah sebagai pelayan eperawatan, sebagai advokasi, dan
kolaborator dengan tim kesehatan lainnya seperti dokter. Selain itu juga, perawat harus
mampu menempatkan diri dalam situasi gaawat darurat dimana ia mampu melakukan
tindakan secara independent, dependent, maupun interdependent.
3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini, kelompok mengharapkan agar para pembaca
khususnya para tenaga kesehatan, mampu menjalankan tugas dan kewajibannya dalam
memberikan asuhan keperawatan gawat darurat dengan sebaik-baiknya, dan juga mampu
mempraktekan peran dan fungsi perawat secara komprehensif untuk menigkatkan mutu
pelayanan kesehatan dan demi kesejahteraan hidup masyarakat.
Selain itu, semoga makalah ini juga dapat membantu para mahasiswa
keperawatan dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dibidang asuhan keperawatan gawat
darurat trauma musculoskeletal : fraktur.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M, dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th Indonesian edition.
Singapore : Elsevier Mocomedia
Ciptaning, Maria Diah. 2016. Keperawatan Kegawatdaruratan & Manajemen Bencana. Jakarta:
Pusdik SDM Kesehatan
Heardman, Heather. 2015. NANDA – I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017. Jakarta:EGC
Kristanty, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Trans Info Media
Kurniati Amelia, Trisyani Yanni dkk. 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheely.
Singapore : Elsevier
Lumbantoruan, dkk. 2017. BTCLS AND DISASTER MANAGEMENT Edisi III. Jakarta :
Medhatama Restyan
Mahartha, G. R. A., Maliawan, S., Kawiyana, K. S., & Sanglah, S. U. P. (2013). Manajemen
Fraktur pada Trauma Muskuloskeletal. Bali Fak Kedokt Univ Udayana.
Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Indonesian edition.
Singapore : Elsevier Mocomedia
Sudarmanto, Eko. 2018. Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Open Fraktur Manus IV Distal
di RS Tk. Ii Dr. Soedjono Magelang [Skripsi]. Yogyakarta (ID): UGM