Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KHUSUS

DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

(ISPA NON PEUNOMONIA)

Disusun oleh:

1. Arma Noprianti (191FF05050)


2. Ayu Siti Salamah (191FF05053)
3. Nataniel Lumamuly (191FF05036)
4. Kristoforus N. R. Amuntoda (191FF05113)

PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2020
TUGAS KHUSUS
“ISPA NON PEUNOMONIA”

1) Definisi
ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang berlangsung sampai
14 hari lamanya. Saluran pernafasan adalah organ yang bermula dari hidung hingga
alveoli beserta segenap adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Sedangkan yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma
ke dalam tubuh dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit (Depkes, 2000).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan akut yang
meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan otitis serta saluran
pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia,
yang dapat berlangsung selama 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan
batas akut dari penyakit tersebut. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung
sampai alveoli beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Depkes RI,
2008).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhan-
keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala
menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan
pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernafasan maka
dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih
tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah
berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan
(Depkes RI, 2008).
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang terbanyak di
diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju dan sudah
mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup
gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula
memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. (Suprajitno, 2004)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang disebabkan
oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi asing yang melibatkan
suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong, 2003).
Ispa Non Peunomonia :
 Jenis ISPA yang di sebabkan oleh virus (Rhinovirus, coronavirus, virus
parainfluenza, adenovirus).
 Di masyarakat dikenal dengan penyakit batuk dan pilek (common cold).
 Pilek adalah suatu reaksi inflamasi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
virus.
 Selaput lendir meradang memproduksi lebih banyak lendir, sehingga hidung
tersumbat.
 Lendir yang terbentuk dapat mengakibatkan batuk dan bersin.

2) Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus,
Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain
(Suhandayani, 2007).
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah satu
penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya
digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang lingkungan
masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan aktifitas
memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap
tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat
mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu
tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen
dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2002).
Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) :
Faktor Demografi yang terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin
Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki lakilah yang
banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan
perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi
udara.
2) Usia
Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit
ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang
memasak sambil menggendong anaknya.
3) Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta
pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya
penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana
pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti
bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.

3) Tanda-tanda Dan Gejala ISPA Non Pneumonia


ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran
pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa,
kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare
(Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing,
malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut
cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas),
retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat
berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan
kematian. (Nelson, 2003).
Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut:
1. Batuk
2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada
waktu berbicara atau menangis).
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari
satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu
tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung
jumlah tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan
arloji.
2. Suhu lebih dari 39º C (diukur dengan termometer).
3. Tenggorokan berwarna merah.
4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA
ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Bibir atau kulit membiru.
2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
5. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7. Tenggorokan berwarna merah.
4) Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring
atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka
virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan
Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Adanya
infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi
virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri- bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak
tersebut (Kending dan Chernick, 1983).
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan
dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan
batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya
suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut
pada bayi dan anak (Tyrell, 1980). Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat
menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang,
demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980).
Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas,
sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985). Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak
harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem
imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem
imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan
jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG
pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan
dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994). Dari uraian di
atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah
rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala
demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia.

5) Diagnosis
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan
virus, serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena
bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura
(Halim, 2000).
Diagnosis etiologi pnemonia pada balita sulit untuk ditegakkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum
memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab
pnemonia, hanya biakan spesimen fungsi atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen
darah yang dapat diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pnemonia.
Pemeriksaan cara ini sangat efektif untuk mendapatkan dan menentukan jenis
bakteri penyebab pnemonia pada balita, namun disisi lain dianggap prosedur yang
berbahaya dan bertentangan dengan etika (terutama jika semata untuk tujuan penelitian).
Dengan pertimbangan tersebut, diagnosa bakteri penyebab pnemonia bagi balita di
Indonesia mendasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO), bahwa
Streptococcus, Pnemonia dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu
ditemukan pada penelitian etiologi di negara berkembang. Di negara maju pnemonia pada
balita disebabkan oleh virus.
Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur. Penentuan nafas
cepat dilakukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan dengan menggunkan
sound timer. Batas nafas cepat adalah :
a. Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau
lebih.
b. Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit
atau lebih.
c. Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40 kali per menit
atau lebih.
Diagnosis pneumonia berat untuk kelompok umur kurang 2 bulan ditandai dengan
adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau
adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan
penderita pnemonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang
disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan
pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis,
tonsilitis, otitis atau penyakit non-pnemonia lainnya.

6) Penatalaksanaan Pengobatan
a. Farmakologi
 Analgesik/ antipiretik: obat yang digunakan untuk pereda nyeri, demam dan
panas.

Obat Dosis Anak Dosis Dewasa Efek Samping


Acetaminophen 10-15 mg/ kg/ 325-1000 mg Mual, sakit perut bagian atas,
(Paracetamol) dosis setiap 4-6 setiap 4-6 jam gatal- gatal, kehilangan nafsu
jam (maks. 4 g/hari) makan, urin berwarna gelap, feses
berwarna pucat
Ibuprofen 5-10 mg/ kg/ 200-400 mg Perut kembung, mual dan
dosis setiap 6-8 setiap 6-8 jam muntah, diare.
jam (maks. 1200mg/
hari)

 Dekongestan : obat yang digunakan untuk meredakan kongesti nasal atau


hidung tersumbat (flu, pilek, alergi).

Obat Dosis Anak Dosis Dewasa Efek Samping


Pseudoephedrin 30 mg setiap 4-6 60 mg setiap 4-6 Iritasi pada lapisan hidung, mulut
(decolgen, Alco, jam (maks. 120 jam ( maks 240 terasa kering,, mual, merasa
rinos) mg/ hari) mg/hari) gelisah, sulit buang air kecil (pada
Phenylephrine 5 mg setiap 4 jam 10 mg setiap 4 pria), sulit tidur, ruam (alergi).
(Bodrex flu, (maks. 30 mg/ jam (maks 60
fludexin, hari) mg/ hari)
contrexyn flu,
micsagrif flu)

 Penekan batuk

Obat Dosis Anak Dosis Dewasa Efek Samping


Dextromethorphan 5-10 mg setiap 4 10-20 mg setiap 4 Pusing, sakit kepala, mual muntah,
: jam atau 15 mg jam atau 30 mg sakit perut, mengantuk)
Batuk kering (OB setiap 6-8 jam setiap 6-8 jam
combi batuk pilek, atau 30 mg atau 60 mg setiap
Vicks formula 44, setiap 12 jam 12 jam (maks.
konidin, ultraflu) (maks. 60 mg/ 120 mg/hari)
hari)
Ekspektoran : 100-200 mg 200-400 mg Pusing, mengantuk, sakit kepala,
Batuk berdahak setiap 4 jam setiap 4 jam atau mual, sakit perut, ruam merah.
(Guaifenesin (maks. 1,2 g/ 600-1200 mg
contoh obat hari) setiap 12 jam
komik,konidin, (maks. 2,4 g/
mextril, decolsin) hari)

b. Non Farmakologi
 Istirahat
 Beri minum banyak saat batuk dan demam
 Kompres di saat sedang demam
 Meredakan batuk dengan ramuan tradisional

7) Resep di Puskesmas pada pasien ISPA Non Peneumonia

Pasien dengan diagnosa Ispa non Pneumonia menggunakan kode diagnosa J06.
Berdasarkan resep di atas, obat yang di berikan untuk pasien berusia 15 tahun adalah N-
Acetylsistein sebagai obat batuk, paracetamol tablet sebagai penurun demam, dan vitamin
C 250mg sebagai vitamin untuk membantu memperbaiki daya tahan tubuh pasien.
Berdasarkan kriteria Penggunaan Obat Rasional (POR) untuk pasien tersebut dianggap
telah memenuhi syarat karena hanya menggunakan obat tidak lebih dari 3 item obat dan
tidak menggunakan antibiotik.
Pada pasien ispa non phenumonia di UPT Puskesmas Puter menggunakan kode diagnosa J06.9.
Berdasarkan resep di atas, obat yang di berikan untuk pasien berusia 46 bulan yaitu obat
Ambroxol sirup dan Parasetamol sirup. Dimana Ambroxol merupakan obat yang diindikasikan
sebagai obat batuk dan parasetamol sirup diindikasikan sebagai pereda demam atau panas. Pada
resep ini obat yang diberikan dokter termasuk penggunaan obat yan rasional, karena mengacu
pada pedoman pengobatan ispa non phenumonia dengan tidak menggunakan obat antibiotik.
Pada pasien Ispa non pneumonia di UPT Puskesmas Cipadung yaitu dengan kode penyakit J06.
Berdasarkan resep diatas, obat yang diberikan untuk pasien berusia 15 tahun yaitu obat
Parasetamol tablet, Gliseril Guaikolat dan CTM. Dimana Parasetamol diindikasikan untuk
menurunkan demam atau nyeri ringan, Gliseril Guaikolat diindikasikan sebagai obat batuk dan
melancarkan pengeluaran dahak dari saluran pernafasan, sementara CTM digunakan untuk
meredakan gejala alergi seperti mata berair, pilek, flu bersin-bersin, serta gatal pada bagian
tubuh. Dari resep yang telah diberikan oleh dokter bahwa resep obat tersebut termasuk
penggunaan obat rasional (POR) karena mengacu pada pedoman pengobatan ispa non
pneumonia yaitu tidak menggunakan antibiotik dalam resep obat.
DAFTAR PUSTAKA

DepKes RI. 1991. Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran


Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarta
DepKes RI. 1992. Direktorat Jendral PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ispa). Jakarta
DepKes RI. 2000. Pedoman Pemberantasan Infeksi Saluran Pernapasan Akut untuk
Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta : Pustaka Obor Populer
WHO. 2003. Penanganan ISPA Pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai