Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

POST NATAL DENGAN SECTIO CAESARIA (SC)

Diajukan dalam memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Maternitas


pada Program Studi Profesi Ners Angkatan X

Disusun Oleh :

HOSI NASHIHAH BADRI


KHG.D20022

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
GARUT
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
SECTIO CAESARIA (SC)

A. PENGERTIAN
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh
(Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen.Teknik ini
digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah
terjadi distres janin.Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah
malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis
janin dan ibu. Sectio sesarea dapat merupakan prosedur  elektif atau
darurat .Untuk sectio caesarea biasanya dilakukan anestesi spinal atau
epidural. Apabila dipilih anestesi umum, maka persiapan dan pemasangan duk
dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi efek depresif obat anestesi pada
bayi(Arif Muttaqin, 2010).

B. ETIOLOGI
1. Indikasi Ibu
 Panggul sempit absolute
 Placenta previa
 Ruptura uteri mengancam
 Partus Lama
 Partus Tak Maju

2. Indikasi Janin
 Kelainan Letak
o Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak
lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua
primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio
caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara
dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
o Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
 Gawat Janin
 Janin Besar 
3. Kontra Indikasi
 Janin Mati
 Syok, anemia berat.
 Kelainan congenital Berat

Salah satu indikasi dilakukan Sectio Caesarea adalah Cephalopelvic


diproportion (CPD).
1. Pengertian
CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk
dan ukuran panggul.Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang
menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu
sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.Disproporsi sefalopelvik
adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin
dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui
vagina.Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin
yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis
digunakan ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat
melewati panggul ibu.
2. Ukuran panggul dan penyebab terjadinya CPD
a. Ukuran Panggul
 Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus
vertebra sacrum, linea innominata, serta pinggir atas
simfisis.Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah
simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis
dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah
yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior
sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang.
 Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling
luas.Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara
langsung.Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga
bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak
antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum
merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm.
 Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun
terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang
menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah
panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah
jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5
cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum
atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir
bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).
b. Etiologi CPD (Cephalus Pelvix Disproporsional )
 Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya
ekspulsif ibu.
- Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
- Kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau
sesak nafas.
 Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak
lintang, letak dahi, hidrosefalus.
 Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor
yang mempersempit jalan lahir.
c. Faktor yang mempengaruhi ukuran dan bentuk panggul
 Perkembangan: bawaan lahir atau keturunan.
 Suku bangsa.
 Nutrisi: gangguan gizi (malnutrisi)
 Faktor hormon: kelebihan androgen menyebabkan panggul jenis
android.
 Metabolisme: ricketsia dan osteomalasia.
 Trauma, penyakit atau tumor tulang panggul, kaki dan tulang
belakang
3. Klasifikasi
a. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele,
panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
b. Kelainan karena kelainan tulang dan/sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka
dan sendi sakrokoksigea.
c. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis,
spondilolistesis.
d. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa,
atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
4. PENATALAKSANAAN CPD (Cephalus Pelvix Disproporsional )
a. Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan
antara kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan
dapat berlangsung per vaginan dengan selamat dapat dilakukan
persalinan percobaan.Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his,
daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapat
diketahui sebelum persalinan.Persalinan percobaan hanya dilakukan
pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi,
letak muka, atau kelainan letak lainnya.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir
spontan per vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan
anak baik. Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak
atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik,
ada lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah
kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada
forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio caesarea.
b. Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat
dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang
nyata.Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan
apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak
janin yang tak dapat diperbaiki.Seksio sesarea sekunder (sesudah
persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan
perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan
persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam
belum dipenuhi.
c. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan
kanan pada simfisis.Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
d. Kraniotomi dan Kleidotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran
kepala janin dengan cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan
isi tengkorak, sehingga janin dapat dengan mudah lahir pervaginam.
Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin, yang biasanya diikuti
oleh kranioklasi.
Kleidotomi adalah tindakan yang dilakukan setelah janin pada
presentasi kepala dilahirkan, akan tetapi dialami kesulitan untuk
melahirkan bahu karena terlalu lebar. Setelah janin meninggal, tidak
ada keberatan untuk melakukan kleidotomi (memotong klavikula)
pada satu atau kedua klavikula.Dibawah perlindungan spekulum dan
tangan kiri penolong dalam vagina, klavikula dan jika perlu klavikula
belakang digunting, dan selanjutnya kelahiran anak dengan
berkurangnya lebar bahu tidak mengalami kesulitan. Apabila tindakan
dilakukan dengan hati-hati, tidak akan timbul luka pada jalan lahir.
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau
kleidotomi.Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak
dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea.
Sebenarnya panggul hanya merupakan salah satu faktor yang
menentukan apakah anak dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak
faktor lain yang memegang peranan dalam prognosa persalinan. Bila
konjugata vera 11 cm, dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada kesulitan
persalinan, pasti tidak disebabkan oleh faktor panggul. Untuk CV kurang
dari 8,5 cm dan anak cukup bulan tidak mungkin melewati panggul tersebut.
 CV 8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan berakhir
dengan partus spontan atau dengan ekstraksi vakum, atau ditolong
dengan secio caesaria sekunder atas indikasi obstetric lainnya.
 CV = 6 -8,5 cm dilakukan SC primer
 CV = 6 cm dilakukan SC primer mutlak.
Disamping hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada :
 His atau tenaga yang mendorong anak.
 Besarnya janin, presentasi dan posisi janin
 Bentuk panggul
 Umur ibu dan anak berharga
 Penyakit ibu

C. JENIS – JENIS
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus.Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
 Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
 Bahaya peritonitis tidak besar.
 Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna.
2.   Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan, hanya di selenggarakan apabila ada halangan
untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi
memanjang pada segmen atas uterus.
3.   Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4.   Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
 Atonia uteri
 Plasenta accrete
 Myoma uteri
 Infeksi intra uteri berat

D. PATOFISIOLOGI
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu.Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi port de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan
antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.Nyeri adalah salah utama
karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum.Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan apnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah.Akibatnya janin
bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap
tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yang
berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup.Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap
untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi.Akibat dari mortilitas
yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung
akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien
sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal.Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan
pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).

E. PATHWAY

F. MANIFESTASI KLINIK
Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih
koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan
post partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges
(2001), antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea
tidak banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-
800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

G. KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas
dibagi menjadi:
 Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
 Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung
 Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi :Kematian perinatal

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit.

I. PENATALAKSANAAN
1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan
peroral.Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar.
 Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler).
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan

4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan.Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
 Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
 Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamoL
Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
 Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.

J. PENGKAJIAN
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
1) Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register  , dan diagnosa keperawatan.
2) Keluhan utama : biasanya pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi
sectio caesarea

3) Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
 Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatkan cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara spontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
 Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
4) Pola-pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya menjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya.
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
 Pola aktifitas
Pada pasien post partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
 Pola eleminasi
Pada pasien post partum sering terjadi adanya perasaan sering/susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema
dari trigono, yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
 Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri post operasi sectio caesarea
setelah persalinan
 Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
 Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
 Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada perut akibat luka operasi
sectio caesarea dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
 Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan
konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri.
 Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
5) Pemeriksaan fisik
 Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
 Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah

 Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kuning.
 Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
 Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
 Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola
mamae dan papila mamae
 Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri.Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
 Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
 Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
 Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
 Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi
operasicaesarea)
2. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu
tentang cara menyusui yang benar.
3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering
bekas operasi
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
5. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyaman nyeri
7. Perubahan eliminasi urin berubungan dengan ketidak mampuan miksi
8. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan supali O2 dan sirkuasi

L. RENCANA KEPERAWATAN
DX 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi operasi
caesarea)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nteri berkurang dengan indicator:
 Pain Level,
 Pain control,
 Comfort level
Kriteria hasil :
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
5. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
6. Ajarkan tentang teknik non farmakologi (nafas dalam)
7. Kolaborasi pemnerian analgetik untuk mengurangi nyeri

DX 2 : Menyusui tidak efektif berhubungan dengan  kurangnya pengetahuan


ibu tentang cara menyusui yang benar.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien
menunjukkan respon breast feeding adekuat
Kriteria hasil :
 klien mengungkapkan puas dengan kebutuhan untuk menyusui
 klien mampu mendemonstrasikan perawatan payudara
Intervensi :
1. Berikan informasi mengenai fisiologi menyusui, keuntungan menyusui ,
perawatan payudara, kebutuhan diit khusus dan faktor-faktor yang
menghambat proses menyusui 
2. Demonstrasikan breast care dan pantau kemampuan klien untuk
melakukan secara teratur
3. Ajarkan cara mengeluarkan ASI dengan benar, cara menyimpan, cara
transportasi sehingga bisa diterima oleh bayi
4. Berikan dukungan dan semangat pada ibu untuk melaksanakan pemberian
Asi eksklusif
5. Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala bendungan payudara, infeksi
payudara
6. Anjurkan keluarga untuk memfasilitasi dan mendukung klien dalam
pemberian ASI
7. Diskusikan tentang sumber-sumber yang dapat memberikan 
informasi/memberikan pelayanan KIA

DX 3 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka


kering bekas operasi
Tujuan : Setelah dilakuakan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
resiko infeksi terkontrol dengan indicator:
 Immune Status
 Knowledge : Infection control
 Risk control
Kriteria hasil :
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas normal
 Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi :
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
4. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
6. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
7. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
8. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
9. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
10. Tingktkan intake nutrisi
11. Berikan terapi antibiotik bila perlu

DX 4 : Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur


pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
ansietas klien berkurang
Kriteria hasil :
 Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
 Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang 
Intervensi :
1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem
pendukung
2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati
3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan
ansietas yang dirasakan
4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi
6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal 

DX 5 : Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala bendungan payudara,


infeksi payudara
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam ADLs klien
meningkat  dengan indicator:
 Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria hasil :
 Klien terbebas dari bau badan
 Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
 Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
Intervensi :
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-
care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan
bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-
hari. 

DX 6 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyaman nyeri


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24
jam, gangguan pola tidur pasien teratasi
Kriteria hasil :
 Jumlah jam tidur pasien dalam batas normal
 Pola tidur, kualitas dalam batas normal
 Perasaan fresh sesudah tidur atau istirahat
 Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
Intervensi :
1. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
3. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca)
4. Ciptakan lingkungan yang nyaman
5. Kolaborasi pemberian obat tidur

DX 7 : Perubahan eliminasi urin berubungan dengan ketidak mampuan miksi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24
jam, pasien tidak terjadi perubahan eliminasi urin
Kriteria hasil :
 Intake carian dalam batas normal
 Bebas dari ISK
 Balance cairan seimbang
 Tidak ada spasme bladder
Intervensi :
1. Monitor intake dan output
2. Monitor penggunaan obat antikolinergik
3. Monitor derajat distensi bladder
4. Intruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat output urin
5. Kateterisasi jika perlu
6. Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria, perubahan bau dan
konsistensi urin)

DX 8 :Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan supali O2 dan sirkuasi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24
jam, pasien tidak mengalami aspirasi
Kriteria hasil :
 Pasien dapat bernafas dengan muda, tidak irama, frekuensi pernafasan
normal
 Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi dan mampu
melakukan oral hygiene
 Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada
suara nafas abnormal
Intervensi :
1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan
2. Monitor status paru
3. Pelihara jalan nafas
4. Lakukan suction jika diperlukan
5. Cek nasogastrik sebelum makan
6. Hindari makan kalau residu masih banyak
7. Potong makanan kecil-kecil
8. Haluskan obat sebelum pemberian
9. Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba
Medika
2. Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan
dan Keluarga Berencana, Jakarta : EGC
3. Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey:
4. Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC.
Yogyakarta : mocaMediaSantosa,
5. Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
6. Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo
7. Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai