Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ISPA merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang salah satu atau
lebih dari satu saluran pernapasan mulai dari hidung (saluran atas) hingga
alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adnegsinya seperti sinus, rongga
telinga Tengah dan pleura (Depkes RI, 2010). Infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) merupakan infeksi penyakit yang menyerang disaluran nafas dan
kebanyakan merupakan infeksi virus. Anak akan mengalami demam, batuk,
dan pilek berulang serta anoreksia. Dibagian tonsilitis dan otitis media akan
memperlihatkan adanya inflamasi pada tonsil atau telinga Tengah dengan
jelas. Infeksi akut pada balita akan mengakibatkan berhentinya pernapasan
sementara atau apnea.
ISPA disebabkan oleh virus, bakteri dan reketsia (Widoyono, 2011) dan
infeksi ini sering terjadi pada anak karena beberarapa factor seperti terpapar
asap rokok, pencemaran lingkungan, makanan yang kurang bersih dan lain-
lain, anak akan mengalami masalah pernapasan berupa sesak napas, kesulitan
bernapas, batuk dan bentuk-bentuk masalah lainnya sebagai akibat infeksi
saluran pernapasan. Karena itu masalah yang berhubungan dengan
pernapasan ISPA yang paling utama adalah ketidakefektipan kebersihan jalan
napas, yang pada akhirnya akan mengganggu system pernapasan klein
(Arivalagan, 2013).
Pencemaran seperti debu pada peristiwa meletusnya gunung berapi
merupakan dampak pencemaran partikel yang disebabkan karena peristiwa
alamiah (factor internal). Secara umum partikel-partikel yang mencemari
udara dapat merusak lingkungan menimbulkan gangguan Kesehatan pada
manusia. Partikel-partikel tersebut dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit saluran pernapasan. Pada saat menarik napas udara yang
mengandung partikel akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Ukuran debu
partikel (debu) yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak

1
2

penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Partikel yang berukuran


kurang dari 5 mikron akan bertahan di saluran napas bagian atas, sedangkan
partikel 3-5 mikron akan bertahan di bagian Tengah, partikel lebih kecil 1-3
mikron akan masuk ke kantong paru-paru menempel pada alveoli. Partikel
yang lebih kecil, kurang 1 mikron akan ikut keluar saat di hembuskan.
WHO tahun 2017 menyebutkan bahwa pada tahun 2015, sebanyak 15% dari
970.000 anak yang menderita infeksi saluran napas meninggal dunia. Pada
tahun 2011 mencapai 38.7% kejadian ISPA menjadi penyebab kematian pada
anak. Pada 2 tahun berikutnya tidak ada terjadi perubahan presentase yang
signifikan yaitu 39.1% (WHO, 2017). Sedangkan di Indonesia pada tahun
2015 tidak jauh berbeda yakni prevalensi infeksi saluran pernapasan akut
sebesar 85% pada kelompok usia anak (Riskesdas, 2015). Selain itu ISPA
pada anak juga berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit dan
puskesmas di seluruh Indonesia. Di Provinsi Bengkulu, ISPA pada anak
menduduki peringkat teratas dari 10 penyakit terbanyak, hal ini dapat
disebebkan oleh kondisi lingkungan, cuaca dan kekebalan tubuh manusia
(Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2019).
Menurut data laporan kasus puskesmas Hikun tahun 2020, memiliki angka
kejadian 2105 penyakit ISPA di derita oleh Masyarakat kecamatan Tanjung,
yang merupakan wilayah kerja puskesmas Hikun pada tahun 2021 di
puskesmas Hikun angka kejadian ISPA menduduki 3015 kasus, berdasarkan
data laporan kasus puskesmas Hikun tahun 2021.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernapsan dapat
menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat
berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi
oleh bahan pencemar. Produksi lender akan meningkat sehingga
menyebabkan penyempitan saluran pernapasan dan rusaknya sel pembunuh
bakteri di saluran pernapasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan
anak kesulitan bernapas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak
dapat di keluarkan dari saluran pernapasan, hal ini akan memudahkan anak
terjadinya infeksi saluran pernapasan (Arivalagen, 2013).
3

Pada umumnya anak akan mengalami demam, batuk, dan pilek berulang
serta Anoreksia, di bagian Tonsilitis dan Otitis media akan memperlihatkan
adanya inflamasi pada tonsil atau telinga Tengah dengan jelas. Infeksi akut
jika anak tidak mendapatkan pengobatan serta perawatan yang baik akan
mengakibatkan timbul Pneumonia yang berlanjut pada kematian karena
sepsis yang meluas bahkan berhentinya pernapasan sementara atau Apnea
(WHO, 2017).
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh batuk efektif dan psioterafi
dada terhadap pengeluaran sputum pada balita usia 3-5 tahun sebanyak 19
balita mampu mengeluarkan sputum dan ada 1 balita yang tidak
mengeluarkan sputum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum
perlakuan batuk efekttif dan psioterafi dada rata-rata responden mengalami
ISPA, di mana yang mengalami ISPA sebanyak 20 balita. Hasil sesudah
perlakuan batuk efektif dan psioterafi dada responden mengalami
penegluaran sputum sebanyak 19 balita dan yang tidak mengalami
pengeluaran sputum sebanyak 1 balita. Penelitian di peroleh hasil bahwa
ada pengauh yang signifikan antar batuk efektif dan psioterafi dada
terhadap pengeluaran sputum pada balita usia 3-5 tahun P = 0.003 di mana
responden yang mengalami pengeluaran sebanyak 19 balita (95%) dan
yang tidak mengalami penegluaran sputum sebanyak 1 balita (5%).
Untuk membantu menangani ketidakefektifan kebersihan jalan napas pada
anak, peran perawat atau tenaga Kesehatan ialah mengajarkan anak untuk
batuk efektif serta melakukan pengisapan lender (Nanda, 2015) dan untuk
menangani ISPA pada anak sebaiknya memenuhi kebutuhan dasar menurut
Abraham Maslow, salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus di
penuhi adalah Oksigenasi ( Potter dan Perry, 2012).
Dari beberapa masalah tersebut perawat mempunyai peran penting dalam
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif terutama
promotive, prepentif, kuratif dan realibitas secara kolistik yaitu meliputi
bio psikososial dan spiritual, selain memberikan asuhan keperawatan
perawat juga dapat memberikan pengetahuan tentang penyakit ISPA
kepada klien atau keluarga klien. Berdasarkan latar belakang diatas
4

sehingga penulis tertarik mengambil judul “Asuhan Keperawatan Dengan


Diagnosa Medis Penyakit Ispa Pada Anak A Di Wilayah Puskesmas
Hikun”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis
Penyakit Ispa Pada Anak A Di Wilayah Puskesmas Hikun.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui konsep dasar pada penyakit ISPA
b. Untuk mengetahui konsep anak
c. Unruk mengetahuai asuhan keperawatan penyakit ISPA

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Siswa
Manfaat penulisan bagi siswa adalah untuk menambah wawasan dan
mengenal faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA
pada anak dan pengetahuan ibu.
2. Bagi Sekolah
Penulisan laporan ini semoga bermanfaat untuk perkembangan ilmu
pengetahuan dan kajian dalam bidang pendidikan khususnya bagi
jurusan.
3. Bagi Puskesmas
Sebagai masukan dan informasi dalam program kesehatan masyarakat
dalam rangka pencegahan dan mengetahui penyakit ISPA pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT ISPA


1. Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA
akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun.
Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di bawah lima
tahun karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki
sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit.
(Karundeng Y.M, et al. 2016) Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari
saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran
bawah) termasuk jaringan andeksanya, seperti sinus, rongga telinga
tengah, dan pleura. ISPA merupakan infeksi saluran pernapasan yang
berlangsung selama 14 hari. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
merupakan penyakit yang banyak dijumpai pada balita dan anak-anak
mulai dari ISPA ringan sampai berat. ISPA yang berat jika masuk
kedalam jaringan paru-paru akan menyebabkan Pneumonia. Pneumonia
merupakan penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian terutama
pada anak-anak (Jalil, 2018).

2. Etiologi ISPA
Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa bakteri dari
genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetella,
dan korinebakterium dan virus dari golongan mikrovirus (termasuk
didalamnya virus para influenza dan virus campak), adenoveirus,
koronavirus, pikornavirus, herpesvirus ke dalam tubuh manusia melalui
partikel udara (droplet infection). Kuman ini akan melekat pada sel epitel

5
6

hidung dengan mengikuti proses pernapasan maka kuman tersebut bisa


masuk ke bronkus dan masuk ke saluran pernapasan yang mengakibatkan
demam, batuk, pilek, sakit kepala dan sebagainya. (Marni,2014) Selain
bakteri dan virus ISPA juga dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu
kondisi lingkungan (polutan udara seperti asap rokok dan asap bahan
bakar memasak, kepadatan anggota keluarga, kondisi ventilasi rumah
kelembaban, kebersihan, musim, suhu), ketersediaan dan efektifitas
pelayanan kesehatan serta langkah-langkah pencegahan infeksi untuk
pencegahan penyebaran (vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan, kapasitas ruang isolasi), faktor penjamu (usia, kebiasaan
merokok, kemampuan penjamu menularkan infeksi, status gizi, infeksi
sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh pathogen lain,
kondisi kesehatan umum) dan karakteristik pathogen (cara penularan,
daya tular, faktor virulensi misalnya gen, jumlah atau dosis mikroba).
(WHO,2007:12). Menurut Widoyono (2008), Kondisi lingkungan yang
berpotensi menjadi faktor risiko ispa adalah lingkungan yang banyak
tercemar oleh asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, asap hasil
pembakaran serta benda asing seperti mainan plastik kecil.

3. Patofisiologi ISPA
Menurut Amalia Nurin, dkk, (2014) Perjalanan alamiah penyakit ISPA
dibagi 4 tahap yaitu :
a. Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya rendah.
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul
gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis dan meninggal
akibat pneumonia.
7

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar


sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang
efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun
partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami
yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan
gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi. Infeksi bakteri mudah
terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak
akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat
mengganggu.
Keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2
(polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan
dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih). Makrofag banyak
terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi
infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh
bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini
banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan
memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada
anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi
ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau
radiasi. Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen,
limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.

4. Manifestasi Klinis ISPA


Tanda dan gejala ISPA secara umum yang sering didapat adalah rinitis,
nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri
retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari
disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan
insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya
menunjukkan adanya penyulit. (Suriani, 2018) Gejala ISPA berdasarkan
tingkat keparahan adalah sebagai berikut Rosana (2016):
8

a. Gejala dari ISPA ringan Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA


ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Batuk.
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan
suara (pada waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi
anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.
b. Gejala dari ISPA sedang Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA
sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut :
1) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk
kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per
menit atau lebih untuk umur 2 -< 5 tahun.
2) Suhu tubuh lebih dari 39°C.
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak
campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
c. Gejala dari ISPA berat
Gejala berat seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika
dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah.
4) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
6) Tenggorokan berwarna merah.
9

5. Penatalaksanaan ISPA
Terapi untuk ISPA atas tidak selalu dengan antibiotik karena sebagian
besar kasus ISPA atas disebabkan oleh virus. Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) atas yang disebabkan oleh virus tidak memerlukan antiviral,
tetapi cukup dengan terapi suportif.
a. Terapi Suportif
Berguna untuk mengurangi gejala dan meningkatkan performa
pasien berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin.
b. Antibiotik
Hanya digunakan untuk terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab, utama
ditujukan pada pneumonia, influenza, dan aureus. (Kepmenkes RI,
2011)

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab) : hasil yang didapatkan
adalah biakan kuman (+) sesuai jenis kuman
b. Pemeriksaan hidung darah (deferential count) : laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia
c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Saputro, 2013)

7. Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh
sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang
dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan
penyebaran infeksi. (Windasari, 2018)
a. Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan
anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak
lebih besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan
10

biasanya didaerah sinus frontalis dan maksilaris. Diagnosis


ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi pada
anak besar. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala
malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar).
Kadangkadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul,
bersin yang terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral
ataupun bilateral. Bila didapatkan pernafasan mulut yang menetap
dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang
dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis. Sinusitis paranasal ini
dapat diobati dengan memberikan antibiotik.
b. Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat
menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis
media akut (OMA). Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat
disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan
kejang demam. Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala
digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga
dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan
menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam,
gelisah, juga disertai muntah atau diare. Karena bayi yang menderita
batuk pilek sering menderita infeksi pada telinga tengah sehingga
menyebabkan terjadinya OMA dan sering menyebabkan kejang
demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian THT. Biasanya bayi
dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika
keadaan tidak membaik. Parasentesis (penusukan selaput telinga)
dimaksudkan mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi
otitis media perforata (OMP).
Faktor-faktor OMP yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah :
1) Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga merintangi
penyaluran sekret.
2) Posisi bayi anak yang selalu terlentang selalu memudahkan
perembesan infeksi juga merintangi penyaluran sekret.
11

3) Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga


tengah walau jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau ke
syaraf pusat (meningitis).
c. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti
laryngitis, trakeitis, bronkitis dan bronkopneumonia. Selain itu dapat
pula terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta.

8. Pencegahan Menurut Hastuti, D (2013) pencegahan ISPA dapat


dilakukan dengan:
a. Menyediakan makanan bergizi sesuai preferensi anak dan
kemampuan untuk mengkonsumsi makanan untuk mendukung
kekebalan tubuh alami.
b. Pemberian imunisasi lengkap kepada anak
c. Keadaan fisik rumah yang baik, seperti: ventilasi dirumah dan
kelembaban yang memenuhi syarat.
d. Menjaga kebersihan rumah, tubuh, makanan, dan lingkungan agar
bebas kuman penyakit.
e. Menghindari pajanan asap rokok, asap dapur.
f. Mencegah kontak dengan penderita ISPA dan isolasi penderita ISPA
untuk mencegah penyebaran penyakit.

9. Cara penanganan penyakit ISPA pada Anak


ISPA yang disebabkan oleh virus biasanya akan sembuh dalam waktu 1-2
minggu, sehingga tidak diperlukan pengobatan yang intensif, kecuali
dokter menemukan indikasi penyakit berbahaya.
Beberapa penanganan yang biasa dilakukan pada pasien pengidap ISPA
adalah:
a. Mengonsumsi obat pereda demam dan nyeri pada tubuh
b. Mengonsumsi obat batuk
c. Mengonsumsi obat untuk peradangan atau pembengkakan saluran
pernapasan.
12

d. Istirahat dengan cukup serta memperbanyak minum air putih


e. Minum lemon hangat atau madu untuk meredakan batuk
f. Tidur dengan posisi kepala lebih tinggi untuk melancarkan
pernapasan

B. KONSEP ANAK
1. Definisi Anak
Anak adalah seseorang yang sampai berusia 18 tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan (Kemenkes RI, 2014). Menurut WHO
definisi anak adalah dihitung sejak seseorang di dalam kandungan sampai
dengan usia 19 tahun (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkan konvensi Hak
hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa, yang dimaksud anak adalah setiap orang yang berusia di bawah
18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak
ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal (Soediono (2014)
dalam Sari, 2020).
Menurut Koizer (2011), anak dikategorikan menjadi beberapa kelompok
usia, yaitu masa anak-anak berumur 0-12 tahun, masa remaja berumur
13- 20 tahun, masa dewasa berumur 21-25 tahun. Pada masa anak-anak,
anak cenderung memiliki sifat suka meniru apa yang dilakukan orang
lain dan orang terdekatnya, serta mempunyai emosi yang masih meluap-
luap.

2. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan (growth) merupakan peningkatan jumlah dan ukuran sel
pada membelah diri dan sintesis protein baru, menghasilkan peningkatan
ukuran dan berat seluruh atau sebagian sel (Wong, 2008). Sedangkan
menurut Kemenkes RI (2014), pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran
dan jumlah sel serta jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran
fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur
dengan satuan panjang dan berat.
13

Ciri-ciri pertumbuhan sebagai berikut (Yuliastati & Nining (2016) dalam


Sari, 2020):
a. Perubahan proporsi tubuh yang dapat diamati pada masa bayi dan
dewasa.
b. Hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Perubahan ini
ditandai dengan tanggalnya gigi susu dan timbulnya gigi permanen,
hilangnya refleks primitif pada masa bayi, timbulnya tanda seks
sekunder dan perubahan lainnya.
c. Kecepatan pertumbuhan tidak teratur. Hal ini ditandai dengan adanya
masa-masa tertentu dimana pertumbuhan berlangsung cepat yang
terjadi pada masa prenatal, bayi dan remaja (adolesen). Pertumbuhan
berlangsung lambat pada masa pra sekolah dan masa sekolah.
Perkembangan (development) merupakan perubahan dan perluasan
secara bertahap, perkembangan tahap kompleksitas dari yang lebih
rendah ke yang lebih tinggi, peningkatan dan perluasan kapasitas
seseorang melalui pertumbuhan, maturasi serta pembelajaran (Wong,
2008). Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara
dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Pertumbuhan terjadi secara
simultan dengan perkembangan (Kemenkes RI, 2014).
Ciri-ciri perkembangan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2014):
a. Perkembangan menimbulkan perubahan. Perkembangan terjadi
bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap pertumbuhan disertai
dengan perubahan fungsi. Misalnya perkembangan intelegensia pada
seorang anak akan menyertai pertumbuhan otak dan serabut saraf.
b. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan
perkembangan selanjutnya. Seorang anak tidak bisa melewati satu
tahap perkembangan sebelum anak melewati tahapan sebelumnya.
Contoh: seorang anak tidak akan bisa berjalan sebelum anak berdiri
dan tidak bisa berdiri jika pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain
yang terkait dengan fungsi anak terhambat. Perkembangan awal ini
14

merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan


selanjutnya.
c. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang
berbeda. Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan juga
mempunyai kecepatan yang berbeda-beda baik dalam pertumbuhan
fisik maupun perkembangan fungsi organ. Kecepatan pertumbuhan
dan perkembangan setiap anak juga berbeda-beda
d. Pertumbuhan berkorelasi dengan perkembangan. Pada saat
pertumbuhan berlangsung, maka perkembangan pun mengikuti.
Terjadi peningkatan kemampuan mental, memori, daya nalar,
asosiasi dan lain-lain pada anak, sehingga pada anak sehat seiring
bertambahnya umur maka bertambah pula tinggi dan berat badannya
begitupun kepandaiannya
e. Perkembangan mempunyai pola yang tetap. Perkembangan fungsi
organ tubuh terjadi menurut hukum yang tetap, yaitu :
1) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian
menuju ke arah kaudal atau anggota tubuh (pola sefalokaudal).
2) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak
kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang
mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksimodistal).
f. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan. Tahap perkembangan
seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan. Tahap-
tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik, misalnya anak mampu
berjalan dahulu sebelum bisa berdiri
BAB III
TINJAUAN KHUSUS

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT


ISPA PADA ANAK A DI WILAYAH PUSKESMAS HIKUN

I. PENGKAJIAN
A. Identitas
1. Identitas Pasien
a. Nama : An. A
b. Umur : 9 tahun
c. Jenis kelamin : perempuan
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SD
f. Tgl. Pengkajian : 8 juli 2023
g. Diagnosis medis : ISPA
2. Identitas Tanggung Jawab
a. Nama : Ny. R
b. Umur : 30 tahu
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Status : Ibu kandung
f. Pendidikan : SLTA
g. Pekerjaan : Wiraswasta
h. No.telp : 083862718182

B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama
Orang tua klien mengatakan anaknya batuk, batuk berdahak kental
susah dikeluarkan, serta pilek sejak 2 hari yang lalu.

15
16

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Orang tua klien mengatakan anaknya batuk serta pilek, badan terasa
panas dan nafsu makan menurun sejak 2 hari yang lalu

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya


Orang tua klien mengatakan sebelumnya anaknya pernah sakit panas
2 hari sebelum dating ke pelayanan kesehatan

4. Riwayat penyakit keluarga


Didalam keluarga klien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit
menurun seperti asma, jantung, hipertensi, ginjal, tbc dan pneumonia

5. Genogram

Gambar 3.1 Genogram Pasien


Keterangan :
Laki laki : Meninggal :

Perempuan : Pasein :

Garis keturunan :

Serumah :
17

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kesadaran: CM (Compos mentis)
BB : 24 kg
R : 30 x/menit
S : 37,30 c
N : 106 x/menit

2. Kulit
Kulit px tampak baik ( normal ), tidak terdapat benjolan maupun luka,
warna kullit px berwarna kuning langsat, kelembapan kulit baik.

3. Kepala dan leher


Kepala px tampak bulat, tidak terdapat benjolan, kulit kepala px bersih
tidak terdapat ketombe, rambut px berwarna hitam, leher px terlihat
baik dann tidak terdapat benjolan.

4. Mata dan penglihatan


Mata px tampak simetris, pupil px tampak normal, konjungtiva px
tidak aremis (tidak pucat), penglihatan pasien terlihat baik dan tidak
mengalami gangguan penglihatan

5. Hidung dan penciuman


Hidung px tampak simetris dan normal,penciuman px terasa baik dan
tidak mengalami gangguan penciuman.

6. Mulut dan gigi


Bibir px tampak simetris dan tampak normal.gigi px terlihat simetris
dan baik.
18

7. Telinga dan pendengaran


Telinga px tampak simetris,daun telinga elastis dan keras,tidak ada
benjolan dan luka pada telinga, pendengaran px baik.

8. Dada, pernapasan, dan sirkulasi


Dada px tampak normal dan simetris,pernapasan dan sirkulasi px
normal (rr 30x/menit).

9. Abdomen
Perut px tampak kembung,tidak ada luka/benjolan diperut px,tidak
terdapat nyeri pada perut px.

10. Rectum dan genetalia


Px berjenis kelamin perempuan, Rectum dan genetalia px tidak
terdapat masalah.

11. Ekstremitas atas dan bawah


a. Ekstremitas atas : tangan kanan px normal,tidak terdapat
luka/benjolan pada tangan dan tangan dapat bergerak normal,
dan tangan kiri px normal tidak terdapat luka/benjolan.
b. Ekstremitas bawah: kaki kanan px tampak normal,tidak terdapat
luka/benjolan pada kaki,kaki kiri px tampak normal,tidak
terdapat luka/benjolan pada kaki.

