Oleh :
TIARA NOVRILIA
190101052P
TAHUN AKADEMIK
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan infeksi yang
menyerang saluran pernapasan, mulai dari hidung, tenggorokan, sampai paru.
ISPA dibagi menjadi infeksi respiratorius akut atas dan infeksi respiratorius
akut bawah. Infeksi respiratorius akut bawah adalah infeksi yang terjadi pada
bagian laring ke bawah, seperti bronkitis dan pneumonia. Pneumonia masih
merupakan salah satu permasalahan kesehatan di dunia. Hal ini ditunjukkan
dengan masih tingginya angka kesakitan sampai angka kematian pada anak,
terutama anak di bawah usia lima tahun. UNICEF Commiting to Child
Survival: A Promise Renewed Progress Report pada Januari 2020 mencatat,
di 800.000 anak dibawah lima tahun terdapat 153.000 kematian akibat
pneumonia, yang bearti angka kematian balita di Dunia mencapai 29 orang di
setiap detiknya dimana kematian tersebut dapat dicegah (UNICEF, 2020).
Kasus pneumonia banyak terjadi di negara-negara berkembang, seperti
Asia Selatan dan Afrika sub-sahara. Indonesia menduduki peringkat ke-6 di
dunia dalam kasus kematian balita akibat pneumonia dengan jumlah total
kasus sekitar enam juta anak. Pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor dua setelah diare di Indonesia. Berdasarkan data dari United Nations
Children’s Fund (UNICEF), pada tahun 2015 terdapat kurang lebih 14 persen
dari 147.000 anak di bawah usia lima tahun di Indonesia meninggal karena
pneumonia. Jadi, ada sekitar dua sampai tiga anak di bawah usia lima tahun
meninggal karena pneumonia setiap jamnya kematian akibat pneumonia pada
tahun 2015 sekitar 15,5%. Angka kejadian pneumonia pada tahun 2016 di
Indonesia mencapai 57,84%.
Pemerintah Indonesia sendiri telah menyusun rencana strategi
penaggulangan ISPA. Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan
Kemenkes antara lain penyiapan rumah sakit rujukan, penguatan surveilan
sentinel pneumonia, laboratorium virology, KIE, dan kerja sama internasional.
Peran aktif petugas/Puskesmas sangat penting dalam memantau kejadian,
karena apabila kejadian ISPA tidak terkendali dapat mengakibatkab ledakan
kasus kematian balita di wilayah tersebut (Kemenkes, 2011).
Faktor kepadatan penduduk , ventilasi, suhu dan pencahayaan rumah
yang jendelanya tidak memenuhi persyaratan menyebabkan pertukaran udara
tidak dapat berlangsung dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok
dapat terkumpul dalam rumah, bayi dan anak yang sering menghisap asap
tersebut di dalam rumah lebih mudah terserang ISPA. Berdasarkan hasil
penelitian wahyudi (2018), diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna
antara kepadatan penduduk dengan kejadian ISPA pada balita.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.829/Menkes/SK/VII/1999, rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok
manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang digunakan untuk
berlindung dari gangguan iklim dan makhluk lainnya, serta tempat
perkembangan kehidupan keluarga. Kondisi fisik rumah dan lingkungan yang
tidak memenuhi standar kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai
jenis penyakit, termasuk ISPA. Angka kejadian penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Atas (ISPA) di Indonesia masih tinggi terutama pada balita, kasus
kesakitan tiap tahun mencapai 260.000 balita. Pada akhir tahun 2000, ISPA
mencapai enam kasus di antara 1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus
kesakitan balita akibat ISPA sebanyak lima dari 1000 balita, salah satu
penyebab ISPA pada balita yaitu sanitasi rumah yang tidak sehat (Supraptini,
2006).
Di Indonesia rumah sehat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kategori
baik, kategori sedang dan kategori kurang. Persentase rumah sehat di
Indonesia kategori baik mencapai 35,3%, kategori sedang 39,8% dan kategori
kurang 24,9%. Target rumah sehat di Indonesia sebesar 80%, dari kategori
rumah sehat di atas tidak ada yang memenuhi target, sehingga rumah sehat di
Indonesia belum tercapai (Depkes RI, 2000). Lingkungan fisik dan kepadatan
hunian rumah merupakan salah satu factor yang berhubungan dengan kejadian
ISPA. Berdampak pada kesehatan balita yang rentan terhadap penyakit.
Data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung pada tahun 2018, penyakit
ISPA merupakan penyakit saluran pernafasan yang banyak diderita oleh
responden (18.0%) diikuti oleh pneumonia (0.8%). Dan menurut data dari
Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung pada tahun 2019 menyebutkan bahwa
penyakit ISPA menduduki peringkat pertama di tingkat puskesmas yaitu
sebesar 3.208 kasus ISPA pneumonia pada balita. (Riskesdas, 2018).
Dari prasurvey yang dilakukan pada tanggal 20 – 22 Agustus 2020
terdapat 76 kasus ISPA pneumonia pada balita dari 126 balita yang ada di
Kelurahan Pematang Wangi. Di daerah tersebut terdapat komplek pemukiman
yang padat penduduk dengan jumlah 70. 200 penduduk, dengan luas wilayah
8,3 km2 dengan kepadatan hunian penduduk yang termasuk tinggi yaitu 8.457
(Biro Pusat Statistik Kota Bandar Lampung 2018).
Berdasarkan permasalahan diatas perlu memperhatikan kepadatan hunian
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan
Kepadatan Hunian Rumah Dengan Terjadinya Penyakit ISPA Pada
Balita Di Kelurahan Pematang Wangi, Bandar Lampung Tahun 2020”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan Kepadatan Hunian Rumah
Dengan Terjadinya Penyakit ISPA Pada Balita di Kelurahan Pematang
Wangi, Bandar Lampung Tahun 2020 ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
dipaparkan di atas, adapun yang menjadi tujuan dari penulisan hukum ini,
adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui hubungan kepadatan hunian rumah dengan
terjadinya penyakit ISPA pada balita di Kelurahan Pematang Wangi,
Bandar Lampung Tahun 2020.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kepadatan hunian rumah di
Kelurahan Pematang Wangi Bandar Lampung 2020.
b. Untuk mengetahui distribusi terjadinya penyakit ISPA pada Balita di
Kelurahan Pematang Wangi, Bandar Lampung Tahun 2020.
c. Untuk mengetahui hubungan antara kepadatan rumah dengan
terjadinya penyakit ISPA pada balita di Kelurahan Pematang Wangi,
Bandar Lampung Tahun 2020.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Data atau informasi hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai
masukan khususnya di bidang tatalaksana P2 ISPA dan bidang pengelola
program kesehatan lingkungan tentang data hasil penelitian kepadatan
hunian kamar pada balita yang menderita ISPA.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat / Responden
Data atau informasi penelitian ini dapat dimanfaatkan
Memberikan informasi tentang terjadinya penyakit ISPA pada balita
sehingga masyarakat dapat mengetahui dan menerapkan hunian rumah
sehat di rumah nya.
b. Manfaat Bagi Universitas
Sebagai referensi keilmuan terkait permasalahan pada penerapan
aplikasi tentang kepadatan hunian dan penyakit ISPA pada balita.
E. Ruang Lingkup
Penelitian kuantitatif ini menggunakan metode analitik dengan
pendekatan penelitian cross sectional. Penelitian akan dilaksanakan pada Bulan
Desember 2020. Variabel dependen pada penelitian ini adalah Penyakit ISPA pada
balita di kelurahan Pematang Wangi, Bandar Lampung sedangkan variabel
independen pada penelitian ini adalah Kepadatan hunian di Kelurahan
Pematang Wangi Bandar Lampung 2020. Populasi penelitian ini adalah
seluruh balita yang menderita ISPA di Kelurahan Pematang Wangi, Bandar
Lampung Tahun 2020. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar
ceklist lembar format (rekapitulasi).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
Infeksi Saluran Pernapasan Akut sering disingkat dengan ISPA. Istilah ini
(ARI). ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut
b. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa
hari.
adalah penyakit Infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
yang menyerang mulai dari saluran napas atas hingga alveoli, yang gejala
timbulnya cepat yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari.
2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia
3. Gejala ISPA
menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya
tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal,
gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang
encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak
umum gejala ISPA meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri
4. Penularan ISPA
Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar,
bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, oleh karena itu
maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan
melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa
Pneumonia yang merupakan salah satu dari jenis ISPA adalah pembunuh
AIDS, malaria dan campak. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2
juta balita meninggal karena pneumonia (1 balita/20 detik) dari 9 juta total
jenis bakteri penyebab pnemonia pada balita, namun di sisi lain dianggap
pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas
2011b) adalah :
adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan
6. Klasifikasi ISPA
demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di
tegang.
dibangunkan.
dinding dada.
yaitu :
b) Merokok
c) Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun
lama.
terbatas.
berikut :
bronkiolitis, pneumonia.
ISPA. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Djaja et al. (2001)
a) Agent
bisa secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks,
2007).
b) Manusia
1) Umur
dibandingkan dengan anak yang lebih tua umurnya. Dari hasil uji
2) Jenis Kelamin
3) Status Gizi
rendah, yaitu < α, berarti ada hubungan antara berat badan lahir
dan makanan padat. Pada enam bulan pertama, bayi lebih baik
kejadian ISPA sering lebih banyak terjadi pada anak yang tidak
diberikan ASI (84,4%), dan secara parsial sebesar 87,5 % dan pola
sebesar 267 kali lebih tinggi dibandingkan pada anak yang diberi
6) Status imunisasi
c) Lingkungan
maupun luar rumah. Untuk faktor yang berasal dari dalam rumah
seperti :
untuk rumah sehat adalah 40- 60%. Kelembaban yang terlalu tinggi
optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah di
Rumah yang sehat adalah rumah yang tersedia cahaya yang cukup.
tidak menyilaukan.
(d) Ventilasi
Ventilasi sangat penting untuk suatu tempat tinggal, hal ini karena
masuk dan keluar angin sekaligus udara dari luar ke dalam dan
ISPA pada bayi yang memiliki ventilasi kamar tidur yang tidak
tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu
ruang tidur, kecuali anak di bawah umur lima tahun (Depkes RI,
1999)
2011a).
pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 di antaranya
2011a).
Secara umum PM2,5 dan PM10 timbul dari pengaruh udara luar
Sumber dari dalam rumah antara lain dapat berasal dari perilaku
angin dari luar dan juga sebagai pembatas antara dalam dan luar
yang naik dari tanah) yang merupakan salah satu faktor penyebab
yang terbuat dari bahan yang tahan api seperti batu bata atau yang
RI, 1999).
ketika sakit dibandingkan dengan ibu yang tidak bersekolah, hal ini
a. Definisi
dan sandang.
Menurut Depkes RI (1999), rumah adalah bangunan yang berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah
dating mengancam.
pedesaan.
f. Dalam kaitan ini rumah juga dapat diartikan sebagai modal, yang jika
dalam keadaan memaksa dapat dijual untuk menutup kebutuhan lain yang
tiga (BNPB, 2013), yaitu : permanen, semi permanen, dan tidak permanen.
dan memungkinkan hubungan yang serasi antara orang tua dan anak.
rumah.
Agar terhindar dari kecelakaan maka konstruksi rumah harus kuat dan
a) Bahan bangunan
(a) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang
(b) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan
kecelakaan
c) Pencahayaan
d) Kualitas udara
e) Ventilasi
lantai.
f) Vektor penyakit
rumah.
g) Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih
kejadian penyakit ISPA. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian sebagai
berikut :
kamar terhadap kejadian ISPA pada balita dengan menggunakan uji chi
square didapat nilai p value (0,000) kurang dari 0,05. Sehingga dapat
B. Penelitian Terkait
luas ventilasi dengan kejadian ispa pada rumah susun Palembang. . enelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepadatan hunian dan luas ventilasi
dengan kejadian ISPA pada rumah susun 24 Ilir Bukit Kecil Kota Palembang.
sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penduduk yang tinggal
di rumah susun yaitu 196 unit rumah dan sampel berjumlah 66 sampel dengan
hubungan luas ruangan terhadap kejadian ISPA dengan nilai p value = 0,003
dengan kejadian penyakit ispa pada balita di desa cabean kunti, kecamatan
cepogo, kabupaten boyolali tahun 2018. Data balita umur terbanyak yang
menderita penyakit ISPA dengan batuk > 7 hari sebesar 58 anak (58%), batuk
< 7 hari sebesar (42) 42%, keadaan ventilasi yang memenuhi syarat sebesar
dengan hasil X2hitung= 2,879 dengan nilai p = 0,069 >.0,05 berarti tidak ada
signifikan, dengan nilai X2hitung = 0,896 dengan nilai p = 0,529 > 0,05,
tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit ISPA
pada balita, dan kurang bermakna kemungkinan ada faktor lain yang
Simpulan: Tidak ada hubungan antara ventilasi dan kepadatan hunian dengan
kejadian penyakit ISPA dan hasil nya kurang signifikan pada balita di Desa
berpengaruh terhadap kejadian ispa pada balita di desa kalianget timur. Hasil
memenuhi syarat, harus mengatur ulang jumlah penghuni kamar tidur balita,
seperti ayah tidur di ruang tamu untuk mencegah terjadinya ISPA pada balita.
dan Tidak terdapat hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA
(p=0,116). Dengan kata lain ada hubungan yang bermakna antara hubungan
. Faktor Host
Host Jenis kelamin
(manusia) Status imunisasi
Umur
Status gizi
Pemberian ASI eksklusif
Faktor agent
Bakteri
Streptococcus, Kejadian ISPA pada balita
Staphylococcus,
Haemophilus
Luas Ventilasi
Kepemilikan Lubang
Asap
Jenis Lantai
Jenis Dinding
Kerangka konsep adalah suatu acuan sistem tertentu, prinsip dasar, konsep
atau nilai yang lazimnya merupakan ciri khas suatu kelompok. Konsep adalah
suatu hal secara jelas mengutarakan peristiwa yang diverivikasi. Konsep ini
Kerangka konsep dapat diartikan suatu hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lain atau variabel-variabel dari masalah yang ingin
E. Hipotesis
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
1. Waktu
2. Tempat Penelitian
C. RANCANGAN PENELITIAN
D. SUBJEK PENELITIAN
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua anak usia 12-59 bulan yang
2. Sampel
a. Besar Sampel
Z21-/2 P (1-P).N
n = -------------------------------
d2(N-1) + Z21-/2 P (1-P)
Keterangan:
d = Tingkat penyimpangan yang diinginkan 0,05
Z21-/2 = standar deviasi normal pada derajat kepercayaan
(kemaknaan 95% adalah 1,96)
P = Proporsi sifat populasi misalnya prevalensi. Bila tidak diketahui
gunakan 0,5 (50%)
N = Besar populasi
n = Besarnya sampel
Sehingga,
Z21-/2 P (1-P).N
n = -------------------------------
d2 (N-1) + Z21-/2 P (1-P)
63,21
= -------------------
0,32 + 0,49
= 78 orang balita.
Sehingga, jumlah sampel penelitian ini adalah 78 orang responden.
b. Kriteria Sampel :
a) Berusia 12 – 59 bulan
c. Teknik Sampel
secara kebetulan. Siapa saja yang bertemu peneliti saat itu yang akan
diteli.
E. VARIABEL PENELITIAN
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran
yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep
balita
variabel yang diteliti menjadi terbatas dan penelitian akan lebih focus.
Tabel 3.1
Definisi Operasional
secara langsung oleh peneliti pada setiap rumah penduduk yang memiliki
1. Instrumen Penelitian
rekam medis untuk variabel ISPA, dan mengisi lembar ceklis untuk
H. PENGOLAHAN DATA
sebagai berikut :
1. Editing
di dalam penelitian.
2. Coding
Merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi data
saat analisis data dan mempercepat pada saat entri data. Pemberian kode
tidur, ≥ 4m2 / orang, 1 = Tidak memenuhi syarat ruang tidur <4m2 / orang
3. Processing
4. Cleaning
I. ANALISA DATA
a. Analisa Univariat
(Hastono, 2007).
Rumus :
Χ = ∑ xi/ n
b. Analisa Bivariat
Dalam penelitian ini analisa data dengan bantuan program computer. Uji
1.2 Jika p value > α, Ho gagal ditolak, berarti data sampel tidak
ukuran Risk Realaty (RR) dan Odd Ratio (OR), kerena metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Survey Cross Sectional, maka untuk
Rumus :
X2 = ∑k (_Fo-Fn)2
1=1
Fn
DAFTAR PUSTAKA
UNNES Press.
http://semutitempro.blogspot.com/2011/03/luxmeter.html, diakses
Rineka Cipta.
Depkes RI.
RI.
20-24.
Walisongo Press.
Tahun 2005.
Rineka Cipta.
Cipta.
Sopiyudin Dahlan, (2008), Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan,
Jakarta: Arkanas.
Utama.
http://whqlibdoc.who.int/publications/2006/9280640489_eng.pdf