Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN BRONKHOPNEMONIA

DI RUANG INTAN SARTIKA RSUD DR. SLAMET GARUT

DISUSUN OLEH :

HOSI NASHIHAH BADRI

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN X

STIKes KARSA HUSADA GARUT

2021
TINJAUAN TEORI

 Pengertian Bronkopneumoni

Awitan penyakit bagi bayi dan balita seringkali mendadak, dan penurunan
dapat berlangsung dengan cepat. Faktor kontribusinya adalah sistem pernapasan dan
kardiovaskuler yang belum matang (Slepin, 2006). Bronkopneumonia lebih sering
dijumpai pada anak kecil dan bayi. Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder
yang biasanya disebabkan oleh bakteri Stafilococcus aureus dan Haemofilus influenza
yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveolus.
Inflamasi bronkus ini ditandai dengan adanya penumpukan sekret, batuk produktif,
ronchi positif. Mikroorganisme yang terdapat dalam paru dapat menyebar ke bronkus,
bronkus akan mengalami fibrosis dan pelebaran. Pelebaran tersebut dapat
menyebabkan akumulasi secret di bronkus. Bayi dan balita tidak dapat mengatur
bersihan jalan napas secara mandiri, oleh sebab itu jika akumulasi secret di bronkus
tidak segera ditangani akan terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas (Riyadi &
Sukarmin, 2009).
Pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia. Penyakit ini
menyumbang 16% dari seluruh kematian anak di bawah 5 tahun, yang menyebabkan
kematian pada 920.136 balita, atau lebih dari 2.500 per hari, atau di perkirakan 2 anak
Balita meninggal setiap menit pada tahun 2015 ((WHO, 2017) dalam (Kemenkes RI,
2018)). Berdasarkan data Laporan Rutin Subdit ISPA Tahun 2017, didapatkan
penemuan insiden bronkopneumonia (per 1000 balita) di Indonesia sebesar 20,54
(Kemenkes RI, 2018).

Di Indonesia, cakupan penemuan kasus bronkopneumonia pada balita dari


tahun 2015-2018 mengalami peningkatan dari 94,12% menjadi 97,30% (Kemenkes
RI, 2018). Prevalensi Bronkopneumonia terbanyak terjadi pada anak usia 1-4 tahun
(Kementrian RI, 2015).

Menurut Muscary (2005), pneumonia merupakan inflamasi akut pada


parenkim paru yang mengganggu pertukaran udara. Diantara 100 anak, ada 2-4 anak
yang menderita penyakit Pnemonia dan itu lebih sering terjadi selama akhir musim
dingin dan awal musim semi. Pneumonia diklasifikasikan menurut agen etiologinya.
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) (1998) menyatakan,
“pneumonia adalah suatu proses inflamasi atau peradangan yang diklasifikasikan oleh
area yang terlihat yaitu bronkopneumonia dengan viral sebagai penyebabnya. ”

Berdasarkan letak anatomis dibagi menjadi 3 yaitu pneumonia lobaris,


pneumonia lobularis (bronchopneumonia) dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis).

Bronkopneumonia merupakan proses inflamasi paru yang umumnya


disebabkan oleh agens infeksius, serta mengambarkan pneumonia yang mempunyai
pola penyenaran berbercak, dalam satu atau lebih area terlokalisasi dalam bronkiolus
dan meluas ke parenkim paru yang terdekat (Nursalam, 2005).

Dapat disimpulkan bahwa Brokopneumonia adalah radang paru-paru yang


mengenai pada bronkus yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing sehingga kemampuan
menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak
bisa bekerja dan bisa mengakibatkan kematian.

Bronkopneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada di


udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus
infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke
bronkioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan
cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial. Anak usia
< 5 tahun tidak dapat mengatur bersihan jalan nafas secara mandiri sehingga anak
yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas ini beresiko tinggi untuk
mengalami sesak nafas (Sukmawati, 2017). Sesak nafas yang dialami oleh anak
dapat mengakibatkan timbulnya suatu masalah seperti kecemasan, perasaan cemas
timbul karena anak mengalami sesuatu yang tidak biasa dialaminya dan sesuatu
yang dirasakan menyakitkan, hal ini dapat mempengaruhi proses penyembuhan
(Dian, 2017). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas menjadi masalah utama, karena
dampak dari pengeluaran dahak yang tidak lancar dapat menyebabkan penderita
mengalami kesulitan bernafas dan gangguan pertukaran gas di dalam paru-paru
sehingga menyebabkan timbulnya sianosis, kelelahan, apatis serta merasa lemah,
dalam tahap selanjutnya akan mengalami penyempitan jalan nafas yang
menyebabkan obstruksi jalan nafas (Nugroho, 2011).
Penatalaksanaan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada anak
bronkopneumonia dengan manajemen jalan nafas (Wilkinson & Ahern, 2015)
diantaranya dengan: Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (Semi fowler
atau High fowler), lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya, gunakan teknik
yang menyenangkan untuk memotivasi bernafas dalam pada klien (misal: meniup
gelembung, meniup kicir, peluit), auskultasi suara nafas dan catat

 Epidemiologi Bronkopneumonia Disease

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun.

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia,
nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO
1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di
dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi
pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan
merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu.
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.Di Amerika dengan cara
invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit
ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya,
sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka
pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia.
Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru
utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 %
diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi
dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8
% kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis.

 Etiologi Bronkopneumonia Disease

Timbulnya bronkopneumonia adalah bakteri, virus, mikroplasma, jamur dan


protozoa. Bronkopneumonia juga dapat berasal dari aspirasi makanan, cairan, muntah
atau inhalasi kimia, merokok dan gas. Bakteri penyebab bronkopneumonia meliputi :

1. Bakteri gram positif


2. Streptococcus pneumonia (biasanya disertai influenza dan meningkat pada
penderita PPOM dan penggunaan alkohol).
3. Staphylococcus (kuman masuk melalui darah atau aspirasi, sering
menyebabkan infeksi nasokomial).
4. Bakteri gram negatif
5. Haemaphilius influenza (dapat menjadi penyebab pada anak-anak dan
menyebabkan gangguan jalan nafas kronis).
6. Pseudomonas aerogmosa (berasal dari infeksi luka, luka bakar, trakeostomi,
dan infeksi saluran kemih).
7. Klebseila pneumonia (insiden pada penderita alkoholis).
8. Bakteri anaerob (masuk melalui aspirasi oleh karena gangguan kesadaran,
gangguan menelan).
9. Bakteri atipikal (insiden mengingat pada usia lanjut, perokok dan penyakit
kronis).
 Tanda dan Gejala Bronkopneumonia Disease

Ada beberapa tanda dan gejala anak yang menderita penyakit bronkopneumonia,
diantaranya dapat dikenali dengan tanda serta gejala sebagai berikut:

1. Takipnea (nafas cepat)


2. Saat bernapas terdengar suara ronki
3. Batuk produktif
4. Menggigil dan demam
5. Sianosis area sirkumoral
6. Gerakan dada tidak simetris
7. Anoreksia
8. Malaise
9. Gelisah
10. Fatique
11. Frekuensi BAB bertambah / harinya

 Patofisiologi Bronkopneumonia Disease

Proses terjadinya bronkopneumonia dimulai dari berhasilnya kuman pathogen


masuk ke cairan mukus dalam jalan nafas. Kuman tersebut berkembang biak di
saluran nafas atau sampai di paru-paru. Bila mekanisme pertahanan seperti sistem
transport mukosilia tidak adekuat, maka kuman berkembang biak secara cepat
sehingga terjadi peradangan di saluran nafas atas, sebagai respon peradangan akan
terjadi hipersekresi mukus dan merangsang batuk. Mikroorganisme berpindah karena
adanya gaya tarik bumi dan alveoli menebal. Pengisian cairan alveoli akan
melindungi mikroorganisme dari fagosit dan membantu penyebaran organisme ke
alveoli lain. Keadaan ini menyebabkan infeksi meluas, aliran darah di paru sebagian
meningkat yang diikuti peradangan vaskular dan penurunan darah kapiler Sumber :
(Reeves, 2001)

Edema karena inflamasi akan mengeraskan paru dan akan mengurangi


kapasitas paru, penurunan produksi cairan surfaktan lebih lanjut, menurunkan
compliance dan menimbulkan atelektasis serta kolaps alveoli. Sebagai tambahan
proses bronkopneumonia menyebabkan gangguan ventilasi okulasi partial pada
bronkhi dan alveoli, menurunkan tekanan oksigen arteri, akibatnya darah vena yang
menuju atrium kiri banyak yang tidak mengandung oksigen sehingga terjadi
hipoksemia arteri.

Efek sistemik akibat infeksi, fagosit melepaskan bahan kimia yang disebut
endogenus pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga sampai hipotalamus,
maka suhu tubuh akan meningkat sehingga terjadi demam dan menggigil, hal tersebut
juga menyebabkan meningkatnya kecepatan metabolisme. Pengaruh dari
meningkatnya metabolisme adalah penyebab takhipnea dan takhikardia, tekanan
darah menurun sebagai akibat dari vasodilatasi perifer dan penurunan sirkulasi
volume darah karena dehidrasi, panas dan takhipnea meningkatkan kehilangan cairan
melalui kulit (keringat) dan saluran pernafasan sehingga menyebabkan dehidrasi.
Terdapat cairan purulen pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatakan
tekanan pada paru sehingga dapat berakibat penurunan kemampuan mengambil
oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan
berusaha  melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot – otot bantu
pernapasan (otot interkosta) yang menimbulkan retreksi dada sehingga gerakan dada
tidak simetris.

Takipnea pernafasan abnormal cepat dan dangkal, biasanya di definisikan


lebih dari 60 hembusan permenit. Pernafasan abnormal cepat adalah gejala yang
sering di sebabkan oleh penumpukan karbon dioksida dalam paru-paru. Setiap kali
kemampuan untuk membuang karbon dioksida (CO2) menurun terjadi penumpukan
CO2 darah. Hasilnya adalah asidosis pernapasan, yang merangsang pusat pernapasan
di otak untuk meningkatkan frekuensi napas dalam upaya menormalkan pH darah.
Kontras dengan bradipnea. Ronchi bunyi gaduh yang dalam, terdengar selama
ekspirasi, penyebab gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat
obstruksi napas. Obstruksi sumbatan akibat sekresi, odema, atau tumor. Contoh :
suara ngorok.
Sputum cairan yang diproduksi dalam alveoli dan bronkioli. Sputum yang
memenuhi syarat pemeriksaan harus betul-betul dari trakea dan bronki bukan berupa
air ludah. Sputum dapat dibedakan dengan ludah antara lain: ludah biasa akan
membentuk gelembung-gelembung jernih di bagian atas permukaan cairan,sedang
pada sputum hal ini jarang terjadi. Secara mikroskopis ludah akan menunjukan
gambaran sel-sel gepeng sedang pada sputum.

Jika kuman terbawa bersama makanan akan masuk ke lambung dan terjadi
peningkatan asam lambung, hal inilah yang menyebabkan mual, muntah dan
anoreksia, sehingga timbul masalah pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari suhu tubuh dapat naik
secara mendadak sampai 39-40  dan disertai kejang karena demam yang tinggi
sehingga anak menjadi sangat gelisah.

Virus, bakteri ataupun jamur yang menjadi penyebab dari penyakit


bronkopneumonia ini masuk lalu mengiritasi saluran nafas bagian bawah sehingga
menimbulkan inflamasi dan suhu tubuh pun meningkat (hipertermi). Adanya
hipertermi tersebut menyebabkan suplai O2 dalam darah pun menurun dan terjadi
hipoksia. Persediaan O2 dalam darah yang semakin menurun, akan menyebabkan
fatique sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Selain masuk menuju saluran
nafas bawah, kuman juga menuju ke saluran cerna sehingga terjadi infeksi. Adanya
infeksi tersebut menyebabkan flora normal usus dan gerak peristaltiknya  meningkat,
karena hal tersebut membuat terjadinya malabsorpsi sehingga menyebabkan frekuensi
BAB bertambah per harinya.

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas


selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–40°C dan
mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispneu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan
mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering
kemudian menjadi produktif. 
 Komplikasi dan Prognosis Bronkopneumonia Disease

2.6.1 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami bronkopneumonia terjadi


akibat tidak dilakukan pengobatan secara segera. Komplikasi yang kemungkinan
terjadi pada diantaranya sebagai berikut:

1. Otitis media

Terjadi apabila anak yang mengalami bronkopnemonia tidak segera diobati


sehingga jumlah sputum menjadi berlebih dan akan masuk ke dalam tuba eustaci
sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah.

2. Bronkiektase

Hal ini terjadi akibat bronkus mengalami kerusakan dan timbul fibrosis juga
terdapat pelebaran bronkus akibat tumpukan nanah.

3. Abses Paru

Rongga bronkus terlalu banyak cairan akibat dari infeksi bakteri dalam paru –
paru.

4. Empiema

Anak yang mengalami bronkopneumonia, paru – parunya mengalami infeksi


akibat bakteri maupun virus sehingga rongga pleuranya berisi nanah.

 Prognosis

Prognosis dari penyakit bronkopneumonia yaitu dapat sembuh total, mortalitas


kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan
keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi
sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi
bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan
dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri

Manifestasi Klinik

Bronkopneumonia pada anak biasanya didahului oleh infeksi traktus


respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat
mendadak sampai 39-40ᵒC dan kadang disertai kejang karena demam yang sangat
tinggi. Anak akan gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, pernapasan cuping
hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.
Batuk tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi akan timbul setelah beberapa
hari. Hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luas daerah auskultasi yang terkena.
Pada auskultasi didapatkan suara napas tambahan berupa ronchi basah yang nyaring
halus atau sedang. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas) perkusi
pekak,fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronchi. Pada neonates dan bayi
kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan
pekak perkusi (Sujono & Sukarmin, 2009).

 Penatalaksanaan

Terapi dan Tindakan medis

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi


hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka
dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi maka yang biasanya diberikan:

 Penisilin 50.000 U/kgBB/hari,ditambah dengan kloramfenikol 50-70


mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas
seperti ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
o Pemberian oksigen dan cairan intravena, biasanya diperlukan campuran
glukose 5% dan Nacl 0.9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCL 10
mEq/500 ml/botol infus.
o Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis metabolik akibat kurang
makan dapat diberikan koreksi sesuai denagn hasil analisa gas darah arteri.
o Pasien bronkopnemonia ringan tidak usah dirawat dirumah sakit.

 Pencegahan Bronkopneumonia Disease

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan cara:

1. Mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya


bronkopneumonia
2. Menghindari kontak dengan penderita penyakit bronkopneumonia
3. Meningkatkan sistem imun terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti:

a. pola hidup sehat dengan cara makan makanan yang bergizi dan teratur,
menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, serta rajin berolahraga
b. melakukan vaksinasi seperti: Vaksinasi Pneumokokus, Vaksinasi H.
Influenza, Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak utamanya
anak dengan daya tahan tubuh yang rendah, vaksin influenza yang
diberikan pada anak sebelum anak sakit.

 Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thorax : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan
status pulmoner
2. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan
adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan
terjadi tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan
6. Jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bacterial. Menurut
Ngastiyah; 1997; 41, pemeriksaan laborat didapatkan leukosit
meningkat mencapai 15.00-40.000/cm3, urine biasanya lebih tua dan
terdapat albuminuria ringan dan pada analisa gas darah tepi
menunjukkan asidosis metabolic dengan atau beberapa lobus
7. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru,
menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki
keadaan
8. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diinspirasi
9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
virus

    ASUHAN KEPERAWATAN

 Pengkajian
1. Identitas klien

1. Nama : …
2. Umur : …
3. Suku/bangsa : …
4. Agama : …
5. Pendidikan : …
6. Alamat : …
7. Lingkungan tempat tinggal : …
8. Sumber air minum : …
9. Pembuangan sampah : …
10. Sumber air kotor : …
2. Keluhan utama

Sebagian besar keluhan utama  bronkopneumonia adalah sesak nafas. Sesak


nafas yang muncul akibat dari adanya eksudat yang menyebabkan sumbatan pada
lumen bronkus.
3. Riwayat Penyakit

1. Riwayat penyakit sekarang

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian


atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC
dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.

1. Riwayat penyakit dahulu

Anak dengan bronkopneumonia sebelumnya pernah menderita penyakit


infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.

1. Riwayat penyakit keluarga

Terdapat anggota keluarga menderita penyakit paru-paru atau penyakit infeksi


saluran  pernafasan yang dapat menularkan kepada anggotanya, keadaan ini dapat
memberikan petunjuk kemungkinan penyakit tersebut diuraikan.

4. Riwayat Kehamilan

Penyakit bronkopneumoni tidak dipengaruhi oleh adanya gangguan atau


kelainan pada kehamilan/persalinan.

5. Riwayat Tumbuh Kembang


1. Perkembangan
2. Anak merasa sedih karena tidak dapat berkumpul bersama teman
sebayanya
3. Anak memilik keinginan untuk sembuh
4. Anak merasa bosan karena tidak dapat terlalu banyak beraktivitas
5. Pertumbuhan
6. BB anak menurun ½ kg setelah 3 hari dirawat
7. TB anak 98 cm
8. Riwayat Imunisasi

Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit
infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena sistem pertahanan tubuh yang tidak
cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder. Imunisasi yang diperlukan, diantaranya;
BCG, DPT, Polio, Hepatitis B dan Campak.

7. Riwayat psikososial spiritual

Riwayat psikososial merupakan respon anak terhadap penyakit dan dampak


dari hospitalisasi sesuai dengan tahap perkembangannya yaitu takut dan menangis bila
didekati oleh orang yang tidak dikenal.

8. Pemeriksaan umum

Kesadaran compos mentis sampai koma, keadaan umum lemah dan gelisah,
suhu tubuh 39-400C, nadi cepat dan lemah, respirasi cepat dan dangkal, BB sesuai
dengan umur.

9. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik head to toe pada anak dengan bronkopneumonia menurut  Riyadi,
2009:

1. Kepala
2. Mata
3. Telinga
4. Hidung
5. Mulut
6. Dada

7. Abdomen
8. Ekstremitas
9. Genetalia dan anus
10. Pemeriksaan Penunjang
1. Thorax Poto : ditemukan adanya infeksi di paru dan status pulmoner
2. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: ditemukan adanya proses
inflamasi
4. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan
terjadi tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan
6. Jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bacterial. Menurut
Ngastiyah; 1997; 41, pemeriksaan laborat didapatkan leukosit
meningkat mencapai 15.00-40.000/cm3, urine biasanya lebih tua dan
terdapat albuminuria ringan dan pada analisa gas darah tepi
menunjukkan asidosis metabolic dengan atau beberapa lobus
7. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru,
menetapkan luas dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki
keadaan
8. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang
diinspirasi
9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
virus
11. Keadaan Umum

Suhu             : …………………

Nadi             : …………………

TD                : …………………

RR                : …………………
12. Pola Fungsi Kesehatan

Mengenai pola fungsi kesehatan anak dengan penyakit bronkopneumonia meliputi:

1. Aktivitas/istirahatnya yang menimbulkan gejala fatigue dan insomnia, dengan


tanda letargi dan penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Sirkulasinya yang menimbulkan gejala riwayat gagal jantung kronis, dengan
tanda takikardi dan penampilan keperanan atau pucat.
3. Integritas ego anak dengan bronkopneumonia akan menerima banyak stressor
sehingga menimbulkan maslah finansialnya.
4. Nyeri / Kenyamanan ditandai dengan sakit kepala, nyeri dada meningkat dan
batuk myalgia, atralgia.
5. Anak akan timbul gejala kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat DM
dan ditandai dengan distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering
dengan turgor buruk dan penampilan malnutrusi.
6. Anak merasakan sakit kepala pada bagian frontal yang ditandai dengan adanya
perubahan mental.
7. Anak merasakan nyeri pada bagian dada secara meningkat, batuk myalgia dan
atralgia.
8. Pernafasan pada anak dengan bronkopneumonia akan dangkal menyebabkan
pucat atau sianosis bibir/kuku dan menggunakan bantuan otot aksesori, karena
adanya sputum dan pada perkusi ditemukan pekak diatas area yang
konsolidasi, gesekan friksi pleural dengan bunyi nafas menurun atau tak ada di
atas area yang terlibat atau nafas berkeringat, menggigil berulang, gemetar,
kemerahan, mungkin pada kasus rubeda / varisela.
9. Penyuluhan yang ditujukan untuk setiap pasien atau orang lain yang
membutuhkan bantuan.

 Diagnosa

1. Bersihan jalan napas tidak efektif d peningkatan produksi sputum


2. Pola nafas tidak efektifd hiperventilasi
3. Gangguan pertukaran gas d perubahan membran alveolar kapiler
4. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya
intake dan tachipnea
5. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


 Intervensi
Keperawatan Hasil
No
1 Bersihan jalan nafas NOC : NIC :
tidak efektif b.d
a.       Respiratory Airway suction
peningkatan produksi
status : Ventilation
sputum
a.      Pastikan kebutuhan oral /
b.      Respiratory status tracheal suctioning
: Airway patency
b.      Auskultasi suara nafas
c.       Aspiration sebelum dan sesudah
Control suctioning.

c.      Informasikan pada klien


dan keluarga tentang suctioning
Kriteria Hasil :
d.     Minta klien nafas dalam
a.   Mendemonstrasikan
sebelum suction dilakukan.
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak e.      Berikan O2 dengan
ada sianosis dan menggunakan nasal untuk
dyspneu (mampu memfasilitasi suksion
mengeluarkan sputum, nasotrakeal
mampu bernafas
f.      Gunakan alat yang steril
dengan mudah, tidak
sitiap melakukan tindakan
ada pursed lips)

g.     Anjurkan pasien untuk


b.  Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien istirahat dan napas dalam
tidak merasa tercekik, setelah kateter dikeluarkan dari
irama nafas, frekuensi nasotrakeal
pernafasan dalam
h.     Monitor status oksigen
rentang normal, tidak
pasien
ada suara nafas
abnormal)
i.       Ajarkan keluarga
bagaimana cara melakukan
c.   Mampu
suksion
mengidentifikasikan
dan mencegah factor
j.       Hentikan sucsion dan
yang dapat
berikan oksigen apabila pasien
menghambat jalan
menunjukkan bradikardi,
nafas
peningkatan saturasi O2, dll.

 Airway Management

a.      Buka jalan nafas,


guanakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu

b.     Posisikan pasien untuk


memaksimalkan ventilasi

c.      Identifikasi pasien


perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan

d.     Pasang mayo bila perlu

e.      Lakukan fisioterapi dada


jika perlu
f.      Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction

g.     Auskultasi suara nafas,


catat adanya suara tambahan

h.     Lakukan suction pada


mayo

i.       Berikan bronkodilator


bila perlu

j.       Berikan pelembab udara


Kassa basah NaCl Lembab

k.     Atur intake untuk cairan


mengoptimalkan
keseimbangan.

l.       Monitor respirasi dan


status O2

2 Pola nafas tidak efektif NOC : NIC :


b.d hiperventilasi
a.   Respiratory status : a.      Buka jalan nafas,
Ventilation guanakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu
b.  Respiratory status :
Airway patency b.     Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
c.   Vital sign Status
c.      Identifikasi pasien
Kriteria Hasil :
perlunya pemasangan alat jalan
a.  Mendemonstrasikan nafas buatan
batuk efektif dan suara
d.     Pasang mayo bila perlu
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan
e.      Lakukan fisioterapi dada
dyspneu (mampu
jika perlu
mengeluarkan sputum,
mampu bernafas f.      Keluarkan sekret dengan
dengan mudah, tidak batuk atau suction
ada pursed lips)
g.     Auskultasi suara nafas,
b.  Menunjukkan jalan catat adanya suara tambahan
nafas yang paten (klien
h.     Lakukan suction pada
tidak merasa tercekik,
mayo
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
i.       Berikan bronkodilator
rentang normal, tidak
bila perlu
ada suara nafas
abnormal) j.       Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
c.  Tanda Tanda vital
dalam rentang normal k.     Atur intake untuk cairan
(tekanan darah, nadi, mengoptimalkan
pernafasan) keseimbangan.

l.       Monitor respirasi dan


status O2

Terapi Oksigen

a.      Bersihkan mulut, hidung


dan secret trakea

b.     Pertahankan jalan nafas


yang paten

c.      Atur peralatan oksigenasi

d.     Monitor aliran oksigen

e.      Pertahankan posisi pasien

f.      Onservasi adanya tanda


tanda hipoventilasi

g.     Monitor adanya


kecemasan pasien terhadap
oksigenasi

Vital sign Monitoring

a.      Monitor TD, nadi, suhu,


dan RR

b.     Catat adanya fluktuasi


tekanan darah

c.      Monitor VS saat pasien


berbaring, duduk, atau berdiri

d.     Auskultasi TD pada kedua


lengan dan bandingkan

e.      Monitor TD, nadi, RR,


sebelum, selama, dan setelah
aktivitas

f.      Monitor kualitas dari nadi


g.     Monitor frekuensi dan
irama pernapasan

h.     Monitor suara paru

i.       Monitor pola pernapasan


abnormal

j.       Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit

k.     Monitor sianosis perifer

l.       Monitor adanya cushing


triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)

m.   Identifikasi penyebab dari


perubahan vital sign

3 Gangguan pertukaran NOC : NIC :


gas b.d perubahan
a.  Respiratory Status : a.      Buka jalan nafas,
membran kapiler-
Gas exchange guanakan teknik chin lift atau
alveolar
jaw thrust bila perlu
b. Respiratory Status :
ventilation b.     Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
c.  Vital Sign Status
c.      Identifikasi pasien
Kriteria Hasil :
perlunya pemasangan alat jalan

a.   Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi nafas buatan
dan oksigenasi yang
d.     Pasang mayo bila perlu
adekuat

e.      Lakukan fisioterapi dada


b.  Memelihara
jika perlu
kebersihan paru paru
dan bebas dari tanda
f.      Keluarkan sekret dengan
tanda distress
batuk atau suction
pernafasan
g.     Auskultasi suara nafas,
c.   Mendemonstrasikan
catat adanya suara tambahan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak h.     Lakukan suction pada
ada sianosis dan mayo
dyspneu (mampu
i.       Berika bronkodilator bial
mengeluarkan sputum,
perlu
mampu bernafas
dengan mudah, tidak
j.       Barikan pelembab udara
ada pursed lips)
k.     Atur intake untuk cairan
d.  Tanda tanda vital
mengoptimalkan
dalam rentang normal
keseimbangan.

l.       Monitor respirasi dan


status O2

a.      Monitor rata – rata,


kedalaman, irama dan usaha
respirasi

b.     Catat pergerakan


dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular
dan intercostal

c.      Monitor suara nafas,


seperti dengkur

d.     Monitor pola nafas :


bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot

e.      Catat lokasi trakea

f.      Monitor kelelahan otot


diagfragma (gerakan
paradoksis)

g.     Auskultasi suara nafas,


catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan

h.     Tentukan kebutuhan


suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama

i.       auskultasi suara paru


setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

4 Risiko kekurangan NOC : NIC :


volume cairan
Nutritional Status :
food and Fluid Intake

Kriteria Hasil :
a.    Kaji adanya tanda
a.    Adanya
dehidrasi
peningkatan berat
badan sesuai dengan b.    Jaga kelancaran aliran
tujuan infus

b.    Volume cairan c.    Periksa adanya


normal tromboplebitis
berhubungan dengan
demam, menurunnya
c.    Pengeluaran BAB d.   Pantau tanda vital tiap 6
intake dan tachipnea
normal (tidak terjadi jam
peningkatan)
e.    Lakukan kompres dingin
d.   Tidak ada tanda jika terdapat hipertermia suhu
dehidrasi diatas 38 C

e.    Suhu tubuh normal f.     Pantau balance cairan


36,5-37 0C
g.    Berikan nutrisi sesuai diit
f.     Kelopak mata
h.    Awasi turgor kulit
tidak cekung

g.    Turgor kulit baik

h.    Akral hangat

5 Ketidakseimbangan NOC : NIC :


nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
Nutritional Status : Nutrition Management
ketidakmampuan
food and Fluid Intake
pemasukan atau
a.      Kaji adanya alergi
mencerna makanan atau
makanan
mengabsorpsi zat-zat
gizi berhubungan Kriteria Hasil : b.     Kolaborasi dengan ahli
dengan faktor biologis, gizi untuk menentukan jumlah
a.   Adanya
psikologis atau ekonomi kalori dan nutrisi yang
peningkatan berat
dibutuhkan pasien.
badan sesuai dengan
tujuan c.      Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
b.  Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi d.     Anjurkan pasien untuk
badan meningkatkan protein dan
vitamin C
c.   Mampu
mengidentifikasi e.      Berikan substansi gula
kebutuhan nutrisi
f.      Yakinkan diet yang
d.  Tidak ada tanda dimakan mengandung tinggi
tanda malnutrisi serat untuk mencegah
konstipasi
e.   Tidak terjadi
penurunan berat badan g.     Berikan makanan yang
yang berarti terpilih ( sudah dikonsultasikan
dengan ahli gizi)

h.     Ajarkan pasien bagaimana


membuat catatan makanan
harian.

i.       Monitor jumlah nutrisi


dan kandungan kalori

j.       Berikan informasi tentang


kebutuhan nutrisi

k.     Kaji kemampuan pasien


untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

 Nutrition Monitoring

a.      BB pasien dalam batas


normal

b.     Monitor adanya


penurunan berat badan

c.      Monitor tipe dan jumlah


aktivitas yang biasa dilakukan

d.     Monitor interaksi anak


atau orangtua selama makan

e.      Monitor lingkungan


selama makan

f.      Jadwalkan pengobatan 


dan tindakan tidak selama jam
makan

g.     Monitor kulit kering dan


perubahan pigmentasi

h.     Monitor turgor kulit


i.       Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah

j.       Monitor mual dan muntah

k.     Monitor kadar albumin,


total protein, Hb, dan kadar Ht

l.       Monitor makanan


kesukaan

m.   Monitor pertumbuhan dan


perkembangan

n.     Monitor pucat,


kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva

o.     Monitor kalori dan intake


nuntrisi

p.     Catat adanya edema,


hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.

q.     Catat jika lidah berwarna


magenta, scarlet

 Evaluasi

Pasien mampu:
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat
jalan nafas
4. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
5. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
6. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
7. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
8. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya

 
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta: EGC

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC

Grace, Pierce A dan Borley, Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Terjemahan oleh Vidhia
Umami. 2006. Jakarta: Erlangga

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika

Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika

Muscari, Mary E. Panduan belajar: keperawatan pediatrik, Ed 3. Terjemahan oleh


Alfrina Hany. 2005. Jakarta: EGC

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT). Standar Perawatan Pasien:


proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi. Terjemahan oleh Susan Martin Tucker,
et al. 1998. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I.


Jakarta : EGC

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: diagnosis NANDA,


intervensi NIC, kriteria hasil NOC, ed 9. Jakarta: EGC

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai