Anda di halaman 1dari 11

Tugas : Epidemiologi Perencanaan Kesehatan

Dosen : Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M.Kes

Program Penanggulangan Pneumonia pada Balita Tahun 2021

Oleh:

NUR WAHYU RAMADANI (K012202056)

PROGRAM MAGISTER EPIDEMIOLOGI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
A. Analisis Situasi

Pneumonia merupakan bentuk infeksi pernapasan akut yang

menyerang paru-paru yang disebabkan oleh mikroorganisme. Ketika

seseorang menderita pneumonia, alveoli dipenuhi dengan nanah dan cairan,

yang membuat pernafasan terasa menyakitkan dan membatasi asupan

oksigen. Pneumonia dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur. Bakteri

tersering penyebab pneumonia pada balita adalah Streptococcus pneumonia

dan Haemophilus influenza (Sari M.P& Cahyati, 2019).

Penyakit pneumonia pada balita merupakan salah satu masalah

kesehatan yang belum dapat terselesaikan diseluruh dunia. Menurut

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) pneumonia adalah infeksi

akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang dapat disebabkan oleh

berbagai mikroorganisme. Sampai saat ini program dalam pengendalian

pneumonia lebih diprioritaskan pada pengendalian pneumonia balita.

Pneumonia pada balita ditandai dengan batuk dan atau tanda kesulitan

bernapas yaitu adanya nafas cepat, kadang disertai Tarikan Dinding Dada

bagian bawah Kedalam (TDDK), dengan frekuensi nafas berdasarkan usia

penderita.

Penyakit infeksi saluran pernafasan akut, khususnya pneumonia masih

menjadi penyebab kematian terbesar bayi dan balita, lebih banyak dibanding

dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Bahkan World Health

Organization (WHO) menyebut sebagai ”the forgotten killer of children”.

Pneumonia dikatakan sebagai pembunuh utama balita di dunia, berdasarkan

data WHO dari 6,6 juta balita yang meninggal di dunia, 1,1 juta meninggal
akibat pneumonia pada tahun 2012 dan 99% kematian pneumonia anak

terjadi di negara berkembang (Dirjen P2P Kemkes RI, 2019).

Pneumonia adalah satu-satunya penyebab infeksi paling penting dari

kematian pada anak-anak secara global. Setiap tahun, diperkirakan 921.000

anak di bawah 5 tahun meninggal karena pneumonia pada tahun 2015. Lebih

dari 95% kematian ini terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah

yang sebagian besar adalah Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara Afrika

(Andualem et al., 2020).

Pneumonia juga menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas

pada anak-anak di bawah usia lima tahun di Ethiopia, sekitar 3.370.000 anak-

anak mengalami pneumonia setiap tahun yang meyumbang 20% dari semua

penyebab kematian dan menewaskan lebih dari 40.000 anak di bawah lima

tahun setiap tahun, menjadikan pneumonia adalah penyebab kematian nomor

satu selama periode pascanatal (Andualem et al., 2020).

Tingginya angka kematian anak disebabkan oleh pneumonia di dunia

mendorong lembaga Internasional seperti WHO, UNICEF, dan Save the

Children untuk mengembangkan pedoman pneumonia anak yang berfokus

pada upaya pencegahan, perlindungan, dan pengobatan. (Save the Children,

2017; WHO, 2016; UNICEF, 2013). Sejak tahun 1984, Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia telah mengembangkan program yang berfokus

pada upaya promosi, pencegahan, dan penguatan manajemen pneumonia

(diagnosis dan perawatan) yang berbasis keluarga (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2016). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) telah

diterbitkan oleh Kementrian Kesehatan sebagai pedoman penatalaksanaan

pneumonia anak di Indonesia. Meskipun upaya pencegahan telah dilakukan


namun prevalensi pneumonia tetap tinggi di Indonesia dimana 20 dari 34

provinsi teridentifikasi memiliki prevalensi pneumonia yang lebih tinggi dari

ratarata prevalensi Nasional. NTT adalah salah satu provinsi dengan

prevalensi pneumonia tertinggi di Indonesia yaitu dua kali lipat dari prevalensi

nasional (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian

Kesehatan RI, 2013) (Yayasan, 2019)

Hasil analisis data menunjukkan bahwa, tahun 2018 pneumonia

menyebabkan kematian lebih dari 800.000 anak balita di seluruh dunia atau

39 anak per detik. Separuh dari kematian balita akibat pneumonia tersebut

terjadi di lima negara, yaitu Nigeria (162.000), India (127.000), Pakistan

(58.000), Republik Demokratik Kongo (40.000), dan Ethiopia (32.000).

Pneumonia juga merupakan penyebab kematian Balita terbesar di Indonesia.

Pada tahun 2018, diperkirakan sekitar 19.000 anak di Indonesia meninggal

dunia akibat pneumonia. Estimasi global menunjukkan bahwa setiap satu jam

ada 71 anak di Indonesia yang tertular pneumonia (UNICEF, 2019).

Pada hasil data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 prevalensi

pneumonia satu bulan terakhir di Indonesia adalah 2,13% (rentang: 0,8% -

5,6%). Kasus pneumonia pada umumnya terdeteksi berdasarkan diagnosis

gejala penyakit, prevalensi pneumonia yang tinggi antara lain di Nusa

Tenggara Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, Papua Barat, Gorontalo, dan

Papua (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Sedangkan, hasil

Riskesdas tahun 2013 period prevalance pneumonia di Indonesia tahun 2013

menurun dibandingkan dengan tahun 2007 yaitu 1,80%. Berdasarkan

kelompok umur penduduk, period prevalence pneumonia yang tinggi terjadi

pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai meningkat pada umur 45-54
tahun dan terus meninggi pada kelompok umur berikutnya. Lima provinsi

yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua

umur adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi

Barat, dan Sulawesi Selatan. Insidens tertinggi pneumonia balita terdapat

pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7%) (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2013). Sementara, hasil Riskesdas tahun 2018 prevalensi

pneumonia di Indonesia meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu 2,0% dan

insidens tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan

(6,0%) (Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan,

2018).

Penyakit infeksi menjadi penyumbang kematian pada kelompok anak

usia 29 hari - 11 bulan. Berdasarkan data tahun 2019, pneumonia dan diare

masih menjadi masalah utama yang meyebabkan 979 kematian (pneumonia)

dan 746 kematian (diare). Penyebab kematian lain di antaranya adalah

kelainan saluran cerna, kelainan saraf, malaria, tetanus, dan lainnya. Pada

kelompok anak balita (12 – 59 balita) penyebab kematian terbanyak adalah

diare. Penyebab kematian lain di antaranya pneumonia, demam, malaria,

difteri, campak, dan lainnya. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2020)

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam 3

tahun terakhir khususnya di provinsi Sulawesi Selatan prevalensi jumlah

penemuan balita penderita pneumonia yaitu 19,27% pada tahun 2017 dengan

tingkat Case Fatality Rate 0,43%, sementara itu pada tahun 2018 menurun

menjadi 15,82% penderita dengan CFR 0,23%, dan tahun 2019 meningkat
menjadi 53,6% penderita dengan CFR 0,01% (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2020).

Jika mengacu pada SDG’s (Sustainable Development Goals) target

poin 3 menyebutkan bahwa pneumonia termasuk dalam kategori yang

mencakup empat indikator cakupan, yaitu keluarga berencana, kunjungan

antenatal, cakupan imunisasi lengkap, dan penemuan balita yang dicurigai

menderita pneumonia. Hal ini menjadi acuan bahwa hasil gambaran tren

pneumonia diperlukan dalam penanganan pencegahan dan pengendalian

penyakit pneumonia guna mencapai target SDG’s (Sari, 2019).

