Anda di halaman 1dari 5

PENYAKIT INFEKSI BALITA PADA MASYARAKAT PESISIR

Disusun Oleh Kelompok 10 :

Baldatun Thoibah (0801211038)

Rizka Aulia (0801212097)

Salsabila Audina (0801212184)

Sekar Harum Priyatna (0801212126)

Kelas IKM-2 Semester 3

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi merupakan penyebab kematian dan kecacatan mayor di seluruh


dunia. Banyak mikroorganisme hidup di dalam atau di luar tubuh manusia. Mikroorganisme
terdapat di lingkungan eksternal dan masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman,
pernafasan atau kontak fisik. Setiap pola pertumbuhan mikroorganisme yang abnormal yang
tubuh kita mempertahankan dirinya disebut infeksi (Barber& Robertson, 2012).

Salah satu penyakit infeksi pada anak adalah ISPA. Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat
menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (WHO, 2007). Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari
saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk sinus, rongga telinga tengah, pleura
(Kemenkes RI, 2011).

PENYAKIT INFEKSI BALITA

1. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering
terjadi pada anak. WHO memperkirakan insiden ISPA di negara berkembang dengan
angka kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15-20% pertahun
pada golongan usia balita. Menurut WHO kurang lebih 13 juta anak balita di dunia
meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara
berkembang, dimana ISPA merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan
membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun.
2. Diare
Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga
didefinisikan sebagai buang air besar yangtidak normal dan berbentuk cair dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali
buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang
air besar (Dewi,2010:91).
3. Campak
Penyakit ini diakibatkan oleh virus campak, komplikasi penyakit campak
antara lain radang selaput otak (meningitis), radang paru–paru, infeksi telinga. Pada
tahun 2012 di Indonesia terjadi 15.987 kasus campak, 4 diantaranya mengalami
kematian, sedangkan di Jawa Tengah terjadi 490 kasus campak. Indonesia telah
melaksanakan berbagai upaya antara lain dengan program reduksi campak. Dalam
rangka percepatan reduksi campak, maka dilakukan pemberian imunisasi campak
dosis tambahan pada kelompok usia yang beresiko tinggi secara lebih luas berupa
pelaksanaan crash program campak pada anak usia 6 – 59 bulan, mereka yang rentan
terhadap campak yaitu anak diatas satu tahun, anak tidak mendapatkan imunisasi,
serta remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.
4. Tuberkulosis Paru
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ lain. Sumber penularan adalah penderita
tuberkulosis paru BTA (+) yang dapat menularkan kepada orang disekelilingnya,
terutama yang melakukan kontak erat. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet
sehingga penularannya terjadi pada malam hari.

Kegiatan penelitian yang kami amati ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 29
Oktober 2022 sedangkan lokasi penelitian dilakukan di bagian pesisir Belawan tepatnya di
Belawan Pulau Sicanang, Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil penelitian kami ada tujuh orang responden, masing masing
responden memiliki jawaban yang berbeda. Dari hasil keseluruhan data yang kami amati di
desa belawan pulau sicanang kebanyakan penyakit infeksi balita yang telah di diagnosis dan
sudah muncul gejala seperti ISPA 5 balita, Diare 1 balita, Campak 2 balita dan 1 balita yang
sudah muncul gejala TB Paru. Hasil ini diperoleh berdasarkan pengamatan yang telah kami
lakukan dan berdasarkan keterangan yang telah di berikan oleh responden.

Berdasarkan hasil jawaban responden, mayoritas menjawab banyak balita yang


terkena penyakit ISPA, Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing,
malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut
cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas),
retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut
pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian.

Proses Terjadinya Infeksi Saluran pernafasan di mulai dari hidung sampai bronkhus
dilapisi oleh membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring,
dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang
terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam membran
mukosa. Gerakan silia mendorong membran mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke
arah superior menuju faring. Secara umum efek pencemaran udara terhadap pernafasan dapat
menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti
sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar.
Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan
makrofage di saluran pernafasan. Akibat dari dua hal tersebut akan menyebabkan kesulitan
bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran
pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.

Kemudian balita yang ada di kecamatan belawan sicanang secara rutin datang ke
posyandu untuk melakukan imunisasi, namun pada saat covid 19 ada sebagian balita yang
tidak melakukan pemeriksaan ke posyandu di karenakan adanya kecemasan akan terlular
covid 19. Balita di kecamatan belawan sicanang juga jarang memakan makanan yang
bersumber dari protein hewani seperti daging dikarenakan faktor ekonomi dan ada juga
beberapa balita yang menyukai daging.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:


1. Sebagian besar balita yang ada di kecamatan belawan sicanang rutin posyandu imunisasi.
2. Beberapa warga kecamatan belawan sicanang selalu membawa anaknya berobat ke
klinik saat sakit dan ada juga yang hanya membeli obat-obatan di apotik.
3. Kebanyakan balita di kecamatan belawan sicanang dikenalkan ASI eksklusif sejak baru
lahir.
4. Balita di kecamatan belawan sicanang jarang memakan yang sumber protein hewani
seperti daging dikarenakan faktor ekonomi dan ada juga beberapa balita yang tidak suka
daging.
DAFTAR PUSTAKA

Khasanah, U., & Sari, G. K. (2016). Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang diare
dengan perilaku pencegahan diare pada balita. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu, 7(2), 149-
160.

Oktavia, S., Mutahar, R., & Destriatania, S. (2016). Analisis Faktor Risiko Kejadian TB Paru
di Wilayah Kerja Puskesmas Kertapati Palembang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 7(2).

Sari, R. W., Wanto, A., & Windarto, A. P. (2018). Implementasi Rapidminer Dengan Metode
KMeans (Study Kasus: Imunisasi Campak Pada Balita Berdasarkan Provinsi). KOMIK
(Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komputer), 2(1).

Dongky, P., & Kadrianti, K. (2016). Faktor risiko lingkungan fisik rumah dengan kejadian
ISPA balita di kelurahan Takatidung Polewali Mandar. Unnes journal of public health, 5(4),
324-329.

Anda mungkin juga menyukai