Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

2.1.1 Defenisi ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang

salah satu bagian / lebih dari saluran nafas mulai dari hidung, alveoli termasuk adneksanya (sinus

rongga teliga tengah pleura). (Depkes, 2013).

Menurut Depkes RI 2014, ISPA merupakan penyakit saluran pernapasan akut yang

meliputi saluran pernapasan bagian atas seperti rhinitis, fharyngitis, dan otitis serta saluran

pernapasan bagian bawah seperti : laryngitis, bronchitis, bronchiolitis, dan pneumonia yang

dapat berlangsung selama 14 hari. ISPA merupakan penyakit yang sering diderita oleh bayi dan

anak.

2.1.2 Klasifikasi ISPA

Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Desi (2015), klasifikasi ISPA terbagi menjadi 3

yaitu :

1. ISPA ringan adalah seorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala pilek,

batuk, dan sesak.

2. ISPA sedang apabila timbul gejala-gejala sesak napas, suhu tubuh lebih dari 39⁰C dan

bila bernapas mengeluarkan suara seperti mengorok.

3. ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau teraba, nafsu makan menurun.

2.1.3 Etiologi ISPA


Jumlah penderita infeksi pernapasan pada anak. Etiologi dan infeksinya mempengaruhi

umur anak, musim, kondisi tempat tinggal, dan masalah kesehatan yang ada. (Hartono, 2012).

1. Agen Penginfeksi

Sistem pernapasan menjadi terpengaruh oleh bermacam-macam organisme terinfeksi.

Banyak infeksi disebabkan oleh virus, terutama respiratory synctical virus (RSV). Agen lain

melakukan serangan pertama atau kedua melibatkan grup A β-Hemolytic Streptococcus,

staphylococci, Hemophilus influenza, Chlamydia trachomatis, mycoplasma, dan pneumococci.

2. Umur

Bayi umur dibawah 3 bulan mempunyai angka infeksi yang rendah, karena fungsi

pelindung dari antibodi keibuan. Infeksi meningkat pada umur 3-6 bulan, pada waktu ini antara

hilangnya antibodi keibuan dan produksi antibodi bayi itu sendiri. Sisa infeksi dari virus

berkelanjutan pada waktu balita dan prasekolah. Pada waktu anak-anak umur berumur 5 tahun,

infeksi pernapasan yang disebabkan virus akan berkurang frekuensinya, tetapi pengaruh infeksi

mycoplasma pneumonia dan grup A β-Hemolytic Streptococcus akan meningkat. Jumlah

jaringan limfa meningkat seluruhnya pada masa anak-anak dan diketahui berulang-ulang

meningkatkan kekebalan pada anak yang sedang tumbuh dewasa. Beberapa agen virus membuat

sakit ringan pada anak yang lebih tua tetapi menyebabkan sakit yang hebat di sistem pernapasan

bagian bawah atau batuk asma pada balita. Sebagai contoh, batuk rejan secara relatif pada

trakeabronkhitis tidak berbahaya pada masa kanak-kanak namun merupakan penyakit serius

pada masa pertumbuhan.

3. Ukuran

Ukuran anatomi mempengaruhi respon infeksi sistem pernapasan. Diameter saluran

pernapasan terlalu kecil pada anak-anak akan menjadi sasaran radang selaput lendir dan
peningkatan produksi sekresi. Disamping itu, jarak antara struktur dalam sistem yang pendek

pada anak-anak, walaupun organisme bergerak dengan cepat kebawah sistem pernapasan yang

mencakup secara luas. Pembuluh Eustachius relatif pendek dan terbuka pada anak kecil dan anak

muda yang membuat patogen mudah untuk masuk ke telinga bagian tengah.

4. Daya Tahan

Kemampuan untuk menahan organisme penyerang dipengaruhi banyak faktor.

Kekurangan sistem kekebalan pada anak beresiko terinfeksi. Kondisi lain yang mengurangi daya

tahan adalah malnutrisi , anemia, kelelahan, dan tubuh yang menakutkan. Kondisi yang

melemahkan pertahanan pada sistem pernapasan dan cenderung yang menginfeksi melibatkan

alergi (seperti alergi rhinitis), asma, kelainan jantung yang disebabkan tersumbatnya paru-paru

dan, cystic fibrosis. Variasi Musim Banyaknya patogen pada sistem pernapasan yang muncul

dalam wabah selama bulan musim semi dan dingin, tetapi infeksi mycoplasma sering muncul

pada musim gugur dan awal musim semi. Infeksi yang berkaitan dengan asma (seperti asma

bronchitis) frekuensi banyak muncul selama cuaca dingin.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Pada umumnya penyakit ISPA ditandai dengan keluhan dan gejala yang ringan, namun

seiring berjalannya waktu, keluhan dan gejala yang ringan tersebut dapat menjadi berat kalau

tidak diatasi. Oleh sebab itu, jika anak sudah menunjukkan gejala sakit ISPA, maka harus segera

diatasi agar tidak menyebabkan gagal napas bahkan kematian. Gejala yang ringan biasanya

diawali dengan demam, batuk, hidung tersumbat, dan sakit tenggorokan.

Menurut Rasmaliah (2004) dalam Marni (2012), tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan

tanda-tanda klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. Secara klinis pada pemeriksaan respirasi

akan terdapat tanda dan gejala seperti berikut : takipnea, napas tidak teratur (apnea), retraksi
dinding thoraks, napas cuping hidung, sianosis, suara napas lemah atau hilang, grunting

expiratoir dan wheezing. Sedangkan pada sistem kardiovaskuler akan menunjukkan gejala

takikardi, bradikardi, hipertensi, hipotensi, dan cardiac arrest. Sedangkan hasil pemeriksaan

laboratorium adalah jika ditemukan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis metabolik maupun

asidosis respiratorik.

2.1.5 Patofisiologi

Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya bakteri escherichia coli, streptococcus

pneumonia, chlamidya trachomatis, chlamidya pneumonia, mycoplasma pneumonia, dan

beberapa bakteri lain dan virus miksovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, virus

influenza, virus parainfluenza, rhinovirus, respiratory syncytial virus kedalam tubuh manusia

melalui partikel udara (droplet infection), kuman ini akan melekat pada sel-sel epitel hidung,

dengan mengikuti proses pernapasan makan kuman tersebut bias masuk ke bronkus dan masuk

ke saluran pernapasan yang mengakibatkan demam, batuk, pilek, sakit kepala dan sebagainya.

(Marni, 2014).

2.1.6 Komplikasi ISPA

Pemeriksaan foto rontgen : Thoraks

Komplikasi ISPA berupa sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba

eustachii, hingga bronchitis dan pneumonia (radang paru). (Nyoman, 2017).

2.1.7 Penanggulangan dan Pencegahan ISPA

Penanggulangan penyakit ISPA dilakukan dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh

berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin, pemberian antibiotik seperti

kotrimoksazol, amoksisillin, ampisillin, penisilin prokain untuk pneumonia ringan, dan benzil

penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin untuk pneumonia berat.


Sedangkan pencegahan ISPA dilakukan dengan cara mencegah terjadinya malnutrisi,

mencegah terjadinya anemia pada balita, memberikan vaksinasi polisakarida pneumokokus dan

vaksin konjugat pneumokokal, perlu juga diberikan vitamin A, asam folat, zat besi, kalsium, dan

mikronutrein (seng) (Marni, 2014).

2.1.8 Penatalaksanaan ISPA

Beberapa tindakan untuk meredakan gejala dapat dilakukan secara mandiri dirumah,

yaitu dengan :

1. Memperbanyak istirahat dan konsumsi air putih untuk mengencerkan dahak sehingga

lebih mudah untuk dikeluarkan

2. Mengkonsumsi minuman lemon hangat atau madu untuk meredakan batuk

3. Berkumur dengan air hangat yang diberi garam, jika mengalami sakit tenggorokan

4. Memposisikan kepala lebih tinggi ketika tidur dengan menggunakan bantal tambahan

untuk melancarkan pernapasan Atau dapat juga menggunakan obat-obatan jika gejala

belum reda, yaitu ibuprofen atau paracetamol, diphenhydramine dan pseudoephedrine,

obat batuk, dan antibiotik.

2.2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA

Terdapat banyak faktor yang mendasari penyakit ISPA pada balita. Hal ini berhubungan

dengan penjamu (host), agen penyakit (agent) dan lingkungan (environment). Adapun beberapa

faktor dibawah ini sebagai berikut.

a. Berat Badan Lahir (BBL)


Bayi baru lahir yang berat lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Berat

badan lahir memiliki peran penting terhadap kematian akibat ISPA. Berat badan saat lahir bayi

dipengaruhi oleh keadaan lingkungan mikro dan lingkungan makro adalah segala sesuatu yang

berada di sekitar janin, terdiri dari otot rahim, plasenta, cairan ketuban, kelahiran kembar, dan

lain-lain. Lingkungan makro mempunyai peranan terhadap berat badan bayi yang terdiri dari usia

ibu saat melahirkan, jumlah kehamilan yang dialami ibu, status terminasi kehamilan, gizi ibu,

penyakit ibu seperti perilaku merokok (Selamat, 2010).

Di negara berkembang, kematian akibat pneumonia berhubungan dengan BBLR.

Sebanyak 22% kematian pada pneumonia diperkirakan terjadi pada BBLR. (Depkes, 2007).

b. ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012

adalah, ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa

menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin,

dan mineral). Pemberian ASI, terutama ASI eksklusif sangat bermanfaat bagi anak untuk

mencegah penyakit infeksi karena ASI memiliki zat protektif atau zat imun. Salah satu infeksi

yang terjadi pada balita adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). (Nirwana, 2014).

Beberapa kandungan yang terdapat dalam ASI yaitu kolostrum, protein, lemak, laktosa,

vitamin A, zat besi, taurin, lactobacillus, lactoferin, dan lisozim. (Rahmawati, 2017).

c. Status Imunisasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017,

imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan / meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak

akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Status imunisasi mempengaruhi terhadap daya

tahan atau imunitas seseorang. Semakin lengkap imunisasi, akan semakin bertambah juga daya

tahan tubuhnya.

Menurut Depkes (2010), imunisasi dasar lengkap yang harus dimiliki oleh bayi yaitu :

a. Vaksin Hepatitis B untuk mencegah penyakit hepatitis B atau kerusakan hati.

b. Vaksin BCG untuk mencegah penyakit TBC/Tuberkulosis

c. Vaksin polio untuk mencegah penyakit polio atau lumpuh layu pada tungkai kaki dan
lengan tangan.

d. Vaksin DPT untuk mencegah penyakit difteri atau penyumbatan jalan napas, batuk rejan
atau batuk 100 hari serta tetanus.

e. Vaksin campak untuk mencegah penyakit campak yaitu radang paru, radang otak dan
kebutaan. Vaksin dimasukkan kedalam tubuh manusia melalui suntikan dan oral atau
mulut yang disebut imunisasi. Depkes (2010) mengeluarkan jadwal imunisasi dasar
yaitu :

a. Usia 0 bulan : Hepatitis B

b. Usia 1 bulan : BCG, Polio 1

c. Usia 2 bulan : DPT/HB 1, Polio 2

d. Usia 3 bulan : DPT/HB 2, Polio 3

e. Usia 4 bulan : DPT/HB 3, Polio 4

f. Usia 9 bulan : Campak


d. Ventilasi Rumah

Ventilasi merupakan tempat proses penyediaan udara segar yang masuk ke dalam rumah

dan juga sebagai tempat pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah

maupun mekanik. Tersedianya udara segar / bersih dalam suatu ruangan sangat dibutuhkan

manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang cukup baik

maka dapat menimbulkan keadaan yang merugikan kesehatan seseorang. (Susilawaty dkk,

2014).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1077/MENKES/PER/V/2011, syarat

ventilasi rumah yang baik adalah luas ventilasi minimal 10% dari luas lantai rumah yang

mempunyai ventilasi yang tidak berfungsi dengan baik akan menghasilkan 3 akibat yaitu

kekurangan oksigen, bertambahnya konsentrasi karbondioksida, dan adanya bahan organik

beracun yang mengendap dalam rumah. Ventilasi rumah yang kurang baik akan lebih

memungkinkan timbulnya ISPA pada bayi dan balita karena mereka lebih lama berada di dalam

rumah sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi. (Iksan, 2018).

e. Asap Rokok

Paparan asap rokok merupakan penyebab signifikan masalah kesehatan seperti ISPA dan

penyakit yang menyerang saluran pernapasan lainnya, sebatang rokok yang dibakar akan

mengeluarkan 4000 bahan kimia seperti nikotin, gas carbon monoksida , nitrogen oksida,

hydrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane, methanol, peryline dan

lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, balita sering berada dekat dengan anggota

keluarga yang merokok. Paparan asap rokok tidak hanya menjadi penyebab langsung kejadian

ISPA pada balita, tetapi menjadi faktor tidak langsung yang diantaranya dapat melemahkan daya
tahan tubuh balita. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri.

Asap rokok juga diketahui dapat merusak ketahanan lokal paru, seperti kemampuan pembersihan

mukosiliaris, maka adanya anggota keluarga yang merokok terbukti merupakan faktor resiko

yang dapat menimbulkan gejala gangguan pernapasan pada anak balita. (Rad Marsy dalam

Wahyuningsih, 2017).

Anda mungkin juga menyukai