PENDAHULUAN
Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), merupakan penyakit infeksi yang menyerang
secara akut salah satu bagian/ lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk
adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). ISPA sering terjadi pada anak (Kemenkes
RI, 2011). Menurut program pengendaliannya, ISPA dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu
golongan pneumonia dan bukan pneumonia. Penyakit batuk, pilek, seperti rinitis, faringitis
tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai ISPA bukan
pneumonia (Kemenkes RI, 2011).
Menurut WHO pada tahun 2008 insiden ISPA berdasarkan kelompok umur balita
diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per
anak/tahun di negara maju. Terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta
episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India, China,
Pakistan, Bangladesh dan Indonesia (Kemenkes RI, 2011). Menurut Riskesdas (2013),
prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25%. Lima provinsi dengan ISPA
tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa
Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Kabupaten Jember merupakan salah satu
daerah di Jawa Timur yang memiliki prevalensi penderita ISPA yang tinggi (Profil Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember, 2010). Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan
Kabupaten Jember, ISPA merupakan penyakit paling banyak diderita masyarakat Jember.
Kasus ISPA di Jember menempati urutan teratas dari jenis penyakit yang paling banyak
menyerang masyarakat Jember pada tahun 2013, sebanyak 172.000 kasus, yang berasal dari
laporan 49 Puskesmas di seluruh wilayah kabupaten Jember. Berdasarkan data dari
Puskesmas Sumbersari pada tahun 2012-2014 data kunjungan pasien pada penyakit menular
terbanyak adalah ISPA. Kasus ISPA pada tahun 2012 sebesar 6175 kasus, pada tahun 2013
sebesar 6652 kasus dan pada bulan Desember tahun 2014 sebesar 66 kasus. Berdasarkan
wawancara Bidan Kelurahan Antirogo, ISPA merupakan penyakit terbanyak pertama.
Berdasarkan pengkajian pada 115 KK (417 orang) terdapat 10 pasangan usia subur (PUS)
dari 75 PUS yang mengalami ISPA, dari 26 bayi/balita terdapat 8 bayi/balita yang mengalami
ISPA, dari 21 prasekolah/sekolah terdapat 11 orang yang mengalami ISPA, dari 8 remaja
terdapat 5 remaja yang mengalami ISPA, dari 74 dewasa terdapat 18 orang yang mengalami
ISPA dan dari 32 lansia terdapat 4 lansia yang mengalami ISPA.
banyak yang menderita bayi BGM ( Bayi bawah garis merah). Di Lingkungan trogowetan
angka penyakit yang paling tinggi yaitu penyakit ISPA, hipertensi, diare, dan kebanyakan ibu
dengan balita kurang mengetahui terkait pentingnya status gizi pada balita. Hal itu dapat
disebabkan karena perilaku hidup yang tidak bersih dan tidak sehat yang dilakukan oleh
masyarakat di lingkungan tersebut. Serta Warga memiliki pengetahuan yang rendah terkait
asupan-asupan yang dibutuhkan pada balita hingga anak-anak yang dapat mengoptimalkan
tumbuh kembang anak. Warga juga kurang mengerti terhadap tugas perkembangan anak sesuai
usia sehingga tidak memiliki arah, serta tidak tahu dalam menentukan permainan yang dapat
mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Dari uraian tersebut. Dari uraian
tersebut kelompok kami mengambil suatu program yang berjudul Gerakan Masyarakat Peduli
Terhadap ISPA (GEMPAR ISPA)
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1
Tujuan Khusus
a
Penyakit Menular
1
kematian.
Dunia keperawatan tentunya gempar dan mendapatkan tekanan apabila angka kejadian
ISPA dalam masyarakat meningkat. Dalam hal ini peran perawat sebagai seorang edukator
haruslah dijalankan, tingkat pengetahuan masyarakat tentunnya bermacam-macam, khususnya
untuk masyarakatyang tinggal di daerah pedesaan yang jauh atau sulit untuk mengakses
sarana kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit. Sebagai seorang perawat haruslah
tanggap dalam menangani hal seperti ini, khususnya pada Lansia dapat dijadikan patokan
untuk menangani atau mencegahnya dengan memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga
sebagai seorang yang secara umum menjadi care giver, sehingga dapat mengurangi terjadinya
peningkatan angka ISPA di suatu daerah.