Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PUSTAKA

1.Defenisi
Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal,
misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas,
obstruksi jalan napas oleh benda asing, tersengat listrik, tersambar petir,
serangan infark jantung, radang epiglotis, tercekik (suffocation), trauma dan
lain-lainnya.4
Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi,
pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa
menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan segera maka pasien akan
teselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti
jantung.4
Henti jantung primer (cardiac arrest) ialah ketidak sanggupan curah
jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya
secara mendadak dan dapat balik normal jika dilakukan tindakan yang tepat
atau akan menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung terminal
akibat usia lanjut atau penyakit kronis tentu tidak termasuk henti jantung.5
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau
takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol
(+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua jenis henti
jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan
pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas
jantung menghilang.2,4
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis,
femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan
berhenti atau satu-satu (gasping, apnue), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap
rangsang cahaya dan pasien tidak sadar.6
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin
(Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit
pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun
setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali.4

1
Resusitasi jantung paru (RJP) merupakan usaha yang dilakukan untuk
mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas
(respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang dimana
fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup
normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali.7
Resusitasi jantung paru otak dibagi dalam tiga fase : bantuan hidup dasar,
bantuan hidup lanjut, bantuan hidup jangka lama.7

2 Bantuan Hidup Dasar


Bantuan hidup dasar merupakan dasar dalam penyelamatan hidup setelah
terjadinya henti jantung. Aspek penting dari bantuan hidup dasar pada usia
dewasa meliputi identifikasi secara cepat henti jantung mendadak, tindakan
awal resusitasi jantung yang berkualitas (kuat dan cepat), dan defibrilasi
secepatnya. Bantuan hidup dasar bertujuan untuk oksigenasi darurat secara
efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan
sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan
kekuatan sendiri secara normal. Resusitasi mencegah agar sel-sel tidak rusak
akibat kekurangan oksigen. Sirkulasi yang berhenti 3-4 menit akan
mengakibatkan kerusakan otak yang permanen. Jika pasien mengalami
hipoksemia sebelumnya, batas waktu menjadi lebih pendek.4
Tanpa bantuan hidup dasar (Resusitasi Jantung Paru) kemungkinan korban
untuk bertahan hidup berkurang antara 7-10% /menit, dengan bantuan hidup
dasar (Resusitasi Jantung Paru) kemungkinan korban untuk bertahan hidup
bertambah antara 3-4% /menit sampai dilakukan defibrilasi.8
Indikasi bantuan hidup dasar yakni :
1. Henti nafas (apnue)
Bila terjadi henti nafas primer, jantung dapat terus memompa darah selama
beberapa menit, dan sisa O2 yang ada di dalam paru dan darah akan terus
beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini pada korban dengan henti
nafas atau sumbatan jalan nafas dapat mencegah henti jantung.7
2. Henti jantung (cardiac arrest)
Bila terjadi henti jantung primer, Oksigen tidak beredar dan oksigen yang
tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik.7

2
Perkembangan terbaru pada Guideline American Heart Asosiation (AHA)
untuk RJP dan perawatan kegawatan kardiovaskular tahun 2010 adalah
perubahan urutan langkah Bantuan Hidup Dasar dari ABC menjadi CAB baik
untuk pasien dewasa maupun anak-anak (anak dan balita kecuali bayi baru
lahir). Guideline AHA untuk RJP dan perawatan kegawatan kardiovaskular
tahun 2010 merekomendasikan perubahan ini karena:7,9
1. Sebagian besar henti jantung terjadi pada dewasa dan angka
keberhasilan tertinggi adalah henti jantung yang terjadi pada pasien henti
jantung dengan irama VF (ventricular fibrillation) atau VT (ventricular
tachycardia) tanpa nadi. Pada pasien-pasien ini elemen awal yang paling
penting dari RJP adalah kompresi dada dan defibrilasi secepatnya.
2. Pada urutan kompresi dada ABC seringkali terlambat ketika
penolong membuka jalan nafas untuk memberikan bantuan nafas dari mulut ke
mulut atau memasukkan perlengkapan ventilasi. Dengan merubah ke urutan
CAB, kompresi dada dapat dimulai lebih cepat dan ventilasi hanya akan sedikit
memperlambat kompresi dada hingga selesai satu siklus (kompresi 30 kali
diselesaikan dalam waktu 18 detik).

Langkah-langkah bantuan dasar hidup:7,9


1. Pastikan keamanan
Sebelum melakukan pertolongan hal yang paling diutamakan adalah
keamanan bagi si penolong.

2. Periksa kesadaran
Lihat tingkat kesadaran penderita misalnya dengan cara seperti
mengguncangkan bahu dengan lembut lalu menanyakan : ”apakah anda baik-
baik saja?” Jika ada respons maka :
• Jangan ubah posisi korban.
• Cari hal yang tidak beres.
• Ulangi pemeriksaan berkala.
3. Panggil bantuan / telpon ambulan
4. Buka jalan nafas & nilai pernafasan

3
Nilai Airway Control dengan Look, Listen and Feel dalam waktu kurang
dari 10 detik. Pastikan korban bernafas spontan dan normal. Jika tidak ada
nafas spontan buka jalan nafas penderita.4,7
Sumbatan jalan nafas oleh lidah yang menutupi dinding posterior faring
merupakan persoalan yang sering timbul pada pasien tidak sadar yang
terlentang.7 Ada cara yang dianjurkan untuk menjaga agar jalan nafas tetap
terbuka, yaitu:
a. Metode Head Tilt
Penolong mengekstensikan kepala korban dan dengan satu tangan
sementara tangan yang lain menyangga bagian atas leher korban.7
b. Metode Chin lift
Kepala diekstensikan dan dagu diangkat ke atas. Metode ini dilakukan jika
tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi ke bawah
supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong dagu dengan hati-hati
tengadah, sehingga hidung menghadap ke atas dan epiglotis terbuka.7

Gambar 2.2 Metode Head Tilt dan Chin Lift

c. Metode Jaw Thrust


Kepala diekstensikan dan mandibula didorong maju dengan memegang
sudut mandibula korban pada kedua sisi dan mendorongnya ke depan. 7 Pada
pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong ke depan pada
sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher.4 Pendorongan mandibula saja
tanpa ekstensi kepala juga merupakan metode paling aman untuk memelihara
jalan nafas atas tetap terbuka, pada pasien dengan dugaan patah tulang leher.4

4
Gambar 2.2 Metode Jaw Thrust

Bila korban yang tidak sadar bernafas spontan dan adekuat (tidak ada
sianosis), korban sebaiknya diletakkan dalam posisi sisi mantap untuk
mencegah aspirasi. Ekstensikan kepalanya dan pertahankan mukanya lebih
rendah. Letakkan tangan pasien sebelah atas di bawah pipi sebelah bawah
untuk mempertahankan ekstensi kepala dan mencegah pasien berguling ke
depan. Lengan sebelah bawah yang berada di punggungnya, mencegah pasien
terguling ke belakang.7

5. Beri nafas buatan pertama 2x


Breathing support yang diberikan pertama kali adalah ventilasi buatan
sebanyak 2x setelah airway baik pada oksigenasi paru darurat. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dari tubuh.8
Bila pernafasan spontan tidak timbul, diperlukan ventilasi buatan. 7 Nafas
buatan tanpa alat dapat dilakukan dengan cara mulut ke mulut (mouth-to-
mouth), mulut ke hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau
mulut ke mulut via sungkup muka.4 Untuk melakukan ventilasi mulut-kemulut
penolong hendaknya mempertahankan kepala dan leher korban dalam salah
satu sikap yang telah disebutkan di atas dan memencet hidung korban dengan
satu tangan atau menutup lubang hidung pasien dengan pipi penolong.
Selanjutnya diberikan 2 kali ventilasi dalam dalam (1 kali ventilasi = 1-1 ½
detik). Kemudian segera raba denyut nadi karotis atau femoralis. Bila ia tetap
henti nafas tetapi masih mempunyai denyut nadi diberikan ventilasi dalam
(800-1200 ml) setiap 5 detik.2 Bila denyut nadi karotis tak teraba, 2 kali
ventilasi dalam harus diberikan sesudah tiap 30 kompresi dada. 6,7

5
Gambar 2.3 Mouth to mouth
Bila ventilasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung tidak berhasil baik,
walaupun jalan nafas telah dicoba dibuka, faring korban harus diperiksa untuk
melihat apakah ada sekresi atau benda asing. Pada tindakan jari menyapu
hendaknya korban digulingkan pada salah satu sisinya. Sesudah dengan paksa
membuka mulut korban dengan satu tangan memegang lidah dan rahangnya,
penolong memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain ke dalam
satu sisi mulut korban, melalui bagian belakang faring, keluar lagi melalui sisi
lain mulut korban dalam satu gerakan menyapu. Bila tindakan ini gagal untuk
mengeluarkan benda asing, hendaknya dikerjakan hentakan abdomen
(abdominal thrust, gerak heimlich) atau hentakan dada (chest thrust). Hentakan
dada dilakukan pada korban yang terlentang, tekhnik ini sama dengan
kompresi dada luar. Urutan yang dianjurkan adalah berikan 6-10 x hentakan
abdomen, buka mulut dan lakukan sapuan jari, reposisi pasien, buka jalan nafas
dan beri ventilasi buatan. Urutan ini hendaknya diulang sampai benda asing
keluar dan ventilasi buatan dapat dilakukan dengan sukses.7
Bila sesudah dilakukan gerakan triple (ekstensi kepala, buka mulut dan
dorong mandibula) dan pembersihan mulut dan faring, ternyata masih ada
sumbatan jalan nafas, dapat dicoba pemasangan orofaringeal airway atau
nasofaringeal airway. Bila dengan ini belum berhasil, perlu dilakukan intubasi
trakheal. Bila tidak mungkin atau tidak dapat dilakukan intubasi trakheal
sebagai alternatifnya, krikotirotomi atau punksi membran krikotiroid dengan
jarum berlumen besar ( misal dengan kanula intra vena 14 G).7

6
6. Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2)
Telah dikembangkan teknik baru manual RJP sebagai usaha untuk
memperbaiki perfusi selama resusitasi pada pasien dengan henti
jantung, untuk memperbaiki kurva harapan hidup. Dibandingkan
dengan teknik RJP sebelumnya, teknik-teknik dan peralatan lebih
membutuhkan banyak orang, pelatihan dan alat-alat, atau teknik
spesifik lainnya. Beberapa teknik dari RJP dan peralatannya
memperbaiki hemodinamik dan angka keselamatan jangka pendek
jika digunakan oleh penolong yang terlatih.5
Penggunaan beberapa peralatan telah menjadi fokus utama dari
penelitian klinis baru. Penggunaan dari Impedance Threshold Device
(ITD) meningkatkan terjadinya ROSC (kembalinya sirkulasi secara
spontan) dan survival jangka pendek jika digunakan pada pasien henti
jantung di luar rumah sakit, namun tidak ada kemajuan berarti pada
pasien yang berhasil selamat dan keluar dari rumah sakit atau secara
neurologi klinisnya membaik.5
Teknik RJP dimulai dengan mengkompresi dada sebelum
memberikan bantuan nafas (C-A-B daripada A-B-C). Kompresi dada
dapat dimulai sesegera mungkin, sedangkan tindakan mengatur posisi
kepala, mendapatkan lapisan penutup untuk bantuan nafas dari mulut
ke mulut atau memasang masker akan memakan waktu. Dengan
memulai kompresi dada 30 kali dibandingkan ventilasi 2 kali akan
mempersingkat perlambatan kompresi pertama.5
Kompresi dada yang adekuat memerlukan kompresi dengan
kedalaman dan kecepatan yang sesuai, dengan pengembangan dada
yang komplit setelah setiap kompresi dan penekanan dalam
meminimalkan penghentian kompresi dan menghindari ventilasi yang
berlebihan. Penolong harus memastikan bahwa kompresi dada
dilakukan dengan benar. Kedalaman kompresi yang
direkomendasikan pada korban dewasa meningkat dari kedalaman
1,5-2 inci menjadi setidaknya 2 inci.5

7
Gambar 2.4. Pijat jantung

Langkah dalam melakukan kompresi dada luar yakni korban


hendaknya terlentang pada permukaan yang keras bila kompresi dada
luar dilakukan. Penolong berlutut di samping korban dan meletakkan
pangkal sebelah tangannya di atas tengah pertengahan bawah sternum
korban sepanjang sumbu panjangnya dengan jarak 2 jari sefalad dari
persambungan sifisternum. Tangan penolong yang lain diletakkan di
atas tangan pertama. Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus dan kedua
bahu tepat di atas sternum korban, penolong memberikan tekanan
vertikal ke bawah yang cukup untuk menekan sternum 4-5 cm.
Setelah kompresi harus ada relaksasi.7 Penderita dewasa baik terdiri
dari satu atau dua penolong, dilakukan 30 kompresi dada luar (laju :
80-100 kali/menit = 9-12 detik) harus diikuti dengan pemberian 2 kali
ventilasi dalam (2-3 detik). Bila penderita anak-anak dan bayi, bila
terdiri dari satu penolong diberikan 30 kompresi dada luar dan 2
ventilasi dalam. Sedangkan bila terdapat dua penolong , dilakukan 15
kompresi dada luar dan 2 ventilasi dalam. 5,7

7. Evaluasi setiap 2 menit

8
Setiap 2 menit setelah dilakukan kompresi jantung + nafas buatan
lakukan penilaian terhadap penderita. Periksa apakah ada tanda-tanda
sirkulasi seperti bergerak, bernafas atau batuk.

8. Jangan hentikan Kompresi jantung dan nafas buatan 30:2 sampai ada
indikasi stop BHD

Keadaan penderita yang tidak sadar, tidak ada pernafasan spontan, reflek
muntah dan dilatasi pupil yang menetap selama 15-30 menit atau lebih
merupakan petunjuk kematian otak kecuali pasien hipotermik atau dibwah efek
barbiturat atau dalam anestesi umum. Akan tetapi, tidak adanya tanggapan
jantung terhadap tindakan resusitasi dibanding dengan tanda-tanda klinis
kematian otak, adalah titik akhir yang lebih baik untuk membuat keputusan
mengakhiri upaya resusitasi. Tidak ada aktifitas listrik jantung (asistole) selama
paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang
optimal, ini menandakan mati jantung.9
Indikasi stop BHD adalah :
 Kembalinya sirkulasi dan ventilasi spontan
 Pasien dialihrawatkan kpdyg lebih berwenang
 Baru diketahui telah ada tanda-tanda kematian yang irreversibel
 Penolong lelah atau keselamatannya terancam
 Jika 30’ setelah ACLS yang adekuat tidak didapatkan tanda-tanda
kembalinya sirkulasi spontan (asistole yang menetap), bukan
intoksikasi obat atau hipotermia.

Seseorang dinyatakan mati jantung bila :7


1. Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti
atau irreversibel.
2. Telah terbukti terjadi kematian batang otak

Dalam keadaan darurat tidak mungkin untuk menegakkan diagnosis mati


batang otak. Dalam resusitasi darurat, seseorang dapat dinyatakan mati jika :7

9
1. Terdapat tanda-tanda mati jantung
2. Sesudah dimulai resusitasi pasien tetap tidak sadar, tidak timbul
ventilasi spontan dan refleks muntah (“gag reflex”), serta pupil tetap dilatasi
selama 15-30 menit atau lebih, kecuali kalau pasien hipotermik atau dibawah
pengaruh barbiturat atau anestesi umum

Circulation support merupakan langkah untuk pengenalan tidak adanya


denyut nadi dan pengadaan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung,
penghentian perdarahan dan posisi untuk shock. Circulation support
digambarkan melalui :
a. Volume darah dan cardiac output
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah. Suatu keadaan
hipotensi pada penderita trauma harus dianggap disebabkan oleh hipovolemi
sampai terbukti sebaliknya. Ada tiga penemuan klinis yang dalam hitungan
detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yakni
tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi.8
b. Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran.8
c. Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma
yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang dalam
keadaan hipovolemia. Sebaliknya wajah pucat keabu-abuan dan kulit
ekstremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia.8
d. Nadi
Pemeriksaan nadi besar seperti a.femoralis atau a.karotis (kiri-kanan),
untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Nadi yang tidak cepat, kuat dan
teratur biasanya merupakan tanda normo-volemia (bila penderita tidak minum
obat beta-blocker). Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia,
walaupun dapat disebabkan keadaan yang lain. Kecepatan nadi yang normal
bukan jaminan bahwa normovolemia. Nadi yang tidak teratur biasanya

10
merupakan tanda gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri
besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi segera.8
e. Perdarahan
Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka. Spalk udara
(pneumatic splinting device) juga dapat digunakan untuk mengontrol
perdarahan. Sumber perdarahan internal (tidak terlihat) adalah perdarahan
dalam rongga toraks, abdomen, sekitar fraktur dari tulang panjang, retro-
peritoneal akibat fraktur pelvis atau sebagai akibat daari luka tembus
dada/perut.8
Penilaian lain dapat dilihat juga pada tanda-tanda henti jantung, yakni
kesadaran hilang (dalam waktu 15 detik setelah henti jantung), tak teraba
denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis
pada bayi), henti nafas atau mengap-mengap (gasping), terlihat seperti mati
(death like appearance), warna kulit pucat sampai kelabu, pupil dilatasi (45
detik setelah henti jantung). Diagnosis henti jantung dapat ditegakkan bila
pasien tidak sadar dan tidak teraba denyut arteri besar. Pemberian ventilasi
buatan dan kompresi dada luar diperlukan pada keadaan sangat gawat ini.7,9

3 Bantuan Hidup Lanjut


Bantuan hidup lanjut berhubungan dengan teknik untuk memperbaiki
ventilasi dan oksigenasi korban dan pada diagnosis serta terapi gangguan irama
utama selama henti jantung.7 Bantuan hidup kardiovaskular lanjut meliputi
intervensi untuk mencegah henti jantung, menangani henti jantung, dan
meningkatkan luaran pasien yang mencapai kembalinya sirkulasi yang spontan
setelah henti jantung.5 Setelah dilakukan CAB RJP dan belum timbul denyut
jantung spontan, maka resusitasi diteruskan seperti langkah berikut :7
1. Disability
Menjelang akhir primary survey, dilakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara cepat, yang dinilai adalah tingkat kesadaran serta ukuran
dan reaksi pupil. Satu cara sederhana untuk menilai tingkat kesadaran adalah
metode AVPU.8
A : Alert (sadar)

11
V : Respon terhadap rangsangan vokal (suara)
P : Respon terhadap rangsangan nyeri (pain)
U : Unresponsive (tidak ada respon)
Cara lain yang digunakan sebagai pengganti AVPU yaitu GCS (Glasgow
Coma Scale) yang merupakan sistem scoring yang sederhana yang dapat
meramal kesudahan atau outcome penderita.8
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi dan atau
penurunan perfusi ke otak atau disebabkan trauma langsung pada otak.
Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan
oksigenasi ventilasi dan perfusi.8
Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita.
Walaupun demikian, bila sudah disingkirkan kemungkinan hipoksia atau
hipovolemia sebagai sebab penurunan kesadaran, maka trauma capitis
dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran dan bukan alkoholisme
sampai terbukti sebaliknya.8
2. Exposure (kontrol lingkungan)
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara
menggunting guna memeriksa dan evaluasi penderita. Setelah pakaian
dibuka, penting agar penderita tidak kedinginan (mencegah hipotermi), harus
dipakaikan selimut hangat, ruangan cukup hangat dan diberikan cairan
intravena yang sudah dihangatkan.8

2.4 Bantuan Hidup Jangka Lama


Bantuan hidup jangka lama merupakan pengelolaan pasca resusitasi yang
terdiri dari:
1. Gauging
Gauging merupakan cara untuk menentukan dan memberi terapi penyebab
kematian dan menilai sampai sejauh mana pasien dapat diselamatkan.7,9

2. Human Mentation
Sistem saraf pusat diharapkan pulih dengan tindakan resusitasi otak yang baru.7
3. Intensive care

12
Intensive care merupakan resusitasi jangka panjang. Jenis pengelolaan yang
diperlukan pasien yang telah mendapat resusitasi bergantung kepada hasil
resusitasi. Pasien yang tidak mempunyai defisit neurologis dan tekanan darah
terpelihara normal tanpa aritmia hanya memerlukan pantauan intensif dan
observasi terus-menerus terhadap sirkulasi, pernafasan, fungsi otak, ginjal dan
hati. Pasien yang mempunyai kegagalan satu atau lebih dari satu sistem,
memerlukan bantuan ventilasi atau sirkulasi, terapi aritmia, dialisis dan
resusitasi otak.7,9
Organ yang paling terpengaruh oleh kerusakan hipoksemia dan iskemik
selama henti jantung adalah otak. Bila pasien tetap tidak sadar hendaknya
dilakukan upaya untuk memelihara perfusi dan oksigenasi otak. Tindakan-
tindakan ini meliputi penggunaan agen vasoaktif untuk memelihara tekanan
darah sistemik yang normal, penggunaan steroid untuk mengurangi sebab otak
dan penggunaan diuretik untuk menurunkan tekanan intra kranial. Oksigen
tambahan hendaknya diberikan dan hiperventilasi derajat sedang juga
membantu (Pa CO2 = 25-30 mmHg).7

DAFTAR PUSTAKA

13
1 Basket P, dkk. Buku panduan resusitasi jantung, paru, otak. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998.
2 Latief S, Suryadi K, Dachlan R. Petunjuk praktis anestesiologi edisi 2.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2007.
3 Hazinski M, et all. 2010 Hand book of emergency cardiovaskular care for
healthcare provider. Chicago: American Heart Association. 2010.
4 Muhiman M, dkk. Anestesiologi. Jakarta: Staf Pengajar Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif FKUI. 2004.
5 Comittee on Trauma Advanced Trauma Life Supportfor doctor’s 7th edition.
Chicago. American College of Surgeon Committee on Trauma.

14

Anda mungkin juga menyukai