Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Klien Dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

Di Ruang Poli Anak

RSI SAKINAH MOJOKERTO

I. DEFINISI

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut.

Dimana penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau

lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan

adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Maramis, 2013).

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran

pernapasan yang bersifat akut dengan berbagai macam gejala (sindrom)

(Hariani, dkk, 2014).

Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan

Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya

Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga

menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung

hingga Alveoli beserta organ Adneksa nya seperti sinus, rongga telinga tengah

dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14

hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk

beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, kurang dari 14 hari.

Biasanya diperlukan waktu penyembuhan 5–14 hari (Kusumawati, 2010).

II. PENYEBAB (ETIOLOGI)

1. Virus Utama :

a. ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus

b. ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus


2. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza,

Staphylococcus aureus. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia

trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma pneumonia.

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah

sebagai berikut :

1. Faktor host (diri)

a. Usia

Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak

usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering

menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).

b. Jenis kelamin

Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang

seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak

penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit

ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka kesakitan ISPA sering

terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA

anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark

(Koch et al, 2003)

c. Status gizi

Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah

lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi,

yang satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada

KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat

sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi

infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam

mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.


d. Status imunisasi

Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi

berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak

bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan

bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup

berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003)

e. Pemberian suplemen vitamin A

Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa

pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada

penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel

epitel yang mengalami diferensiasi.

f. Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-

bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber

nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme

yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis

membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif

melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke

permukaan saluran pernafasan atas.

2. Faktor lingkungan

a. Rumah

Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk

tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan

yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani,

rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu.

Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih

tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah

culster di Denmark (Koch et al, 2003).


b. Kepadatan hunian (crowded)

Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota

keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.

Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan

hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA

berat.

c. Status sosioekonomi

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi

yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan

masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara

status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi

yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status

sosioekonomi

d. Kebiasaan merokok

Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai

kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari

keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat

bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok

(Koch et al, 2003)

e. Polusi udara

Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan

pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah

ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian

kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran

udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar

(SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah

pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah


pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak

ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau

gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah

pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran

menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran

tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang

untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini

menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap

terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang

sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di

Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak

III. TANDA GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,

adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu

saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali

tidak mau minum (Firdausia, 2013).

Adapun tanda dan gejala yang sering muncul, antara lain :

1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul

jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali

demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa

mencapai 39,5OC-40,5OC.

2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada

meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,

gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk,

terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.

3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan

menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.


4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama

bayi tersebut mengalami sakit.

5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran

pernafasan akibat infeksi virus.

6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya

lymphadenitis mesenteric.

7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan

lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.

8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,

mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran

pernafasan.

9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak

terdapatnya suara pernafasan (Kusumawati, 2010).


IV. PATOFISIOLOGI

Virus

Masuk melalui udara /


droplet / tangan

Intoleransi
Virus menfiltrasi epitel Lemak
aktifitas

Epitel terkikis Suhu tubuh meningkat


Hipertermi

Peradangan Nyeri tenggorokan

Menghasilkan sekret Bersihan jalan nafas


inefektif

Pembengkakan Sulit bernafas

RR meningkat
Penggunaan otot bantu
Ketidaktahuan orang tua nafas
akan kondisi anak Retraksi dinding dada

Cemas Pola nafas tidak


efektif
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dalam Marilyn Dongoes (2001), pemeriksaan penunjang yang

dilakukan pada penderita ISPA antara lain :

1. X – Ray pada sinus :

Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengindentifikasi masalah –

masalah struktur, malformasi rahang.

2. CT – Scan sinus :

Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoidal dan etmoidal.

3. Darah Lengkap :

Mendeteksi adanya tanda – tanda infeksi dan anemi (Serviyanti, 2013).

VI. PENATALAKSANAAN

Pengobatan meliputi pengobatan penunjang dan antibiotika. Penyebab

ISPA atas yang terbanyak adalah infeksi virus maka pemberian antibiotika

pada infeksi ini tidaklah rasional kecuali pada sinusitis, tonsilitis eksudatif,

faringitis eksudatif dan radang telinga tengah.

Pengobatan penderita penyakit ISPA dimaksud untuk mencegah

berlanjutnya ISPA ringan menjadi ISPA sedang dan ISPA sedang menjadi

ISPA berat serta mengurangi angka kematian ISPA berat. Adapun jenis

pengobatannya :

a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik

parenteral, oksigendan sebagainya.

b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila

penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan

pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai


obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin

prokain.

c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan

perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk

tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang

merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila

demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita

dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat

adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah

bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman

streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

Pengobatan penyakit ISPA juga dapat dilakukan dengan beberapa cara

yaitu, salah satunya dengan merawat penderita di rumah sakit. Apabila

perawatan untuk semua anak dengan penarikan dinding dada tidak

memungkinkan, dapat dipertimbangkan untuk diberikan terapi antibiotik

dirumah dengan pengawasan yang ketat pada anak yang tidak mengalami

penarikan dinding dada hebat, sianosis, atau tanda penyakit yang sangat berat.

Pengobatan selanjutnya yaitu memberikan oksigen, jika frekuensi

pernapasan lebih dari 70, terdapat penarikan dinding dada hebat, atau gelisah.

Penggunaan terapi antibiotik juga merupakan salah satu pengobatan dimana di

berikannya bencil penisilin secara intramoskular setiap 6 jam paling sedikit

selama 3 hari.(ampisilin secara intramoskular, walaupun mahal dapat

digantikan bencilpenisilin). Pengobatan antibiotik sebaiknya diteruskan

selama 3 hari setelah keadaan membaik.


VII. KOMPLIKASI

Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh

sendiri 5 sampai 6 hari, jika tidak terjadi invasi kuman lain. Tetapi penyakit

ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat

menimbulkan komplikasi seperti: sinusitis paranasal, penutupan tuba eustachi,

empiema, meningitis dan bronkopneumonia serta berlanjut pada kematian

karena adanya sepsis yang menular (Ngastiyah, 2005).

VIII. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1. Identitas pasien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, pendidikan, tanggal

MRS, tanggal pengkajian, no RM, diagnosa medis, nama orang tua,

pekerjaan, dll

2. Riwayat kesehatan

Riwayat penyakit sekarang biasanya klien mengalami demam

mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu

makan menurun, batuk pilek, dan sakit tenggorokan.

3. Riwayat penyakit dahulu

Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini.

4. Riwayat penyakit keluarga

Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit

seperti klien tersebut.

5. Riwayat sosial

Biasanya klien dengan ISPA tinggal di lingkungan yang berdebu dan

padat penduduk.

6. Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum : biasanya klien lemah, letih dan badannya sakit

semua.
b) Tanda vital : biasanya ditemukan peningkatan suhu tubuh

c) Kepala, bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk

kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala.

d) Wajah, bagaimana bentuk wajah, kulit wajah biasanya terlihat

pucat.

e) Mata, bagaimana keadaan mata, kunjungtiva anemis atau tidak,

sklera ikterik atau tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada

gangguan dalam penglihatan.

f) Hidung, biasanya pada pasien ISPA terdapat sekret pada hidung,

hidung terasa buntu dan kesulitan bernafas.

g) Mulut, pada pasien ISPA biasanya terdapat gangguan dalam

menelan

h) Leher, apakah ada pembengkakan kelenjar tyroid, apakah

ditemukan distensi vena jugularis.

i) Thoraks, bagaimana bentuk dada apakah simetris atau tidak. Kaji

pola nafas apakah ada whezzing, apakah ada gangguan dalam

pernafasan.

 Inspeksi

Membran mukosa faring tampak kemerahan, tonsil tampak

kemerahan dan edema, tampak batuk tidak produktif, tidak ada

jaringan parut pada leher, tidak tampak penggunaan otot-otot

pernafasan tambahan.

 Palpasi

Adanya demam, teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada

daerah leher atau nyeri tekan pada nodus limfe servikalis

 Perkusi

Suara paru normal (resonance)


 Auskultasi

Suara nafas vesikuler atau tidak, terdengan ronchi pada kedua

sisi paru.

j) Abdomen, bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering atau

tidak, apakah ada nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa

kembung, lakukan pemeriksaan bising usus apakah ada

peningkatan.

k) Genetalia, bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut

kelamin, warna rambut kelamin, pada laki-laki lihatlah bentuk

penis apakah ada kelainan bentuk, pada wanita lihatkah keadaan

labia minora dan labia mayora.

l) Integumen, kaji warna kulit, integritas kulit utuh atau tidak, turgor

kulit kering atau tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah

kulit terasa panas.

m) Ekstremitas, apakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik,

nyeri otot serta kelainan bentuk.

b. Diagnosa keperawatan

1. Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi

pada saluran pernafasan

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan utama dan imunitas.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan dispnea, anorexsia, mual/muntah.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen


c. Intervensi Keperawatan

No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Hipertermi Setelah dilakukan a. Kaji aktivitas kejang

berhubungan intervensi keperawata b. Pantau hidrasi dan TTV

dengan invasi selama 3x24 jam, suhu c. Lepaskan pakaian berlebih dan tutupi

mikroorganisme tubuh kembali normal. klien dengan selimut saja

d. Ajarkan orang tua untuk memenuhi


Kriteria Hasil :
asupan oral, sedikitnya 2 liter sehari,
a. Keseimbangan suhu
dengan tambahan cairan selama
tubuh
aktivitas yang berlebih atau sedang
b. TTV dalam batas
dalam cuaca panas.
normal
e. Berikan obat antipiretik jika perlu

