Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI

MASALAH ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT) DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK
EFEKTIF DI PUSKESMAS PRINGSEWU TAHUN 2023

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :
Verdianto
2020205201052

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2023

iv
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah seseorang yang usianya kurang dari 18 (delapan belas) tahun dalam

masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik, psikologis,

sosial dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. (Yuliastati, 2016).

Anak merupakan golongan usia yang paling rawan terhadap penyakit, hal ini

berkaitan dengan fungsi protektif atau immunitas anak. Salah satu penyakit yang sering

diderita oleh anak usia 3-6 tahun adalah gangguan pernafasan atau infeksi pernafasan

(Wong, 2017). Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi akut

yang menyerang salah satu atau lebih saluran pernafasan, mulai dari hidung (saluran atas)

hingga alveoli (saluran bawah) beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga

tengah dan pleura (Hartono & Rahmawati, 2018).

Menurut World Health Organization (WHO) di New York jumlah penderita ISPA

adalah 48.325 anak dan memperkirakan di negara berkembang berkisar 30-70 kali lebih

tinggi dari negara maju dan diduga 20% dari bayi yang lahir di negara berkembang gagal

mencapai usia 5 tahun dan 26-30% dari kematian anak disebabkan oleh ISPA. Hal ini

dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat ISPA. Kematian akibat

penyakit ISPA pada balita umur 0-1 tahun mencapai 12,4 juta dan sebanyak 80,3%

kematian terjadi di negara berkembang (WHO, 2016). Di Indonesia ada sekitar 4 juta dari

15 juta perkiraan kematian anak di bawah usia 5 tahun, sebanyak 2/3 kematian tersebut

1
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
menyerang bayi pada setiap tahunnya, dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA

mencakup 20- 30% (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

Kasus ISPA di Indonesia selalu menempati urutan pertama penyebab kematian

bayi. Berdasarkan data dari program ISPA tahun 2017, cakupan penderita ISPA

melampaui target 13,4%, hasil yang diperoleh 18.749 penderita (Depkes RI, 2016).

Berdasarkan hasil Riskesdas (2018) prevalensi ISPA di Provinsi Lampung sebesar 31.462

jiwa dan tepatnya di Kabupaten Pringsewu sebesar 1.494 jiwa.

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan radang akut saluran

pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,

virus, maupun tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru (Wong, 2013). ISPA

adalah masuknya mikroorganisme (bakteri, virus, riketsi) ke dalam saluran pernapasan

yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari. (Sari, 2013).

Beberapa faktor yang turut berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak-anak ialah

rendahnya antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan (Sari,2013).

Penyakit ISPA sering terjadi pada anak Balita, karena sistem pertahanan tubuh

anak masih rendah. Kejadian batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6

kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek 3

sampai 6 kali setahun. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, bersin, udara pernapasan

yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya,

terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan umur, jika

berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi

kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. (Sundari, dkk.

2014).

2
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Masalah ISPA diperkirakan sering terjadi pada anak usia dibawah 2 tahun yang

kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Perihal musim hujan juga

menimbulkan risiko serangan ISPA. Pasien dengan ISPA yang seperti kategori berat dan

sangat berat biasanya ditandai dengan batuk dengan nafas cepat, stridor, dehidrasi berat,

tidur terus, tidak ada sianosis dan tidur terus (Wijayaningsi, 2013).

Gejala umum pada penderita ISPA biasanya diawali dengan demam, batuk,

hidung tersumbat, sakit tenggorokan, muntah dan terdapat suara tambahan seperti :

wheezing, ronchi, crackles, (Wong, 2015). Masalah keperawatan yang sering muncul

pada penyakit ISPA adalah pola nafas tidak efektif, takut atau cemas, nyeri, intoleransi

aktivitas, resiko tinggi infeksi, dan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Bersihan jalan

nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan

napas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten (DPP,PPNI, 2017). Terjadinya

obstruksi dijalan nafas karena menumpuknya dahak atau sputum pada saluran nafas yang

menyebabkan ventilasi menjadi tidak memadai (Tahir, 2019).

Oleh karena itu beberapa intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya bersihan jalan nafas tidak efektif adalah pemantauan respirasi, manajemen

jalan nafas, pemberian obat nasal, fisioterapi dada,edukasi fisioterapi dada, terapi

oksigen, dan latih batuk efektif. Sejalan dengan Penelitian Permatasari (2019) tentang

Pemberian Nafas Dalam, Batuk Efektif Dan Kebersihan Jalan Nafas Pada Anak Infeksi

Saluran Pernafasan Atas (ISPA), didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden

sebelum diberikan nafas dalam dan batuk efektif kebersihan jalan nafas masuk dalam

kategori tidak bersih yaitu 13 responden (86,7%) dan 2 responden bersih (13,3%).

Kebersihan jalan nafas responden sesudah diberikan nafas dalam, menunjukkan bahwa

3
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
sebagian besar responden sesudah diberikan nafas dalam dan batuk efektif kebersihan

jalan nafas masuk dalam kategori tidak bersih yaitu 10 responden (66,7%) dan kategori

bersih sebanyak 5 responden (33,3%). Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji

Wilcoxon didapatkan nilai signfikansi 0,048 dimana nilai signifikansi tersebut kurang

dari 0,05 yang artinya ada pengaruh latihan nafas dalam dan batuk efektif terhadap

keefektifan bersihan jalan nafas.

Elaborasi berdasarkan penelitian Rahmadhani (2014) tentang keefektifitas

pemberian jahe madu terhadap keparahan batuk pada anak ISPA menghasilkan banyak

kelompok perempuan (59,6%) dan umur 3 tahun (48,07%). Berdasarkan hasil uji t

dependent menunjukkan signifikansi dengan nilai p (0,032) < α (0,05). Pada kelompok

kontrol terjadi penurunan keparahan batuk namun tidak signifikan berdasarkan hasil uji t

dependent menunjukkan tidak terdapat signifikansi dengan nilai p (0,134) > α (0,05).

Hasil uji t independent dimana diperoleh p (0,001) < α (0,05). Hal ini berarti terdapat

perbedaan yang signifikan antara rata-rata tingkat keparahan batuk anak pada kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberikan minuman jahe madu. Sedangkan

menurut hasil penelitian Susiami dan mubin (2022) mengenai pemberian terapi uap air

hangat yang dicampur dengan minyak kayu putih dapat peningkatan kebersihan jalan

nafas dengan ditandai perbaikan tanda-tanda vital ( penurunan nadi dan respiratori rate)

dan penuruan intensitas batuk, suara ronchi menurun (minimalis) serta peningkatan nilai

saturasi oksigen. Sehingga terapi uap air hangat dengan dicampur minyak kayu putih

sangat efektif dalam meningkatkan kebersihan jalan nafas pasien ISPA.

Dengan terapi tersebut diharapkan perawat mampu mengelola atau menangani

masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif yang muncul pada ispa untuk

4
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
menjegah terjadinya komplikasi seperti limfonadi serfikalis, mastoiditis, selulitis

peritonsiler, sinusitis, atau selulitis periorbital, dan otitis media (Nelson, 2013).

Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas penulis telah melakukan studi

kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada

Anak Yang Mengalami Masalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Dengan

Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Di Puskesmas Pringsewu

Tahun 2023”

B. Batasan Masalah

Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang Mengalami Masalah ISPA ( Infeksi Saluran

Pernapasan Akut ) Dengan Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Di

Puskesmas.

C. Rumusan Masalah

“Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang Mengalami Masalah ISPA

( Infeksi Saluran Pernapasan Akut ) Dengan Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas

Tidak Efektif Di Puskesmas ?”

D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menggambarkan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Anak Yang Mengalami

Masalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Dengan Masalah Keperawatan

Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Di Puskesmas.

2. Tujuan Khusus

5
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
a. Penulis Mampu Melakukan pengkajian Keperawatan Pada Anak Yang

Mengalami Masalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Dengan

Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Di Puskesmas.

b. Penulis Mampu Menetapkan diagnosis Keperawatan Pada Anak Yang

Mengalami Masalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Dengan

Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Di Puskesmas.

c. Penulis Mampu Menyusun perencanaan Keperawatan Pada Anak Yang

Mengalami Masalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Dengan

Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Di Puskesmas.

d. Penulis Mampu Melaksanakan Tindakan Keperawatan Pada Anak Yang

Mengalami Masalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Dengan

Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Di Puskesmas.

e. Penulis Dapat Melakukan evaluasi Keperawatan Pada Anak Yang

Mengalami Masalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) Dengan

Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Di Puskesmas.

E. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Karya Tulis ini diharapkan dapat di gunakan dalam upaya meningkatkan ilmu

pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan terhadap pengaruh bersihan jalan nafas

tidak efektif

2. Manfaat Peraktis

a. Bagi Instusi Pendidikan

6
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Karya Tulis ini sebagai bahan bacaan di perpustakaan dan sumber data bagi

penelitian yang memerlukan masukan berupa data atau pengembangan penelitian

dengan masalah yang sama demi kesempurnaan penelitian.

b. Bagi Instansi Kesehatan

Karya Tulis ini sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dalam melakukan upaya

pengontrolan bersihan jalan nafas sekaligus upaya pereventif pada pasien anak

dengan ISPA khususnya.

c. Bagi Pasien

Karya Tulis ini diharapkan bisa menjadi sumber informasi kepada pasien agar

tetap menjaga kebersihan jalan nafasnya.

d. Bagi Peneliti

Karya Tulis ini sebagai pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti dan

menambah wawasan ilmu pengetahuan.

7
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit

1. Definisi ISPA (Insfeksi Saluran Pernafasan Akut)

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ

saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Inveksi ini

disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host, apabila

ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di

temukan pada anak di bawah enam tahun karena pada kelompok usia ini adalah

kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap

berbagai penyakit (Karundeng Y.M, et al. 2018).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit menular dari saluran

pernapasan atas atau bawah yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

berkisar dari infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung

pada patogen penyebabnya, faktor penjamu dan faktor lingkungan (WHO, 2019).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang menyerang

salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas)

hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan andeksanya, seperti sinus, rongga

telinga tengah, dan pleura (Depkes,2018)

2. Anatomis Fisiologis Pernafasan

a. Organ system pernafasan atas

1) Hidung

8
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Hidung adalah gerbang utama keluar masuknya udara setiap kali Anda bernapas.

Dinding dalam hidung ditumbuhi rambut-rambut halus yang berfungsi menyaring

kotoran dari udara yang Anda hirup. Selain dari hidung, udara juga bisa masuk dan

keluar dari mulut. Biasanya, bernapas lewat mulu dilakukan ketika Anda

membutuhkan udara yang lebih banyak (saat ngos-ngosan karena berolahraga) atau

saat hidung sedang mampet tersumbat karena pilek dan flu.

