Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat paling efektif dan

efisien dalam mencegah penyakit dan menurunkan angka kematian seperti cacar,

polio, tubercolosis, hepatitis B, difteri, campak, rubella dan sindrom kecacatan

bawaan akibat rubella (congenital rubella syndrome/CRS), tetanus, pneumonia

(radang paru) serta meningitis (radang selaput otak). Pelaksanaan imunisasi pada

balita menyelamatkan sekitar 2–3 juta nyawa di seluruh dunia setiap tahun dan

berkontribusi besar pada penurunan angka kematian bayi global dari 65 per 1.000

kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 29 pada tahun 2018 (Nandi & Shet,

2020).

Pelaksanaan imunisasi diharapkan dapat menurunkan jumlah balita yang

meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD31)

(InfoDatin Kementerian Kesehatan, 2016). Namun dalam beberapa tahun

terakhir, angka kematian balita akibat penyakit infeksi yang seharusnya dapat

dicegah dengan imunisasi masih terbilang tinggi. Laporan WHO tahun 2020

menyebutkan bahwa terdapat 20 juta anak belum mendapatkan pelayanan

imunisasi untuk balita di seluruh dunia secara rutin setiap tahun. Tingginya

jumlah anak yang belum mendapatkan imunisasi mengakibatkan beberapa

penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian, yang

seharusnya dapat dicegah dengan vaksin, muncul kembali di negara maju dan
berkembang. Penyakit tersebut antara lain campak, pertusis, difteri dan polio

(Hidayah et al., 2018; UNICEF, 2020).

Kejadian kematian anak berusia bawah lima tahun (balita) pada negara

berkembang mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu

faktor yang menyebabkan kematian pada anak adalah daya tahan tubuh anak yang

belum sempurna. Jumlah kematian balita yang terjadi di Tiongkok antara tahun

1996 sampai dengan tahun 2015 yaitu sebanyak 181.600 balita. Dari total jumlah

kematian tersebut sebanyak 93.400 (51%) kematian balita terjadi pada neonatus

yang mayoritas disebabkan oleh penyakit pneumonia. Sedangkan di Afrika

penyakit pneumonia, diare dan campak menjadi penyebab setengah dari kematian

anak (He et al., 2017; Liu et al., 2015; Sari & Nadjib, 2019).

Gambaran cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia tahun 2016-2018

yaitu pada tahun 2016 sebesar 91,58%. Pada tahun 2017 cakupan imunisasi dasar

lengkap mengalami penurunan menjadi 85,41%. Pada tahun 2018 cakupan

imunisasi dasar lengkap kembali mengalami penurunan dari tahun 2017 yaitu

57,95% (Azis et al., 2020; Riskesdas, 2018). Data pada tahun 2019 cakupan

imunisasi rutin di Indonesia masih dalam kategori kurang memuaskan, dimana

cakupan Pentavalent-3 dan MR pada tahun 2019 tidak mencapai 90% dari target.

Padahal, program imunisasi dasar diberikan secara gratis oleh pemerintah di

Puskesmas serta Posyandu (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020;

WHO, 2020).

Pandemi COVID-19 menyebabkan lebih dari 125 juta kasus positif yang

dikonfirmasi dan 2.748.737 kematian yang dilaporkan di seluruh dunia sampai

tanggal 26 Maret 2021 mendorong perubahan drastis dalam norma sosial global
termasuk penyediaan layanan kesehatan. Hal ini tentunya memiliki implikasi

yang signifikan terhadap upaya pengendalian penyakit menular lainnya dan

penyakit yang dapat dicegah melalui program imunisasi (Chandir et al., 2020;

WHO, 2021). Penurunan cakupan pelaksanaan imunisasi dasar lengkap akan

menyebabkan tidak terbentuknya kekebalan pada bayi dan balita sehingga akan

menurunkan derajat kesehatan anak (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2020).

Pandemi COVID-19 yang terjadi pada empat bulan pertama tahun 2020,

WHO mencatat adanya penurunan jumlah anak yang mendapatkan vaksin difteri,

tetanus dan pertusis (DTP3). Data ini merupakan suatu hal yang tidak wajar

karena baru pertama kalinya dalam 28 tahun, terjadi penurunan cakupan DTP3.

Selain itu, adanya pandemi COVID-19 menyebabkan setidaknya 30 kampanye

vaksinasi campak dibatalkan atau berisiko dibatalkan oleh WHO dan UNICEF.

Hal tersebut nantinya dikhawatirkan dapat menyebabkan wabah penyakit lain.

Sampai dengan bulan Mei 2020, tiga perempat dari 82 negara melaporkan

gangguan terkait program imunisasi akibat pandemi COVID-19 (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat menunjukkan adanya

penurunan cakupan imunisasi dasar setelah adanya pandemi COVID-19 dari 79%

menjadi 64% (Diharja et al., 2020). Hal tersebut mendukung hasil studi

pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Blahbatuh 1 dan Klinik

Utama Vidyan Medika yang menunjukkan adanya penurunan cakupan

pelaksanaan imunisasi dasar lengkap setelah adanya pandemi COVID-19 yaitu

lebih dari 11%. Oleh karena itu, identifikasi terhadap faktor-faktor yang
memengaruhi cakupan imunisasi dasar lengkap merupakan hal yang penting

untuk mengetahui penyebab penurunan cakupan imunisasi dasar lengkap.

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor

yang memengaruhi pelaksanaan imunisasi dasar lengkap yaitu umur ibu, umur

ibu yang lebih muda umumnya dapat mencerna informasi tentang imunisasi lebih

baik dibanding dengan usia ibu yang lebih tua. Ibu yang berusia lebih muda dan

baru memiliki anak biasanya cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih

akan kesehatan anaknya, termasuk pemberian imunisasi (Prihanti et al., 2016).

Pendidikan ibu, ketidaklengkapan imunisasi dasar pada anak berisiko 2,2 kali

pada ibu yang pendidikan rendah dibandingkan ibu yang berpendidikan tinggi

(Astuti & Fitri, 2017). Pekerjaan ibu, ibu yang bekerja mempunyai kemungkinan

0,739 kali lebih besar untuk melakukan imunisasi dasar bayi secara lengkap

dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja disebabkan kurangnya informasi

yang diterima ibu rumah tangga dibandingkan dengan ibu yang bekerja

(Rakhmawati et al., 2020).

Kepemilikan kartu menuju sehat (KMS)/ Buku Kesehatan Ibu dan Anak

(Buku KIA)/ buku kesehatan anak lainnya. Kepemilikan KMS/ buku KIA/ buku

catatan kesehatan anak sangat penting terutama untuk mengetahui jadwal ataupun

jenis imunisasi yang diberikan kepada balita. Dengan kepemilikan buku ini maka

orang tua dapat mengetahui jenis imunisasi apa yang sudah diberikan dan

imunisasi apa saja yang belum diberikan (Peraturan Menteri Kesehatan

No.155/Menkes/Per/1/2010 Tentang Penggunaan Kartu Menuju Sehat Untuk

Balita). Menurut penelitian Harmasdiani (2015), di Probolinggo yang

menunjukkan bahwa pengetahuan ibu yang rendah memiliki risiko 21 kali lebih
tidak patuh untuk datang ke pelayanan kesehatan dan memberikan imunisasi

disbanding ibu dengan pengetahuan tinggi.

Pelaksanaan imunisasi dasar lengkap merupakan hal yang sangat penting

untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Oleh karena pentingnya imunisasi dasar lengkap untuk meningkatkan derajat

kesehatan bayi serta belum adanya penelitian sebelumnya mendorong peneliti

melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

pelaksanaan imunisasi dasar lengkap setelah adanya pandemi COVID-19.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang ingin

diteliti adalah “Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi

dasar lengkap setelah adanya pandemi COVID-19?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran imunisasi dasar lengkap dan faktor-faktor yang

berhubungan dengan status imunisasi dasar lengkap pada bayi selama masa

pandemi COVID-19 di Klinik Utama Vidyan Medika.

2. Tujuan Khusus:

a. Mengidentifikasi umur, pekerjaan, pendidikan ibu bayi selama masa pandemi

COVID-19 di Klinik Utama Vidyan Medika


b. Mengidentifikasi kepemilikan buku KMS/buku KIA/ buku catatan kesehatan

anak lainnya selama masa pandemi COVID-19 di Klinik Utama Vidyan Medika.

c. Mengidentifikasi pengetahuan ibu selama masa pandemi COVID-19 di Klinik

Utama Vidyan Medika.

d. Menganalisis hubungan umur ibu dengan status imunisasi dasar lengkap pada

bayi selama masa pandemi COVID-19 di Klinik Utama Vidyan Medika.

e. Menganalisis hubungan pendidikan ibu dengan status imunisasi dasar lengkap

pada bayi selama masa pandemi COVID-19 di Klinik Utama Vidyan Medika.

f. Menganalisis hubungan pekerjaan ibu dengan status imunisasi dasar lengkap

pada bayi selama masa pandemi COVID-19 di Klinik Utama Vidyan Medika.

g. Menganalisis hubungan kepemilikan buku KMS/buku KIA/ buku catatan

kesehatan anak lainnya dengan status imunisasi dasar lengkap pada bayi selama

masa pandemi COVID-19 di Klinik Utama Vidyan Medika.

h. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu dengan status imunisasi dasar

lengkap pada bayi selama masa pandemi COVID-19 di Klinik Utama Vidyan

Medika.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh selama

perkuliahan dalam menganalisis data mengenai faktor-faktor yang berhubungan

dengan status imunisasi dasar lengkap pada bayi selama masa pandemi Covid-19.

Dapat digunakan sebagai sumber masukan atau referensi dalam menyusun


laporan-laporan berikutnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

status imunisasi dasar lengkap pada bayi selama masa pandemi Covid-19.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Petugas Kesehatan

Penelilian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan petugas

kesehatan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status imunisasi

dasar lengkap pada bayi selama masa pandemi Covid-19 sehingga dapat berperan

serta aktif dalam program imunisasi untuk meningkatkan derajat kesehatan bayi.

b. Bagi Instansi Pemerintahan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai masukan

bagi Instansi Pemerintah seperti Dinas Kesehatan untuk mengetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan status imunisasi dasar lengkap pada bayi sehingga

dapat digunakan untuk perencanaan program intervensi kesehatan.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan

kepada masyarakat khususnya orang tua mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan status imunisasi dasar lengkap pada bayi selama masa

pandemi Covid-19, sehingga orang tua mau dan mampu membawa bayinya untuk

mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai dengan jadwal, usia bayi dan sesuai

dengan protokol kesehatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Imunisasi

1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi,

berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau

resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang

lain. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan

seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat

terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit

ringan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah

penularan penyakit dan upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian pada

bayi dan balita (Mardianti & Farida, 2020). Imunisasi merupakan upaya

kesehatan masyarakat paling efektif dan efisien dalam mencegah beberapa

penyakit berbahaya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang efektif untuk mencegah

terjadinya penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi (Senewe et al.,

2017).

Jadi Imunisasi ialah tindakan yang dengan sengaja memberikan antigen

atau bakteri dari suatu patogen yang akan menstimulasi sistem imun dan

menimbulkan kekebalan, sehingga hanya mengalami gejala ringan apabila

terpapar dengan penyakit tersebut.


2. Manfaat Imunisasi

Manfaat imunisasi tidak bisa langsung dirasakan atau tidak langsung

terlihat. Manfaat imunisasi yang sebenarnya adalah menurunkan angka kejadian

penyakit, kecacatan maupun kematian akibat penyakit-penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi. Imunisasi tidak hanya dapat memberikan perlindungan

kepada individu namun juga dapat memberikan perlindungan kepada populasi

Imunisasi adalah paradigma sehat dalam upaya pencegahan yang paling

efektif (Mardianti & Farida, 2020). Imunisasi merupakan investasi kesehatan

untuk masa depan karena dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit

infeksi, dengan adanya imunisasi dapat memberikan perlindunga kepada indivudu

dan mencegah seseorang jatuh sakit dan membutuhkan biaya yang lebih mahal.

3. Hambatan imunisasi

Perbedaan persepsi yang ada di masyarakat menyebabkan hambatan

terlaksananya imunisasi. Masalah lain dalam pelaksanakan imunisasi dasar

lengkap yaitu karena takut anaknya demam, sering sakit, keluarga tidak

mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta sibuk/

repot (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

Pemahaman mengenai imunisasi bahwa imunisasi dapat menyebabkan

efek samping yang membahayakan seperti efek farmakologis, kealahan tindakan

atau yang biasa disebut Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) seperti nyeri pada

daerah bekas suntikan, pembengkakan lokal, menggigil, kejang hal ini

menyebabkan orang tua atau masyarakat tidak membawa anaknya ke pelayanan

kesehatan sehingga mengakibatkan sebagian besar bayi dan balita belum

mendapatkan imunisasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).


4. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi

Berdasarkan Info Datin Kementerian Kesehatan (2016), penyakit yang

dapat dicegah dengan imunisasi yaitu :

a. Pada imunisasi wajib antara lain: polio, tuberculosis, hepatitis B, difteri,

campak rubella dan sindrom kecacatan bawaan akibat rubella (congenital rubella

syndrome/CRS)

b. Pada imunisasi yang dianjurkan antara lain: tetanus, pneumonia (radang paru),

meningitis (radang selaput otak), cacar air. Alasan pemberian imunisasi pada

penyakit tersebut karena kejadian di Indonesia masih cukup tinggi dapat dilihat

dari banyaknya balita yang meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PD3I)

c. Pada imunisasi lain disesuaikan terhadap kondisi suatu negara tertentu

5. Imunisasi di Indonesia

Di Indonesia program imunisasi yang terorganisasi sudah ada sejak tahun

1956, pada tahun 1974 dinyatakan bebas dari penyakit cacar (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Kegiatan imunisasi dikembangkan menjadi

PPI (Program Pengembangan Imunisasi) pada tahun 1977, dalam upaya

mencegah penularan terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan

Imunisasi (PD3I) seperti Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus

serta Hepatitis B (Permenkes, 2017).

Perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi khususnya dalam

bidang kesehatan mendorong peningkatan kualitas pelayanan imunisasi ditandai

dengan penemuan beberapa vaksin baru seperti Rotavirus, Jappanese

Encephalitis, dan lain-lain. Selain itu perkembangan teknologi juga telah


menggabungkan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi yang terbukti

dapat meningkatkan cakupan imunisasi, mengurangi jumlah suntikan dan kontak

dengan petugas (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

6. Program Pemerintah untuk Imunisasi

Berdasarkan Keputusan Meteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 Tentang

Penyelenggaraan Imunisasi, pokok-pokok kegiatan pemerintah untuk imunisasi

yaitu:

a. Imunisasi Rutin

Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi secara wajib dan

berkesinambungan harus dilaksanankan pada periode waktu yang telah ditetapkan

sesuai dengan usia dan jadwal imunisasi. Berdasarkan kelompok umur sasaran,

imunisasi rutin dibagi menjadi:

1) Imunisasi rutin pada bayi

2) Imunisasi rutin pada wanita usia subur

3) Imunisasi rutin pada anak sekolah

Berdasarkan tempat pelayanan imunisasi rutin dibagi menjadi:

1) Pelayanan imunisasi di dalem Gedung dilaksanakan di puskesmas, puskesmas

pembantu, rumah sakit, rumah bersalin dan polindes

2) Pelayanan imunisasi di luar Gedung dilaksanakan di posyandu, kunjungan

rumah dan sekolah

3) Pelayanan imunisasi rutin juga dapat diselenggarakan oleh swasta seperti,

rumah sakit, dokter praktik dan bidan praktik


b. Imunisasi Tambahan

Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang tidak wajib

dilaksanakan, hanya dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil

pemantauan dan evaluasi, yang termasuk imunisasi tambahan meliputi

2) Backlog fighting

Backlog adalah upaya aktif di untuk melengkapi Imunisasi dasar pada

anak yang berumur 1-3 tahun. Dilaksanakan di desa yang tidak mencapai (Universal

Child Imumunization / UCI) selama dua tahun.

3) Crash program

Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara

cepat karena masalah khusus seperti:

a) Angka kematian bayi akibat PD3I tinggi

b) Infrastruktur (tenaga, sarana, dana) kurang

c) Desa yang selama tiga tahun berturut-turut tidak mencapai (Universal Child

Imumunization / UCI).

Kegiatan ini biasanya menggunakan waktu yang relatif panjang, tenaga

dan biyaya yang banyak maka sangat diperlukan adanya evaluasi indikator yang

perlu ditetapkan misalnya campak, atau campak terpadu dengan polio

4) PIN (Pekan Imunisasi Nasional)

Pekan Imunissai Nasional suatu kegiatan untuk memutus mata rantai

penyebaran virus polio atau campak dengan cara memberikan vaksin polio dan

campak kepada setiap bayi dan balita tanpa mempertimbangkan status imunisasi

sebelumnya. Pemberian imunisasi campak dan polio pada waktu PIN di samping

untuk memutus rantai penularan juga berguna sebagai imunisasi ulangan


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Penyelenggaraan Imunisasi

a. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun

sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis. Kesehatan merupakan salah satu unsur sangat penting bagi kemajuan

suatu negara dan setiap negara memiliki tujuan dalam upaya pelayanan

kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dengan menyediakan

penyediaan tenaga kesehatan yang profesional sampai fasilitas kesehatan yang

layak dan modern. Negara juga membuat peraturan hukum yang mengatur

tentang hak, kewajiban, fungsi, dan tanggung jawab para pihak terkait dalam

bidang kesehatan.

b. Imunisasi merupakan pemberian antigen virus atau bakteri kedalam tubuh agar

tubuh dapat membuat suatu zat untuk mencegah penyakit tertentu. Sedangkan

yang dimaksud vaksin adalah bahan yang di pakai untuk merangsang

pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti

vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut seperti vaksin Polio. Tujuan

imunisasi untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi. Program imunisasi di Indonesia memiliki tujuan

untuk menurunkan angka kejadian penyakit dan angka kematian akibat Penyakit

yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Pada saat ini penyakit-

penyakit
tersebut adalah disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), cacar (measles), polio,

dan tuberculosis.

c. Strategi yang dilakukan Pemerintah dalam penyelenggaraan imunisasi adalah

meningkatkan cakupan imunisasi guna menurunkan angka kesakitan dan

kematian bayi. Masyarakat bisa mendapatkan akses pelayanan imunisasi secara

gratis apabila melakukannya di fasilitas pemerintah. Untuk menjaga kualitas

pelayanan imunisasi, pemerintah melakukan pengawasan dan pembinaan

bersama dengan BPOM terkait dengan penyediaan dan penyebaran vaksin.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan

Imunisasi telah ditetapkan untuk menjadi pedoman melaksanakan pemberian

imunisasi dilingkungan pemerintah, swasta dan maupun masyarakat,

mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan Imunisasi dengan melibatkan

berbagai sektor terkait; serta mengupayakan pelayanan yang berkualitas.

2. Asas Kemanfaatan

a. Hukum adalah suatu perangkat kaidah dan petunjuk hidup untuk mengatur tata

tertib dalam suatu masyarakat yang melibatkan pemerintah; asas adalah alas

atau landasan; asas hukum menjadi dasar pemikiran dalam pembentukan hukum

positif dan menjadi landasan paling luas, berfungsi sebagai landasan bagi

ukuran-ukuran hukum dan sebagai dasar pemberi arah.

b. Asas Kemanfaatan mempunyai nilai mewujudkan kebahagiaan sebesar-besarnya

bagi sebanyak-banyaknya orang; dalam arti bahwa peraturan perundang-

undangan sebagai sebuah produk hukum harus dapat memberikan kebahagiaan

yang layak bagi hampir seluruh masyarakat; Asas keadilan berisi nilai
mewujudkan kepentingan setiap orang sesuai dengan hak dipunyainya, dalam

arti bahwa bersikap adil berarti memberikan sesuatu yang seharusnya dimiliki

orang lain dan mendapatkan sesuatu yang seharusnya miliknya, artinya

adil adalah perilaku seseorang kepada orang lain. Keadilan bertujuan membuat

keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan kepentingan khalayak

ramai; Asas Kemanusiaan berisi nilai mewujudkan penghargaan terhadap

manusia lainnya sebagai sesama manusia yang mempunyai keunikan masing-

masing, dalam arti selalu menghormati sesama manusia dengan adil dan

beradab, sehingga terhindar dari terjadinya konflik antar sesama manusia.

c. Asas Kemanfaatan, Asas Keadilan dan Asas Kemanusiaan

Asas kemanfaatan dikaitkan dengan asas keadilan yaitu mewujudkan nilai

memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada sebanyak-banyaknya

orang dengan cara memberikan kepada setiap orang sesuai dengan haknya

masing-masing. Asas kemanfaatan dikaitkan asas kemanusiaan bahwasanya

mewujudkan memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada

sebanyak-banyaknya orang dengan cara menghargai dan menghormati sesama

manusia sesuai dengan harkat dan martabat manusia dengan adil dan beradab.

3. Penyelenggaraan Imunisasi Dikaitkan Dengan Asas Kemanfaatan

Pentingnya penyelenggaraan program imunisasi sebagai upaya kesehatan

preventif bagi setiap orang, dengan cara memberikan hak pada anak yang

mendapatkan imunisasi dengan cara merangsang munculnya reaksi kekebalan

dalam tubuh orang yang menerima imunisasi yang dapat melindungi mereka

dari ancaman penyakit-penyakit, meskipun memang akan ada resiko efek


samping yang ditimbulkan dari imunisasi; asas kemanfaatan dengan didukung

oleh asas keadilan dan asas kemanusiaan, artinya bahwa sesuatu yang

memberikan kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang dengan cara

memberikan hak yang dipunyai bagi setiap orang, meskipun adil bagi seseorang

menjadi tidak adil bagi orang lain, disertai dengan nilai penghargaan bagi

sesama manusia; sehingga dapat dirumuskan jawaban sementara berupa

hipotesis kerja: jika ditentukan peraturan tentang imunisasi, maka dipenuhi asas

manfaat.

B. SARAN

1. Agar Kementerian Kesehatan melakukan Tugas dan Fungsi Kementerian

sebagai pembuat peraturan kebijakan tentang imunisasi yang bertujuan dengan

cara terus memantau kebutuhan masyarakat akan peraturan hukum, karena

adalah upaya untuk diwujudkannya kebahagiaan sebesar-besarnya bagi

sebanyak-banyaknya orang dan menjadi hak dari setiap orang untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima untuk menjadi sehat baik badan,

jiwa dan spiritual sehingga dapat beraktifitas sebacara ekonomi dan sosial.

2. Agar Dinas Kesehatan Prop/Kab/Kota sebagai pembina dan pengawas fasilitas

pelayanan kesehatan untuk berperan aktif dalam membina dan mengawasi

penyelenggaraan imunisasi di setiap sarana kesehatan, karena tujuan imunisasi

selain memberikan perlindungan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi, juga mewujudkan penghargaan setiap orang nilai kemanusiaan yang

adil dan beradab yakni menjadi manusia yang seutuhnya bebas dari kecacatan.
3. Agar sarana kesehatan di mana imunisasi diselenggarakan, selain

harus memenuhi standar kualifikasi yang bermutu dan sesuai SOP, juga

selalu memberikan hak setiap warga negara untuk dapat hidup sehat secara

fisik dan mental serta spritual, karena adalah adil apabila setiap warga

Negara mendapatkan haknya sesuai dengan apa yang menjadi bagiannya

sebagai manusia yang mempunyai hak untuk mendapatkan kebahagiaan

sebesar- besarnya.

4. Agar Tenaga Kesehatan selalu memberikan pelayanan imunisasi sesuai

dengan wewenangnya sebagai profesional dan tidak membeda-bedakan klien

berdasarkan baik kedudukan ekonomi maupun kedudukan sosial, karena hak

asasi dari setiap manusia untuk mendapatkan perlindungan preventif

sehingga dapat hidup sebagai manusia sehat yang sesuai dengan

perikemanusiaan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial

bangsa dan Negara sesuai dengan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.

5. Agar para pengguna jasa imunisasi selalu sadar akan konsekuensi dari

bahaya pandemik yang dapat menyebabkan cacat dan kematian dengan

cara secara berkesinambungan melakukan proses imunisasi yang teratur dan

efektif, karena nilai mewujudkan kehidupan yang sehat menyebabkan

juga terbentuk kehidupan yang sehat mental dan spriritual, sehingga

pengguna jasa imunisasi dapat meningkatkan kesejahteraan sosio ekonomi

yang akan memberikan kebahagiaan pada diri dan keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai