Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan salah


satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan tingginya
angka kesakitan dan kematian pada balita karena ISPA. Di negara berkembang
setiap tahun kira-kira 12 juta anak meninggal sebelum ulang tahunnya yang
kelima dan sebagian besar terjadi sebelum tahun pertama kehidupanya. Tujuh dari
sepuluh kematian itu disebabkan ISPA.
Di Indonesia penyakit infeksi terutama ISPA masih merupakan penyakit
utama, baik infeksi saluran pernafasan atas maupun infeksi saluran pernafasan
bawah. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien disarana
kesehatan. Sebanyak 40%-60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15%-30%
kunjungan berobat dibagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit disebabkan
oleh ISPA.
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Episode penyakit
batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali per
tahun. Ini berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak
3 sampai 6 kali setahun.
Sudarti tahun 1999 melaporkan bahwa rendahnya pengetahuan masyarakat
berpengaruh pada tindakan masyarakat dalam pencarian pengobatan yang tepat.
Pada sisi lain, rendahnya pengetahuan petugas kesehatan tentang ISPA berakibat
rendahnya mutu pelayanan kesehatan yang diberikan. Hanya 4% dari yang
membawa anaknya berobat kepada petugas kesehatan yang mendapat penjelasan
yang memadai tentang ISPA. Laporan yang sama disampaikan oleh Praptiningsih
tahun 2000 bahwa petugas yang memahami komunikasi ISPA hanya 24,75%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut


Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan
Akut dan mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam
lokakarya Nasional ISPA di Cipanas, istilah ini merupakan padanan istilah
bahasa Inggris Acute Respiratory infection (ARI). Program Pemberantasan
Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2 golongan yaitu
pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas derajat
beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat. Penyakit
batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian
atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit infeksi yang
menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari,
walaupun beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA dapat
berlangsung lebih dari 14 hari, misalnya pertusis.
ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil
terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan
lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena
meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu
besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya
atau berlebihannya pemakaian antibiotik.
Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru
paru (alveoli). Terjadinya Pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan
terjadinya proses infeksi akut pada bronkhus yang disebut bronkopneumonia.

1
Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA semua bentuk Pneumonia
(baik Pneumonia maupun bronkopneumonia) disebut “Pneumonia” saja.

2.2. Etiologi
1) Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptokokus.
Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Korinebakterium.
Virus Penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas yang disebabkan oleh virus,
sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim
dingin.
2) Etiologi Pneumonia
Etiologi Pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi
belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya
bakteri sebagai penyebab Pneumonia. Hanya biakan dari aspirat paru serta
pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu
penetapan etiologi Pneumonia. Meskipun pemeriksaan spesimen aspirat
paru merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan
bakteri penyebab Pneumonia pada balita akan tetapi fungsi paru merupakan
prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika, terutama jika
hanya dimaksudkan untuk penelitian. Oleh karena alasan tersebut diatas
maka penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada
hasil penelitian di luar Indonesia.

Menurut WHO beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi


pneumonia dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang
cukup, imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda,
kepadatan hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di tenggorokan,
terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain.

2
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah
sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita
ISPA daripada usia yang lebih lanjut(Anonim, 2009).
b. Jenis kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-
laki di negara Denmark (Anonim, 2009).
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama
dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu
merupakan predisposisi yang lainnya. Pada KKP, ketahanan tubuh
menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan
keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah
satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut
adalah status gizi anak (Anonim, 2009).
d. Status imunisasi
Pada sebuah penelitian mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat
memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA
(Anonim, 2009).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada
penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel
epitel yang mengalami diferensiasi (Anonim, 2009).
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-
bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi

3
bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat,
karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk
sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui
penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran
pernafasan atas (Anonim, 2009).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk
tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang
diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani
dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (Anonim,
2009).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga,
dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian
oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded)
mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat (Anonim, 2009).
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi
yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan
masyarakat (Anonim, 2009).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa
episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Anonim,
2009).
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti

4
yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA
anak (Rasmaliah, 2004).

2.3. Gejala dan Klasifikasi ISPA


Tabel 1. Manifestasi Klinis ISPA
7
ISPA RINGAN ISPA SEDANG ISPA BERAT
 Batuk  Tanda ISPA  Tanda ISPA
 Pilek ringan ringan atau sedang
 Serak  Nafas cepat >  Chest Indrawing
 Demam -/+ 50x/menit, (tanda  Stridor
 Congekan . 2 utama)  Tak mampu dan
minggu tanpa sakit  Wheezing tak mau makan
telinga  Demam 39oC atau  Sianosis
lebih  Nafas Cuping
 Sakit Telinga Hidung
 Campak  Kejang
 Dehidrasi
 Kesadaran
Menurun
 Selaput Difteri

Klasifikasi ISPA pada Balita


Kriteria untuk menggolongkan pola ISPA pada balita adalah dengan gejala
batuk dan atau kesukaran bernapas.
Dalam penentuan klasifikasi dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok
untuk umur 2 bulan -<5 tahun dan kelompok untuk umur < 2 bulan.
 Untuk kelompok umur 2 bulan -<5 tahun klasifikasi dibagi atas :
Pneumonia berat, Pneumonia dan bukan Pneumonia.
 Untuk kelompok umur <2 bulan klasifikasi dibagi atas : Pneumonia berat
dan bukan Pneumonia. Dalam pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) klasifikasi pada kelompok umur <2 bulan adalah infeksi yang
serius dan infeksi bakteri lokal.

5
Klasifikasi Pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
bernapas disertai sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(chest indrawing) pada anak usia 2 bulan -< 5 tahun. Untuk kelompok umur <
2 bulan diagnosis Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast
breathing), dan tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah kedalam (severe
chest indrawing).
Klasifikasi Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
bernapas disertai adanya napas sesuai umur, batas napas cepat (fast brething)
pada anak usia < 2 bulan 60 kali per menit, pada usia 2 bulan -<1 tahun 50 kali
per menit dan 40 kali per menit untuk anak usia 1-<5 tahun.
Klasifikasi bukan-Pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan
batuk yang tidak menunjukan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak
menunjukan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam. Dengan
demikian klasifikasi bukan Pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain
diluar Pneumonia seperti batuk pilek bukan Pneumonia (common cold,
pharyngitis, tonsilitis, otitis).

2.4. Cara Penularan dan Faktor Resiko


ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat
kesaluran pernapasannya. Penularan ISPA melalui udara yang tercemar
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Adanya bibit penyakit
di udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang
melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya
sebagian daripadanya. Adapun bentuk aerosol dari penyebab penyakit
tersebut ada 2, yakni: droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang
dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara); dan dust
(campuran antara bibit penyakit yang melayang di udara).
Faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam
penularan ISPA, dimana ventilasi dapat memelihara kondisi atmosphere yang
menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Suatu studi melaporkan
bahwa upaya penurunan angka kesakitan ISPA berat dan sedang dapat
dilakukan di antaranya dengan membuat ventilasi yang cukup untuk

6
mengurangi polusi asap dapur dan mengurangi polusi udara lainnya
termasuk asap rokok.
Faktor lain yang mempengaruhi ISPA adalah merokok. Satu batang
rokok dibakar maka akan mengeluarkan sekitar 4000 bahan kimia seperti
nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, amonia,
acrolein, acetilen, benzoldehide, urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl
cathecol, ortcresor peryline dan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian Surjadi,
ISPA yang terjadi pada ibu dan anak berhubungan dengan penggunaan bahan
bakar untuk memasak dan kepadatan hunian rumah, demikian pula terdapat
pengaruh pencemaran di dalam rumah terhadap ISPA pada anak dan orang
dewasa. Pembakaran pada kegiatan rumah tangga dapat menghasilkan
bahan pencemar antara lain asap, debu, grid (pasir halus) dan gas (CO dan
NO). Demikian pula pembakaran obat nyamuk, membakar kayu di dapur
mempunyai efek terhadap kesehatan manusia terutama Balita baik yang
bersifat akut maupun kronis. Gangguan akut misalnya iritasi saluran
pernafasan dan iritasi mata.

2.5. Pengobatan ISPA

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus


yang benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program
(turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik
dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA).

Tabel 2. Bagian Klasifikasi dan Tatalaksana ISPA untuk Bayi Kurang dari 2
Bulan
Tanda  Bila ada tanda-tanda  Tak ada nafas
bahaya lihat bagan tanda cepat (60 x/mnt
bahaya  Tak ada tarikan
 Tarikan dinding dada dinding dada
ke dalam yang kuat 

 Nafas Cepat (> 60


x/menit)
Klasifikasi PNEUMONIA BERAT BUKAN PNEUMONIA

7
Pengobatan  Kirim segera ke rumah Beri nasehat cara
sakit perawatan di rumah:
 Beri antibiotika satu  Jaga bayi agar
dosis (bila tidak mungkin tidak kedinginan
dirujuk)  Teruskan
pemberian ASI lebih
sering
 Bersihkan hidung
bila mampet
Anjurkan untuk kembali
kontrol bila
 Keadaan bayi
memburuk
 Nafas menjadi
cepat
 Bayi sulit
bernafas
 Bayi sulit untuk
minum

Tabel 3. Bagian Klasifikasi dan Tatalaksana ISPA pada Anak Umur 2 bulan
sampai 5 tahun
Tanda  Bila ada tanda  Tidak ada  Tidak ada
bahaya lihat bagan tarikan dinding tarikan dinding
tanda bahaya dada ke dalam dada ke dalam
 Tarikan dinding  Disertai  Tidak ada
dada ke dalam nafas cepat > nafas cepat >
 Bila ada 50x/mnt untuk 50x/mnt untuk
wheezing berulang usia 2 bulan - < usia 2 bulan -< 1
lihat pengobatan 1 tahun, > 40 tahun , > 40x/mnt
wheezing x/mnt untuk utrk usia 1 thn -
usia 1 thn-5thn 5thn

8
 Tarikan
dinding dada
ke dalam

Klasifikasi PNEUMONIA BERAT PNEUMONIA BUKAN


PNEUMONIA
Pengobatan  Kirim segera ke  Nasihati  Bila batuk >
Rumah Sakit ibu untuk 30 hari rujuk
 Beri Antibiotik tindakan  Obati
 Bila ada perawatan di penyakit lain (bila
wheezing, obati rumah ada)
 Beri  Nasehati ibu
antibiotik untuk perawatan di
selama 5 hari rumah
 Anjuran  Bila demam
ibu untuk obati
control 2 hari  Bila ada
atau lebih cepat wheezing obati
bila keadaan
memburuk
 Bila
demam obati
 Bila ada
wheezing obati

Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan


seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik,
Sedangkan pada penderita pneumoni bila tidak diobati dengan antibiotik, dapat
mengakibat kematian.

Pneumonia Berat

9
Dirawat di rumah sakit. Diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan
sebagainya. Bila penderita tidak dapat atau tidak mau dirujuk, maka petugas
kesehatan dapat memberikan perawatan yang perlu sebagai berikut :
1. Diobati dengan antibiotik yang efektif
Anak umur 2 bulan sampai 5 tahun :
Diberikan khloramfenikol intramuskuler kepada seorang anak yang
tidak mampu minum. Diberikan selama 5 hari dengan takaran dan frekuensi
yang sesuai.
Bila khloramfenikol suntikan tidak tersedia, yang terbaik adalah
khloramfenikol oral yang diminumkan atau melalui sonde lambung.
Pemberian khloramfenikol oral dosisnya sama dengan khloramfenikol
suntikan.
Bila khloramfenikol dalam bentuk apapun tidak tersedia, anak
diberikan antibiotik untuk pnemonia yang dipakai di puskesmas (misal
suntikan prokain penisilin, tablet kotrimoksasol, ampisilin, amoksisilin).
Diberikan selama 5 hari dengan dosos dan frekuesi yang telah ditetapkan. Bila
anak muntah-muntah diulangi dosis itu.
Bayi Umur kurang 2 bulan :
Diberikan prokain penisilin dan gentamisin intramuskuler selama 5
hari dengan takaran dan frekuensi yang telah ditetapkan.
Bila prokain penisilin dan gentamisin intramuskuler tidak tersedia,
diberikan antibiotik untuk pnemonia yang digunakan di puskesmas secara oral
atau dengan sonde lambung (ampisilin, amoksisillin, kotrimoksasol).
Diberikan selama 5 hari.
Takaran antibiotik intramuskuler dalam keadaan darurat :
 Anak umur 2 bulan sampai 5 tahun :
Khloramfenikol intramuskuler 25 mg per kg BB setiap 6 jam (larutkan 1 g
dengan 4 ml air steril dalam vial).
 Bayi umur kurang dari 2 bulan :
Prokain penisilin : 50.000 unit per kg BB 1 kali sehari ditambah
Gentamisin intramuskuler : 2,5 mg per kg BB/hari dengan frekuensi
pemberian sebagai berikut :

10
 Umur < 1 minggu setiap 12 jam
 Umur 1 minggu – 2 bulan setiap 8 jam
2. Dijaga agar bayi selalu hangat
Bayi kecil dan sakit cepat kehilangan panasnya, terutama bila udara
dingin. Rabalah tangan-tangan dan kaki si bayi. Mereka harus hangat.
Menjaga bayi yang sangat kecil agar selalu hangat adalah sangat penting.
Untuk mempertahankan suhu tubuh, jagalah agar tidak basah dan
bungkuslah dengan baik. Bungkusan harus longgar agar terdapat udara antara
si bayi dan selimut yang hangat dan kering itu. Bila mungkin, usahakan agar
bayi selalu berada di samping tubuh ibunya. Sebuah topi atau tutup kepala
akan membantu mencegah kehilangan panas dari kepalanya. Jagalah kamar
agar tetap hangat bila mungkin.
3. Membersihkan cairan hidung
Bila hidung tersumbat, cairan hidung diisap dengan hati-hati. Hidung
yang tersumbat dapat mengganggu pemberian makan.
4. Diobati demam, bila ada
Demam meningkatkan pemakaian oksigen. Untuk umur 2 bulan –
5 tahun mengatasi demam dengan memberikan parasetamol setiap 6 jam.
5. Mengatur pemberian cairan secara hati-hati
Anak-anak dengan pnemonia berat atau penyakit lain yang sangat berat
dapat timbul kelebihan cairan dengan mudah. Mereka jangan diberikan cairan
terlalu banyak.
Sebaliknya, anak-anak dengan pnemonia atau penyakit sangat berat
lainnya sering kehilangan cairan selama menderita infeksi pernafasan terutama
bila terdapat demam.
Mereka akan mengalami shock bila tidak mendapatkan cairan yang
cukup. Oleh karena itu, cairan harus diberikan secara hati-hati.
Ibu dianjurkan untuk meneruskan pemberian air susunya. Bila anak
sakit terlalu parah, ibu dapat memeras keluar air susunya dan memberikan
kepada anak dengan gelas dan sendok dengan hati-hati.

11
Bila anak tidak mampu minum, dapat dimasukkan melalui sonde
lambung. ASI atau susu formula untuk berat badan : < 10 kg = 4 ml/kg/jam;
10 – 20 kg = 5 – 6 ml/kg/jam.

Pneumonia
Diberi obat kotrimoksasol per oral. Bila penderita tidak mungkin diberi
kotrimoksasol, atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol keadaan penderita
menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti kotrimoksasol. Antibiotik
pengganti kotrimoksasol yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain. Bila
penderita memburuk menjadi pnemonia berat, rujuklah ke RS.

Bukan Pnemonia (batuk pilek biasa)


Diberikan perawatan di rumah : untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan
seperti codein, dekstrometorfan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun
demam yaitu parasetamol.
Tabel 4. Jenis dan Dosis Obat untuk Pengobatan ISPA

Dosis per hari


Parasetamol 500 mg Kotrimoksasol 480 mg
Umur
2 bulan - 6 bulan 4 x 1/8 tablet 2 x ¼ tablet
6 bulan – 3 tahun 4 x ¼ tablet 2 x ½ tablet
3 tahun – 5 tahun 4 x ½ tablet 2 x 1 tablet

Catatan :
Kotrimoksasol diberikan selama 5 hari
Dosis kotrimoksasol berdasarkan berat badan ialah 48 mg/kg BB/hari
Bila digunakan kotrimoksasol tablet pediatrik atau sirup maka perlu diketahui
bahwa :
1 tablet dewasa = 4 tablet pediatrik (1 tablet pediatrik = 120 mg)
= 2 sendok takar (10 ml) srup
Dosis parasetamol berdasarkan berat badan adalah 10 mg/kg BB/kali
Antibiotik pengganti kotrimoksasol
Ada 3 jenis antibiotik pengganti kotrimoksasol yaitu: amoksisilin,
ampisilin dan penisilin prokain.

12
Tabel 5. Dosis pemberian amoksisilin/ampisilin
Dosis tiap kali pemberian
Kapsul/tablet 250 mg Sirup 125 mg/5 ml
Umur
2 bulan – 6 bulan ¼ ½ sendok (2 ½ ml)
6 bulan – 3 tahun ½ 1 sendok ( 5 ml)
3 tahun – 5 tahun 1 2 sendok (10 ml)

Catatan :
- Ampisilin diberikan 4 x / hari selama 5 hari
- Amiksilin diberikan 3 x / hari selama 5 hari
Prokain penisilin
- Diberikan sekali sehari selama 5 hari, dengan suntikan intramuskuler
- Dosis: - 2 bulan – 6 bulan 300.000 unit.
- 6 bulan – 3 tahun 600.000 unit
- 3 tahun – 5 tahun 750.000 unit
Obat Batuk
Dianjurkan pemberian obat batuk tradisional atau ekspektoran seperti obat
batuk putih (OBP), yang tidak mengandung antihistamin, kodein,
dekstrometorfan.
Contah obat tradisional
Jeruk nipis ½ sendok teh, dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok
taeh, diberikan 3 kali sehari.

2.6. Pemberantasan ISPA


Tugas pemberantasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama.
Kepala puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di
wilayah kerjanya. Sebagian besar kematian akibat penyakit pnemonia terjadi
sebelum penderita mendapat pengobatan petugas puskesmas. Karena itu peran
serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader akan sangat membantu menemukan
kasus-kasus pnemonia yang perlu mendapat pengobatan antibiotik dan kasus-
kasus pnemonia berat yang perlu segera dirujuk ke rumah sakit.
Berikut ini ialah peran yang diharapkan dari dokter puskesmas,
perawat/paramedis/puskesmas/Pustu serta kader kesehatan.

13
Dokter puskesmas
 Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan
dana/sarana, dan tenaga yang tersedia.
 Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar
kasus-kasus ISPA kepada perawat/paramedis.
 Melakukan pemeriksaan/pengobatan kasus-kasus pnemonia berat/penyakit
dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan
merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.
 Memberikan pengobatan kasus pnemonia berat yang tidak bisa dirujuk ke
rumah sakit.
 Bersama dengan staf puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu
yang mempunyai anak balita perihal pengenalan tanda-tanda penyakit
pnemonia serta tindakan penunjang di rumah.
 Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang diberi
wewenang mengobati penderita penyakit ISPA.
 Melatih kader untuk bisa mengenal kasus pnemonia serta dapat menyuluh
ibu-ibu perihal penyakit ini.
 Memantau aktifitas pemberantasan penyakit ISPA, mendeteksi hambatan
yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan
pelaporan serta pencapaian target.
Paramedis Puskesmas/Pustu
 Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai dengan
petunjuk yang ada.
 Melakukan konsultasi kepada dokter puskesmas unruk kasus-kasus ISPA
tertentu seperti pnemonia berat, penderita dengan wheezing, stridor.
 Bersama dokter atau dibawah petunjuk dokter melatih kader
 Memberikan penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
Kader kesehatan
Kader adalah para relawan warga masyarakat yang mempunyai kemauan
dan kemampuan bekerja secara sukarela dan telah mengikuti latihan kader di
bidang kesehatan untuk membantu program kesehatan.

14
 Dilatih untuk bisa membedakan kasus pnemonia (Pnemonia berat dan
pnemonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pnemonia.
 Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa
(bukan pneminia) serta penyakit pnemonia kepada ibu-ibu serta perihal
tindakan yang dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit ini.
 Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan
pnemonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional/obat batuk
putih.
 Merujuk kasus pnemonia berat ke puskesmas/RS terdekat.
 Bagi kader-kader di daerah terpencil (atau bila cakupan layanan
puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut) dapat diberi wewenang
mengobati kasus-kasus pnemonia (tidak berat) dengan antibiotik
kotrimoksasol.
 Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuknya.
Latihan kader merupakan kegiatan yang penting dalam program P2 ISPA,
sebab kader inilah yang diharapkan mempunyai peranan besar dalam membantu
menemukan kasus pnemonia di lapangan. Program tidak akan mencapai hasil
maksimal apabila masyarakat, terutama kader belum mampu membedakan apakah
seorang balita yang mengalami batuk, menderita pnemonia atau bukan. Oleh
karena itu meteri yang paling utama pada pelatihan kader adalah hal-hal praktis
yang memberikan ketrampilan dalam mendiagnosa pnemonia, membedakan batuk
pilek biasa (bukan pnemonia) dari pnemonia serta segi perawata di rumah.
Kegiatan pelatihan juga harus mencakup materi penyuluhan kesehatan masyarakat
tentang ISPA, sehingga kelak masyarakat bisa memanfaatkan kader yang telah
dilatih.
Tujuan pelatihan kader :
Setelah selesai pelatihan diharapkan kader :
1. Mampu mendiagnosa pnemonia pada balita serta merujuk ke fasilitas
kesehatan.
2. Mampu memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang batuk pilek yang
meliputi usaha perawatan di rumah, kewaspadaan akan tanda-tanda
penyakit pnemonia.

15
3. Mampu mengobati batuk pilek yang bukan pnemonia.
4. Untuk kader tertentu : diberikan kemampuan mengobati pnemonia dengan
obat antibiotik kotrimoksasol.
5. Mampu mencatat kasus batuk yang ditemukan.
Kader tertentu ialah : kader yang juga akan dilatih untuk mengobati pnemonia.
Ada beberapa ketentuan untuk kader tertentu yaitu :
a. Latar belakang pendidikan kader, kalau mungkin tamat SLTP, minimal
bisa membaca dan menulis.
b. Selesai pelatihan, kader benar mampu melaksanakan tugasnya.
c. Diingatkan untuk tidak menggunakan tablet kotrimoksasol bagi kasus lain
seperti diare, batuk pilek biasa.
Pencatatan dan pelaporan kasus :
a. Kader dilatih untuk mencatat kasus yang diperiksa, catatan ini disimpan di
Posyandu.
b. Petugas puskesmas harus mengumpulkan catatan kader yang disimpan di
posyandu secara berkala.
Berikut ini hal-hal yang dilakukan dalam pelatihan kader :
1. Memberikan penyuluhan mengenai pengetahuan tentang batuk serta
pnemonia pada balita.
Bahan :
Buku pegangan kader dengan judul “Penanggulangan Pnemonia pada balita”
Materi yang diberikan :
Pengertian pnemonia, cara pemeriksaan anak yang batuk, indikasi rujukan,
cara penyuluhan dan cara pencatatan.
Waktu :
Dilakukan selama 30 menit
2. Peragaan kasus dan cara pemeriksaan penderita pnemonia pada balita
Alat peraga :
- Video kaset
- Monitor (TV)
- Timer atau jam tangan

16
Kalau tidak ada video bisa langsung hanya menggunakan timer atau jam
tangan.
Materi :
- Menentukan ada tidaknya pnemonia pada balita yang batuk dengan :
- Menghitung pernapasan
- Melihat tarikan dinding dada kedalam
Metode :
- Video kaset diputar, ditunjukkan pernapasan normal, napas cepat, dan
tarikan dinding dada kedalam
- Latihan menghitung napas dengan melihat kasus dalam video. Dihitung
selama 1 menit penuh dengan memakai timer
- Menentukan ada tidaknya tarikan dinding dada kedalam dengan melihat
video.
Waktu :
Dilakukan selama 1 jam
2. Praktek pemeriksaan dan penatalaksanaan kasus beserta pencatatannya.
Peraga yang dibutuhkan :
Kasus balita yang sakit batuk
- Timer
- Tablet parasetamol
- Alat tulis/formulir pencatatan kader, formulir rujukan.
Materi :
- Memeriksa dan mengobati kasus batuk pilek
- Mengobati kasus bukan pnemonia
- Untuk “kader tertentu” dilatih juga mengobati kasus pnemonia (tidak
berat).
- Merujuk kasus pnemonia berat.
- Mencatat kasus pnemonia berat
- Mencatat kasus-kasus yang diperiksa dan yang dirujuk.
Waktu :
Dilakukan selama 2 Jam
Metode :

17
Peserta diminta untuk memeriksa kasus yang ada yaitu dengan cara melihat
gerakan dinding dada bagian bawah apakah ada atau tidak tarikan dinding
dada. Perlu diingat bahwa cara memeriksa yang baik ialah dengan ibu
memangku anaknya. Usahakan agar selama pemeriksaan anak tidak
menangis/meronta.
BAB III
KESIMPULAN

Dalam upaya menurunkan angka kesakitan, perlu dilakukan promosi


penanggulangan ISPA balita yang ditujukan pada masyarakat (terutama ibu
balita), tidak cukup hanya dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan
saja. Melalui peran aktif kader posyandu, diharapkan dapat membantu petugas
kesehatan dalam mempromosikan penanggulangan ISPA balita kepada ibu balita
sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan ISPA. Salah satu cara
untuk meningkatkan peran aktif kader posyandu dengan mengadakan pelatihan
kader posyandu.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut


untuk Penanggulangan Pnemonia pada Balita. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta 2002.
2. Anonim. Pedoman Promosi Penaggulangan Pnemonia Balita. Direktorat
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta 2002.
3. Hasan R, Alatas H, ed. Pneumonia. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak Jilid 2. Bagian FKUI, Jakarta ; 2000 : 1228-1233
4. Anonim. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
untuk Penanggulangan Pnemonia pada Balita dalam Pelita IV. Departemen
Kesehatan RI. Jakarta 1996.
5. Solomon W. Penyakit Pernapasan restriktif. Dalam : Anugerah P (Alih
Bahasa). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 1.
EGC, Jakarta ; 1994 : 710
6. Nelson, W. Pneumonia. Dalam : Wahab S (alih Bahasa). Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. EGC, Jakarta ; 2000 : 883-889
7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985, Buku Ilmu Kesehatan Anak
Jilid 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta.
8. Tim Penyusun Pedoman Kerja Puskesmas. Pedoman Kerja Puskesmas
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999
9. Tim Penyusun departemen Kesehatan. 1987. Buku Paket Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan lingkungan Pemukiman (PPM dan PLP)
bagi pekarya Kesehatan Puskesmas cetakan ke 4. Pusat pendidikan dan
Latihan Pegawai Departemen Kesehatan RI Jakarta

19
10. Anonim. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Departemen Kesehatan RI. Jakarta 1992.

LAPORAN KASUS INFEKSI

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. WI
Umur : 15 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Bangsa/suku : Indonesia / Minang
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jalan Cendrawasih, Air Tawar Barat, Padang
Tanggal Pemeriksaan : 14 agustus 2018

ANAMNESIS
Keluhan utama : Batuk - batuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Dialami sejak kurang lebih 4 hari yang lalu, batuk berdahak (+), warna putih,
batuk darah tidak ditemukan. gatal tenggorokan (+), pilek (+) sejak 4 hari yang
lalu. Sesak (-). Demam (-), Sakit kepala (+). Riwayat nyeri dada (-). Mual (-),
muntah (-). Nyeri ulu hati (-), nafsu makan di rasakan berkurang. Riwayat
komsumsi obat batuk (+) beli di warung tapi tidak ada perubahan. Pasien sering
minum yang dingin-dingin serta gorengan. Riwayat merokok (-). BAB/BAK (+)
dalam batas normal.

Riwayat penyakit sebelumnya :


Riwayat kontak dengan orang yang bergejala sama (-).
Riwayat alergi obat (-)

20
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat hiperkolesterol/hiperlipidemia (-)
Riwayat penyakit saluran pencernaan (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,60C
Pemeriksaan fisis
Kepala : anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)
Leher : Tidak ada kelainan
Thorax : vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Cor : SI/II reguler, murni
Abdomen : Nyeri tekan (-)
Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas : Tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan

DIAGNOSIS
ISPA

PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah :
 Ambroxol tab 30 mg 3x1
 Clorpeniramin Maleat tab 4 mg 3x1
 Paracetamol tab 500 mg (k/p)
 Vitamin B kompleks 1x1

21
2. Pengobatan nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk :
1. Makan secara teratur, Mengurangi minum yang dingin-dingin dan
memperbanyak minum air putih.
2. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara olahraga teratur, makan
makanan bergizi, dan mengkonsumsi suplemen bila perlu
3. Istirahat yang cukup.
KEADAAN PASIEN :
1. Profil Pasien
Tn. WI adalah seorang anak dari orangtua yang berprofesi sebagai
pedagang dan ibu rumah tangga. Tn. WI sekolah di salah satu SMP negeri di
kota padang, pasien merasa pola hidup cenderung tidak teratur sejak 1 bulan
terakhir karena masih dalam suasana lebaran.
2. Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Pasien adalah seorang pelajar di salah satu SMP di kota Padang. pasien
tinggal di rumah orang tuanya yang terletak di jalan cendrawasih air tawar
barat. Rumah pasien dalam kondisi baik, tertata rapi serta terawat. Rumah
terdiri dari 2 kamar dan 1 kamar mandi. Ventilasi di rumah cukup baik,
sirkulasi udara cukup baik. Peralatan rumah tangga lengkap dan terdapat
sebuah motor dan mobil. Lingkungan disekitar rumah pasien cenderung
padat shingga mempengararuhi sirkulasi udara sekitar.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari penuturan Tn. WI diketahui dia tidak memiliki riwayat saluran
pernapasan yang cukup berat.

2. Pola Konsumsi Makanan


Pola konsumsi keluarga tersebut cukup baik sesuai dengan
kebutuhan asupan gizi. Akan tetapi, selama bulan ini pasien sering minum
es buah, dan sering minum air es

22

Anda mungkin juga menyukai