Kanan kiri Keterangan :


5555 5555 1 : tidak dapat berkontraksi
Kanan kiri 2 : sedikit berkontraksi
5555 5555 3 : bisa bergerak, tidak lama
4 : bisa melawan gravitasi/ tidak lama
5 : bisa melawan gravitasi penuh
19

D. Kebutuhan Fisik, Psikososial, dan Spritual


1. Aktivitas dan istirahat
Sebelum sakit : orang tua klien mengatakan anaknya sangat aktif
bermain dengan teman temannya.
Selama sakit :orang tua klien mengatakan anaknya kurang aktif,
lemah dan sering mengeluh batuk.
2. Personal hygiene
Sebelum sakit:orang tua kliean mengatakan anaknya mandi 2 kali
sehari, rajin menggosok gigi,dan ganti baju sewaktu waktu ketika
baju kotor.
Selama sakit:orang tua klien mengatakan anaknya mandi tetap 2 kali
sehari walaupun sakit.
3. Nutrisi
Sebelum sakit:orang tua klien mengatakan anaknya menyukai
makanan seperti ikan,telur,dan sayur-sayuran.
Selama sakit:orang tua klien mengatakan bahwa tidak ada makanan
yang tidak disukai oleh anaknya.
4. Eliminasi
Sebelum sakit:orang tua klien mengatakan anaknya BAB 2-3x/hari
dengan konsistensi padat dan berwarna kecoklatan, dan BAK 5-6x
hari dan berwarna kuning jernih.
Selama sakit:orang tua klien mengatakan anaknya 1-2x/hari
konsistensi lunak,warna kuning kecoklatan dan BAK 5-6x/hari
warna kuning pekat dan bau khas.
5. Seksual
Px belum menikah, px masih berumur 9 tahun,px berjenis kelamin
perempuan.
6. Psikososial
Keluarga px berinteraksi dengan baik pada keluarga px lainnya dan
juga dokter serta perawatnya.
7. Spiritual
Px selalu beribadah dan berdoa agar diberikan Kesehatan.
20

E. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 3.1 Hasil Laboratorium
PEMERIKSAA HASIL NILAI SATUAN KETERANGAN
N RUJUKAN
Hematologi
Darah rutin 3
Hemoglobin 11.1 10.7-13.1 g/dl
Hematokrit 34.1 31.0-43.0 %
Leukosit 12.86 6.00-17.50 Ribu/ul
Eritrosit 4.4 3.8-5.2 Ribu/ul
Trombosit 22.2 229-553 Ribu/ul L
Hitung jenis
Leukosit
Eosinofil% 0.2 1.0-5.0 % L
Basofil% 0.2 0-1 %
Neutrofil% 57.7 50-70 %
Limfosit% 33.4 25-50 %
Monosit% 8.2 1-6 % H
19% 0.3
Nearofil 1.7
Limfosit rasio
Absolute 4290 /ul
Limfosit count
Index eritrosit
Mcv 76.8 74.0-102.0 Fl
Mch 25.0 23.0-31.0 Pg
Mchc 32.6 28.0-32.0 g/dl H
Golongan A/positif
darah/RH
Kimia klinik
Elektrolit
(NA,K,CL)
21

Natrium(Na) 129.0 132-145 Mmol/l Duplo


Kalsium(K) 4.10 3.1-5.1 Mmol/l

F. Terapi
1. Infus futrolit 10 tpm
2. Paracetamol3x125 mg
3. Bactesyn 2x200 mg
4. Fartison 2x250 mg
5. Glybotic 2x250 mg
6. Triamcinolone 3x1 mg
7. Lapifed 3x1/4 mg
8. Cetirizine 3x2 mg
9. Aminofilin 3x1 mg
10. Pulmicort 2x0,25 mg
11. Velutine 2x0,25 mg

G. Analisa Data
Tabel 3.2 Analisa Data
Analisa Data Pada Anak A Dengan diagnosa Medis ISPA.
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
1. DS:orang tua klien Ketidak seimbangan Anorexia
mengatakan anaknya nutrisi kurang dari
batuk pilek disertai kebutuhan tubuh
demam sejak 2 hari
yang lalu,anaknya
malas makan selama
dirawat dan porsi
makannya tidak
dihabiskan.
DO:-klien tampak
lemah,pucat,kurus,BB
24 kg
22

-IMT:24/128 cm x
100=18,7
-TTV:R:30x/
menit,N:106x/menit,
S:37,3OC

2. DS:orang tua klien Bersihan jalan nafas Virus bakteri jamur


mengatakan anaknya tidak efektif
susah bernafas.
DO:-keadaan umum
lemah kesadaran
compos mentis
-klien tampak batuk
berdahak, suara nafas
vesikuler basah
disertai ronchi dan
perkusi sonor
memendek RR:42x /
menit, S:37,30C
N:106x/ menit.
3. DS:-orang tua klien Gangguan pola tidur gangguan pada tidur
mengatakan biasanya
anaknya tidur siang 3
jam tetapi selama
sakit menjadi hanya 1
jam
-biasanya tidur 8 jam
menjadi 5 jam dan
sering terbangun
DO:-klien tampak
lemah mata cekung
-klien tampak batuk
23

berdahak, suara nafas


vesikuler basah
disertai ronchi dan
perkusi sonor
memendek,
RR:42x/menit
S:37,30C
N:106x/menit

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tidakefektif berhubungan dengan penumpukan
sekret.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sekret berlebih.

III. INTERVENSI KEPERAWATAN


Tabel 3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
keperawatan hasil
1. Bersihan jalan nafas Tujuan : menunjukan 1. posiskan pasien untuk
tidak efektif bersihan jalan nafas memaksimalkan ventilasi
berhubungan dengan yang efektif kretria 2. monitor revirasi dan
akumulasi secret di hasil : setelah di status O2
bronkus lakukan tindakan 3. kolaborasi dengan tim
keperawatan selama medis lain dalam
3x 24 jam maka pemberian therapy sesuai
kretria hasil yang di dengan program
harapakan yaitu 4. memerikan edukasi
kemudahan bernafas mengenai ispa kepada
frekuensi dan irama keluarga pasien.
24

bernafas pergerakan
sputung keluar dari
jalan nafas pergerakan
sumbatan keluar dari
jalan nafas
2. Ketidak seimbangan Tujuan : kebutuhan 1. kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari nutrisi terpenuhi makanan
kebutuhan tubuh kretria hasil : setalah 2. anjurkan orang tua
berhubungan dengan di lakukan tindakan pasien untuk pemberian
anoreksia keperawata selama 3x sedikit tapi sering
24jam maka ktetria 3. kolaborasi dengan ahli
hasil yang di harpkan gizi untuk menentukan
adanya peningkatakn jumlah kalori dan nutrisi
berat badan sesuai tubuh
dengan tujuan berat
badan ideal, sesuai
ttinggi badan
3. Gangguan pola tidur Tujuan : kebutuhan 1. tidur yang cukup dapat
berhubungan dengan tidur terpenuhi ktetria membantu prosses
secret berlebihan hasil setelah di penyembuhan
lakukan tindakan 2. kelahan dapat
keperawatan selama menurunkan kualitas tidur
3x 24jam maka kretria 3. lingkungan yang
hasil : yang di nyaman dapat
harapkan yaitu jumlah meningkatkan kualitas
jam tidur dalam batas tidur.
normal mampu
mengedintifikasi hal-
hal yang
meningkatkan tidur.

IV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


25

Tabel 3.4 Implementasi Keperawatan


Hari Diagnosa Implementasi Evaluasi
tanggal keperawaan
jam
Sabtu,8 Bersihan jalan 1.membina S:ibu klien mengatakan
Juli jam nafas tidak efektif hubungan saling klien masih batuk dan
08.30 berhubungan percaya pada pasien demam dan batuknya
dengan akumulasi untuk menjalin masih terdengar gorok-
secret dibronkus kerja sama yang gorok
baik dalam O:keadaan
komunikasi umum:lemah,Nampak
terapeutik batuk
2.memberikan berdahak,TTV:RR:40xmen
edukasi tentang it S:38OC N:120x/menit
ISPA pada orang tua A:masalah teratasi
pasien sebagian
3.mengkolaborasika P:intervensi dilanjutkan
n dengan dokter
dalam pemberian
terapi
Senin,10 Gangguan pola 1.jelaskan S:orang tua klien
juli jam tidur berhubungan pentingnya tidur mengatakan anaknya
09.00 dengan secret yang adekuat belum dapat tidur nyenyak
berlebih 2.fasilitasi untuk O:klien tampak
mempertahankan lemah,mata cekung TTV: S
aktivitas sebelum : 38,3oC klien tidak
tidur menghabiskan minum air
3.anjurkan pasien hangat
minum air hangat A:masalah belum teratasi
sebelum tidur P:intervensi dilanjutkan
4.kolaborasi dihari ketiga
pemberian obat jika
26

diperlukan
Selasa,1 Diagnosa 1.memberikan S:orang tua klien
1 juli keperawatan makan dalam porsi mengatakan nafsu makana
jam ketidakseimbanga kecil tapi sering anaknya telah membaik
10.00 n nutrisi kurang 2.mengkolaborasika dan porsi makan telah
dari kebutuhan n dengan ahli gizi habis
tubuh dalam memberikan O:TTV:BB:24kg
berhubungan variasi makanan N:100x/menit S:37,3oC
dengan anoreksia pada anak A:masalah telah teratasi
P:intervensi dihentikan
BAB IV
PEMBAHASAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT ISPA

A. Konsep Teori Penatalaksanaan Penyakit ISPA


1. Penatalaksanaan Farmakologis
Terapi farmakologis umumnya bersifat suportif untuk meringankan gejala.
Antibiotik dan antiviral tidak selalu diperlukan pada pasien ISPA.
a. Terapi Simptomatik
1) Dekongestan oral atau topikal dapat membantu mengurangi
keluhan pada pasien dengan rhinorrhea. Sebaiknya dekongestan
diberikan pada anak di atas 2 tahun karena efek sampingnya
seperti gelisah, palpitasi, dan takikardia. Dekongestan topikal
seperti fenilepinefrin atau oxymetazoline lebih banyak dipakai,
sebaiknya digunakan 3-4 hari saja untuk menghindari
efek rebound.
a) Indikasi : Dekongestan adalah obat-obatan untuk mengatasi
gejala hidung tersumbat akibat flu, batuk pilek, alergi,
sinusitis, atau bronchitis.
b) Kontranindikasi : Hipersensitivitas, pasien yang menerima
pengobatan penghambatan MAO atau baru berhenti
pengobatan dalam 14 hari, glaucoma sudut sempit, retensi
urin, hipertensi berat,penyakit arteri koroner berat,
hipertiroid, dan anak dibawah 12 tahun.
c) Efek Samping : Mulut kering, sakit kepala, nyeri otot dan
sendi
2) Antihistamin oral generasi satu dinilai memiliki efek
antikolinergik sehingga dapat digunakan untuk mengurangi
rhinorrhea dan bersin. Antihistamin yang biasanya digunakan
adalah chlorpheniramine maleate atau diphenhydramine.
a) Efek samping: yang dapat terjadi setelah menggunakan
antihistamin kantuk, sakit kepala, pusing, pandangan kabur,

27
28

mual atau muntah, linglung, gelisah dan tidak bisa diam,


terutama pada anak-anak, Sakit perut, Sulit buang air kecil,
Mulut kering.
b) Kontraindikasi: hipersensitif pada akrivasttin atau triprolidin.
Hindari pada gangguan ginjal.
c) Indikasi: gejala alergi seperti hay fever, urtikaria
3) Guaifenesin adalah mukolitik yang berfungsi untuk mengurangi
sekresi nasofaring. Guaifenesin dinilai dapat menurunkan sekresi
dan meningkatkan drainase pada pasien nasofaringitis atau
rinosinusitis, namun bukti klinisnya masih terbatas. Selain itu,
codeine merupakan obat yang sering digunakan pada pasien
dengan keluhan batuk. Codeine berperan sebagai antitusif yang
bekerja secara sentral. Untuk batuk berdahak pada orang dewasa,
ada beberapa opsi terapi yang dapat dipilih.
a) Indikasi: sebagai obat batuk mukoaktif ekspektoran pada
berbagai kasus infeksi atau alergi.
b) Kontraindikasi: reaksi hipersensitivitas, mulai dari ruam
kemerahan hingga reaksi anafilaktik yang mengancam jiwa
c) Efek samping: mual, muntah, diare dan nyeri perut bagian
bawah
b. Antiviral
Pada pasien ISPA, antiviral biasanya tidak diperlukan. Antiviral bisa
dipakai pada pasien influenza yang terkonfirmasi atau jika
terjadi outbreak influenzae dimana manfaat lebih banyak
dibandingkan risiko. Antiviral diberikan pada pasien yang berisiko
tinggi mengalami perburukan gejala. Misalnya pada pasien yang
sedang hamil, bayi usia < 6 bulan, pasien usia > 65 tahun,
pasien immunocompromised, dan pasien dengan morbid obesitas.
Regimen yang bisa digunakan adalah oseltamivir 2 x 75 mg hingga
maksimal 10 hari.
29

c. Terapi Antibiotik
Kebanyakan kasus ISPA disebabkan oleh virus, sehingga penggunaan
antibiotik tidak efektif dan hanya boleh digunakan jika terdapat
kecurigaan atau konfirmasi adanya infeksi bakteri.
2. Penatalaksanaan non Farmakologis
a. Penyebab ISPA umumnya adalah virus, sehingga terapi biasanya
hanya bersifat suportif saja.
1) Memperbanyak Minum
Memperbanyak minum sebanyak 8 gelas atau lebih dapat
menurunkan sekresi mukosa dan menggantikan kehilangan cairan.
Selain itu, minum air putih serta jus dilaporkan dapat meningkatkan
sistem imun.
2) Kompres Hangat
Lakukan kompres hangat pada daerah wajah untuk membuat
pernapasan lebih nyaman, mengurangi kongesti, dan membuat
drainase lebih baik pada rhinosinusitis. Gunakan lap hangat atau
botol berisi air hangat yang diletakkan di atas wajah dan pipi
selama 5-10 menit sebanyak 3-4 kali dalam sehari jika diperlukan.
3) Irigasi Nasal
Irigasi nasal dengan salin dapat meningkatkan kemampuan mukosa
nasal untuk melawan agen infeksius, dan berbagai iritan. Irigasi
nasal dapat meningkatkan fungsi mukosiliar dengan meningkatkan
frekuensi gerakan siliar. Irigasi nasal dapat dilakukan dengan
menggunakan larutan salin isotonik (NaCl 0,9%) via spuit
ataupun spray dengan frekuensi 2 kali dalam sehari.

B. Penatalaksanaan penyakit ISPA di Puskesmas Hikun


1. Penatalaksanaan Farmakologis
a. Paracetamol 3x125 mg : mengatasi demam dan nyeri tubuh Efek
samping: Perut bagian kanan atas terasa sakit, Urine berwarna gelap,
Tinja berwarna pucat atau keabu-abuan, Hilang nafsu makan, Lelah
yang tidak biasa
30

1) Indikasi: paracetamol adalah untuk meredakan gejala demam


dan nyeri pada berbagai penyakit seperti demam dengue, tifoid,
dan infeksi saluran kemih.
2) Kontra indikasi: Paracetamol tidak dapat digunakan pada pasien
yang memiliki hipersensitivitas terhadap paracetamol dan
penyakit hepar aktif derajat berat
b. Rhinos neo drop 10 mg : untuk meredakan hidung tersumbat Efek
samping: yang mungkin terjadi adalah Insomnia, Sakit kepala,
Gemetar, Takikardia, Aritmia, Jantung berdebar, Kesulitan buang air
kecil
1) Indikasi: Rhinos Neo digunakan untuk meredakan hidung
tersumbat akibat peradangan pada mukosa saluran napas seperti
saat flu atau pilek serta sinusitis.
2) Kontra indikasi: Peka terhadap obat simpatomimetik lain
(misalnya ephedrine, fenilpropanolamin, fenilefrin) penderita
hipertensi berat, Diterapi obat antidepresan tipe penghambat
MAO, Hipertensi berat atau dengan potensi untuk
mengembangkan hipertensi atau stroke
c. Hufagrif batuk pilek 60mg : untuk meringankan gejala flu seperti
hidung tersumbat.
1) Efek samping: bisa menyebabkan efek samping berupa sakit
perut, mual, pusing, kembung, atau sakit kepala. Kontra
indikasi: tidak boleh diberikan pada pasien dengan kondisi
Pasien yang hipersensitif terhadap kandungan pseudoephedrine
dan chlorpheniramine maleate, Pasien yang mempunyai
gangguan fungsi hati.
2) Kontra indikasi: Hipersensitif, pasien yang menggunakan obat-
obatan golongan monoamine oksidase (MAO) inhibitor,
penderita diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi berat,
penyakit arteri koroner, hipertropi prostat, hipertiroid dan
glaucome.
31

