Anda di halaman 1dari 16

IDENTIFIKASI PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAPASAN

ATAS (ISPA) PADA ANAK

Oleh:
1. RUSIAH, 11194862111420
2. STEFANY YUNIARTY, 11194862111421
3. WAHIDAH, 11194862111422
4. WITTA ARNAZ, 11194862111423
5. YUNIKE KAROLINA, 11194862111424
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
ada di Negara berkembang dan Negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya
angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, terutama pada bayi
dan balita. Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang
menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA
mengenai struktur saluran diatas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagaian
saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Irianto, 2014).
 Menurut WHO, pneumonia berkontribusi terhadap 14% kematian pada balita di dunia pada tahun
2019. Pada RISKESDAS 2018, prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosis oleh tenaga
kesehatan adalah 2% dan 4% berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan gejala.
Survei Sample Registration System Balit bangkes 2016 pneumonia menempati urutan ke 3
sebagai penyebab kematian pada balita (9.4%) (Kementerian Kesehatan RI, 2022).
Lanjutan Latar Belakang…..

 Berdasarkan hasil penelitian Aman (2022) penderita ISPA tertinggi pada usia balita. Didukung
juga dengan penelitian Adeliriansyah, (2018) juga menunjukkan kasus tertinggi ISPA pada usia
Balita. Balita sangat rentan mengalami ISPA karena daya tahan tubuh balita yang belum
terbentuk sempurna. Itu sebabnya, tubuh Balita sulit untuk melawan infeksi bakteri maupun virus
penyebab ISPA. Selain faktor imunitas, keadaan lingkungan sekitarnya juga mungkin berperan
dalam penularan ISPA.
 Oleh sebab itu, upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan terjadinya risiko kematian yang
disebabkan oleh penyakit ISPA yaitu dengan melakukan upaya penanganan dan pencegahan
yang telah dilakukan pemerintah seperti program pemberian vitamin A, program imunisasi
lengkap, danprogram Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang telah dilakukan
diberbagai puskesmas serta pemberian pendidikan kesehatan tentang penatalaksanaan ISPA
Upaya dalam menanggulangi penyakit ISPA baik yang dilakukan oleh Ibu dengan
mengusahakan agar Balita memperoleh gizi yang baik, memberikan imunisasi lengkap, menjaga
kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih serta mencegah Balita berhubungan
dengan klien ISPA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 Definisi ISPA Menurut WHO, ISPA adalah penyakit menular dari saluran pernapasan atas atau
bawah yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit berkisar dari infeksi ringan sampai
penyakityang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor penjamu dan
faktor lingkungan
 Etiologi ISPA Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
Penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella
dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Mixovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.
 Patofisiologi ISPA  ISPA merupakan penyakit yang dapat menyebar melalui udara (air borne
disease). ISPA dapat menular bila agen penyakit ISPA, seperti virus, bakteri, jamur, serta polutan yang
ada di udara masuk dan mengendap di saluran pernapasan sehingga menyebabkan pembengkakan
mukosa dinding saluran pernapasan dan saluran pernapasan tersebut menjadi sempit.
Pengendapan agen di mucociliary transport(saluran penghasil mukosa) menimbulkan reaksi sekresi
lender yang berlebihan (hipersekresi). Bila hal itu terjadi pada anak-anak, kelebihan produksi lender
tersebut akan meleleh keluar hidung karena daya kerja mucociliary transportsudah melampaui batas.
Lanjutan tinjauan
pustaka
 Klasifikasi ISPA  ISPA bukan pneumonia, ISPA pneumonia dan ISPA pneumonia berat
 Tanda gejala ISPA Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing,
malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya),
gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi
suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal
nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian (Irianto, 2014).
 Komplikasi ISPA Sinusitis pranasal, Penutupan tuba eusthachii Penyebaran infeksi
 Pencegahan ISPA Menjaga keadaan gizi agar tetap baik , Melakukan immunisasi , Menjaga
kebersihan perorangan dan lingkungan, Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
 Penanganan Awal ISPA Mengatasi panas (demam), Mengatasi batuk, Pemberian makanan,
Pemberian minuman
Lanjutan tinjauan
pustaka
PATHWAY ISPA
BAB III
TINJAUAN KASUS
Skenariao Kasus
An. D usia 36 bulan (3 tahun) datang ke Puskesmas bersama Ibu nya dengan keluhan batuk dan pilek
sudah 2 hari, demam sejak kemarin disertai, susah makan, bibir pecah-pecah dan batuk grok-grok.
Ibu klien mengatakan hanya memberikan kompres air dingin di rumah tetapi demam semakin tinggi
batuk grok-grok tidak reda. Ibu mengatakan sebelum sakit nafsu makan anaknya sangat baik,
frekuensi makan tiga kali sehari dan makanan yang dikonsumsi yaitu nasi, ikan, telur dan sayur-
sayuran. Selama sakit orang tua klien mengatakan selama sakit nafsu makan anaknya berkurang,
frekuensi makan dua kali sehari dan hanya memakan bubur itu pun tidak dihabiskan. Ibu juga
mengatakan anak maupun keluarga tidak pernah menderita penyakit berat seperti TB, DM penyakit
jantung dan lainnya. Hasil pemeriksaan Klien tampak kurus, klien tampak pucat, klien tampak lemas,
TTV: P:35x/menit, N: 110x/menit, S: 38,3oC, BB sebelum sakit 14,1 kg setelah sakit menjadi 12,5
kg (menurun ), TB 95 cm, mukosa bibir kering, hidung terdapat cairan / lendir berwarna jernih,
hidung bagian luar tampak kemerahan, tidak ada tarikan dinding dada waktu bernapas,
bentuk dada simetris, pernapasan terdengarstridor,
Lanjutan tinjauan kasus
Lanjutan tinjauan kasus
Lanjutan tinjauan kasus
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengkajian

Data Subjektif
An. D usia 36 bulan (3 tahun) datang ke Puskesmas bersama Ibu nya dengan keluhan batuk dan
pilek sudah 2 hari, demam sejak kemarin disertai, susah makan, bibir pecah-pecah dan batuk grok-
grok. Ibu klien mengatakan hanya memberikan kompres air dingin di rumah tetapi demam semakin
tinggi batuk grok-grok tidak reda dan nafsu makan turun.
Data subjektif pada kasus sesuai dengan teori WHO (2022) dan irianto, (2014)  Tanda dan
gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu
makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara
nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang
oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan
mengakibatkan kematian
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengkajian

Data Subjektif
Selain itu, berdasarkan penelitian oleh Aman, (2022) tanda gejala balita dengan ISPA antara lain
batuk, pilek, demam, pusing, nafsu makan menurun, sehingga dapat menyebabkan penurunan berat
badan pada balita. ISPA pada umumnya infeksi pertama menyerang anak-anak karena kekebalan
tubuh yang di alami oleh anakbelum terbentuk sempurna sehingga saat sistem imun
menurun dan infeksi ISPA semakin lama proses penyembuhanya karena setelah terpapar
virus ISPA sehingga dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien dari sistem
saluran pernafasan. Ketahanan saluran pernafasan terhadap infeksi maupun partikel dan gas
yang ada di udara sangat tergantung pada 3 unsur alamiah yang selalu terdapat pada orang sehat,
yaitu: utuhnya epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibody (Hartono,
2016).
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengkajian

Data Objektif
Berdasarkan data objektif pada kasus diperoleh TTV: P:35x/menit, N: 110x/menit, S: 38,3oC,
BB sebelum sakit 14,1 kg setelah sakit menjadi 12,5 kg (menurun ), TB 95 cm, mukosa bibir
kering, hidung terdapat cairan / lendir berwarna jernih, hidung bagian luar tampak
kemerahan, tidak ada tarikan dinding dada waktu bernapas, bentuk dada simetris, pernapasan
terdengar stridor.
Satu faktor penyebab yang dapat menimbulkan terjadinya ISPA pada anak adalah status gizi,
dimana status gizi yang kurang merupakan hal yang memudahkan proses terganggunya
sistem hormonal dan pertahanan tubuh pada anak. Kekurangan protein/gizi yang terjadi dapat
menurunkan sistem imun yang pada akhirnya akan menyebabkan tubuh lebih mudah terpapar
penyakit infeksi. Salah satu Masalah yang sering timbul pada anak dengan infeksi saluran
pernapasan akut yaitu penurunan nafsu makan hal ini di sebabkan oleh proses terganggunya sistem
hormonal dan pertahanan tubuh pada anak. (Hartono, 2016).
BAB IV
PEMBAHASAN
Asassment
Hasil kesimpulan asassment pada kasus sesuai dengan teori Halimah (2019) pada balita usia 12 sd
60 bulan bila frekuensi pernapasan kurang dari 50 kali permenit untuk usia 2-11 bulan dan
kurang dari 40 kali permenit untuk usia 12-59 bulan, serta tidak ada tarikan pada dinding dada
makan dapat dikelompokan menjadi ISPA bukan pneumonia. Sedangkan dari hasil pengkajian yang
dilakukan pada An.D masalah pertama yang diangkat adalah asupan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh karena An.D mengalami penurunan nafsu makan selama sakit ISPA sehingga menyebabkan
penurunan berat badan, membran mukosa pucat, tonus otot menurun. Salah satu Masalah yang sering
timbul pada anak dengan infeksi saluran pernapasan akut yaitu penurunan nafsu makan hal ini di
sebabkan oleh proses terganggunya sistem hormonal dan pertahanan tubuh pada anak (Hartono, 2016)
Masalah kedua yang diangkat pada kasus yaitu gangguan jalan nafas karena adanya penumpukan
secret. Gangguan jalan nafas sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup seseorang. Sedangkan
penyakit ISPA pada umumnya infeksi pertama menyerang anak-anak karena kekebalan tubuh yang
di alami oleh anak belum terbentuk sempurna sehingga saat sistem imun menurun dan infeksi
ISPA semakin lama proses penyembuhanya karena setelah terpapar virus ISPA sehingga dibutuhkan
suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien dari sistem saluran pernafasan (Hartono, 2016).
Penatalaksanaan
Dalam menyusun perencanaan maupun penatalaksanaan kebidanan pada kasus ISPA harus meliputi
kelengkapan data, serta data penunjang lainnya, dan dilakukan sesuai dengan kondisi klien, sehingga penulis
tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dengan kasus dan teori. Intervensi pertama yaitu
memberikan obat ISPA nonpneumonia sesuai dengan advis dokter yaitu Sirup Sanmol dengan dosis 3x1/2
sendok/hari dan Dehista, guefenesin dan vitamin c (dihaluskan) dengan dosis 3x1 bungkus/hari. Menurut WHO
(2022) ISPA bukan pneumonia Tanpa pemberian obat antibiotik hanya diberikan perawatan dirumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak ada zat yang merugikan
seperti Kodein, Dekstrometorfan dan Antihistamin.
Intervensi kedua adalah mengedukasi ibu tidak minum obat dengan susu, dan boleh minum susu saat 1 jam
setelah minum obat agar tidak mengganggu penyeraban obat di dalam tubuh (Zahra, 2021). Intervensi ketiga
adalah pemberian edukasi mengenai batuk efektif di tentukan berdasarkan kebutuhan Balita agar Balita dapat
mengeluarkan semua udara dari dalam paru-paru dan saluran nafas sehingga menurunkan frekuensi sesak
nafas, menghemat energi anak sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal,
dan melatih otot-otot pernafasan agar dapat melakukan fungsinya dengan baik (Wiharni, 2022). Intervensi
keempat yaitu sesuai mengendalikan ketidakseimbangan nutrisi yaitu dengan pemberian porsimakan
dengan porsi kecil tapi sering guna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien (Widaryanti, 2019).
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai