Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Campak merupakan suatu penyakit yang dapat menyebabkan kematian

dan merupakan angka kematian tertinggi pada anak sangat infeksius dan dapat

menular sejak awal masa prodromal (4 hari sebelum muncul ruam atau

kemerahan) sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam (Ricky

Gustian, 2016). Pada penelitian Rahmawati (2017) disebutkan bahwacampak

merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), Indonesia

termasuk 10 negara dengan jumlah kasus campak terbesar di dunia. World

Health Organizatitation (WHO) menyebutkan di tahun 2019, terdapat 207.500

kematian balita di seluruh dunia (meningkat hampir 50% sejak 2016 lalu).

Angka ini memang jauh meningkat seiring meluasnya cakupan imunisasi

campak. Kasus campak 2019 capai Rekor Tertinggi dalam 23 tahun.

Kementerian Kesehatan mencatat jumlah kasus campak memiliki nilai

incident rate(IR) sebesar 3,29 per 100.000 penduduk. Angka tersebut

meningkat dari tahun 2018 yang memiliki IR sebesar 3,18 per 100.000

penduduk (Kemenkes RI,2020).

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2019menyatakan provinsi yang

melaporkan tidak ada suspek campak menurun menjadi 1 provinsi,yaitu

32
`1
2

Maluku utama,Sedangkan pada tahun sebeumnya 2018 terdapat 2 provinsi

melaporkan tidak ada suspek campak.jika dilihat dari suspek campak pada

tahun 2019 terdapat 417 kasus pada bulan juni dan terus meningkat pada bulan

berikutnya dengan puncak kasus tertinggi pada bulan oktober sebanyak 904

kasus. Menurun secara significant pada dua bulan berikutnya yaitu 788 kasus

pada bulan November dan 474 kasus pada bulan desember. Penurunan jumlah

kasus ini terjadi karena meningkatnya komitmen dan dukungan program

PD3I(Penyakit Dapat Dicegah Dengan Imunisasi).

(Kemenkes RI,2020).

Kementerian Kesehatan Melaporkan jumlah kasus suspek campak

di sumatera barat pada bulan Agustus hingga November 2019 meningkat dari

5 kasus menjadi 14 kasus dan turun menjadi 9 kasus pada bulan desember.

Penurunan ini terjadi karena adanya kesadaran masyarakat sumatera barat

dalam program PD3I (Kemenkes RI,2020)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa didalam

undang-undang kesehatan dalam nomor 36 tahun 2009 menyatakan bahwa

setiap anak berhak dalam mendapatkan imunisasi dasar sesuai dengan

ketentuan yang telah ditentukan. Untuk mencegah terjadinya penyakit yang

dapat dihindari melalui imunisasi campak dan pemerintah wajib memberikan

imunisasi lengkap kepada bayi dan anak. Penyelenggaraan imunisasi ini

tertulis dalam peraturan mentri kesehatan nomor 12 tahun 2017 yang


3

diundangkan tanggal 11 April 2017 menggantikan pengaturan mentri nomor

42 tahun 2013 (Kemenkes RI, 2018).

Data cakupan imunisasi tertinggi di indonesia adalah di papua. Pada

tahun 2020 data cakupan di papua jauh di bawah target nasional. Masih

banyak kabupaten yang memiliki cakupan <80%. Padahal cakupan imunisasi

campak rubella \yang tinggi dan merata sangat penting untuk mencapai

perlindungan masyarakat terhadap virus campak dan rubella. Maka dari itu

diperlukan peran aktif Dinas Kesehatan Provinsi, Kab/Kota, Puskesmas

bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mempromosikan pentingnya

imunisasi kepada masyarakat sehingga meningkatkan cakupan imunisasinya

(DinKes Papua, 2020).

Program imunisasi dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1956.

Kementerian Kesehatan melaksanakan Program Pengembangan Imunisasi

(PPI) pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi (PD3I) (RisKesdas, 2018).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 tahun 2017 tentang

penyelenggaraan imunisasi, seorang anak dinyatakan telah memperoleh

imunisasi dasar lengkap apabila telah mendapatkan satu kali imunisasi HB-0,

empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak (Kementerian

Kesehatan, 2017).