B. Identifikasi Masalah

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli) yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus,

jamur dan bakteri. Sampai saat ini program dalam pengendalian pneumonia

lebih diprioritaskan pada pengendalian pneumonia balita. Pneumonia pada

balita ditandai dengan batuk dan atau tanda kesulitan bernapas yaitu adanya

nafas cepat, kadang disertai tarikan dinding dada bagian bawah kedalam

(TDDK), dengan frekuensi nafas berdasarkan usia penderita (Kememkes RI

2020).:

• < 2 bulan : ≤ 60/menit,

• 2 - < 12 bulan : ≤ 50/menit,

• 1 - < 5 tahun : ≤ 40/menit.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit

ini yaitu dengan meningkatkan penemuan pneumonia pada balita. Berikut

cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di Indonesia pada tahun

2009-2019 dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Kememkes RI 2020).:


Selama kurun waktu yang panjang, angka cakupan penemuan

pneumonia balita tidak mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar

antara 20%-30%. Namun pada tahun 2019 cakupan penemuan balita yaitu

bersikasar 52.9% masih jauh dari target nasional yaitu 80% (Kememkes RI

2020).

Indikator Renstra yang digunakan sejak tahun 2015 yaitu persentase

kabupaten/kota yang 50% puskesmasnya melakukan pemeriksaan dan

tatalaksana standar pneumonia baik melalui pendekatan MTBS (Manajemen

Terpadu Balita Sakit), maupun program P2 ISPA. Pada tahun 2019

Persentase kabupaten/kota yang 50% puskesmasnya melakukan

tatalaksana standar pneumonia sebesar 57,2% yang berarti hampir

mencapai target renstra tahun 2019 yang sebesar 60% (Kememkes RI 2020).

Beberapa kendala yang menyebabkan belum tercapainya target yaitu

(Kememkes RI 2020):
a. Tatalaksana standar di Fasyankes belum sepenuhnya dipahami oleh

petugas atau pun tenaga medis.

b. Penggunaan software ISPA belum semua Kab/Kota maupun

Puskesmas menggunakannya.

c. Pelatihan/Orientasi tatalaksana ISPA bagi Petugas Puskesmas belum

pernah dilaksanakan

d. Pergantian pengelola sering terjadi di Kab/Kota, sehingga data yang

diiput kadang terhambat.

e. Laporan rutin bulanan program ISPA yang dikirim ke Propinsi belum

tepat waktu dan sering terlambat, padahal sudah ada kesepakatan

untuk ketepatan pengiriman laporan.

C. Prioritras Masalah

Penentuan prioritas masalah menggunakan metode USG.

Urgency, Seriousness, Growth merupakan alat untuk menyusun urutan prioritas

masalah yang harus diselesaikan. Dengan cara menentukan tingkat kegawatan,

keseriusan, serta perkembangan masalah melalui skala nilai 1 – 5 atau 1 – 10.

Masalah/Isu U S G Total Ranking


Tatalaksana standar di Fasyankes 4 4 5 13 II
belum sepenuhnya dipahami oleh
petugas atau pun tenaga medis.
Penggunaan software ISPA belum 4 5 5 14 I
semua Kab/Kota maupun
Puskesmas menggunakannya.
Pelatihan/Orientasi tatalaksana 3 3 3 9 IV
ISPA bagi Petugas Puskesmas
belum pernah dilaksanakan
Pergantian pengelola sering 2 2 3 7 VI
terjadi di Kab/Kota, sehingga data
yang diinput kadang terhambat.
Laporan rutin bulanan program 3 4 4 11 III
ISPA yang dikirim ke Propinsi
belum tepat waktu dan sering
terlambat, padahal sudah ada
kesepakatan untuk ketepatan
pengiriman laporan.
• U = Seberapa gawat permasalahan yang harus dibahas terkait dengan

waktu yang tersedia serta seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk

memecahkan masalah

• S = Seberapa serius permasalahan yang harus dibahas terkait akibat

yang timbul jika masalah penyebab tidak dipecahkan.

• G = Seberapa mungkin masalah yang ada menjadi masalah penyebab

isu akan makin memburuk kalau dibiarkan

D. Program

Masalah tersebut dibuatkan rencana tindakan yaitu program Program

Penanggulangan Pneumonia pada Balita

1. Tujuan Program

a. Terlaksananya penemuan bagi seluruh kasus kejadian pneumonia

balita di masyarakat.

b. Tersosialisasinya upaya care seeking di masyarakat agar

masyarakat terutama kelompok Ibu memahami dan mengenali

gejala-gejala pneumonia pada balita, dan bila ditemukan untuk

segera dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan.

c. Terimplementasikannya pendekatan keluarga melalui kunjungan

rumah untuk melakukan deteksi dini dan pengobatan segera, serta

implementasi upaya preventif & promotif dalam pengendalian faktor

risiko ISPA.

d. Terselenggaranya tatalaksana kasus pneumonia balita di fasilitas

pelayanan kesehatan sesuai standar.


e. Penggunaan software P2 ISPA dalam hal penginputan data bisa di

gunakan dan di aplikasikan ke pengelola Puskesmas.

2. Indikator Program

a. Jumlah Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia Balita:

Jumlah kasus pneumonia balita yang ditemukan


Cara Perhitungan : X 100
Jumlah perkiraan pneumonia Balita di Wilyah Keja

Target 80%

b. Persentase Puskesmas yang memberi layanan ISPA sesuai standar.

Cara Perhitungan:

Jumlah Balita batuk dan atau sesak napas yang dihitung napas dengan TDDK
X 100
Jumlah kunjungan Balita Batuk dan atau sesak napas

Target 65%

E. Strategi

Adapun kegiatan yang dapat mendunkung program peningkatan cakupan

penemuan pneumonia pada balita dan peingktan tatalaksana pemeriksaan

seusuai dengan standar yaitu:

1. Kegiatan penemuan penderita secara aktif dan pasif.

2. Sosialisasi Care seeking di masyarakat.

3. Sosialisasi Pendekatan Keluarga dalam program P2-ISPA melalui

kunjungan rumah.

4. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dan pengelola ISPA.

5. Penggunaan software P2 ISPA dalam hal penginputan data bisa di

gunakan dan di aplikasikan ke pengelola Puskesmas.


DAFTAR PUSTAKA

Andualem, Z., Adane, T., Tigabu, A., Yallew, W. W., Wami, S. D., Dagne, H.,
Azanaw, J., Guyasa, G., Azene, Z. N., & Endalew, M. (2020).
Pneumonia Among Under-Five Children In Northwest Ethiopia :
Prevalence And Predictors — A Community-Based Cross- Sectional
Study. 2020(Lmic).
Ditjen P2P Kemkes RI. (2019). Rencana Aksi Program Pencegahan Dan
Pengendalian Penyakit 2015-2019 ( Revisi I - 2018 ). Rencana AKSI
Program P2P 2015-2019, 2019, 86.
Http://Www.Jikm.Unsri.Ac.Id/Index.Php/Jikm
Kemkes RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia 2019.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Data And Information On
Indonesia Health Profile 2019 [Data Dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia 2019].
Sari, M. P, Cahyati. W. H., (2019) Tren Pneumonia Balita di Kota Semarang Tahun
2012-2018., Higea Journal o Public Health Research and
Development. 3(3)
UNICEF. (2019). Lembaga Kesehatan Dan Anak Memeringatkan Satu Anak
Meninggal Akibat Pneumonia Setiap 39 Detik (Issue 2018).
Yasasan, S. T. C., (2019) Analisis Situasi Pneumonia pada Anak: Kebiajakan di
Aras Nasional dan Implimentasi Penanganan di Kabupaten Bandung
dan Sumba Barat Indonesia. Yayasan Sayangi Tunas Cilik: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai