Disusun Oleh:
Diploma 3 Keperawatan
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian
bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan
menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit
ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di bawah lima tahun karena pada
kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang
masih rentan terhadap berbagai penyakit. (Karundeng Y.M, et al. 2016)
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi
akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Irianto, 2015).
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan
yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan
gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan
berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Infeksi saluran pernafasan akut merupakan
kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh 300
lebih jenis virus, bakteri, serta jamur. Virus penyebab ISPA antara lain golongan
miksovirus yang meliputi virus influensa, virus prainfluensa dan virus campak
(Litbangkes, 2014).
2. ETIOLOGI
Menurut Wijayaningsih (2013)
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya
antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus,
bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan
mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri
stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan
masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan
dan hidung. Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia
dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna.
Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan
ISPA.
a. Faktor Pencetus ISPA
1) Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena
penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua
karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2) Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3) Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar
dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
b. Faktor Pendukung terjadinya ISPA
1) Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan
berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya
menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan
jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular
termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA
dan Pneumonia pada Balita.
2) Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita
yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih
rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
3) Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa
penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan
masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus
maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam
pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih
dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan
penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat
diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam
menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya
memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
5) Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana
transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan
terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu,
kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan
penyakit ISPA.
3. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Depkes RI (2016)
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran
pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema
mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan
struktur fungsi siliare, Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain
demam 4-7 hari, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan),
vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret,
stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya
tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas
apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian.
Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2016) adalah :
a. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Batuk
2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal
pada waktu berbicara atau menangis).
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak
diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang
dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur
satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan
menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit.
2. Suhu lebih dari 39°C (diukur dengan termometer).
3. Tenggorokan berwarna merah.
4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat
Seorang dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA
ringan atau ISPAsedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Bibir atau kulit membiru
2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernafas
3. Tidak sadar atau kesadaran menurun.
4. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan tampak gelisah.
5. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7. Tenggorokan berwarna merah.
4. PATOFISIOLOGI
Menurut Amalia Nurin (2014)
Patofisiologi ISPA Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan
berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran
pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas
bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan
refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus pada kedua
lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur
lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar
mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang
berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan
predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut
terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri- bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan
atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri
ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat
menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat
menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah.
Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri. Penanganan penyakit saluran
pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas
terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya.
Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang
tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah
bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada
saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas. Dari uraian di
atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala
demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia
5. PATHWAY
Menurut Wijayaningsih, K. S. (2013)
6. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ISPA
Menurut Maryunani (2010)
1. Faktor lingkungan,
2. Individu anak (umur, jenis kelamin dan berat badan lahir),
3. Nutrisi,
4. Imunisasi,
5. Status sosial ekonomi,
6. Perilaku orang tua
7. KLASIFIKASI
Menurut Cahyaningrum (2012) Penyakit ISPA secara anatomis mencakup
saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk
paru-paru) dan organ aksesoris saluran pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut
jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Program
pemberantasan penyakit (P2) ISPA dalam 2 golongan yaitu :
a. ISPA Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk
dan pilek (common cold).
b. ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri,
yang ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun
tarikan dinding dada bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program-program pemberantasan ISPA (P2 ISPA)
mengklasifikasikan ISPA sebagai berikut:
1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya
penarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan
adanya nafas cepat, frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) Bila tidak ditemukan tanda tarikan
yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas
cepat, frekuensi kurang dari 60 menit.
2. Kelompok umur 2 bulan-<5 tahun diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan bagian bawah ke dalam.
b. Pneumonia
Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas cepat.
frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2-<12 bulan dan 40 kali per
menit atau lebih pada umur 12 bulan-<5 tahun.
c. Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas
cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit pada anak umur 2. <12 bulan
dan kurang dari 40 permenit 12 bulan - <5 tahun.
8. PENATALAKSANAAN
Menurut Wuandari.D & Purnamasari. L (2015)
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Istirahat Total
2. Peningkatan intake cairan
3. Memberikan penyuluhan sesuai penyakit
4. Memberikan kompres hangat bila demam
5. Pencegahan infeksi lebih lanjut
b. Penatalaksanaan medis
1. Sistomatik
2. Obat kumur
3. Antihistamin
4. Vitamin C
5. Espektoran
6. Vaksinasi
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Wuandari.D & Purnamasari. L (2015)
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia
2. EKG : hipertrofi atrial atau ventrikuer, penyimpangan aksis, iskemia dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya : takikardia, fibrilasi
atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark
miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular. EKG dapat
mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik (jika
disebabkan oleh AMI)
3. Sonogram : dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler.
4. Scan jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
5. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
infufisiensi, juga mengkaji potensi arteri coroner. Zat kontras disuntikkan ke
dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/ perubahan
kontraktilitas.
6. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yan rendah sehingg
hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
7. Kultur/biakan kuman : Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme yang menyebabkan faringitis.
8. Biopsi : Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil
jaringan tubuh, dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari
faring, laring, dan rongga hidung.
b. Pemeriksaan radiologi
1. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau
efusi pleura yang menegaskan diagnose CHF.
2. Sinar-X dapat menghasilkan gambaran struktur tubuh untuk memeriksa
penyakit atau masalah lain yang ada dalam tubuh manusia.
3. CT Scan memperoleh diagnosis kelainan otot dan tulang, seperti tumor atau
keretakan pada tulang. Menentukan lokasi tumor, infeksi, atau bekuan darah.
4. MRI untuk menghasilkan gambar organ, tulang, atau jaringan lunak tubuh,
termasuk sistem saraf.
10. KOMPLIKASI
Menurut Nurarif, A. H., & Hardhi Kusuma. (2015)
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) sebenarnya merupakan self limited
disease yang sembuh sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain,
tetapi penyakit ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang
baik dapat menimbulkan penyakit seperti:
1. Laringitis
Peradangan pada laring (pangkal tenggorokan), disebabkan oleh inveksi
virus atau bakteri pada saluran pernapasan bagian atas pada penderita anak-
anak dengan struktur saluran pernapasan yang kecil, bisa saja terjadi
kesulitan bernapas jika terus memburuk hingga lebih dari dua minggu
menjadi faktor penyebab ISPA pada saluran pernafasan bawah
2. Bronkitis
Komplikasi ini terjadi ketika infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri
dari saluran pernafasan atas menyebar lebih jauh ke dalam paru-paru
3. Sinusitis
Kondisi ini sering kali disebabkan oleh virus flu atau pilek yang disebarkan
sinus dari saluran pernapasan atas. Biasanya setelah terjadi pilek atau flu,
infeksi bakteri sekunder bisa terjadi. Ini akan menyebabkan dinding dari
sinus mengalami peradangan atau inflamasi, Faktor pemicu sinusitis infeksi
virus adalah infeksi jamur dari luar tubuh.
3. ANALISA DATA
Menurut PPNI, T. P. (2017)
DO : Batuk tidak
Invasi saluran napas atas
efektif, tidak mampu
batuk , sputum
berlebih , mengi, Kuman berlebih di bronkus
wheezing dan/atau
ronkhi kering,
mekonium di jalan Proses peradangan
napas, gelisah,
sianosis, bunyi napas
menurun, frekuensi Akumulasi secret di bronkus
DO : Penggunaan
Invasi saluran napas atas
otot bantu
pernafasan, fase
ekspirasi memanjang, Kuman berlebih di bronkus
pola napas abnormal,
pernafasan pursed-
lip, pernafasan Proses peradangan
cuping hidung,
diameter thoraks
Pola Napas Tidak Efektif
anterior-posterior
meningkat, ventilasi
semenit menurun,
kapasitas vital
menurun, tekanan
ekspirasi menurun,
tekanan insipirasi
menurun, ekskursi
dada berubah
DO : Suhu tubuh
diatas nilai normal,
Invasi saluran napas atas
kulit merah, kejang,
takikardi, takipnea,
kulit terasa hangat Infeksi saluran nafas bawah
Peradangan
Hipertermia
Cepat kenyang
setelah makan,
kram/nyeri abdomen, Invasi saluran napas atas
nafsu makan
menurun
Kuman berlebih di bronkus
DO :
dibawah rentang
ideal, bising usus
Akumulasi secret di bronkus
hiperaktif, otot
pengunyah lemah,
otot menelan lemah,
Mucus di bronkus meningkat
membran mukosa
pucat, sariawan, diare
Bau mulut tak sedap
Anoreksia
Intake menurun
Defisit nutrisi
DO : Frekuensi nadi
Invasi saluran napas atas
meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan
darah menurun, Kuman terbawa ke saluran cerna
turgor kulit menurun,
membran mukosa
kering, suhu tubuh Infeksi Saluran cerna
meningkat
Malabsoprsi
Hipovolemia
beraktivitas, merasa
lemah
Infeksi saluran nafas bawah
DO : Frekuensi
jantung meningkat
>20% dari kondisi Dilatasi pembuluh darah
istirahat, tekanan
darah berubah, >20%
Eksudat masuk alveoli
dari kondisi istirahat,
sianosis
Hipoksia
Fatique
Intoleransi Aktivitas
DO : -
Proses peradangan
Resiko Infeksi
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Spasme jalan napas d.d Dispneu,
sulit bicara ,ortopnea, Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum
berlebih , mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering, mekonium di jalan napas,
gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola nafas
berubah
2. Pola Napas Tidak Efektif b.d Hambatan upaya napas d.d Dispnea, ortopnea,
Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas
abnormal, pernafasan pursed-lip, pernafasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan insipirasi menurun, ekskursi
dada berubah
3. Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d
Dispnea, pusing, penglihatan kabur, PCO₂ meningkat/menurun, PO₂
menurun, takikardia, pH arteri meningkat/menurun, bunyi napas tambahan,
sianosis, diaforesis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas abnormal,
warna kulit abnormal, kesadaran menurun
4. Hipertermi b.d Proses penyakit d.d Suhu tubuh diatas nilai normal, kulit
merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat
5. Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d Cepat
kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun, Berat
badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal, bising usus hiperaktif,
otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran mukosa pucat,
sariawan, diare
6. Hipovolemia b.d Kekurangan intake cairan d.d Merasa lemah, mengeluh
haus, Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
turgor kulit menurun, membran mukosa kering, suhu tubuh meningkat
7. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen d.d Mengeluh lelah, dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak
nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, Frekuensi jantung meningkat
>20% dari kondisi istirahat, tekanan darah berubah, >20% dari kondisi
istirahat, sianosis
8. Resiko Infeksi d.d Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5. INTERVENSI KEPERAWAT
2. Untuk
mengajarkan batuk
selama dan setelah
prosedur
Edukasi
1. Untuk
mengajarkan
melakukan teknik
relaksasi napas
dalam
Kolaborasi
1. Untuk
mengkolaborasi
pemberian
bronkhodilator
Edukasi
1. Untuk
mengajarkan cara
menghitung
respirasi dengan
mengamati naik
turunnya dada saat
bernafas
membaik mengkolaborasi
a. Edukasi pemberian cairan
Termoregulasi dan elektrolit
Observasi intravena
1. Identifikasi B. Intervensi
kesiapan dan Pendukung
kemampuan
a. Edukasi
menerima
Termoregulasi
informasi
Observasi
Terapeutik
1. Untuk
1. Sediakan materi
mengidentifikasi
dan media
kesiapan dan
pendidikan
kemampuan
kesehatan
menerima
Edukasi informasi
1. Ajarkan
Terapeutik
kompres hangat
1. Untuk
jika demam
menyediakan
2. Anjurkan materi dan media
memperbanyak pendidikan
minum kesehatan
Edukasi
1. Untuk
mengajarkan
kompres hangat
jika demam
2. Untuk
menganjurkan
memperbanyak
minum
Observasi B. Intervensi
1. Identifikasi Pendukung
faktor yang
a. Pemantauan
mempengaruhi
Nutrisi
asupan gizi
Observasi
2. Identifikasi pola
makan 1. Untuk
mengidentifikasi
3. Monitor asupan
faktor yang
oral
mempengaruhi
Terapeutik asupan gizi
1. Timbang Berat
2. Untuk
badan
mengidentifikasi
2. Hitung pola makan
perubahan berat
3. Untuk
badan
memonitor asupan
Edukasi oral
1. Jelaskan tujuan
Terapeutik
dan prosedur
1. Untuk
pemantauan
menimbang Berat
badan
2. Untuk
menghitung
perubahan berat
badan
Edukasi
1. Untuk
menjelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
Edukasi
1. Untuk
menjelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
Edukasi Terapeutik
1. Ajarkan pasien 1. Untuk
dan keluarga cara mempertahankan
menggunakan kepatenan jalan
oksigen di rumah napas
Kolaborasi Edukasi
1. Kolaborasi 1. Untuk
penentuan dosis mengajarkan
oksigen pasien dan
keluarga cara
menggunakan
oksigen di rumah
Kolaborasi
1. Untuk
mengkolaborasi
penentuan dosis
oksigen
membaik 1. Untuk
2. Ajarkan cara
menjelaskan tanda
mencuci tangan
dan gejala infeksi
dengan benar
2. Untuk
Kolaborasi
mengajarkan cara
1. Kolaborasi
pemberian mencuci tangan
imunisasi dengan benar
B. Intervensi Kolaborasi
Pendukung 1. Untuk
mengkolaborasi
a. Manajemen
pemberian
imunisasi atau
imunisasi
vaksinasi
B. Intervensi
Observasi
Pendukung
1. Identifikasi
riwayat kesehatan a. Manajemen
dan riwayat alergi imunisasi atau
vaksinasi
Terapeutik
1. Jadwalkan Observasi
imunisasi pada 1. Untuk
interval waktu mengidentifikasi
yang tepat riwayat kesehatan
dan riwayat alergi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, Terapeutik
manfaat, reaksi 1. Untuk
yang terjadi, menjadwalkan
jadwal, dan efek imunisasi pada
samping interval waktu
yang tepat
Edukasi
1. Untuk
menjelaskan
tujuan, manfaat,
reaksi yang terjadi,
jadwal, dan efek
samping
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Nurin (2014) dan Karundeng Y.M, et al. (2016). Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan ISPA Poltekes Kemenkes Riau DillKeperawatan
Depkes RI (2016) Direktorat Jenderal PPM & PLP Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Jakarta.
Nurarif, A. H., & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC (Edisi Revi). Yogyakarta: Mediaction.