2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya

pola nafas intervensi keperawata pernapasan

berhubungan selama 3x24 jam, pola b. Observasi tanda vital, adanya

dengan proses nafas kembali efektif. cyanosis, pola, kedalaman dalam

inflamasi pada pernafasan serta karakteristik batuk


Kriteria Hasil :
saluran misal : menetap, batuk pendek, dan
a. Pernafasan tetap
pernafasan basah.
dalam batas normal
c. Berikan posisi yang nyaman
b. Pernafasan tidak sulit
sekaligus dapat mengeluarkan sekret
c. Anak istirahat dan
dengan mudah.
tidur dengan tenang.
d. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas

yang bebas.

e. Anjurkan pada keluarga untuk

membawakan baju yang lebih

longgar, tipis serta menyerap

keringat.
f. Berikan obat sesuai dengan instruksi

dokter (bronchodilator).

3. Resiko tinggi Setelah dilakukan a. Observasi suhu tubuh klien.

terhadap infeksi intervensi keperawatan b. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk

berhubungan selama 3x24 jam, klien efektif dan masukan cairan adekuat.

dengan tidak menyatakan pemahaman paru.

adekuatnya penyebab/faktor resiko c. Observasi warna, karakter dan bau

pertahanan utama individu. sputum.

dan imunitas. Kriteria hasil : b. Tunjukkan dan bantu klien tentang

Mengidentifikasi pembuangan tisu dan sputum.

intervensi untuk c. Dapatkan spesimen batuk atau

mencegah/menurunkan penghisapan sputum pewarnaan

resiko infeksi. kuman gram negatif.

Menunjukan tekhnik, d. Berikan anti mikrobial sesuai

perubahan pola hidup indikasi.

untuk meningkatkan

lingkungan yang aman.

4. Ketidakseimbang Menunjukan peningkatan a. Kaji kebiasaan diet, masukkan

an nutrisi kurang BB menuju tujuan yang makanan saat ini.

dari kebutuhan tepat. b. Auskultasi bunyi usus.

tubuh Kriteria Hasil : c. Berikan perawatan oral, buang sekret,

berhubungan Menunjukan berikan wadah khusus untuk sekali

dengan dispnea, perilaku/perubahan pola pakai.

anorexsia, hidup untuk d. Hindari makanan penghasil gas dan

mual/muntah. meningkatkan dan/atau minuman karbonat.

mempertahankan berat e. Timbang berat badan sesuai indikasi.

yang tepat. f. Konsultasi ahli gizi/nutrisi pendukung

tim untuk memberikan makanan yang


mudah di cerna.

g. Berikan oksigen tambahan selama

makan sesuai indikasi.

5. Intoleransi Setelah dilakukan a. Kaji respon klien terhadap aktivitas,

aktivitas intervensi keperawatan perhatikan frekuensi nadi lebih dari

berhubungan selama 3x24 jam, klien 20x/menit di atas frekuensi istirahat;

dengan dapat melakukan aktifitas dispnea atau diaphoresis; pusing atau

ketidakseimbanga yang di inginkan. pingsan, nyeri dada; keletihan dan

n antara suplai Kriteria hasil : kelemahan yang berlebihan.

dan kebutuhan Berpartisipasi pada b. Observasi keadaan umum klien

oksigen aktivitas yang di c. Instruksikan keluarga klien tentang

inginkan, memenuhi teknik penghematan energi, mis:

perawatan diri sendiri, melakukan aktivitas dengan perlahan.

mencapai peningkatan d. Catat laporan dipsnea, peningkatan

toleransi aktivitas yang kelemahan/kelelahan dan perubahan

dapat diukur, dibuktikan tanda vital selama dan setelah

oleh menurunnya beraktivitas

kelemahan dan e. Jelaskan pentingnya istirahat dalam

kelelahan. rencana pengobatan dan perlunya

keseimbangan aktivitas dan istirahat.


DAFTAR PUSTAKA

Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta

Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Carpenito, L.J.,2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, EGC,


Jakarta

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.
Judith M. Wilkinson, ( 2016) Diagnosis keperawatan NANDA NIC-NO, Edisi
:10.EGC ,Jakarta

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1. Jakarta:
Salemba medika.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor: Monica


Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG

Anda mungkin juga menyukai