Target yang harus dicapai dalam survey campak adalah program (bukan

campak bukan rubella) 2/100.000 penduduk (Papua belum mencapai).


4

Berdasarkan data per tanggal 26 Januari 2020 masih ada 21.587 anak yang

belum mendapatkan imunisasi lengkap. Anak yang tidak mendapatkan

imunisasi akan beresiko terkena penyakit menular seperti campak, rubella,

hepatitis, difteri, tetanus, pneumonia, meningitis, polio. Anak yang tidak di

imunisasi bukan hanya membahayakan dirinya juga dapat sebagai sumber

penularan penyakit bagi anak lain yang statusnya juga tidak mendapatkan

imunisasi lengkap (Dinkes, 2020).

Keluarga merupakan salah satu faktor dalam pemberian keputusan,

Karna penyebab sulitnya pemberian imunisasi campak pada balita salah

satunya yaitu pengetahuan ibu yang masih kurang tentang pentingnya

imunisasi campak (Alexander, 2020).

Ibu berperan penting dalam kebutuhan imunisasi anaknya, ada beberapa

faktor yang dapat mempengruhi di antaranya pengetahuan tentang imunisasi

dan pendidikan ibu. Menurut Najah (2017) pengetahuan ini penting dalam

pemberian imunisasi anjuran dan mempengaruhi sikap mereka dalam

pengambilan keputusan pemberian imunisasi tambahan, akan tetapi

kurangnya pengetahuan ibu menjadikan imunisasi ini dianggap tidak penting.

Ibu dengan pengetahuan yang tinggi akan memberikan kebutuhan imunisasi

kepada anaknya serta memperhatikan waktu yang tepat, begitu juga

sebaliknya ibu dengan pengetahuan rendah tidak akan mengetahui imunisasi

apa yang seharusnya diberikan kepada anaknya (Rizki,2021).


5

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden (67,6%) tidak

memberikan imunisasi pada anaknya, responden yang memiliki pengetahuan

kurang terhadap pemberian imunisasi sebesar 52,5% dan responden yang tidak

mendapatkan dukungan keluarga (suami) untuk mendapatkan imunisasi bagi

anaknya sebesar 56,2%. Hasil penelitian menunjukkan responden takut anak

sakit setelah imunisasi sehingga ada sebagian suami melarang responden

untuk memberikan imunisasi pada anaknya dan ada juga anggapan responden

bahwa anaknya akan sehat tanpa perlu imunisasi. Persepsi responden yang

kurang terhadap manfaat pemberian imunisasi menyebabkan responden

beranggapan bahwa setelah imunisasi anak menjadi sakit dan rewel,

menganggap imunisasi tidak penting karena selama ini anak sehat tanpa

imunisasi (Rafidah, 2020).

Faktor lain yang menyebabkan responden mempunyai pengetahuan yang

kurang karena kurangnya informasi tentang imunisasi yang didapat responden

serta kurangnya kesadaran orangtua tentang pentingnya manfaat atau

kegunaan imunisasi bagi anaknya. Pengetahuan kerentanan terhadap penyakit

salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam perilaku kesehatanya,

orangtua merasa anaknya tidak mudah sakit dan merasa anaknya sehat-sehat

saja. Orangtua yang memiliki keyakinan bahwa imunisasi bermanfaat bagin

anaknya cenderung berperilaku sehat dengan menerima pemberian imunisasi

sebaliknya orantua yang tidak memiliki keyakinan akan manfaat imunisasi

cenderung akan menolak pemberian imunisasi terhadap anaknya.Mereka


6

memiliki keyakinan bahwa anaknya sudah memiliki kekebalan tubuh untuk

melawan penyakit (Rafidah, 2020).

Pada pelaksanaan program imunisasi dibutuhkan juga peran serta kader

kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama untuk memberikan informasi dan

pemahaman tentang imunisasi sehingga berpengaruh terhadap persepsi

responden. Responden yang memiliki persepsi kurang memiliki resiko

sebanyak 25 kali lebih besar tidak memberikan imunisasi dibandingkan

dengan responden yang memiliki persepsi baik. Responden yang memiliki

persepsi kurang cenderung tidak mau memberikan imunisasi karena

beranggapan bahwa setelah imunisasi anak menjadi sakit dan rewel. Faktor

yang dapat menghambat pemberian imunisasi di antaranya yaitu ketidak

percayaan ibu atau masyarakat tentang efektifitas imunisasi, adanya

pengalaman yang buruk dan adanya sebagian ibu yang menganggap tanpa

diberikan imunisasi bayi akan tetap sehat (Rafidah, 2020).

Responden yang tidak mendapatakan dukungan keluarga (suami)

mempunyai resiko sebesar 9 kali lebih besar tidak memberikan imunisasi pada

anaknya. Dukungan keluarga (suami) berupa kesediaan mengantar responden

beserta anaknya ke sarana kesehatan untuk mendapatkan pelayanan imunisasi.

Responden yang tidak mendapatkan dukungan keluarga (suami) untuk

mengantar ke sarana kesehatam cenderung tidak memberikan imunisasi,

pemyebab tidak adanya dukungan keluarga (suami) karena suami bekerja dari

pagi sampai sore hari sehingga tidak memiliki waktu luang untuk

mengantarkan ibu ke sarana kesehatan. Kurangnya dukungan suami juga


7

disebabkan kerena penyuluhan yang diberikan hanya fokus kepada ibu dan

tidak adanya penyuluhan dari petugas kesehatan pada suami atau keluarga,

sehingga tidak adanya dukungan informasional dari keluarga (Faridah, 2020).

Dari beberapa riset yang dilakukan di indonesia menyatakan bahwa

dukungan keluarga memiliki dampak positif terhadap pemberian imunisasi

campak. Dukungan keluarga sangatlah penting karna dapat menurunkan

peningkatan kasus campak jika didorong oleh dukungan keluarga. Dukungan

keluarga terdiri dari dukungan informasional, dukungan emosional

(mendengarkan dan memperhatikan), dukungan penilaian (penengah dan

pemecah masalah) dan dukungan instrumental (mencari solusi). Dukungan

keluarga yang bisa diberikan pada campak meliputi dukungan informasional

yaitu dengan memberikan nasehat, informasi, arahan serta dukungan terhadap

kepatuhan ibu terhadap imunisasi campak (Karmila et al, 2017).

Berdasarkan penelitian (Ritango, 2019), menyatakan bahwa faktor yang

menyebabkan ibu yang memiliki balita tidak mengimunisasikan balitanya

adalah kurangnya pengetahuan. Hal ini terkait dengan banyaknya larangan

dari keluarga terutama larangan dari suami karena anaknya masih terlalu kecil

untuk di imunisasi, dengan informasi yang didapatkan peneliti bahwa ibu

tidak patuh karna dukungan keluarga sangat penting dalam melaksanakan

imunisasi pada balitanya. Hal ini dapat meningkatkan angka kesakitan dan

kematian pada balita yang tidak mendapatkan imunisasi.


8

Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian literature review dengan judul “Hubungan Pengetahuan dan

Dukungan Keluarga Dengan Pemberian Imunisasi Campak”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat Hubungan Pengetahuan

dan Dukungan Keluarga Dengan Pemberian Imunisasi Campak berdasarkan

literature review ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum

Diketahuinya Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga

dengan Pemberian Imunisasi Campak berdasarkan literature review.

2. Tujuan khusus

a. Diketahui pengetahuan keluarga dengan pemberian imunisasi campak

berdasarkan literature review.

b. Diketahui dukungan keluarga dengan imunisasi campak berdasarkan

literature review.

c. Diketahui hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga dengan

pemberian imunisasi campak berdasarkan literature review.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
9

a. Bagi peneliti

Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan peneliti untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga

dengan pemberian imunisasi campak.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

bahan bacaan untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Bagi indtitusi pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat

dijadikan sebagai bahan bacaan di perpustakaan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

pengetahuan dan dukungan keluarga dengan imunisasi campak. Variabel

Independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan dukungan keluarga.

Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah pemberian imunisasi campak.

Penelitian ini menggunakan metode literatur review yang ditelusuri

berdasarkan sumber-sumber yang didapat pada google scholar dan portal

garuda. Penelusuran dilakukan sejak bulan Februari 2021 hingga bulan Maret

2021. Dengan menggunakan kata kunci pengetahuan, dukungan keluarga,

Anda mungkin juga menyukai