Indikasi: Menurunkan demam dan meringankan gejala-gejala


batuk, pilek yang menyertai influenza.
d. Bodreksin batuk pilek 56mg : untuk meringankan gejala flu seperti
demam,sakit kepala,hidung tersumbat dan bersin-bersin yang disertai
batuk berdahak .
1) Efek samping: Mual, muntah, dan sering bersendawa atau buang
angina, Gusi berdarah atau mimisan, Pusing atau sakit kepala,
Nyeri ulu hati, Rasa perih atau panas di dada (heartburn),
kantuk.
2) Kontra indikasi: hipersensitivitas, gangguan fungsi hati
3) Indikasi: Demam, pilek, flu, batuk berdahak, dan batuk tidak
berdahak

2. Penatalaksanaan Non Farmakologis


a. Memberikan air putih untuk membantu mengencerkan dahak.
b. Memandikan anak menggunakan air hangat
c. Menjalani terapi uap untuk mengencerkan lender. Terapi ini bisa
menggunakan baskom diberi air panas lalu di tetesi dengan minyak
kayu putih
d. Mengoleskan balsem atau minyak pada dada maupun punggung
anak. Cara ini dilakukan untuk membantu mengencerkan dahak dan
mampu untuk melegakan nafas anak.
e. Mengatur letak bantal anak saat tidur
f. Memberikan ramuan herbal.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. ISPA merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang salah satu
atau lebih dari satu saluran pernapasan mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adnegsinya seperti
sinus, rongga telinga Tengah dan pleura (Depkes RI, 2010). Infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit yang
menyerang disaluran nafas dan kebanyakan merupakan infeksi virus.
Anak akan mengalami demam, batuk, dan pilek berulang serta anoreksia.
Dibagian tonsilitis dan otitis media akan memperlihatkan adanya
inflamasi pada tonsil atau telinga Tengah dengan jelas. Infeksi akut pada
balita akan mengakibatkan berhentinya pernapasan sementara atau apnea.
2. Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa bakteri dari
genus streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetella,
dan korinebakterium dan virus dari golongan mikrovirus (termasuk
didalamnya virus para influenza dan virus campak), adenoveirus,
koronavirus, pikornavirus, herpesvirus ke dalam tubuh manusia melalui
partikel udara (droplet infection).
3. Tanda dan gejala ISPA secara umum yang sering didapat adalah rinitis,
nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri
retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari
disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan
insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya
menunjukkan adanya penyulit. (Suriani, 2018)
4. Terapi untuk ISPA atas tidak selalu dengan antibiotik karena sebagian
besar kasus ISPA atas disebabkan oleh virus. Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) atas yang disebabkan oleh virus tidak memerlukan antiviral,
tetapi cukup dengan terapi suportif.

32
33

5. Adapun hasil dari yang saya temukan, penalaksanaan di Puskesmas Hikun


adalah :
1) Penatalaksanaan Farmakologis
a) Paracetamol 3x125 mg : mengatasi demam dan nyeri tubuh
b) Rhinos neo drop 10 mg : untuk meredakan hidung tersumbat
c) Hufagrif batuk pilek 60mg : untuk meringankan gejala flu seperti
hidung tersumbat
d) Bodreksin batuk pilek 56mg : untuk meringankan gejala flu
seperti demam,sakit kepala,hidung tersumbat dan bersin-bersin
yang disertai batuk berdahak
2) Penatalaksanaan Non Farmakologis
a) Memberikan air putih untuk membantu mengencerkan dahak.
b) Memandikan anak menggunakan air hangat
c) Menjalani terapi uap untuk mengencerkan lender. Terapi ini bisa
menggunakan baskom diberi air panas lalu di tetesi dengan
minyak kayu putih
d) Mengoleskan balsem atau minyak pada dada maupun punggung
anak. Cara ini dilakukan untuk membantu mengencerkan dahak
dan mampu untuk melegakan nafas anak.
e) Mengatur letak bantal anak saat tidur
f) Memberikan ramuan herbal.

B. Saran
1. Bagi Puskesmas
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Yaitu dapat
meningkatkan kualitas mutu dalam memberikan asuhan keperawatan dan
mengembangkan ilmu keperawatan menjadi lebih maju.
2. Bagi Sekolah
Diharapkan Laporan Akhir ini dapat dijadikan referensi dan digunakan
bagi siswa/siswi yang akan melakukan penelitian selanjutnya, sehingga
siswa/siswi dapat mengetahui pembelajaran tentang penyakit ISPA.
34

3. Bagi Siswa/Siswi
Agar dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai penyakit
ISPA.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013).Riset Kesehatan Dasar.


Jakarta:Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Cahyaningrum,P.F.(2012).Hubungan Kondisi Faktor Lingkungan dan Angka Keja


dian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) pada Balita di Wilayah Kerja
PuskesmasCangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta
Pasca Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010. Universitas Negeri
Yogyakarta: Yogyakarta.

Coleman. (2000). Social in the Creation of Human Capital in P. Dasgupta and I.


Serageldin(Ed). Social Capital : A Multi faceted Perpective, 13-39.
Washington, DC : The WorldBank.

Herdman, T. H. (2013).NANDA International: Diagnosis Keperawatan Definisi d


an Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.

Nurarif, A. H., & Hardhi Kusuma. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasar


kan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC (Edisi Revi). Yogyakarta:
Mediaction.

Purba, M. I. (2003).Pedoman Pemberantasan ISPA dan Pneumonia. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Wijayaningsih, K. S. (2013).Asuhan Keperawatan Anak. Jakatra: Trans Info


Media.Whaley and Wong.(1991).Nursing Care Infants and Children, Four
th Edition

35

Anda mungkin juga menyukai