2) Sinus

Sinus adalah rongga udara di tulang tengkorak. Rongga ini terletak di masing-

masing kedua sisi hidung dekat tulang pipi, di belakang tulang hidung, di

antara mata, dan di tengah dahi. Dalam sistem pernapasan manusia, sinus

berfungsi membantu mengatur suhu dan kelembaban udara yang Anda hirup

dari hidung.

3) Adenoid

Adenoid adalah jaringan kelenjar getah bening yang ada di tenggorokan. Di

dalam adenoid terdapat simpul sel dan pembuluh darah penghubung yang

membawa cairan ke seluruh tubuh. Adenoid membantu Anda melawan

infeksi dengan menyaring benda asing seperti kuman, dan memproduksi sel

limfosit untuk membunuhnya.

4) Tonsil

Tonsil adalah nama lain dari amandel. Amandel itu sendiri adalah kelenjar

getah bening yang berada di dinding faring (tenggorokan). Amandel

sebenarnya bukan bagian penting dari sistem imun maupun pernapasan

manusia. Jika amandel terinfeksi dan meradang, dokter dapat membuang atau

menghilangkannya lewat operasi.

9
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
5) Faring

Faring (tenggorokan bagian atas) adalah tabung di belakang mulut dan rongga

hidung yang menghubungkan keduanya ke saluran pernapasan lain, yaitu

trakea. Sebagai bagian dari sistem respirasi manusia, faring berfungsi

menyalurkan aliran udara dari hidung dan mulut untuk diteruskan ke trakea

(batang tenggorokan).

6) Epiglotis

Epiglotis adalah lipatan tulang rawan berbentuk daun yang terletak di

belakang lidah, di atas laring (kotak suara). Selama bernapas, epiglotis akan

terbuka untuk memungkinkan udara masuk ke laring menuju paru-paru.

Namun, epiglotis akan menutup selama kita makan untuk mencegah makanan

dan minuman secara tidak sengaja terhirup dan menyebabkan tersedak.

b. Organ sistem pernafasan bawah

1) Laring (kotak suara)

Laring adalah rumah bagi pita suara Anda. Letaknya tepat di bawah

persimpangan saluran faring yang membelah menjadi trakea dan

kerongkongan. Laring memiliki dua pita suara yang membuka saat kita

bernapas dan menutup untuk memproduksi suara. Saat kita bernapas, udara

akan mengalir melewati dua pita suara yang berimpitan sehingga

menghasilkan getaran. Getaran inilah yang menghasilkan suara.

2) Trakea (batang tenggorokan)

Trakea adalah bagian terpadu dari jalur napas dan memiliki fungsi vital untuk

mengalirkan udara dari dan menuju paru-paru untuk pernapasan. Trakea atau

10
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
batang tenggorokan adalah tabung berongga lebar yang menghubungkan

laring (kotak suara) ke bronkus paru-paru. Panjangnya sekitar 10 cm dan

diameternya kurang dari 2,5 cm. Trakea memanjang dari laring hingga ke

bawah tulang dada (sternum), dan kemudian membelah menjadi dua tabung

kecil yang disebut bronkus. Setiap sisi paru-paru memiliki satu bronkus.

3) Tulang rusuk

Tulang rusuk adalah tulang yang menopang rongga dada dan melindungi

organ dalam dada, seperti jantung dan paru-paru dari benturan atau

goncangan. Tulang rusuk akan mengembang dan mengempis mengikuti gerak

saat mengambil dan mengeluarkan napas.

4) Paru-paru

Paru-paru adalah sepasang organ yang terletak di dalam tulang rusuk.

Masing-masing paru berada di kedua sisi dada. Peran utama paru-paru dalam

sistem pernapasan adalah menampung udara beroksigen yang kita hirup dari

hidung dan mengalirkan oksigen tersebut ke pembuluh darah untuk

disebarkan ke seluruh tubuh.

5) Pleura

Paru-paru dilapisi oleh selaput tipis yang disebut pleura. Lapisan pleura

bertindak sebagai pelumas yang memungkinkan paru-paru untuk

mengembang dan mengempis dengan lancar setiap kali bernapas. Lapisan

pleura juga memisahkan paru-paru dari dinding dada Anda.

6) Bronkiolus

11
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Bronkiolus adalah cabang dari bronkus yang berfungsi untuk menyalurkan

udara dari bronkus ke alveoli. Selain itu bronkiolus juga berfungsi untuk

mengontrol jumlah udara yang masuk dan keluar saat proses bernapas

berlangsung.

7) Alveoli

Alveoli atau alveolus adalah kantung-kantung kecil dalam paru yang terletak

di ujung bronkiolus. Dalam sistem pernapasan, alveoli berfungsi sebagai

tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Pada alveoli juga ada kapiler

pembuluh darah. Nantinya, darah akan melewati kapiler dan dibawa oleh

pembuluh darah vena dan arteri. Alveoli kemudian menyerap oksigen dari

udara yang dibawa oleh bronkiolus dan mengalirkannya ke dalam darah.

Setelah itu, karbon dioksida dari sel-sel tubuh mengalir bersama darah ke

alveoli untuk diembuskan keluar.

8) Tabung bronchial

Pada tabung bronkial paru-paru, ada sillia berupa rambut-rambut kecil yang

bergerak seperti gelombang. Gerakan gelombang sillia akan membawa mukus

(dahak/lendir/cairan) ke atas hingga ke luar tenggorokan. Silia juga ada di

dalam lubang hidung. Fungsi lendir atau dahak di tabung bronkial adalah

untuk mencegah debu, kuman, atau benda asing lain agar tidak sampai masuk

ke paru- paru. Batuk juga bisa menjadi cara sistem pernapasan manusia

mencegah benda asing masuk ke paru-paru.

9) Diafragma

12
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Diafragma adalah dinding otot kuat yang memisahkan rongga dada dari

rongga perut. Saat melakukan pernapasan perut, diafragma akan bergerak ke

bawah dan menciptakan rongga kosong untuk menarik udara. Ini juga bisa

membantu memperluas paru-paru (Kemenkes, 2019).

3. Etiologi

Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya

antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella,

dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus,

adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus. Bakteri dan virus

yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan

streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel

pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri

dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan

tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan

juga menimbulkan risiko serangan ISPA. Beberapa faktor lain yang diperkirakan

berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan

antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya sanitasi lingkungan (Nurarif &

Kusuma, 2018).

4. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri tenggorokan,

batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu

badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia,

13
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya

menunjukan adanya penyulit (Nurarif & Kusuma, 2018).

5. Tanda dan Gejala

Virus dan bakteri penyebab ISPA dapat menyebar dan menular dengan beberapa

cara, misalnya saat anak menghirup percikan bersin dari seseorang yang terinfeksi

ISPA Penyebaran juga dapat terjadi saat anak memegang benda yang telah

terkontaminasi virus atau kuman penyebab ISPA dan secara tidak sadar menyentuh

hidung atau mulutnya sendiri.

Saat mengalami ISPA, anak-anak dapat menunjukan gejala berupa:

a. Hidung tersumbat atau pilek

b. Bersin

c. Batuk-batuk

d. Sakit tenggorokan hingga suara serak

e. Mata terasa sakit, berair, serta kemerahan

f. Sakit kepala

g. Nyeri otot

h. Demam

i. Sakit ketika menelan

Tanda dan gejala infeksi saluran pernapasan akut akibat infeksi virus biasanya akan

menetap selama 1-2 minggu. Setelah itu, kondisi anak akan mereda dengan

sendirinya. ISPA pada anak perlu diwaspadai jika semakin lama semakin parah atau

disertai gejala berikut:

a. Sesak napas

14
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
b. Napas berbunyi

c. Nyeri di bagian dada atau perut

d. Kejang

e. Penurunan kesadaran

f. Bibir dan kuku tampak kebiruan

g. Kulit menjadi pucat dan terasa dingin

h. Gangguan pencernaan, seperti mual, muntah, dan diare (Nurarif & Kusuma,

2015).

6. Patofisiologis

Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :

a. Tahap prepatogenesis: penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-

apa.

b. Tahap inkubasi: virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi

lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.

c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala

demam dan batuk.

d. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh

sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat

pneumonia.

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk

mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan

saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat

tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan

15
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi. Infeksi bakteri

mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat

infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan

lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SpO2 (polutan utama

dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan 02 konsentrasi tinggi

(25% atau lebih).

Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi

infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri,

sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi setempat yang

ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa.

Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti

yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena

infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau

radiasi. Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen,

perkontinuitatum dan udara nafas (Hidayat, 2019).

16
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Patway

Invasi Kuman

Peradangan Pada Saluran


Inflamasi Pernafasan Perubahan Status

Merangsang pengeluaran zat- Kurang pengetahuan


Kuman melepas
zat seperti mediator kimia orang tua
endotoksin
bradikinin, serotinin,
histamine, dan prostaglandin
Merangsang tubuh untuk Stressor bagi orang tua
melepas zat pirogen oleh tentang penyakit
Nocisepter
leukosit
Koping tidak efektif
Spina card
Hipotalamus kebagian
termoregulator Ansietas
Thalamus

Suhu tubuh meningkat Hospitalisasi


Korteks serebri

Hipertermi Perubahan progress


Nyeri keluarga
Merangsang mekanisme
Pola nafas tidak pertahanan tubuh terhadap System imun menurun
efektif adanya mikroorganisme

Meningkatkan produksi mucus Resiko infeksi


Suplai O2 kejaringan
oleh sel-sel basilica sepanjang
menurun
saluran pernafasan

Penurunan metabolisme sel


Penumpukan sekresi mucus
pada jalan nafas
Intoleransi aktivitas
Bersihan jalan nafas tidak
Obstruksi jalan nafas efektif

( Windasari, 2018 )

17
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Wuandari. D & Purnamasari. I, 2019) pemeriksaan penunjang yang dapat

dilakukan:

a. Pemeriksaan Darah Rutin

b. Analisa Gas darah (AGD)

c. Foto rontgen toraks

d. Kultur virus dilakukan untuk menemukan RSV

8. Penatalaksanaan ISPA

a. Keperawatan

Penatalaksanaan meliputi pencegahan, penatalaksanaan keperawatan meliputi:

1) Istrirahat Total

2) Peningkatan intake cairan

3) Memberikan penyuluhan sesuai penyakit

4) Kompres hangat bila demam

5) Pencegahan infeksi lebih lanjut

b. Medis

1) Sistomatik

2) Obat kumur

3) Antihistamin

4) Vitamin C

5) Espektoran

6) Vaksinasi

(Wulandari. D & Purnamasari. L, 2019)

18
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ini yaitu ISPA. Komplikasi lain yang

dapat timbul yaitu:

a. Otitis media

b. Croup

c. Gagal nafas

d. Sindrom kematian bayi mendadak dan kerusakan paru residu

(Wulandari. D & Purnamasari. L, 2019)

B. Konsep Tumbuh Kembang

1. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah,

ukuran atau dimensi tingkat sel atau organ yang bisa diukur. (Soetjiningsih, 1995).

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam

arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel

dan juga karena bertambah besarnya sel. Pertumbuhan sebagai suatu peningkatan

jumlah dan ukuran. (Whaley and Wong, 2017).

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh

yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan.

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/ fungsi tubuh yang

lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan dan diramalkan sebagai

hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ dan sistemnya yang

terorganisasi.

19
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Perkembangan menitik beratkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari

tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui

proses maturasi dan pembelajaran terhadap perkembangan emosi, social dan

intelektual anak. (Whaley and Wong. 2017).

2. Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

a. Faktor Genetik

Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitifitas

jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan

tulang, faktor genetik antara lain berbagai faktor bawaan yang normal dan

patologik, jenis kelamin dan suku bangsa.

b. Faktor Lingkungan

1) Faktor lingkungan pada waktu masih di dalam kandungan (faktor prenatal).

Gizi ibu waktu hamil, faktor mekanis, toksin atau zat kimia, endokrin,

radiasi, infeksi, stress, imunitas dan anoksin embrio.

2) Faktor lingkungan setelah lahir (Faktor post natal) Lingkungan biologis,

meliputi ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan

terhadap penyakit, fungsi metabolisme dan hormone.

3) Faktor fisik yaitu cuaca, sanitasi, keadaan rumah dan radiasi.

4) Faktor Psikososial yaitu stimulasi, motivasi belajar, ganjaran / hukuman

yang wajar, kelompok sebaya, stress, sekolah.

5) Faktor keluarga dan adat istiadat (Whaley and Wong, 2017).

3. Teori Perkembangan

Sigmeun Freud (Perkembangan Psychosexual)

20
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
a. Fase Oral (0-1 tahun)

Pusat aktivitas yang menyenagka di dalam mulutnya, anak mendapat kepuasaan

saat mendapat ASI, kepuasan bertambah dengan aktifitas mengisap jari dan

tangannya atau benda-benda sekitarnya.

b. Fase Anal (2-3 tahun)

Meliputi retensi dan pengeluaran feces. Pusat kenikmatanya pada anus saat

BAB, waktu yang tepat untuk mengajarkan disiplin dan bertanggung jawab.

c. Fase Urogenital atau faliks (usia 3-4 tahun)

Tertarik pada perbedaan antomis laki dan perempuan, ibu menjadi tokoh sentral

bila menghadapi persoalan. Kedekatan anak laki-laki pada ibunya menimbulkan

gairah sexual dan perasaan cinta yang disebut oedipus compleks.

d. Fase Latent (4-5 tahun sampai masa pubertas)

Masa tenang tetapi anak mengalami perkembangan pesat aspek motorik dan

kognitifnya. Disebut juga fase homosexual alamiah karena anak nak mencari

teman sesuai jenis kelaminnya, serta mencari figur (role model) sesuai jenis

kelaminnya dari orang dewasa.

e. Fase Genitalia

Alat reproduksi sudah mulai matang, heteroseksual dan mulai menjalin

hubungan rasa cinta dengan berbeda jenis kelamin (Whaley and Wong, 2017).

21
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
4. Tahapan Tumbuh Kembang Anak

Tabel 2.1 Tahap Tumbuh Kembang Anak

No Tahap / Umur Tumbuh kembang utama

1. Masa prenatal (dari - Pembentukan struktur tubuh dasar dan organ-


konsepsi sampai lahir) organ
- Pertumbuhan fisik tercepat dalam rentang
kehidupan anak
- Sangat peka terhadap lingkungan
2. Masa bayi dan masa anak - Bayi baru lahir masih tergantung pada orang lain
dini (lahir sampai umur 3 (dependent), tetapi mempunyai kompetensi
tahun) - Semua panca indera berfungsi pada waktu lahir
- Pertumbuhan fisik dan perkembangan motoric
berlangsung cepat
- Mempunyai kemampuan belajar dan mengingat,
bahkan pada minggu-minggu pertama kehidupan
- Kelekatan terhadap orang tua atau benda lainnya
sampai akhir tahun pertama
- Kesadaran diri berkembang dalam tahun kedua
- Komprehensi dan bahasa berkembang pesat
- Rasa tertarik terhadap anak lain meningkat
3. Masa prasekolah (3 sampai - Keluarga masih merupakan focus dalam
6 tahun) hidupnya, walaupun anak lain menjadi lebih
penting
- Keterampilan motoric kaar dan halus serta
kekuatan meningkat
- Kemandirian, kemampuan mengontrol diri dan
merawat diri meningkat
- Bermain, kreativitas, dan imajinasi menjadi lebih
berkembang
- Imaturitas kognitif mengakibatkan pandangan
yang tidak logis terhadap dunia sekitarnya
- Perilaku pada umumnya masih egosentris, tetapi

22
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
pengertian terhadap pandangan orang lain mulai
tumbuh
4. Masa praremaja (6) sampai - Teman sebaya sangat penting
14 tahun) - Anak mulai berpikir logis, meskipun masih
konkrit operasional
- Egosentris berkurang
- Memori dan kemampuan meningkat akibat
sekolah formal
- Konsep diri tumbuh, yang mempengaruhi harga
dirinya
- Pertumbuhan fisik lambat
- Kekuatan dan keterampilan atletik meningkat
( Soetjiningsih & Ranuh, 2017 )

Konsep Tumbuh Kembang usia 3-6 tahun

a. Keluarga masih merupakan focus dalam hidupnya, walaupun anak lain menjadi

lebih penting

b. Keterampilan motoric kasar dan halus serta kekuatan meningkat

c. Kemandirian, kemampuan mengontrol diri dan merawat meningkat

d. Bermain, kreativitas, dan imajinasi menjadi lebih berkembang

e. Imaturitas kognitif mengakibatkan pandangan yang tidak logis terhadap dunia

sekitarnya

f. Perilaku pada umumnya masih egosentris, tetapi pengertian terhadap pandangan

orang lain mulai tumbuh

C. Konsep Asuhan Keperawatan Anak Penderita ISPA

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

1) Umur

23
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia

dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA

daripada usia yang lebih lanjut.

2) Jenis kelamin

Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana

angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki.

b. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat penyakit sekarang Biasanya klien mengalami demam mendadak,

sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun,

batuk,pilek dan sakit tenggorokan.

2) Riwayat penyakit dahulu Biasanya klien sebelumnya sudah pernah

mengalami penyakit ini.

3) Riwayat penyakit keluarga Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah

mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.

2) Tanda vital: Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien.

3) Mata

Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/

tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan.

4) Hidung

24
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta

cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam

penciuman.

5) Mulut

Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/

tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam

menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.

6) Thoraks

Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada

wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan. Pemeriksaan Fisik

Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan

a) Inspeksi

1) Membran mukosa- faring tampak kemerahan

2) Tonsil tampak kemerahan dan edema

3) Tampak batuk tidak produktif

4) Tidak ada jaringan parut dan leher

5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,

pernafasan cuping hidung

b) Palpasi

1) Adanya demam

2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri

tekan pada nodus limfe servikalis

3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

25
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
c) Perkusi

Suara paru normal (resonance)

d) Auskultasi

Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

7) Abdomen

Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat

nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan

pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.

8) Integumen

Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,

apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.

9) Ekstremitas Atas

Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan

bentuk (Nurarif & Kusuma, 2018).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut SDKI (2018) adalah:

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis keperawatan,

pernyataan keluarga, dan perencanaan, dengan merumuskan tujuan, mengidentifikasi

26
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
strategi intervensi alternative dan sumber, serta menentukan prioritas, intervensi

tidak bersifat rutin, acak, atau standar, tetapi dirancang bagi klien tertentu dengan

siapa perawat sedang bekerja (Kuncoro Fadli, 2018).

Tabel 2.2

Rencana Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI

1. Bersihan jalan nafas tidak Tujuan : Setelah Bersihan jalan nafas meningkat ( L.
efektif dilakukan tindakan 01001 )
Definisi: keperawatan kemampuan Intervensi Keperawatan
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau Latihan batuk efektif ( I. 01006 )
membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas Observasi
obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan 1. Identifikasi kemampuan batuk
untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten. 2. Monitor adanya retensi sputum
jalan nafas tidak paten. Kriteria hasil : 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
Penyebab: a) Batuk efektif saluran nafas
Fisiologis meningkat 4. Monitor input dan output cairan
1. Spasme jalan b) Produksi sputum (mis. jumlah dan karakteristik)
nafas menurun Mengi
2. Hipersekresi jalan menurun
Terapeutik
nafas c) wheezing
3. Disfungsi menurun 1. Atur posisi semi-Fowler atau
neuromuskuler d) Frekuensi nafas Fowler
4. Benda asing 2. Pasang perlak dan bengkok
membaik
dalam jalan nafas dipangkuan pasien
5. Adanya jalan 3. Buang sekret pada tempat
nafas buatan sputum
6. Sekresi yang
tertahan Edukasi
7. Hiperplasia
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
dinding jalan
batuk efektif

27
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
nafas 2. Anjurkan teknik nafas dalam
8. Proses infeksi melalui hidung selama 4 detik,
9. Respon alergi ditahan selama 2 detik,
10. Efek agen kemudian keluarkan dari mulut
farmakologis dengan bibir mencucu
situasional (dibulatkan) selama 8 detik
3. Anjurkan mengurangi tarik
1. Merokok aktif
nafas dalam hingga 3 kali
2. Merokok pasif
4. Anjurkan batuk dengan kuat
3. Terpajan polutan
langsung setelah tarik nafas
dalam yang ke-3
 Gejala dan tanda
mayor
Kolaborasi
Subjektif : -
1. Kolaborasi pemberian mukolitik
Objektif :
atau ekspektoran, jika perlu
1. Batuk tidak
efektif
2. Tidak mampu
batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing,
dan/atau ronkhi
kering
5. Mekonium
dijalan nafas

 Gejala dan tanda


minor
Subjektif :

1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea

28
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Objektif :

1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi nafas
menurun
4. Frekuensi nafas
berubah
5. Pola nafas
berubah

(DPP,PPNI, 2017).

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah suatu proses pelaksanaan terapi keperawatan yang berbentuk

intervensi mandiri atau kolaborasi melalui pemanfaatan sumber-sumber yang

dimiliki klien. Implementasi di prioritaskan sesuai dengan kemampuan klien dan

sumber yang dimiliki klien (Kuncoro Fadli, 2018).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan untuk menentukan apakah

intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien. Selama evaluasi,

lakukan berfikir kritis dalam membuat keputusan dan mengarahkan asuhan

keperawatan dalam upaya memenuhi kebutuhan klien. Pencapaian tujuan

keperawatan dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dengan hasil

yang diharapkan (Potter & Perry, 2010).

D. Konsep Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

29
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
1. Definisi

Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk

mempertahankan jalan nafas tetap paten ( SDKI, 2017). Bersihan jalan nafas tidak

efektif merupakan suatu keadaan dimana individu mengalami ancaman yang nyata

atau potensial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efekif

(Carpenito & Moyet, 2013).

2. Penyebab

Menurut SDKI (2017) penyebab bersihan jalan tidak efektif secara fisiologis yaitu

spasme jalan nafas,hipersekresi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler, benda asing

dalam jalan nafas, adanya jalan nafas buatan, sekresi yang tertahan, hiperplasia

dinding jalan nafas, proses infeksi, respon alergi, dan efek agen farmakologis (mis.

anastesi), secara situasional penyebabnya yaitu merokok aktif, merokok pasif, dan

terpajan polutan.

3. Tanda dan gejala

Menurut SDKI (2017) gejala dan tanda mayor objektifnya yaitu batuk tidak

efektif,tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing, dan/atau ronkhi kering,

dan mekonium dijalan nafas, gejala dan tanda minor subjektifnya yaitu dyspnea, sulit

bicara, dan ortopnea, gejala dan tanda minor objektifnya yaitu gelisah, sianosis, bunyi

nafas menurun, frekuensi nafas berubah,dan pola nafas berubah.

30
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian

menggunakan studi kasus adalah eksplorasi mendalam dari sistem terikat berdasarkan

pengumpulan data yang luas. Studi kasus melibatkan investigasi kasus, yang dapat

didefinisikan sebagai suatu entitas atau objek studi yang dibatasi, atau terpisah untuk

penelitian dalam hal waktu, tempat, atau batas-batas fisik (Fitrah & Lutfiah, 2017).

Pendekatan studi kasus yang digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan keluarga

yang meliputi dari pengakajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan

evaluasi.

B. Batasan Istilah

Variable Batasan Ilmiah Cara Ukur

Infeksi Saluran Pernafasan Akut Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) Wawancara Observasi
adalah infeksi akut yang melibatkan dan Pemeriksaan Fisik
(ISPA)
organ saluran pernafasan bagian atas Studi dokumentasi.
dan saluran pernafsan bagiam bawah.
Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur,
dan bakteri.

Bersihan Jalan Nafas Tidak Ketidakmampuan membersihkan sekret Wawancara Observasi


atau obstruksi jalan nafas untuk dan Pemeriksaan Fisik
Efektif
mempertahankan jalan nafas tidak Studi dokumentasi.
paten.

31
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
C. Partisipan

Partisipan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 klien yang mengalami infeksi

saluran pernafasan akut (ISPA) dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak

efektif.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini di UPT Puskesmas Pringsewu, dengan klien

yang mengalami infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dengan masalah keperawatan

bersihan jalan nafas tidak efektif. Lama waktu penelitian adalah minimal 3 hari, jika

pasien pulang maka akan dilakukan perawatan home care dengan karakteristik perawatan

yang sama. Waktu penelitian yang digunakan pada tahun 2023.

E. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Pada pengumpulan data, peneliti mengumpulkan data dengan metode wawancara.

Wawancara merupakan suatu teknik mengumpulkan data sebanyak-banyaknya yang

dilakukan dengan cara tanya jawab antara penanya (interviewer) dengan penjawab

(responden) (Brinkmann & Kvale, 2018).

2. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Observasi merupakan proses pengamatan sistematis dari aktifitas manusia dan

pengaturan fisik dimana kegiatan tersebut berlangsung secara terus menerus dari

lokus aktivitas bersifat alami untuk menghasilkan fakta, oleh karena itu, observasi

32
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
merupakan bagian integral dari cakupan penelitian lapangan. Pemeriksaan fisik

dilakukan pada pasien dengan pendekataan latihan batuk efektif : melatih pasien yang

tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif untuk membersihkan laring, trakea,

dan bronkiolus dari sekret atau benda asing dijalan nafas.

3. Intervensi Yang Dilakukan

a. Memonitor adanya retensi sputum

b. Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

c. Memonitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas

d. Mengatur posisi semi-fowler atau fowler

e. Membuang sekret pada tempat sputum

4. Studi Dokumentasi

Pada metode pengumpulan data ini juga, dokumentasi ini diambil dan dipelajari dari

catatan medis Puskesmas, catatan dari perawat untuk memperoleh data mengenali

perawatan dan pengobatan (Debora, 2017).

F. Analisa Data

Urutan dalam analisa data adalah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data

Metode pengumpulan data dimana data dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi,

dan dokumentasi. Hasil data yang telah dikumpulkan ditulis dalam bentuk catatan

lapangan, kemudian dibuat secara sistematis.

2. Mereduksi Data

Tahap selanjutnya, menganalisa data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk

hasil pengkajian dikelompokkan menjadi data subyektif dan data obyektif dianalisis

33
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
berdasarkan hasil pengkajian dianostic kemudian dibandingkan dan dilakukan

pembahasan.

3. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dengan menggunakan tabel, gambar, bagan maupun teks

naratif, kerahasiaan klien dijaga sepenuhnya dengan membuat nama inisial dalam

identitas klien.

4. Kesimpulan

Tahapan terakhir yang dilakukan adalah kesimpulan. Dimana data yang sudah

disajikan tersebut dibahas dan dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu dan

secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan

metode induksi. Data yang dikumpulkan terkait dengan proses keperawatan, yaitu data

pengkajian, diagnosa, perencanaan tindakan, dan evaluasi (Siyoto & Ali, 2015).

G. Etik Penelitian

Etika yang mendasari penyusun studi kasus, terdiri dari :

1. Informed Consent

Pada etika penelitian ini, peneliti memberikan Informed consent kepada klien.

Informed consent yaitu suatu persetujuan untuk berpartisipasi sebagai subjek

penelitian setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan terbuka dari peneliti

tentang keseluruhan pelaksanaan penelitian.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Penulis merahasiakan nama klien dengan tidak memberikan atau mencantumkan nama

klien dan hanya menuliskan inisial pada data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Self Determinan

34
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Menghormati otonomi, yang mensyaratkan bahwa manusia mampu menalar pilihan

pribadinya harus diperlakukan dengan menghormati kemampuannya untuk mengambil

keputusan mandiri.

4. Confidentiality (Kerahasiaan)

Confidentiality adalah menjaga privasi atau rahasia klien, segala sesuatu mengenai

klien boleh diketahui jika digunakan untuk pengobatan klien atau mendapat izin dari

klien.

5. Beneficience (Berbuat Baik)

Etika penelitian selanjutnya yaitu berbuat baik, dimana peneliti harus melakukan yang

terbaik bagi klien, tidak merugikan klien, dan mencegah bahaya bagi klien.

6. Non Maleficience

Etika penelitian yang terakhir adalah Non maleficience, dimana prinsip pada etika

penelitian ini tidak melukai atau tidak menimbulkan bahaya atau cedera bagi orang

lain. Pada etika penelitian ini, sangat penting untuk peneliti memperkirakan

kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi dalam penelitian. Sehingga hal itu

dapat mencegah resiko yang membahayakan bagi klien (Kemenkes, 2017).

H. Langkah-Langkah Pengumpulan Data Dalam Penelitian

1. Langkah persiapan

a. Pengajuan judul

b. Mencara literature atau sumber untuk peneliti melihat fenomena

c. Menyusun karya tulis ilmiah kemudian konsultasikan dengan pembimbing setelah

setuju.

2. Langkah pelaksanaan

35
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
a. Pengumpulan data berlangsung selama 3 hari, kelengkapan hasil observasi di

periksa kembali.

1) Hari 1

Membina hubungan saling percaya, mengatur posisi pasien senyaman

mungkin, melakukan pengkajian tanda tanda adanya sputum pada pasien

penderita ISPA, memberi pengetahuan mengenai cara batuk efektif

menggunakan media penkes.

2) Hari 2

Melakukan intervensi dengan

a) Monitor adanya retensi sputum

b) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas

c) Atur posisi seme-Fowler atu Fowler

d) Buang sekret pada tempat sputum

e) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

3) Hari 3

Melakukan evaluasi kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan

nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten dengan kriteria hasil :

a) Batuk efektif meningkat

b) Produksi sputum menurun

c) Mengi menurun

d) Wheezing menurun

e) Frekuensi nafas membaik

36
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
b. Melakukan pengkajian terhadap klien yang mengalami ISPA dengan masalah

bersihan jalan nafas tidak efektif.

3. Langkah akhir

a. Hasil analisis yang telah disetujui oleh dosen pembimbing akan disajikan dalam

presentasi sidang akhir

b. Melakukan sidang dan disetujui oleh pembimbing dan penguji

c. Dilakukan uji hasil penelitian lalu hasil akan dikumpulkan sesuai dengan jadwal

yang ditentukan dan kemudian melakukan pengumpulan data , pengambilan data ,

mereduksi data , kesimpulan dan menyusun laporan .

37
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Daftar Pustaka

Alamsyah. 2018. Pola Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Anak Air

Padang. http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/ka

Depkes RI. (2018). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: Dirjen

Pengendalian Penyakit Penyehatan lingkungan.

Firza Dian dkk.2018. Angka Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Dengan Jenis Kelamin Dan

Usia Di Upt Puskesmas Dolok Merawan.

Hidayat. (2019). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Keperawatan (Jakarta).

Salemba Medika.

Kucoro Fadli. 2018. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).Available : http://id.wikipedia.org/

Nelson, A,. & Behrman, K 2013, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 1. (S. Wahab, Ed.) (15 th

ed.), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Nuraeni Syarifuddin & Siska Natsir. 2019. Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Penderita

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Di Puskesmas Empage Kabupaten Sidenreng Rappang.

Jurnal Ilmiah Kesehatan lqra: Volume 7 No.2

Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas. Jakarta Kemenkes RI.

Luthfiyah, M.F. (2018) Metodologi penelitian: penelitian kualitatif, tindakan kelas & studi

kasus. CV Jejak (Jejak Publisher). Available at:

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian RI tahun 2018. Diakses: 19 Oktober 2021 dari www.depkes.go.id

Sukarto.2018.Gambaran Faktor Kesehatan Lingkungan Pada Bali 12-59 Bul Dengan Penyakit

Ispa Di Wilayah Kerja Puskesmas Kema Tahun 2020. Jurnal KESMAS, Vol. 9, No 7.

38
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Wijaya dan Yessie (2013) Keperawatan Medikal Bedah 2. Pertama. Yogyakarta: Nuha Medika.

Wulandari.D & Purnamasari.L.2019.Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM PPNI, Tim Pokja

SDKI DPP, (2017).Standar diagnose keperawatan Indonesia.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesi

39
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
42
Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Anda mungkin juga menyukai