Anda di halaman 1dari 21

Portofolio Kasus Medik

HEMOPTISIS ET CAUSA TB PARU

Oleh:

dr. Havidz Ardi

Dokter Internsip

Pendamping:

dr. Tri Endangwati

dr. Frans Otto Hasibuan

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMKIT TK III dr. REKSODIWIRYO PADANG

PERIODE FEBRUARI 2018


PORTOFOLIO KASUS MEDIK

Nama Peserta : dr. Havidz Ardi

Nama Wahana : Rumkit Tk III dr. Reksodiwiryo Padang

Topik : Kasus Medik

Tanggal (kasus) : 16 mei 2018

Nama : Tn. R

Tanggal Presentasi : 28 mei 2018

Nama Pendamping : dr. Tri Endangwati

dr. Frans Otto Hasibuan

Tempat Presentasi : Ruang Komdik Rumkit Tk III dr. Reksodiwiryo


Padang

Objektif Presentasi : Keilmuan

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Presentasi dan diskusi


TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
TB paru adalah infeksi kronik pada paru yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis (MTB), ditandai dengan pembentukan granuloma
dan adanya reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Sumber penularan umumnya
adalah penderita Tb yang dahaknya mengandung Basil Tahan Asam (BTA).

ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Mycobacterium tuberculosis
(MTB) memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid, kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat
hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin ( dapat tahan bertahun -
tahun dalam lemari es ) dimana kuman dalam keadaan dormant. Dari sifat ini
kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif
lagi.
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

Gambar Alur Diagnosis dan Tindak Lanjut TB Paru pada Pasien Dewasa

1. Definisi Pasien TB:


Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis:
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan
contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes
diagnostik cepat yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert).
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan
BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.

Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat
tanpa memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum.

Pasien TB terdiagnosis secara Klinis:


Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis
tetapi didiagnosis sebagai pasien TB aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk
diberikan pengobatan TB.
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks
mendukung TB.
b. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris
dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.
c. TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.

Catatan: Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi


bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus
diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.

2. Klasifikasi pasien TB:


Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas, pasien juga
diklasifikasikan menurut :
a. Lokasi anatomi dari penyakit
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
d. Status HIV
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:
Tuberkulosis paru:
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap
sebagai TB
paru karena adanya lesi pada jaringan paru.Limfadenitis TB dirongga dada (hilus
dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang
mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru.
Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,
diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.

Tuberkulosis ekstra paru:


Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe,
abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.Diagnosis TB
ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
Bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan
penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB
pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ
menunjukkan gambaran TB yang terberat.

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:


1. Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan
pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun
kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).
2. Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah
menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,
yaitu:
a. Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik
karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).
b. Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB
yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir.
c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to
follow-up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost
to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai
pengobatan pasien setelah putus berobat /default)
d. Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatansebelumnya tidak diketahui.
3. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat


Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :
• Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja
• Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
• Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
• Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga
resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin
dan Amikasin)
• Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau
tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).
Medikamentosa obat anti Tuberkulosis dibagi 4 kategori.

3. Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.


a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.
• Pasien TB paru terdiagnosis klinis
• Pasien TB ekstra paru

Tabel Dosis Panduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3

Tabel Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3

b. Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan ulang):
• Pasien kambuh
• Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

Tabel Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3


Tabel Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3

Catatan:
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
• Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus
disesuaikan apabila terjadi perubahan berat badan.
• Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien
baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah
daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko
terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
• OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna
memberikan pelayanan pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.

Pemantauan Kemajuan dan Hasil Pengobatan TB


a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan
dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis
dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak
digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji
dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh
uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya positif,
hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai
pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif
merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan.
Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang
dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien
harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila
tidak mengalami konversi). Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan
ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif,
pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan
pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.

Ringkasan tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan ulang dahak untuk


memantau kemajuan hasil pengobatan:
1) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif :
• Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan dosis
pengobatan tahap lanjutan
• Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (pada bulan ke 5
dan Akhir Pengobatan)

2) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif :


Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 1) :
• Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila tidak teratur,
diskusikan dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.
• Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT sisipan).
Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah pemberian OAT tahap
lanjutan satu bulan. Apabila hasil pemeriksaan dahak ulang tetap positif,
lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat.
• Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat, lanjutkan
pengobatan dan diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5
(menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).

Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan paduan


OAT kategori 2):
• Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila tidak teratur,
diskusikan dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.
• Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR
• Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB
MDR
• Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke
RS Pusat Rujukan TB MDR, segera diberikan dosis OAT tahap lanjutan
(tanpa pemberian OAT sisipan) dan diperiksa ulang dahak kembali pada akhir
bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).

3) Pada bulan ke 5 atau lebih :


• Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila hasil
pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif, lanjutkan pengobatan sampai
seluruh dosis pengobatan selesai diberikan
• Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif, pengobatan
dinyatakan gagal dan pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR .
• Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB
MDR
• Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 1),
pengobatan dinyatakan gagal. Apabila oleh karena suatu sebab belum bisa
dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB
MDR, berikan pengobatan paduan OAT kategori 2 dari awal.
• Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan
paduan OAT kategori 2), pengobatan dinyatakan gagal. Harus diupayakan
semaksimal mungkin agar bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau
dirujuk ke RS Pussat Rujukan TB MDR. Apabila oleh karena suatu sebab
belum bisa\ dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR, berikan penjelasan, pengetahuan dan selalu dipantau
kepatuhannya terhadap upaya PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi).
Tindak lanjut atas dasar hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat
dilihatpada tabel di bawah ini.
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta: Havidz Ardi


Nama Wahana: Rumkit Tk III dr. Reksodiwiryo Padang
Topik: TB Paru
Tanggal (kasus): 16 Mei 2018
Nama Pasien: Tn. R No. RM: 21.18.97
Tanggal Presentasi: 13 Juli 2017 Nama Pendamping: dr. Tri Endangwati
dr. Frans Otto Hasibuan
Obyektif Presentasi:
Keilmuan  Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik  Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak  Dewasa Lansia  Bumil
Remaja
Deskripsi : Pasien mengalami batuk darah 1 hari SMRS.
Tujuan : Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan TB paru
Bahan bahasan:  Tinjauan  Riset  Kasus  Audit
Pustaka
Cara   Presentasi dan  Email  Pos
membahas: Diskusi diskusi
Data pasien: Nama: Tn. R Nomor Registrasi: 21.18.97
Nama klinik: Rumkit Tk III Telp: - Tedaftar sejak: 16 Mei 2018
dr. Reksodiwiryo Padang
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/gambaran klinis: Hemoptisis ec TB paru
2. Riwayat pengobatan
Pasien hanya membeli obat ke apotik selama sakit.
Riwayat pemakaian OAT disangkal
3. Riwayat kesehatan
Pasien tidak pernah menderita keluhan batuk lama > 2 minggu sebelumnya.
4. Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan batuk lama.
5. Riwayat pekerjaan
Buruh pabrik
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan)
Lingkungan kerja sering lembab, berdebu, dan kurang ventilasi. Teman kerja pasien
menderita batuk lama dengan konsumsi OAT tidak diketahui. Pasien tinggal di kos-kosan
sendiri. Lingkungan rumah terkena cahaya matahari dan ada ventilasi.
7. Riwayat imunisasi
Pasien tidak mengingat apakah sudah pernah di imunisasi BCG atau belum. Pengakuan
orang tua belum (bekas luka BCG tidak ditemukan)
8. Lain-lain: -
Daftar Pustaka
1. Aditama TY, Basri C, Surya A, dkk. 2012. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis edisi ke-2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
2. Isbaniyah F, Thabrani Z, Priyanti S, dkk. 2011. Tuberkulosis; Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Hasil Pembelajaran
1. Definisi dan Etiologi
2. Klasifikasi TB Paru
3. Penegakan diagnosis TB Paru
4. Penatalaksanaan TB Paru

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif :
- Pasien mengalami batuk darah 1 hari SMRS. Batuk darah segar bercampur lendir ±
¼ gelas.
- Sesak napas (-). Suara nafas menciut (-)
- Riwayat batuk berdahak 1 bulan ini.
- Riwayat sering demam sejak 1 bulan ini, naik turun, menggigil (-)
- Keringat malam (+).
- Riwayat berat badan menurun (+) sekitar 4 kg dalam 1 bulan ini.
- Nafsu makan juga berkurang dalam 1 bulan ini
- BAK dan BAB (+) dalam batas normal
2. Objektif :
a. Tanda Vital (IGD RST 16-05-18 pk 12.40 WIB)
 TD : 120/80 mmHg
 Nadi : 90x/ menit
 RR : 22x/ menit
 Suhu : 37º C
 BB : 58 kg
 TB : 165 cm
 GCS : E4M6V5 (15)

b. Pemeriksaan generalisata
Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.
Kepala : bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor, refleks cahaya +/+ normal, mata tidak cekung.
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Mulut : mukosa mulut dan bibir basah
Tenggorok : tonsil T1-T1 tidak hiperemis
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thorak
Paru :
Inspeksi :normochest, simetris kiri-kanan, retraksi suprasternal (-) retraksi
epigastrium (-)
Palpasi : SF paru kanan = paru kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (+/-), wheezing (-/-)

Jantung:
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : sukar dinilai
Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada
Abdomen :
Inspeksi : tidak membuncit, sikatrik (-), pelebaran vena (-), radang (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), distensi tidak ada, hepar dan lien
tidak teraba, turgor kulit baik
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : Tidak ada kelainan
Alat kelamin : Tidak diperiksa
Anus : Rectal toucher tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik, sianosis tidak ada

c. Pemeriksaan Labor
 Hasil Laboratorium
o 16 mei 2018
o
Hb : 12,3 g/dl
o
Ht : 36 %
o
Leukosit : 12.220 mm3
o
Trombosit : 441.000/uL

d. Rontgen: tampak bercak berawan pada apeks paru kanan.


3. Assesment (penalaran klinis) :
Telah dilaporkan suatu kasus seorang pasien laki-laki umur 21 tahun dengan
diagnosis kerja: hemoptisis ec TB Paru. Dasar diagnosis pada pasien adalah dari
anamnesis didapatkan batuk darah ± ¼ gelas, riwayat batuk berdahak dan sering demam
1 bulan ini, berkeringat malam, berat badan turun, dan nafsu makan kurang. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan frekuensi nafas 22x/ menit, pada pemeriksaan fisik
toraks didapatkan ronkhi di lapangan paru kanan atas, pemeriksaan fisik lain dalam batas
normal. Pemeriksaan BTA ditemukan (+/+/+) ditemukan kuman M. tuberculosis. Pada
pemeriksaan rontgen didapatkan gambaran berawan pada apeks paru kanan.
Untuk terapi pasien dirawat di bangsal paru dengan anjuran bedrest total dan
medikamentosa. Pasien dan keluarga diedukasi tentang penyakit TB dari mekanisme
penyebaran TB dan pencegahannya (menggunakan masker atau batuk ke lengan dalam
tidak membuang dahak sembarangan, mencuci tangan segera setelah batuk ditutupi
tangan, dan lain-lain), menjelaskan tentang pengobatan Tb serta efek samping obat.
Keluarga juga diedukasi untuk mensupport pasien.
4. Plan :
Diagnosis klinis : Hemoptisis ec TB Paru

Diagnosis banding : -

Pengobatan :
 Bed rest total

 MB TKTP

 IVFD RL 12 jam/kolf

 Inj cefoperazone 2 x 1 iv

 Inj ranitidine 2x1 iv

 Injeksi transamin 3x1 amp iv

 Injeksi Vitamin K 3x1 amp iv

 Injeksi Vitamin C 3x1 amp iv

 codein 3x10 mg p.o

 FDC 1x3 tab p.o

 Curcuma 3 x 1 tab

 Paracetamol tab (k/p)


Follow Up

Tanggal Follow up
16 mei 2018 S/ sesak napas (-), batuk berdahak (+), batuk berdarah (+)
09.00 wib O/ KU: sedang
KS: cmc
TD: 120/80 mmHg
Nadi : 90x/ menit
RR : 18x/ menit
Suhu : 37º C
pulmo: ronkhi +/-, wheezing -/-
BTA: +1/+1
A/ Hemoptisis ec TB Paru dalam perbaikan
P/ Terapi lanjut
Awasi batuk berdarah
17 mei 2018 S/ sesak napas (-), batuk berdahak (+), batuk berdarah (+)
09.00 wib bercak-bercak
O/ KU: sedang
KS: cmc
TD: 120/70 mmHg
Nadi : 88x/ menit
RR : 17x/ menit
Suhu : 37º C
pulmo: ronkhi +/-, wheezing -/-
BTA: +1
A/ Hemoptisis ec TB Paru dalam perbaikan
P/ Terapi lanjut
Awasi batuk berdarah
18 mei 2018 S/ sesak napas (-), batuk berdahak (+), batuk berdarah (-)
09.15 wib O/ KU: sedang
KS: cmc
TD: 120/80 mmHg
Nadi : 87x/ menit
RR : 18x/ menit
Suhu : 37º C
pulmo: ronkhi +/+, wheezing -/-
A/ Hemoptisis ec TB Paru dalam perbaikan
TB Paru
P/ Terapi lanjut
Awasi batuk berdarah
19 mei 2018 S/ sesak napas (-), batuk berdahak (+), batuk berdarah (-)
09.00 wib O/ KU: sedang
KS: cmc
TD: 120/80 mmHg
Nadi : 85x/ menit
RR : 18 x/ menit
Suhu : 37º C
pulmo: ronkhi +/-, wheezing -/-
A/ Hemoptisis ec TB Paru dalam perbaikan
TB Paru
P/ Aff codein (+) asetilsistein 2x1 tab
Terapi lain lanjut
Awasi batuk berdarah
20 mei 2018 S/ sesak napas (-), batuk berdahak (+) berkurang, batuk
09.00 wib berdarah (-)
O/ KU: sedang
KS: cmc
TD: 120/80 mmHg
Nadi : 84x/ menit
RR : 16 x/ menit
Suhu : 37º C
pulmo: ronkhi +/-, wheezing -/-
A/ Hemoptisis ec TB Paru dalam perbaikan
TB Paru
P/ Boleh pulang
Obat pulang:
Vit C 3x1 tab
4FDC 1x3 tab
Curcuma 2x 1 tab
Paracetamol 500 mg 3x1 tab

Anda mungkin juga menyukai