Anda di halaman 1dari 15

PENERAPAN FISIOTERAPI DADA TERHADAP BERSIHAN

JALAN NAPAS PADA PENDERITA ISPA

PROPOSAL KTI

Disusun untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan pada Program


Studi Diploma III Keperawatan STIKES ‘Aisyiyah Surakarta

Oleh

SALMA SILATUL IRCHAMIYAH

B2015098

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH

SURAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah. ISPA adalah suatu kelompok penyakit sebagai penyebab
angka absensi tertinggi bila dibandingkan dengan kelompok penyakit lain.
Lebih 50% dari absensi atau dari semua angka tidak masuk kerja/sekolah
disebabkan penyakit ini. Angka kekerapan terjadi ISPA tertinggi pada
kelompok-kelompok tertutup di masyarakat, misalnya penghuni asrama,
kesatrian, dan sekolah (Marni, 2014: 28).
Umumnya penyakit ISPA ditandai dengan keluhan dan gejala yang
ringan diawali dengan demam, batuk, hidung tersumbat dan sakit
tenggorokan. Bahaya dari infeksi saluran pernafasan dapat menjalar ke
paru-paru dan menyebabkan sesak nafas, oksigen yang masuk ke paru-
paru berkurang, anak menjadi kejang, dan bahkan menyebabkan kematian.
(Maidartati, 2014: 48)
Sampai saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia.
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 di New
York jumlah penderita ISPA adalah 48.325 anak dan memperkirakan di
Negara berkembang berkisar 30-70 kali lebih tinggi dari negara maju dan
diduga 20% dari bayi yang lahir di negara berkembang gagal mencapai
usia 5 tahun dan 26-30% dari kematian anak disebabkan oleh ISPA. Hal
ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat ISPA.
Kematian akibat penyakit ISPA pada balita mencapai 12,4 juta pada balita
golongan umur 0-1 tahun dan sebanyak 80,3% kematian ini terjadi di
Negara berkembang (Kemenkes, 2010).
Sebagian besar hasil penelitian di negara berkembang
menunjukkan 20-35% kematian bayi dan anak disebabkan oleh ISPA.
Penyakit ini pada anak merupakan penyebab kesakitan (morbiditas) dan
kematian (mortalitas) yang tinggi. Hasil survey kesehatan tahun 2013
menunjukkan sebanyak 15,7% mengalami ISPA dan 26,6% mengalami
gejala ISPA (Riskesdas, 2013: 37).
Di Indonesia kasus ISPA menempati urutan pertama dalam jumlah
pasien rawat jalan terbanyak. Hal ini menunjukkan angka kesakitan akibat
ISPA masih tinggi. Pemerintah telah merencanakan untuk menurunkannya
hingga 3 per 1000 balita pada tahun 2012. Akan tetapi, keberhasilannya
bergantung pada banyaknya faktor resiko, terutama yang berhubungan
dengan strategi baku penatalaksanaan kasus, imunisasi, dan modifikasi
faktor resiko (Ariasti, 2014: 28)
Berdasarkan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 karakteristik
penduduk dengan ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur 1 – 4 tahun,
di Jawa Tengah periode prevalensi ISPA 25,5 % (Marni, 2014: 28).
Jumlah kematian balita karena ISPA di provinsi jawa tengah sebanyak 67
balita, dengan usia < 1 tahun sebanyak 36 balita dan < 4 tahun sebanyak
31 balita (Riskesdas, 2013).
Data dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta (DKK, 2017)
menyatakan bahwa dari 17 puskesmas di Surakarta terdapat prevalensi
tertinggi dan terendah. Prevalensi tertinggi masyarakat yang memiliki
penderita ISPA tertinggi di temukan di Puskesmas Kratonan, dan yang
terendah ditemukan di Puskesmas Setabelan.
Penanganan ISPA dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan
terapi respirasi. Terapi farmakologi terdiri atas Antimicrobial (Antibiotik),
Bronkodilator, Adrenal Glukokortiroid (Prednison), Antitusif, Mukolitik,
Antialergenik, Vasokonstriktor dan Dekongestan dan Terapi Respirasi
antara lain: memfasilitasi batuk efektif dan nafas dalam, fisioterapi dada,
dan memberikan oksigen (Somantri, 2012: 33-35).
Fisioterapi dada adalah tindakan untuk membersihkan jalan nafas
dengan mencegah akumulasi sekresi paru (Lusianah, 2012: 33). Fisioterapi
dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara
postural drainase, cllaping/perkusi, dan vibrating pada pasien dengan
gangguan sistem pernafasan. Waktu yang optimal untuk melakukan teknik
ini adalah sebelum makan dan menjelang tidur (Andarmoyo, 2012: 105).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariasti (2014:
28) menjelaskan bahwa anak-anak yang terkena ISPA menunjukkan
adanya pengaruh pemberian fisioterapi dada terhadap kebersihan jalan
napas pada pasien ISPA di Desa Pucung Eromoko.
Berdasarkan Studi Pendahuluan yang peneliti lakukan di
Puskesmas Purwodiningratan Solo, peneliti menemukan kasus ISPA
sebanyak 4754 pada tahun 2017. Ini adalah kasus terbanyak di Puskesmas
Solo. Kasus terkecil terdapat di Puskesmas Setabelan dengan hanya 5
kasus ISPA (Profil Kesehatan Kota Surakarta, 2018).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pengaruh fisioterapi dada dalam bersihan
jalan napas pada anak dengan ISPA.

B. Rumusan Masalah
“Bagaimanakah bersihan jalan napas pasien dengan ISPA sebelum
dan sesudah dilakukan fisioterapi dada?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan hasil implementasi fisioterapi dada terhadap bersihan
jalan napas pada anak dengan ISPA.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan hasil pengamatan bersihan jalan nafas sebelum
dilakukan penerapan fisioterapi dada terhadap bersihan jalan napas
pada anak dengan ISPA.
b. Mendiskripsikan hasil pengamatan bersihan jalan nafas sesudah
dilakukan penerapan fisioterapi dada terhadap bersihan jalan napas
pada anak dengan ISPA.
c. Menganalisa perbedaan bersihan jalan nafas sebelum dan sesudah
dilakukan penerapan fisioterapi dada pada anak dengan ISPA.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi :
1. Masyarakat
Membudayakan pengelolaan pasien dengan ISPA secara mandiri
melalui pengelolaan dengan cara tindakan fisioterapi dada.
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
a. Sebagai penelitian pendahuluan untuk mengawali penelitian
lebih lanjut tentang tindakan fisioterapi dada dalam memberikan
asuhan keperawatan pasien dengan gangguan bersihan jalan
napas.
b. Sebagai salah satu sumber informasi bagi pelaksanaan penelitian
bidang keperawatan tentang tindakan fisioterapi dada pada pasien
gangguan bersihan jalan napas pada masa yang akan datang
dalam rangka peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi
keperawatan.
3. Penulis memperoleh pengalaman dalam melaksanakan aplikasi riset
keperawatan di tatanan pelayanan keperawatan, khususnya penelitian
tentang pelaksanaan tindakan fisioterapi dada pada pasien gangguan
bersihan jalan napas.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori
1. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
a. Pengertian
ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) adalah suatu
kelompok penyakit yang menyerang saluran pernapasan secara
anatomis ISPA dapat dibagi dalam dua bagian yaitu ISPA atas
(Acute Upper Ripiratory Infections) dan ISPA bawah (Acute Lower
Ripiratory Infections) (Maryunani, 2010: 58).
ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) adalah infeksi akut
yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran
pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur
dan bakteri (Marni, 2014: 28).
b. Penyebab
Menurut Lebuan dan Somia (2017: 2) ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut) dapat disebabkan oleh bakteri atau virus
yang masuk kesaluran nafas dan menimbulkan reaksi inflamasi.
Virus yang paling sering menyebabkan ISPA pada balita adalah
influenza-A, adenovirus, parainfluenza virus.
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dapat disebabkan oleh:
1. Bakteri : eschericia choli, streptococcus pneumonia,
chlamidya penumoniae,chlamidya trachomatitis, mycoplasma
pneumonia, dan beberapa bakteri lain.
2. Virus : miksovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus,
virus influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, respiratorik
syncytial virus dan lainnya.
c. Manifestasi Klinis
Menurut Asmadi (2008: 128) menyatakan bahwa gejala
ISPA bervariasi tergantung dari penyebabnya, antara lain :
1. ISPA yang disebabkan oleh alergi dan virus biasanya
menimbulkan gejala rhinitis seperti hidung berair, hidung
mampet, bersin, lelah, demam dan kemudian diikuti dengan
sakit tenggorokan dan suara menjadi serak.
2. ISPA yang disebabkan oleh bakteri menimbulkan faringitis
dengan gejala sakit tenggorokan tanpa gejala pilek dan bersin.
3. ISPA yang disebabkan oleh jamur biasanya menimbulkan
sinusitis.
d. Patofisiologi
Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya bakteri: :
Escherichia coli, streptococcus pneumonia, chlamidya
trachomatis, clamidia pneumonia, mycoplasma pneumonia, dan
beberapa bakteri lain dan Virus : miksovirus, adenovirus,
koronavirus, pikornavirus, virus influenza, virus parainfluenza,
rhinovirus, respiratory syncytial virus ke dalam tubuh manusia
melalui partikel udara (droplet infection), kuman ini akan melekat
pada sel epitel hidung, dengan mengikuti proses pernapasan maka
kuman tersebut bisa masuk ke bronkus dan masuk ke saluran
pernapasan, yang mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit kepala
dan sebagainya (Marni, 2014: 30).
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penyakit ISPA menurut
Purnamasari dan Wulandari (2015: 38) antara lain :
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Analisa gas darah (AGD)
3. Foto rontgen : thorax
4. Kultur virus dilakukan untuk menemukan RSV
f. Komplikasi
Menurut Asmadi (2008: 128) mengatakan bahwa apabila
ISPA tidak segera terobati atau tersembuhkan lebih dari 2 minggu,
maka penyakit itu bisa menimbulkan infeksi ke paru-paru dan
menyebabkan pneumonia.
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA menurut (Somantri, 2009: 33-34) yaitu
terapi farmakologi dan terapi respirasi.
1. Terapi Farmakologi
a. Antimikrobial (Antibiotik)
b. Bronkodilator
c. Adrenal Glukokortiroid (Prednison)
d. Antitusif
e. Mukolitik
f. Antialergenik
g. Vasokonstriktor dan Dekongestan
2. Terapi Respirasi
a. Memfasilitasi batuk efektif dan tarik napas dalam
b. Fisioterapi dada (Chest Physiotherapy)
c. Oksigen

2. BERSIHAN JALAN NAPAS


a. Pengertian
Bersihan jalan napas adalah suatu keadaan dimana paru
atau trache terbebas dari penumpukan sekret baik sepenuhnya atau
sebagian dimana frekuensi napas dalam batas normal <40 x/ menit,
pernapsan cuping hidung (-) serta retraksi intercostals (-)
(Maidartati, 2014: 52).
b. Kriteria
Kriteria bersihan jalan napas menurut Muttaqin (2008: 32) antara
lain :
1) Bunyi napas terdengar bersih
2) Ronkhi tidak terdengar
3) Menunjukkan batuk efektif
4) Tidak ada penumpukan sekret di saluran napas
5) Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa penggunaan
otot bantu napas.
c. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bersihan jalan napas menurut Somantri (2009: 33-
34) antara lain:
1) Humidifikasi, misalnya nebulizer
2) Fisioterapi dada
3) Obat bronkodilator
4) Inhalasi mekanik

3. FISIOTERAPI DADA
a. Pengertian
Fisioterapi dada adalah salah satu dari fisioterapi yang
menggunakan teknik postural drainase, vibrasi dan perkusi. Fisioterapi
dada sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat
akut maupun kronis, dari perpaduan atau kombinasi dari ketiga teknik
tersebut sangat bermanfaat untuk mengatasi gangguan bersihan jalan
napas terutama pada anak yang belum dapat melakukan batuk efektif
secara sempurna. Pada anak yang mengalami gangguan bersihan jalan
napas terjadi penumpukan secret, dengan adanya ketiga teknik tersebut
mempermudah pengeluaran secret, secret menjadi lepas dari saluran
pernapasan dan akhirnya dapat keluar melalui mulut dengan adanya
proses batuk pada saat dilakukan fisioterapi dada (Maidartati, 2014: 52)
b. Tujuan
Tujuan fisioterapi dada menurut Priadi. et al. (2016: 15) antara lain:
1. Mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernapasan
2. Membantu membersihkan sekret dari bronkus
3. Mencegah penumpukan sekret
4. Memperbaiki pergerakan dan aliran sekret
c. Teknik Fisioterapi Dada
Menurut (Somantri, 2009: 33) Fisioterapi dada terdiri atas postural
drainase, perkusi dada dan vibrasi dada. Biasanya ketiga metode
digunakan pada posisi yang berbeda diikuti dengan napas dalam dan
batuk.
1. Perkusi dada
Perkusi dada dilakukan dengan mengetukkan dinding dada
dengan tangan. Untuk melakukan perkusi dada, tangan dibentuk
seperti mangkuk dengan memfleksikan jari dan meletakkan ibu
jari bersentuhan dengan jari telunjuk. Perkusi dinding dada
secara mekanis akan melepaskan secret.
2. Vibrasi dada
Vibrasi digunakan untuk meningkatkan kecepatan dan
turbulensi udara ekshalasi guna menghilangkan secret. Teknik
ini dilakukan dengan meletakkan tangan berdampingan dengan
jari-jari ekstensi di atas area dada. Instruksikan klien melakukan
ekshalasi perlahan setelah klien melakukan inhalasi dalam.
Selama ekshalasi, dada di vibrasi dengan kontraksi dan relaksasi
cepat pada otot lengan dan bahu perawat.
3. Postural Drainase
Postural drainase merupakan salah satu intervensi untuk
melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru-paru dengan
menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik
untuk melakukannya yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi
dan 1 jam sebelum tidur pada malam hari. Postural drainase
harus sering dilakukan apabila lender berubah warnanya
menjadi kehijauan dan kental atau ketika klien demam.
d. Pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan napas
Menurut Priadi. et al. (2016: 18) mengatakan bahwa
fisioterapi dada berpengaruh terhadap bersihan jalan napas karena
dapat membantu membersihkan jalan napas dari mukus/sekresi
yang berlebihan, terdiri dari postural drainase, clapping, vibrasi dan
batuk efektif. Pengkajian dilakukan untuk menentukan lokasi
tumpukan sekret kemudian memberikan posisi postural drainase
yang dapat mengalirkan mukus ke jalan napas besar. Setelah itu
dilakukan clapping atau perkusi dada diselingi dengan vibrasi yang
dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus
kemudian diakhiri dengan batuk efektif yang dapat mengeluarkan
sputum secara maksimal dengan penggunaan energi yang efisien.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
quasi eksperimen. Penelitian quasi eksperimen disebut juga dengan
eksperimen pura-pura. Desain ini mempunyai variabel kontrol tetapi tidak
digunakan sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang
mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Jenis penelitian ini adalah one
group pretest-posttest design.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah dua responden anak usia 1-5 tahun
dengan ISPA di kelurahan Kratonan dengan kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
a. Anak usia 1-5 tahun yang mengalami gangguan bersihan jalan
napas ditandai dengan respirasi rate (RR) >40x/menit, pernapasan
cuping hidung (PCH) ada, serta retraksi intercostals (RIC) ada.
b. Nadi dan suhu anak dalam batas normal
c. Kesadaran baik (kompos mentis)
d. Orangtua pasien memberikan ijin menjadi responden
2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien dengan kelainan dinding dada: fraktur iga, infeksi,
neoplasma, riketsia.
b. Pasien dengan Tension Pneumothoraks.
c. Pasien yang mengalami kelainan yang berhubungan dengan darah:
kelainan pembekuan, haemoptisis, perdarahan intrabronkial yang
massif.
d. Pasien dengan aritmia jantung.
C. Fokus Studi
Perubahan bersihan jalan napas pada penderita ISPA yang mendapat
tindakan fisioterapi dada.
D. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur


Hasil Ukur

1 Fisioterapi Fisioterapi dada me- Lembar


Dada rupakan salah satu dari Observasi
fisioterapi yang meng-
gunakan teknik postural
drainase, vibrasi dan
perkusi. Kemudian di-
lanjutkan dengan batuk
efektif.
Dilakukan selama 3 hari
sehari sekali selama
15-20 menit.
2 Bersihan suatu kondisi dimana Stetoskop 1. RR
normal
Jalan individu mampu untuk 2. Tidak ada sekret
Napas batuk secara efektif dan 3. Pernapasan cuping
tidak ada penumpukan hidung tidak ada
sekret. 4. Retraksi inter-
costals tidak ada

E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data. Pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Lembar observasi
2. Stetoskop
F. Tempat dan Waktu
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kratonan Surakarta.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 1 hari dengan frekuensi latihan satu kali
sehari selama 15-20 menit.
G. Metode Pengumpulan Data
Adapun prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Persiapan
a. Mengurus surat permohonan studi pendahuluan dari institusi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) ‘Aisyiyah Surakarta.
b. Mengurus surat permohonan pengantar penelitian dari institusi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) ‘Aisyiyah Surakarta.
c. Mengurus perijinan untuk lokasi yang akan dilakukan penelitian.
d. Setelah mendapatkan perijinan dari pengurus wilayah, penelitian
dimulai.
2. Pelaksanaan
a. Memilih responden sesuai kriteria inklusi, setelah itu diberikan
penjelasan tentang fisioterapi dada terhadap bersihan jalan napas
pada penderita ISPA.
b. Meminta persetujuan (informed consert) klien yang akan diberikan
tindakan fisioterapi dada.
c. Membina hubungan saling percaya kepada responden (BHSP) dan
menjelaskan manfaat dari penerapan fisioterapi dada.
d. Menjamin kerahasiaan responden dan hak responden untuk
menolak menjadi responden dengan menandatangani persetujuan
menjadi responden.
e. Melakukan pengkajian kepada responden.
f. Melakukan pengecekan RR, pernapasan cuping hidung dan retraksi
intercostal sebelum dilakukan fisioterapi dada.
g. Responden akan diberikan tindakan fisioterapi dada 3 kali
pertemuan selama 15-20 menit.
h. Membandingkan bersihan jalan napas sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan fisioterapi dada.
3. Pendokumentasian
a. Mendokumentasikan pada lembar observasi
b. Membandingkan bersihan jalan napas sebelum dan sesudah
dilakukan fisioterapi dada.
H. Cara Pengolahan Data
Cara pengolahan data pada penelitian ini secara naratif dengan
mengobservasi pengaruh bersihan jalan napas sebelum dan sesudah
dilakukan fisioterapi dada dengan menggunakan lembar observasi. Dari
lembar observasi tersebut peneliti dapat melihat perbedaan bersihan jalan
napas sbelum dan sesudah dilakukan fisioterapi dada.
I. Penyajian Data
Penyajian data disajikan secara naratif dalam laporan Karya Tulis
Ilmiah (KTI). Data yang disajikan berupa data hasil observasi penelitian,
menggambarkan dan meringkas data sebelum dan sesudah diberiakan
intervensi fisioterapi dada.
J. Etika Penelitian
Beberapa etika penelitian yang perlu dipersiapkan peneliti adalah sebagai
berikut:
1. Informed consent (Lembar persetujuan menjadi responden)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan
dari Informed consent, agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian.
2. Anonymity (Tanpa nama)
Tanpa nama yaitu jaminan dalam penggunaan subjek penelitian
tanpa mencantumkan nama pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kodenya saja.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Confidentiality dalam etika penelitian memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu yang
akan dilaporkan pada hasil riset.

Anda mungkin juga menyukai