PEMBAHASAN
yang diambil banyak tetapi pada penelitian ini hanya ada sampel 88 jadi
penyakit dengan paparan tapi tidak bisa mengetahui sebab akibat dari
paparan.
pertukaran udara dalam rumah karena udara yang segar dalam ruangan sangat
pernapasan disebabkan karena kuman didalam rumah tidak bisa tertukar dan
Dari hasil yang didapatkan di desa Gunung Batu bahwa dari 88 orang
responden yang memiliki ventilasi tidak memenuhi syarat dan memiliki balita
1
2
ISPA sebanyak 26 balita (38.2%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh
ISPA pada balita dimana resiko Ventilasi tidak memenuhi syarat mempunyai
.risiko 30.692 kali untuk mengalami keluhan ISPA dibandingkan dengan balita
yang tinggal dalam rumah dengan ventilasi memenuhi syarat karena rumah
yang tidak memenuhi syarat ventilasi rata-rata rumah yang tidak memenuhi
syarat dinding yaitu menggunakan kayu dan sesuai dengan penelitian yang
ventilasi terhadap kejadian ISPA pada balita dan resiko balita mengalami ISPA
3,07 kali lebih besar pada ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat
pertukaran udara didalam rumah dan udara di dalam rumah menjadi baik
luas lantai seluruh ruangan dengan jumlah penghuni lebih kecil dari 10m2/org,
sedangkan ukuran untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3m2/org.
jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lain minimum 90cm dan
berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita di Desa Gunung Batu dengan
hasil bahwa dari 88 responden kepadatan hunian tidak memenuhi syarat dan
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0.000 (p-value
<0,05). Balita yang tinggal dalam rumah dengan kepadatan hunian tidak
memenuhi syarat mempunyai risiko 9,744 kali untuk mengalami keluhan ISPA
berpengaruh pada besarnya kejadian ISPA, yaitu besarnya anak terkena ISPA
adalah 2,27 kali lipat dari rumah yang padat penghuninya dibandingkan dengan
4
2008)
dalam satu rumah karena ibu balita masih tinggal satu rumah dengan orang tua
persyaratan rumah sehat adalah maksimal 1 orang dengan luas lantai 10m2.
Ventilasi pada dapur harus baik agar dan lancar agar asap atau udara
dapat keluar masuk secara bebas melalui lubang asap (cerobong asap). Hal ini
bertujuan agar asap tidak berkumpul di dalam ruangan dapur yang dapat
ventilasi yang tidak berfungsi dengan baik akan menghasilkan 3 akibat yaitu
syarat dan memiliki balita dengan keluhan ISPA yaitu sebesar 21 balita
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0.000 (p-value
5
<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara ventilasi dapur
dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Gunung Batu tahun 2019. Dari hasil
analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 6,650 (95% CI: 2,211-19.999) yang
berarti bahwa balita yang tinggal dalam rumah dengan ventilasi dapur tidak
memenuhi syarat mempunyai risiko 6,650 kali untuk mengalami keluhan ISPA
dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam rumah dengan ventilasi dapur
memenuhi syarat. Hal ini sesuai dengan penelitian Citra (2012) yang
menyatakaan bahwa balita yang tinggal didalam rumah dengan letak dapur
kali dibandingkan dengan balita dengan letak dapur terpisah. dan diperburuk
ISPA pada balita hal ini dikarenakan di rumah responden masih menggunakan
kayu bakar untuk memasak nasi dan memasak air dan tidak adanya ventilasi
didapur seperti cerobong asap atau jendela didekat dapur untuk membakar
kayu bakarnya masih memakai minyak tanah. Sehingga untuk mengatasi hal
bakteri. Lantai yang baik adalah lantai yang dalam kondisi kering dan tidak
6
lembab dan harus kedap air sehingga mudah dibersihkan. Jadi lantai
seharusnya sudah diplester bahkan lebih baik lagi jika sudah di beri
ubin/keramik. Menurut Ditjen PPM dan PL, 2002 rumah yang mempunyai
lantai yang terbuat dari tanah cenderung menimbulkan lembab, dan pada
musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang
syarat dan memiliki balita dengan keluhan ISPA yaitu sebesar 28 balita
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0.000 (p-value
<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara lantai rumah
dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Gunung Batu tahun 2019. Dari hasil
analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 7,206 (95% CI: (2,715-19,128) yang
berarti bahwa balita yang tinggal dalam rumah dengan lantai rumah tidak
memenuhi syarat mempunyai risiko 7,206 kali untuk mengalami keluhan ISPA
dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam rumah dengan lantai rumah
memenuhi syarat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasil
syarat beresiko 2,15 kali lebih besar bagi balita terkena ISPA dibanding dengan
masih ada yang tanah dan kayu sehingga dimusim kemarai akan menyebabkan
debu dan yang lantai kayu susah dibersihkan dengan hanya disapu sehingga
debu masih menempel di kayu. Lantai yang baik harus kedap air, tidak lembab,
bahan lantai mudah dibersihkan dan dalam keadaan kering dan tidak
menghasilkan debu.
7.6 Hubungan Jenis Dinding Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
berbagai bahan seperti bambu, triplek, batu bata, dan dari berbagai bahan
tersebut yang paling baik yaitu yang terbuat dari batu bata atau tembok.
Dinding yang terbuat dari tembok bersifat permanen, tidak mudah terbakar dan
kedap air. Rumah yang menggunakan dinding berlapis kayu, bambu akan
bahwa responden yang memiliki dinding rumah tidak memenuhi syarat dan
hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0.000 (p-value <0,05) maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara dinding rumah dengan kejadian ISPA
pada balita di Desa Gunung Batu tahun 2019. Dari hasil analisis diperoleh pula
8
nilai OR sebesar 12,527 (95% CI: 4,445-35,303) yang berarti bahwa balita
yang tinggal dalam rumah dengan dinding rumah tidak memenuhi syarat
dengan balita yang tinggal dalam rumah dengan dinding rumah memenuhi
syarat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lindawati (2010)
bahwa Balita yang jenis dindingnya masih terbuat dari bahan yang tidak
permanen seperti triplek, bambu, batu bata beresiko 1,51 kali lebih besar bagi
responden masih menggunakan dinding yang terbuat dari kayu sehingga debu
dari luar lebih mudah untuk masuk. Jenis dinding yang mempengaruhi
7.7 Hubungan Bahan Bakar Memasak Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
bahan bakar memasak tidak baik seperti kayu dan minyak tanah dan memiliki
responden yang memiliki bahan bakar memasak yang baik seperti gas namun
hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0.000 (p-value <0,05) maka dapat
kejadian ISPA pada balita di Desa Gunung Batu tahun 2019. Dari hasil analisis
diperoleh pula nilai OR sebesar 29,524 (95% CI: 7,791-111,880) yang berarti
bahwa balita yang tinggal dalam rumah dengan bahan bakar memasak tidak
dibandingkan dengan balita yang tinggal dalam rumah dengan bahan bakar
memasak yg baik. Penelitian ini sesuai dnegan penelitian yang dilakukan oleh
minyak tanah memberikan kesempatan 3,8 kali lebih besar balita terkena ISPA
bahan bakar memasak dengan menggunakan kayu dan minyak tanah untuk
memasak nasi dan air. Dan masih ada yang belum mempunyai bahan bakar
memasak. Dan untuk bahan bakar memasak masih ada hubungannya dengan
10
ventilasi dapur karena jika ventilasi dapurnya tidak ada akan lebih
Pada Balita
nyamuk sebagian baik namun banyak sekali efeknya bagi penghuni rumah
responden yang menggunakan obat nyamuk bakar dan memiliki balita dengan
keluhan ISPA yaitu sebesar 37 balita (69,8%). Sedangkan, responden yang tidak
sebanyak 8 balita (22,9%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value
sebesar 0.000 (p-value <0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
antara obat nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Gunung
Batu tahun 2019. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 7,805 (95%
CI: 2,920-20,859) yang berarti bahwa balita yang tinggal dalam rumah dengan
11
rumah dengan yang tidak menggunakan obat nyamuk bakar. Penelitian ini
menyatakan bahwa anak yang terpapar dengan asap penggunaan obat nyamuk
bakar memiliki resiko 1.13 kali lebih besar dibandingkan anak yang tidak
menggunakan obat nyamuk bakar dan disana tidak ada yang menjual obat
nyamuk selain obat nyamuk bakar dan di desa Gunung Batu tidak ada Foging
mengenai kesehatan anak. Ibu dengan pendidikan tinggi akan menerima segala
anak serta gizi yang baik untuk anak. Berdasarkan pengaruh terhadap
yang pendidikan Ibunya rendah dan memiliki balita dengan keluhan ISPA yaitu
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0.171 (p-value
>0,05) maka hasil yang didapatkan tidak signifikan. Dari hasil analisis
diperoleh pula nilai OR sebesar 2,021 (95% CI: 0,810-5,042) yang berarti
bahwa balita yang pendidikan Ibunya rendah mempunyai risiko 2,021 kali
Ibunya tinggi. Dan hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Fitri (2004) tidak ada hubungan antara pendidikan orang tua dengan
kejadian ISPA pada balita. Baik pendidikan tinggi maupun rendah hampir sama
dalam menanggapi dan merespons serta mengambil tindakan ketika salah satu
signifikan tetapi pendidikan ibu yang rendah memiliki resiko 2,021 kali terjadi
ibu yang berpengetahuan <medium dan memiliki balita dengan keluhan ISPA
13
(25,0%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0.000 (p-
pengetahuan Ibu dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Gunung Batu tahun
2019. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 8,077 (95% CI: 3,099-
dengan balita yang pengetahuan Ibunya tinggi. Penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ainiyah, dkk (2017) ada hubungan yang
rumah seperti apa, kepadatan hunian di rumah harusnya berapa per orang jika
didalam rumah sambil istirahat seperti menonton tv, membaca koran dan
14
sebagainya. Asap rokok yang dikeluarkan adalah gas beracun dari hasil
RI, 2011).
(12,5%). Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p-value sebesar 0.000 (p-
value <0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan
merokok dalam keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Gunung
Batu tahun 2019. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR sebesar 23,273
(95% CI: 7,334-73,855) yang berarti bahwa balita yang didalam keluarganya
keluhan ISPA dibandingkan dengan balita yang didalam keluarganya tidak ada
bersama penguni yang merokok beresiko 2,04 kali lebih besar terkena ISPA
dibanding dengan balita yang tidak terdapat penghuni rumah yang merokok.
pencemaran dalam ruangan yang serius dan bisa menyebabkan kesakitan dari
15
toksik yang lain dan juga balita yang terpapar asap rokok akan menimbulkan
gangguan pernafasan jika ada keluarga yang merokok didalam rumah daripada
diluar rumah. Oleh krena itu untuk melindungi balita dari asap rokok
diusahakan untuk tidak merokok didalam umah agar asap tidak tersebar
didalam rumah.