Anda di halaman 1dari 6

Tugas Individu

Nama : Nur Wahyu Ramadani


NIM : K012202056
Kelas : C
“Agenda Penanggulangan Covid-19 Sejak Awal ( 2 Maret 2020)”

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan


oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2
merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada
manusia. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang
dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19
antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa
inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari (Kemenkes,2020a).
Berkaitan dengan kebijakan penanggulangan wabah penyakit menular, Indonesia
telah memiliki Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular,
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penangulangan Wabah Penyakit
Menular, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis
Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Untuk itu dalam rangka upaya penanggulangan dini wabah COVID19, Menteri Kesehatan
telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/104/2020
tentang Penetapan Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi 2019-nCoV) sebagai Jenis Penyakit
Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya (Kemenkes,2020a).
Penetapan didasari oleh pertimbangan bahwa Infeksi Novel Coronavirus (Infeksi
2019-nCoV) telah dinyatakan WHO sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Selain itu meluasnya penyebaran COVID-19 ke berbagai negara dengan risiko penyebaran ke
Indonesia terkait dengan mobilitas penduduk, memerlukan upaya penanggulangan terhadap
penyakit tersebut. Peningkatan jumlah kasus berlangsung cukup cepat, dan menyebar ke
berbagai negara dalam waktu singkat. Sampai dengan tanggal 2 Agustus 2020, WHO
melaporkan 17.660.523 dan terkonfirmasi meninggal sebanyak 680.894 (Case Fatality
Rate/CFR 7,6%). Indonesia melaporkan kasus pertama pada tanggal 2 Maret 2020. Kasus
meningkat dan menyebar dengan cepat di seluruh wilayah Indonesia. Sampai dengan tanggal
24 Agustus 2020 Kementerian Kesehatan melaporkan 155.412 kasus konfirmasi COVID-19
dengan 6.759 kasus meninggal (CFR 6,8%). Dan kasus penyebaran COVID-19 di Sulawesi
selatan Jumlah terkonfirmasi Covid-19 per 23 Agustus 2020 di Sulawesi Selatan (Sulsel)
kembali bertambah yang secara keseluruhan mencapai 11.470 Kasus. (Kemenkes,2020a).
Dilihat dari situasi penyebaran COVID-19 yang sudah hampir menjangkau seluruh
wilayah provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus dan atau jumlah kematian semakin
meningkat dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia, Pemerintah Indonesia telah
menetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Keputusan Presiden tersebut menetapkan COVID-19 sebagai jenis penyakit yang
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) dan menetapkan KKM COVID-19
di Indonesia yang wajib dilakukan upaya penanggulangan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Selain itu, atas pertimbangan penyebaran COVID-19 berdampak pada
meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah
terdampak, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia,
telah dikeluarkan juga Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan
Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana
Nasional. Sampai saat ini, situasi COVID-19 di tingkat global maupun nasional masih dalam
risiko sangat tinggi. Selama pengembangan vaksin masih dalam proses, dunia dihadapkan
pada kenyataan untuk mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan COVID-19. Oleh
karenanya diperlukan pedoman dalam upaya pencegahan dan pengendalian COVID-19 untuk
memberikan panduan bagi petugas kesehatan agar tetap sehat, aman, dan produktif, dan
seluruh penduduk Indonesia mendapatkan pelayanan yang sesuai standar (Kemenkes,2020a).
Beberapa kejibakan yang telah pemerintah RI lakukan dalam upaya untuk menangani
kasus Covid 19 diantaranya:
1. Social Distancing dan Lockdown
Terkait perkembangan virus corona tersebut, akhirnya pemerintah membuat kebijakan
sebagai langkah pertama yaitu berupa anjuran social distancing. Selain mengatur jarak
antar orang, agar kemungkinan peluang tertular penyakit bisa menjadi lebih rendah.
Implikasinya bahwa pertemuanpertemuan dengan jumlah yang besar dan yang
memungkinkan terjadinya penumpukan orang harus dihindari. Ketika menerapkan social
distancing, seseorang tidak diperkenankan untuk berjabat tangan serta menjaga jarak
setidaknya 1-2 meter saat berinteraksi dengan orang lain, terutama dengan seseorang yang
sedang sakit atau beresiko tinggi menderita Covid-19. Selain itu, ada beberapa contoh
penerapan social distancing yang umum dilakukan, yaitu bekerja dari rumah (work from
home); belajar di rumah bagi siswa dan mahasiswa (Ristiyawati, 2020).
Terkait kebijakan lockdown, sebenarnya juga sudah diatur dalam Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Karantina adalah pembatasan
kegiatan atau pemisahan seseorang yang terpapar penyakit menular sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, meskipun belum menunjukkan gejala
apapun atau sedang berada dalam masa inkubasi, atau pemisahan peti kemas, alat angkut,
atau barang apapun yang diduga terkontaminasi dari orang atau barang yang mengandung
penyebab penyakit atau sumber bahan kontaminasi lain untuk mencegah kemungkinan
penyebaran ke orang atau Barang di sekitarnya. Dalam kegiatan karantina ini tentu saja
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan
masyarakat dari penyakit atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi
menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Dalam seruan ini pemerintah
menyampaikan peniadaan kegiatan peribadatan dan kegiatan keagamaan. Selanjutnya
disiapkan dan disebarkan panduan bagi penyelenggara ibadah untuk melaksanakan ibadah
di rumah sebagai pengganti kegiatan yang ditiadakan. Seruan ini berlaku selama 14 hari
sejak ditetapkan dan bisa diperpanjang bila diperlukan. Selain itu diberikan kesadaran
untuk peningkatan kewaspadaan dan disiplin guna mencegah resiko Covid-19 dengan
menjaga jarak aman dalam berinteraks (Pardiyanto, 2020).
2. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan kelanjutan dari pembatasan
sosial sebelumnya dimana lebih menegaskan bahwa semua kegiatan belajar, bekerja, dan
beribadah harus dilaksanakan di rumah. Kecuali, institusi pendidikan lembaga pendidikan,
pelatihan, penelitian yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, semua jenis layanan
pemerintahan, BUMN atau BUMD yang bergerak yang turut dalam penanganan Covid-19
dan atau dalam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat (Pardiyanto, 2020).. Kebijakan
mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia untuk yang pertama kali
diterapkan pada tanggal 10 April 2020 di Jakarta kemudian diikuti oleh beberapa daerah
lainnya di Indonesia.14 Dari sisi mekanisme syarat penerapan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB), tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 pada Pasal 2
yaitu :
1) Dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau
pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten/
kota tertentu.
2) Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan
sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan.
Untuk dapat ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, suatu wilayah
provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Jumlah kasus dan/atau
jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke
beberapa wilayah; dan Terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah
atau negara lain.16
3. Tes Masal
Keputusan melakukan tes massal ini disertai prosedur-prosedur yang jelas.
Memetakan siapa saja yang perlu dites menjadi tugas mendesak bagi pemerintah untuk
meningkatkan presisi hasil tes. Pelacakan riwayat interaksi pasien positif perlu
dioptimalkan agar tidak terjadi kasus tak terdeteksi yang malah menimbulkan pandemi
lebih luas lagi. Melakukan tes hanya kepada orang-orang yang menunjukkan gejala
cenderung lebih hemat. Namun, adanya pasien positif tanpa gejala perlu diperhitungkan
agar tidak memperparah pandemi.17 Kebijakan tes massal di Indonesia diharapkan dapat
berdampak besar untuk penanganan pandemi Covid-19 seperti Korea Selatan. Namun, tes
massal juga perlu disertai dengan prioritas penanggulangan dan perbaikan. Sejauh ini,
kedua hal ini belum diwujudkan melalui kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah.
Penting bagi pemerintah untuk memfokuskan sumber daya ekonomi yang ada pada dua
prioritas tersebut. Hal ini mungkin akan menimbulkan penurunan performa ekonomi untuk
sementara waktu. Namun sekali lagi, pengorbanan ekonomi jangka pendek diperlukan
untuk mencegah krisis penduduk akibat pandemi. Di sisi lain, jika wabah ini tidak
ditangani dengan langkah tambahan, bukan tidak mungkin bahwa akan ada kerusakan
jangka panjang di seluruh sektor negara (Pardiyanto, 2020).
4. Vaksinasi
Upaya telah dilakukan oleh berbagai negara, termasuk Indonesia, untuk
mengembangkan vaksin yang ideal untuk pencegahan infeksi SARS-CoV-2 dengan
berbagai platform yaitu vaksin inaktivasi /inactivated virus vaccines, vaksin virus yang
dilemahkan (live attenuated), vaksin vektor virus, vaksin asam nukleat, vaksin seperti
virus (virus-like vaccine), dan vaksin subunit protein (Kemenkes 2020b).
Vaksinasi COVID-19 bertujuan untuk mengurangi transmisi/penularan COVID-19,
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID-19, mencapai kekebalan
kelompok di masyarakat (herd immunity) dan melindungi masyarakat dari COVID-19 agar
tetap produktif secara sosial dan ekonomi. Kekebalan kelompok hanya dapat terbentuk
apabila cakupan vaksinasi tinggi dan merata di seluruh wilayah. Upaya pencegahan
melalui pemberian program vaksinasi jika dinilai dari sisi ekonomi, akan jauh lebih hemat
biaya, apabila dibandingkan dengan upaya pengobatan (Kemenkes 2020b).
5. 3T (Testing, Tracing, dan Treatment)
Pemerintah juga terus melakukan Testing, Tracing, dan Treatment (3T) dan
menambah ketersediaan fasilitas layanan kesehatan serta menjaga ketersediaan oksigen
dan memperbanyak persediaan obat-obatan. Untuk memperkuat 3T, utamanya dalam
meningkatkan Tracing, Pemerintah mendorong penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk
pelaksanaan Digital Tracing,dan penggunaan Aplikasi Silacak untuk
meningkatkan Tracing yang akan dilakukan para Tracer di daerah.
6. Penerapan Pemberlakuan Pembatan Kegiatan Masyarakat (PPPKM)
Pemerintah menganggap penerapan PSBB dianggap tidak efektif dalam
penanggulangan wabah, karena itulah Pemerintah menggagas penerapan Pemberlakuan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri
disebut PPKM dalam rangka pengendalian penyebaran Covid-19. Kebijakan tersebut
pertama kali diberlakukan oleh Pemerintah melalui Inmendagri No. 01 Tahun 2021
tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19. Kebijakan PPKM dianggap Pemerintah jauh
lebih efektif dalam menanggulangi penyebaran virus Covid-19 dibandingkan dengan
kebijakan PSBB (Mahardika & Saputra, 2021).
Pemberlakuan Pembatasan Kehidupan Masyarakat (PPKM) merupakan varian
kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam rangka penanggulangan wabah
pandemi Covid-19. Sebagai negara hukum, meskipun kebijakan tersebut dianggap efektif
oleh pemerintah, akan tetapi seluruh tindakan pemerintah tersebut selayaknya harus
berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan analisis yang
dilakukan peneliti, kebijakan PPKM merupakan kebijakan yang cacat formil karena
pemberlakuannya melanggar Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Akan tetapi meskipun cacat formil
dalam proses pembentukannya, secara materiil PPKM mempunyai karakteristik yang
serupa dengan PSBB yang diatur dalam UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan dan PP Nomor 21 Tahun 2020. Oleh karena itulah, secara materill sejumlah
dasar hukum pemberlakuan PPKM tersebut tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi (Mahardika & Saputra, 2021).
Pada hakikatnya problematika dalam sistem ketatanegaraan tersebut dapat diatasi
dengan sejumlah politik hukum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah. Pertama, dengan
melakukan perubahan terhadap UUNomor 6 Tahun 2018 dan menempatkan PPKM
sebagai salah satu cara penanggulangan wabah selain karantina wilayah, karantina rumah
sakit, karantina wilayah atau PSBB. Kedua, penerbitan Perpu untuk merubah UU Nomor 6
Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan apabila dirasa secara subjektif
pemberlakuan PPKM urgen untuk diterapkan. Ketiga, berdasarkan UU Nomor 2 Tahun
2014 tentang Pemerintaha Daerah, kesehatan bukanlah kewenangan absolut Pemerintah
Pusat. Oleh karena itu, Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk membentuk
Peraturan Daerah yang secara spesifik mengatur PPKM (Mahardika & Saputra, 2021)..
7. Kebijakan dalam Bidang Ekonomi Selama Pandemi Covid 19
Untuk menganggulangi dampak dari Covid-19 pemerintah mengambil beberapa
kebijakan-kebijakan terutama di bidang ekonomi, yang diantaranya adalah :
1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/Pmk.03/2020 Tentang
Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona;
2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 11 /Pojk.03/2020
Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak
Penyebaran Corona Virus Disease 2019
3) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Refocussing
Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19);
4) Kebijakan sebagai wujud bantuan kepada masyarakat seperti keringanan biaya listrik,
keringanan kredit, dan menggelontorkan anggaran Rp. 405,1 triliun untuk memenuhi
kebutuhan ditengah wabah Covid-19 melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) 2020.
Referensi:
Kemenkes. 2020. Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disesase (Covid-19)
Revisi 5. Kesehatan RI. Jakarta

Kemenkes. 2020. Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit


Nomor Hk.02.02/4/ 1 /2021 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka
Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Mahardika A G & Saputra R, 2021 Kedudukan Hukum Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan


Masyarakat Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Jurnal Hukum dan Perundang-
undangan. Vol 1 No 1.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/Pmk.03/2020 tentang Insentif


Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 11 /Pojk.03/2020 tentang


Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran
Corona Virus Disease 2019.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan,
Realokasi Anggaran,Serta Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam Rangka Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Pardiyanto M A., 2020 Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Pencegahan Wabah Covid 19.
SPEKTRUM, Vol 17, No 2.

Ristyawati, Aprista. "Efektifitas Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Masa
Pandemi Corona Virus 2019 oleh Pemerintah Sesuai Amanat UUD NRI Tahun 1945."
Administrative Law & Governance Journal 3.2 (2020): 240-249.

Anda mungkin juga menyukai