Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen Pembimbing: NS. Halimatussadiah, MAN

Disusun Oleh:

Asri Febriyanti E.0105.20.006

Diploma 3 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Budi Luhur Cimahi

Tahun Akademik 2020-2021

LAPORAN PENDAHULUAN ISPA

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian
bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan
menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit
ISPA ini paling banyak di temukan pada anak di bawah lima tahun karena pada
kelompok usia ini adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang
masih rentan terhadap berbagai penyakit. (Karundeng Y.M, et al. 2016)
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi
akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Irianto, 2015).
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan
yang dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan
gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan
berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Infeksi saluran pernafasan akut merupakan
kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh 300
lebih jenis virus, bakteri, serta jamur. Virus penyebab ISPA antara lain golongan
miksovirus yang meliputi virus influensa, virus prainfluensa dan virus campak
(Litbangkes, 2014).

2. ETIOLOGI
Menurut Wijayaningsih (2013)
Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri penyebabnya
antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus,
bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan
mikovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus.
Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri
stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan
masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan
dan hidung. Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia
dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna.
Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko serangan
ISPA.
a. Faktor Pencetus ISPA
1)      Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena
penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua
karena daya tahan tubuhnya lebih rendah.
2)      Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3)      Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar
dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
b.      Faktor Pendukung terjadinya ISPA
1)      Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan
berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya
menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan
jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular
termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA
dan Pneumonia pada Balita.
2)      Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita
yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih
rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
3)      Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa
penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan
masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus
maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam
pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan
faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
4)      Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih
dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan
penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat
diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam
menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya
memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
5)      Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana
transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan
terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu,
kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan
penyakit ISPA.

3. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Depkes RI (2016)
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran
pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema
mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan
struktur fungsi siliare, Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain
demam 4-7 hari, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan),
vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret,
stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya
tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas
apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian.
Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2016) adalah :
a. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Batuk
2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal
pada waktu berbicara atau menangis).
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak
diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang
dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur
satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan
menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit.
2. Suhu lebih dari 39°C (diukur dengan termometer).
3. Tenggorokan berwarna merah.
4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat
Seorang dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA
ringan atau ISPAsedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Bibir atau kulit membiru
2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernafas
3. Tidak sadar atau kesadaran menurun.
4. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan tampak gelisah.
5. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7. Tenggorokan berwarna merah.

4. PATOFISIOLOGI
Menurut Amalia Nurin (2014)
Patofisiologi ISPA Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan
berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran
pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas
bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan
refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus pada kedua
lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur
lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar
mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang
berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan
predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut
terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri- bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan
atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri
ini menyebabkan sekresi mukus bertambah  banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan  batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat
menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat
menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas  bawah.
Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri. Penanganan penyakit saluran
pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas
terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya.
Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang
tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah
bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada
saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas. Dari uraian di
atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.  
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala
demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia

5. PATHWAY
Menurut Wijayaningsih, K. S. (2013)
6. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ISPA
Menurut Maryunani (2010)
1. Faktor lingkungan,
2. Individu anak (umur, jenis kelamin dan berat badan lahir),
3. Nutrisi,
4. Imunisasi,
5. Status sosial ekonomi,
6. Perilaku orang tua

7. KLASIFIKASI
Menurut Cahyaningrum (2012) Penyakit ISPA secara anatomis mencakup
saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk
paru-paru) dan organ aksesoris saluran pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut
jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Program
pemberantasan penyakit (P2) ISPA dalam 2 golongan yaitu :
a. ISPA Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk
dan pilek (common cold).
b. ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri,
yang ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun
tarikan dinding dada bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program-program pemberantasan ISPA (P2 ISPA)
mengklasifikasikan ISPA sebagai berikut:
1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya
penarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan
adanya nafas cepat, frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) Bila tidak ditemukan tanda tarikan
yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas
cepat, frekuensi kurang dari 60 menit.
2. Kelompok umur 2 bulan-<5 tahun diklasifikasikan atas:
a. Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan bagian bawah ke dalam.
b. Pneumonia
Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas cepat.
frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2-<12 bulan dan 40 kali per
menit atau lebih pada umur 12 bulan-<5 tahun.
c. Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas
cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit pada anak umur 2. <12 bulan
dan kurang dari 40 permenit 12 bulan - <5 tahun.

8. PENATALAKSANAAN
Menurut Wuandari.D & Purnamasari. L (2015)
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Istirahat Total
2. Peningkatan intake cairan
3. Memberikan penyuluhan sesuai penyakit
4. Memberikan kompres hangat bila demam
5. Pencegahan infeksi lebih lanjut
b. Penatalaksanaan medis
1. Sistomatik
2. Obat kumur
3. Antihistamin
4. Vitamin C
5. Espektoran
6. Vaksinasi

9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Wuandari.D & Purnamasari. L (2015)
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia
2. EKG : hipertrofi atrial atau ventrikuer, penyimpangan aksis, iskemia dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya : takikardia, fibrilasi
atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark
miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular. EKG dapat
mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik (jika
disebabkan oleh AMI)
3. Sonogram : dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler.
4. Scan jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan
dinding.
5. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
infufisiensi, juga mengkaji potensi arteri coroner. Zat kontras disuntikkan ke
dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/ perubahan
kontraktilitas.
6. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yan rendah sehingg
hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
7. Kultur/biakan kuman : Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme yang menyebabkan faringitis.
8. Biopsi : Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil
jaringan tubuh, dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari
faring, laring, dan rongga hidung.
b. Pemeriksaan radiologi
1. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau
efusi pleura yang menegaskan diagnose CHF.
2. Sinar-X dapat menghasilkan gambaran struktur tubuh untuk memeriksa
penyakit atau masalah lain yang ada dalam tubuh manusia.
3. CT Scan memperoleh diagnosis kelainan otot dan tulang, seperti tumor atau
keretakan pada tulang. Menentukan lokasi tumor, infeksi, atau bekuan darah.
4. MRI untuk menghasilkan gambar organ, tulang, atau jaringan lunak tubuh,
termasuk sistem saraf.
10. KOMPLIKASI
Menurut Nurarif, A. H., & Hardhi Kusuma. (2015)
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) sebenarnya merupakan self limited
disease yang sembuh sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lain,
tetapi penyakit ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang
baik dapat menimbulkan penyakit seperti:
1. Laringitis
Peradangan pada laring (pangkal tenggorokan), disebabkan oleh inveksi
virus atau bakteri pada saluran pernapasan bagian atas pada penderita anak-
anak dengan struktur saluran pernapasan yang kecil, bisa saja terjadi
kesulitan bernapas jika terus memburuk hingga lebih dari dua minggu
menjadi faktor penyebab ISPA pada saluran pernafasan bawah
2. Bronkitis
Komplikasi ini terjadi ketika infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri
dari saluran pernafasan atas menyebar lebih jauh ke dalam paru-paru
3. Sinusitis
Kondisi ini sering kali disebabkan oleh virus flu atau pilek  yang disebarkan
sinus dari saluran pernapasan atas. Biasanya setelah terjadi pilek atau flu,
infeksi bakteri sekunder bisa terjadi. Ini akan menyebabkan dinding dari
sinus mengalami peradangan atau inflamasi, Faktor pemicu sinusitis infeksi
virus adalah infeksi jamur dari luar tubuh.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Menurut Nanda (2015)
a. Identitas
1) Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita
ISPA daripada usia yang lebih lanjut.
2) Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga,
dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Diketahui
bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain
adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik
secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang
sempurna dan asap tungku di dalam rumah akan mempermudah terjadinya
ISPA.
3) Jenis Kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark.
4) Pekerjaan
Karena rendahnya kualitas udara didalam dunia pekerjaan terutama di
dalam pabrik dengan lingkungan yang berdebu baik secara biologis, fisik
maupun kimia.
b. Keluhan Utama
Adanya keluhan demam, batuk dan flu
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah,
nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit
tenggorokan.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien tersebut.
f. Riwayat psikososial dan spiritual
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya dan Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat,
interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang
berlebihan, status dalam pekerjaan, dan apakah klien rajin dalam melakukan
ibadah sehari-hari.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Menurut Nanda (2015) Pemeriksaan Fisik Persistem
1. Sistem pernafasan
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan, Peningkatan frekuensi
pernapasan, pengembangan pernapasan tidak simetris, perkusi pekak dan
penurunan fremitus, adanya sputum / secret.
2. Sistem Pencernaan
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri
tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan
bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
3. Sistem Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah
ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.

3. ANALISA DATA
Menurut PPNI, T. P. (2017)

N Data Etiologi Masalah


o

1. DS : Dispneu, sulit Virus, Bakteri, Jamur Bersihan Jalan


bicara ,ortopnea Napas Tidak Efektif

DO : Batuk tidak
Invasi saluran napas atas
efektif, tidak mampu
batuk , sputum
berlebih , mengi, Kuman berlebih di bronkus
wheezing dan/atau
ronkhi kering,
mekonium di jalan Proses peradangan
napas, gelisah,
sianosis, bunyi napas
menurun, frekuensi Akumulasi secret di bronkus

napas berubah, pola


nafas berubah
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif

2. DS : Dispnea, Virus, Bakteri, Jamur Pola Napas Tidak


ortopnea Efektif

DO : Penggunaan
Invasi saluran napas atas
otot bantu
pernafasan, fase
ekspirasi memanjang, Kuman berlebih di bronkus
pola napas abnormal,
pernafasan pursed-
lip, pernafasan Proses peradangan
cuping hidung,
diameter thoraks
Pola Napas Tidak Efektif
anterior-posterior
meningkat, ventilasi
semenit menurun,
kapasitas vital
menurun, tekanan
ekspirasi menurun,
tekanan insipirasi
menurun, ekskursi
dada berubah

3. DS : Dispnea, Virus, Bakteri, Jamur Gangguan


pusing, penglihatan Pertukaran Gas
kabur
Invasi saluran napas atas
DO : PCO₂
meningkat/menurun,
Infeksi saluran nafas bawah
PO₂ menurun,
takikardia, pH arteri
meningkat/menurun, Dilatasi pembuluh darah
bunyi napas
tambahan, sianosis,
diaforesis, gelisah, Eksudat masuk alveoli
napas cuping hidung,
pola napas abnormal,
Gangguan difusi gas
warna kulit
abnormal, kesadaran
menurun
Gangguan Pertukaran Gas

4. DS : - Virus, Bakteri, Jamur Hipertermia

DO : Suhu tubuh
diatas nilai normal,
Invasi saluran napas atas
kulit merah, kejang,
takikardi, takipnea,
kulit terasa hangat Infeksi saluran nafas bawah

Peradangan

Peningkatan suhu tubuh

Hipertermia

5. DS : Virus, Bakteri, Jamur Defisit Nutrisi

Cepat kenyang
setelah makan,
kram/nyeri abdomen, Invasi saluran napas atas
nafsu makan
menurun
Kuman berlebih di bronkus
DO :

Berat badan menurun


minimal 10% Proses peradangan

dibawah rentang
ideal, bising usus
Akumulasi secret di bronkus
hiperaktif, otot
pengunyah lemah,
otot menelan lemah,
Mucus di bronkus meningkat
membran mukosa
pucat, sariawan, diare
Bau mulut tak sedap

Anoreksia

Intake menurun

Defisit nutrisi

6. DS : Merasa lemah, Virus, Bakteri, Jamur Hipovolemia


mengeluh haus

DO : Frekuensi nadi
Invasi saluran napas atas
meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan
darah menurun, Kuman terbawa ke saluran cerna
turgor kulit menurun,
membran mukosa
kering, suhu tubuh Infeksi Saluran cerna
meningkat

Peningkatan flora normal di usus

Peristaltik usus meningkat

Malabsoprsi

Frekuensi BAB >3Hari

Hipovolemia

7. DS : Mengeluh lelah, Virus, Bakteri, Jamur Intoleransi


dispnea saat/setelah Aktivitas
aktivitas, merasa
tidak nyaman setelah Invasi saluran napas atas

beraktivitas, merasa
lemah
Infeksi saluran nafas bawah
DO : Frekuensi
jantung meningkat
>20% dari kondisi Dilatasi pembuluh darah
istirahat, tekanan
darah berubah, >20%
Eksudat masuk alveoli
dari kondisi istirahat,
sianosis

Gangguan difusi gas


Suplai O2 dalam darah menurun

Hipoksia

Fatique

Intoleransi Aktivitas

8. DS : - Virus, Bakteri, Jamur Resiko Infeksi

DO : -

Invasi saluran napas atas

Kuman berlebih di bronkus

Proses peradangan

Sistem Imun menurun

Resiko Infeksi

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut PPNI, T. P. (2017)

1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Spasme jalan napas d.d Dispneu,
sulit bicara ,ortopnea, Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum
berlebih , mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering, mekonium di jalan napas,
gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola nafas
berubah
2. Pola Napas Tidak Efektif b.d Hambatan upaya napas d.d Dispnea, ortopnea,
Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas
abnormal, pernafasan pursed-lip, pernafasan cuping hidung, diameter thoraks
anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital
menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan insipirasi menurun, ekskursi
dada berubah
3. Gangguan Pertukaran Gas b.d Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d
Dispnea, pusing, penglihatan kabur, PCO₂ meningkat/menurun, PO₂
menurun, takikardia, pH arteri meningkat/menurun, bunyi napas tambahan,
sianosis, diaforesis, gelisah, napas cuping hidung, pola napas abnormal,
warna kulit abnormal, kesadaran menurun
4. Hipertermi b.d Proses penyakit d.d Suhu tubuh diatas nilai normal, kulit
merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat
5. Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d Cepat
kenyang setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun, Berat
badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal, bising usus hiperaktif,
otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran mukosa pucat,
sariawan, diare
6. Hipovolemia b.d Kekurangan intake cairan d.d Merasa lemah, mengeluh
haus, Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
turgor kulit menurun, membran mukosa kering, suhu tubuh meningkat
7. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen d.d Mengeluh lelah, dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak
nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, Frekuensi jantung meningkat
>20% dari kondisi istirahat, tekanan darah berubah, >20% dari kondisi
istirahat, sianosis
8. Resiko Infeksi d.d Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan

5. INTERVENSI KEPERAWAT

Menurut PPNI, T. P. (2018)


No Dx Kep Tujuan Intervensi Rasional

1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan A. Intervensi A. Intervensi


Napas Tidak tindakan Utama Utama
Efektif b.d keperawatan
a. Latih Batuk a. Latih Batuk
Spasme jalan selama 1×24 jam
Efektif Efektif
napas d.d diharapkan
Bersihan Jalan  Observasi  Observasi
DS : Dispneu,
Napas Meningkat, 1. Identifikasi 1. Untuk
sulit bicara,
dengan Kriteria kemampuan batuk mengidentifikasi
ortopnea,
hasil: kemampuan batuk
2. Monitor adanya
DO : Batuk
1. Batuk efektif retensi sputum 2. Untuk
tidak efektif,
meningkat memonitor adanya
tidak mampu 3. Monitor input-
retensi sputum
batuk, sputum 2. Produksi output cairan

berlebih , sputum menurun 3. Untuk


 Terapeutik
mengi, memonitor input-
3. Mengi menurun 1. Atur posisi
wheezing output cairan
semi-Fowler atau
dan/atau ronkhi 4. Wheezing
Fowler  Terapeutik
kering, menurun
1. Untuk mengatur
mekonium di  Edukasi
5. Mekonium posisi semi-Fowler
jalan napas, 1. Anjurkan tarik
menurun atau Fowler
gelisah, napas dalam dan
6. Dispneu batukan setelah ke  Edukasi
sianosis, bunyi
membaik 3 kali 1. Untuk
napas menurun,
frekuensi napas 7. Ortopnea menganjurkan tarik
 Kolaborasi
berubah, pola membaik napas dalam dan
1. Kolaborasi
nafas berubah batukan setelah ke
8. Sulit bicara pemberian
3 kali
membaik mukolitik atau
ekspektoran  Kolaborasi
9. Sianosis
1. Untuk
membaik B. Intervensi
mengkolaborasi
Pendukung
10. Gelisah pemberian
menurun a. Edukasi mukolitik atau
Fisioterapi Dada ekspektoran
11. Frekuensi
napas membaik  Observasi B. Intervensi
1. Identifikasi Pendukung
12. Pola nafas
kemampuan pasien
membaik a. Edukasi
dan keluarga
Fisioterapi Dada
menerima
informasi  Observasi
1. Untuk
 Terapeutik
mengidentifikasi
1. Persiapkan
kemampuan pasien
materi dan media
dan keluarga
edukasi
menerima
 Edukasi informasi
1. Jelaskan tujuan
 Terapeutik
dan prosedur
1. Untuk
fisioterapi dada
mempersiapkan
2. Ajarkan batuk materi dan media
selama dan setelah edukasi
prosedur
 Edukasi
1. Untuk
menjelaskan tujuan
dan prosedur
fisioterapi dada

2. Untuk
mengajarkan batuk
selama dan setelah
prosedur

2. Pola Napas Setelah dilakukan A. Intervensi A. Intervensi


Tidak Efektif tindakan Utama Utama
b.d Hambatan keperawatan a. Manajemen a. Manajemen
upaya napas d.d selama 1×24 jam Jalan Napas Jalan Napas
diharapkan Pola
DS : Dispnea,  Observasi  Observasi
Napas Membaik,
ortopnea, 1. Monitor pola 1. Untuk
dengan Kriteria
napas memonitor pola
DO : hasil:
napas
Penggunaan 2. Monitor bunyi
1. Ventilasi
otot bantu napas tambahan 2. Untuk
semenit
pernafasan, memonitor bunyi
meningkat 3. Monitor Sputum
fase ekspirasi napas tambahan
memanjang, 2. Kapasitas vital  Terapeutik
3. Untuk
pola napas meningkat 1. Posisikan semi -
memonitor Sputum
abnormal, Fowler atau
3. Diameter
pernafasan Fowler  Terapeutik
thoraks anterior-
pursed-lip, 1. Untuk
posterior 2. Berikan minum
pernafasan memposisikan
meningkat hangat
cuping hidung, semi - Fowler atau
4. Tekanan 3. Lakukan Fowler
diameter
ekspirasi fisioterapi dada
thoraks 2. Untuk
anterior- meningkat 4. Berikan Oksigen memberikan
posterior 5. Tekanan
 Edukasi minum hangat
meningkat, inspirasi
1. Anjurkan asupan 3. Untuk
ventilasi meningkat
cairan 2000ml/hari melakukan
semenit
6. Dispnea fisioterapi dada
menurun,  Kolaborasi
menurun
kapasitas vital 1. Kolaborasi 4. Untuk
menurun, 7. Penggunaan pemberian memberikan
tekanan otot bantu nafas bronkodilator Oksigen
ekspirasi menurun
B. Intervensi  Edukasi
menurun,
8. Pemanjangan Pendukung 1. Untuk
tekanan
fase ekspirasi menganjurkan
insipirasi a. Dukungan
menurun asupan cairan
Ventilasi
menurun, 9. Ortopnea  Observasi 2000ml/hari
ekskursi dada menurun 1. Monitor status
 Kolaborasi
berubah respirasi dan
10. Pernapasan 1. Untuk
oksigen
pursed-lip mengkolaborasi
menurun  Terapeutik pemberian
1. Berikan oksigen bronkodilator
11. Pernapasan
cuping hidung sesuai kebutuhan
B. Intervensi
menurun  Edukasi Pendukung

12. Frekuensi 1. Ajarkan a. Dukungan


napas membaik melakukan teknik Ventilasi
relaksasi napas
13. Kedalaman  Observasi
dalam
nafas membaik 1. Untuk
 Kolaborasi memonitor status
14. Ekskursi dada
1. Kolaborasi respirasi dan
membaik
pemberian oksigen
bronkhodilator
 Terapeutik
1. Untuk
memberikan
oksigen sesuai
kebutuhan

 Edukasi
1. Untuk
mengajarkan
melakukan teknik
relaksasi napas
dalam

 Kolaborasi
1. Untuk
mengkolaborasi
pemberian
bronkhodilator

3. Gangguan Setelah dilakukan A. Intervensi A. Intervensi


Pertukaran Gas tindakan Utama Utama
b.d keperawatan
a. Pemantauan a. Pemantauan
Ketidakseimba selama 1×24 jam
Respirasi Respirasi
ngan ventilasi- diharapkan
perfusi d.d DS : Pertukaran Gas  Observasi  Observasi

Dispnea, Meningkat, 1. Monitor 1. Untuk

pusing, dengan Kriteria frekuensi, irama, memonitor

penglihatan hasil: kedalaman, dan frekuensi, irama,

kabur, DO : upaya napas kedalaman, dan


1. Tingkat
PCO₂ upaya napas
kesadaran 2. Monitor pola
meningkat/men napas 2. Untuk
meningkat
urun, PO₂ memonitor pola
2. Dispnea 3. Monitor adanya
menurun, napas
menurun sumbatan jalan
takikardia, pH
napas 3. Untuk
arteri 3. Bunyi napas
memonitor adanya
meningkat/men tambahan  Terapeutik
sumbatan jalan
urun, bunyi menurun 1. Atur interval
napas
napas pemantauan
4. Pusing
tambahan, respirasi sesuai  Terapeutik
menurun
sianosis, kondisi pasien 1. Untuk mengatur
diaforesis, 5. Penglihatan interval
 Edukasi
gelisah, napas kabur menurun pemantauan
1. Jelaskan tujuan
cuping hidung, respirasi sesuai
6. Diaforesis dan prosedur
pola napas kondisi pasien
menurun pemantauan
abnormal,
7. Gelisah  Edukasi
warna kulit B. Intervensi
menurun 1. Untuk
abnormal, Pendukung
menjelaskan tujuan
kesadaran 8. Napas cuping Edukasi dan prosedur
hidung menurun Pengukuran
menurun 9. PCO₂ membaik Respirasi pemantauan

10. PO₂ membaik  Observasi B. Intervensi


1. Identifikasi Pendukung
11. Takikardia
kesiapan dan
membaik Edukasi
kemampuan
Pengukuran
12. pH Arteri menerima
Respirasi
membaik informasi
 Observasi
13. Sianosis
 Terapeutik
1. Untuk
membaik
1. Sediakan materi
mengidentifikasi
14. Pola napas dan media
kesiapan dan
membaik pendidikan
kemampuan
kesehatan
15. Warna kulit menerima
membaik  Edukasi informasi
1. Ajarkan cara
 Terapeutik
menghitung
1. Untuk
respirasi dengan
menyediakan
mengamati naik
materi dan media
turunnya dada saat
pendidikan
bernafas
kesehatan

 Edukasi
1. Untuk
mengajarkan cara
menghitung
respirasi dengan
mengamati naik
turunnya dada saat
bernafas

4. Hipertermi b.d Setelah dilakukan A. Intervensi A. Intervensi


Proses penyakit tindakan Utama Utama
keperawatan
d.d selama 1×24 jam a. Manajemen a. Manajemen
diharapkan Hipertermia Hipertermia
DS : -
Termoregulasi
 Observasi  Observasi
DO : Suhu Membaik, dengan
1. Identifikasi 1. Untuk
tubuh diatas Kriteria hasil:
penyebab mengidentifikasi
nilai normal,
1. Kulit merah hipertermia penyebab
kulit merah,
menurun hipertermia
kejang, 2. Monitor suhu
takikardi, 2. Kejang tubuh 2. Untuk
takipnea, kulit menurun memonitor suhu
 Terapeutik
terasa hangat tubuh
3. Pucat menurun 1. Sediakan

4. Takikardi lingkungan yang  Terapeutik

menurun dingin 1. Untuk


menyediakan
5. Takipnea 2. Berikan cairan
lingkungan yang
menurun oral
dingin
6. Bradikardi  Edukasi
2. Untuk
menurun 1. Anjurkan tirah
memberikan cairan
baring
7. Hipoksia oral
menurun  Kolaborasi
 Edukasi
1. Kolaborasi
8. Suhu tubuh 1. Untuk
pemberian cairan
membaik menganjurkan tirah
dan elektrolit
baring
9. Ventilasi intravena
membaik  Kolaborasi
B. Intervensi
10. Tekanan darah Pendukung 1. Untuk

membaik mengkolaborasi
a. Edukasi pemberian cairan
Termoregulasi dan elektrolit

 Observasi intravena

1. Identifikasi B. Intervensi
kesiapan dan Pendukung
kemampuan
a. Edukasi
menerima
Termoregulasi
informasi
 Observasi
 Terapeutik
1. Untuk
1. Sediakan materi
mengidentifikasi
dan media
kesiapan dan
pendidikan
kemampuan
kesehatan
menerima
 Edukasi informasi
1. Ajarkan
 Terapeutik
kompres hangat
1. Untuk
jika demam
menyediakan
2. Anjurkan materi dan media
memperbanyak pendidikan
minum kesehatan

 Edukasi
1. Untuk
mengajarkan
kompres hangat
jika demam

2. Untuk
menganjurkan
memperbanyak
minum

5. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan A. Intervensi A. Intervensi


b.d tindakan Utama Utama
Ketidakmampu keperawatan
a. Manajemen a. Manajemen
an selama 1×24 jam
Nutrisi Nutrisi
mengabsorbsi diharapkan Status
nutrien d.d Nutrisi Membaik,  Observasi  Observasi
dengan Kriteria 1. Identifikasi 1. Untuk
DS : Cepat
hasil: status nutrisi mengidentifikasi
kenyang setelah
status nutrisi
makan, 1. Kekuatan otot 2. Monitor asupan
kram/nyeri otot menelan makanan 2. Untuk
abdomen, nafsu meningkat memonitor asupan
 Terapeutik
makan makanan
2. Perasaan cepat 1. Berikan
menurun,
kenyang menurun makanan tinggi  Terapeutik
DO : Berat serat untuk 1. Untuk
3. Nyeri abdomen
badan menurun mencegah memberikan
menurun
minimal 10% konstipasi makanan tinggi
dibawah 4. Sariawan
serat untuk
menurun  Edukasi
rentang ideal, mencegah
1. Ajarkan diet
bising usus 5. Diare menurun konstipasi
yang diprogramkan
hiperaktif, otot
6. Nafsu makan  Edukasi
pengunyah  Kolaborasi
membaik 1. Untuk
lemah, otot 1. Kolaborasi
mengajarkan diet
menelan lemah, 7. Bising usus pemberian
yang diprogramkan
membran membaik medikasi sebelum
mukosa pucat, makan  Kolaborasi
8. Membran
sariawan, diare 1. Untuk
mukosa membaik B. Intervensi
mengkolaborasi
Pendukung
pemberian
a. Pemantauan medikasi sebelum
Nutrisi makan

 Observasi B. Intervensi
1. Identifikasi Pendukung
faktor yang
a. Pemantauan
mempengaruhi
Nutrisi
asupan gizi
 Observasi
2. Identifikasi pola
makan 1. Untuk
mengidentifikasi
3. Monitor asupan
faktor yang
oral
mempengaruhi
 Terapeutik asupan gizi
1. Timbang Berat
2. Untuk
badan
mengidentifikasi
2. Hitung pola makan
perubahan berat
3. Untuk
badan
memonitor asupan
 Edukasi oral
1. Jelaskan tujuan
 Terapeutik
dan prosedur
1. Untuk
pemantauan
menimbang Berat
badan

2. Untuk
menghitung
perubahan berat
badan

 Edukasi
1. Untuk
menjelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan

6. Hipovolemia Setelah dilakukan A. Intervensi A. Intervensi


b.d Kekurangan tindakan Utama Utama
intake cairan keperawatan
a. Manajemen a. Manajemen
d.d selama 1×24 jam
Hipovolemia Hipovolemia
diharapkan Status
DS : Merasa
Cairan Membaik,  Observasi  Observasi
lemah, dengan Kriteria 1. Periksa tanda 1. Untuk
mengeluh haus, hasil: dan gejala memeriksa tanda
hipovolemia dan gejala
DO : Frekuensi 1. Kekuaran nadi
hipovolemia
nadi meningkat 2. Monitor intake
meningkat, dan output cairan 2. Untuk
2. Turgor kulit
nadi teraba memonitor intake
meningkat  Terapeutik
lemah, tekanan dan output cairan
1. Hitung
darah menurun, 3. Ortopnea
kebutuhan cairan  Terapeutik
turgor kulit menurun
1. Untuk
menurun, 4. Dispnea  Edukasi
menghitung
membran Menurun 1. Anjurkan
kebutuhan cairan
mukosa kering, memperbanyak
5. Suara napas
suhu tubuh asupan cairan oral  Edukasi
tambahan
meningkat 1. Untuk
menurun  Kolaborasi
menganjurkan
1. Kolaborasi
6. Perasaan lemah memperbanyak
pemberian cairan
menurun asupan cairan oral
IV isotonis (NaCl,
7. Keluhan haus RL)  Kolaborasi
menurun 1. Untuk
B. Intervensi
mengkolaborasi
8. Frekuensi nadi Pendukung
pemberian cairan
membaik
a. Pemantauan IV isotonis (NaCl,
9. Tekanan darah Cairan RL)
membaik
 Observasi B. Intervensi
10. Membran 1. Monitor intake- Pendukung
mukosa membaik output cairan
a. Pemantauan
11. Intake cairan 2. Identifikasi Cairan
membaik tanda - tanda
 Observasi
12. Suhu tubuh hipovolemia
1. Untuk
membaik  Terapeutik memonitor intake-
1. Atur interval output cairan
waktu pemantauan
2. Untuk
sesuai dengan
mengidentifikasi
kondisi pasien
tanda - tanda
 Edukasi hipovolemia
1. Jelaskan tujuan
 Terapeutik
dan prosedur
1. Untuk mengatur
pemantauan
interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi
pasien

 Edukasi
1. Untuk
menjelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan

7. Intoleransi Setelah dilakukan A. Intervensi A. Intervensi


Aktivitas b.d tindakan Utama Utama
Ketidakseimba keperawatan
a. Manajemen a. Manajemen
ngan antara selama 1×24 jam
Energi Energi
suplai dan diharapkan
kebutuhan Toleransi  Observasi  Observasi

oksigen d.d Aktivitas 1. Monitor 1. Untuk

Meningkat, kelelahan fisik dan memonitor


DS : Mengeluh
dengan Kriteria emosional kelelahan fisik dan
lelah, dispnea
hasil: emosional
saat/setelah  Terapeutik
aktivitas, 1. Frekuensi nadi 1. Berikan aktivitas  Terapeutik
merasa tidak meningkat distraksi yang 1. Untuk
nyaman setelah menenangkan memberikan
2. Saturasi
beraktivitas, aktivitas distraksi
Oksigen
merasa lemah, meningkat  Edukasi yang menenangkan
1. Anjurkan tirah
DO : Frekuensi 3. Keluhan lelah  Edukasi
baring
jantung menurun 1. Untuk
meningkat  Kolaborasi menganjurkan tirah
4. Dispnea saat
>20% dari 1. Kolaborasi baring
beraktivitas
kondisi dengan ahli gizi
menurun  Kolaborasi
istirahat, tentang cara
5. Perasaan lemah 1. Untuk
tekanan darah meningkatkan
menurun mengkolaborasi
berubah, >20% asupan makanan
dengan ahli gizi
dari kondisi 6. Sianosis
B. Intervensi tentang cara
istirahat, menurun
Pendukung meningkatkan
sianosis
7. Tekanan darah asupan makanan
a. Terapi Oksigen
membaik
B. Intervensi
 Observasi
8. Frekuensi Pendukung
1. Monitor
napas membaik
kecepatan aliran a. Terapi Oksigen
oksigen
 Observasi
 Terapeutik 1. Untuk
1. Pertahankan memonitor
kepatenan jalan kecepatan aliran
napas oksigen

 Edukasi  Terapeutik
1. Ajarkan pasien 1. Untuk
dan keluarga cara mempertahankan
menggunakan kepatenan jalan
oksigen di rumah napas

 Kolaborasi  Edukasi
1. Kolaborasi 1. Untuk
penentuan dosis mengajarkan
oksigen pasien dan
keluarga cara
menggunakan
oksigen di rumah

 Kolaborasi
1. Untuk
mengkolaborasi
penentuan dosis
oksigen

8. Resiko Infeksi Setelah dilakukan A. Intervensi A. Intervensi


d.d tindakan Utama Utama
Peningkatan keperawatan
a. Pencegahan a. Pencegahan
paparan selama 1×24 jam
Infeksi Infeksi
organisme diharapkan
patogen Tingkat Infeksi  Observasi  Observasi

lingkungan Menurun, dengan 1. Monitor tanda 1. Untuk

Kriteria hasil: dan gejala infeksi memonitor tanda


lokal dan sistemik dan gejala infeksi
1. Nafsu makan
lokal dan sistemik
meningkat  Terapeutik
1. Pertahankan  Terapeutik
2. Demam
teknik aseptik pada 1. Untuk
menurun
pasien berisiko mempertahankan
3. Nyeri Menurun tinggi teknik aseptik pada

4. Letargi pasien berisiko


 Edukasi
menurun tinggi
1. Jelaskan tanda

5. Kultur sputum dan gejala infeksi  Edukasi

membaik 1. Untuk
2. Ajarkan cara
menjelaskan tanda
mencuci tangan
dan gejala infeksi
dengan benar
2. Untuk
 Kolaborasi
mengajarkan cara
1. Kolaborasi
pemberian mencuci tangan
imunisasi dengan benar

B. Intervensi  Kolaborasi
Pendukung 1. Untuk
mengkolaborasi
a. Manajemen
pemberian
imunisasi atau
imunisasi
vaksinasi
B. Intervensi
 Observasi
Pendukung
1. Identifikasi
riwayat kesehatan a. Manajemen
dan riwayat alergi imunisasi atau
vaksinasi
 Terapeutik
1. Jadwalkan  Observasi
imunisasi pada 1. Untuk
interval waktu mengidentifikasi
yang tepat riwayat kesehatan
dan riwayat alergi
 Edukasi
1. Jelaskan tujuan,  Terapeutik
manfaat, reaksi 1. Untuk
yang terjadi, menjadwalkan
jadwal, dan efek imunisasi pada
samping interval waktu
yang tepat

 Edukasi
1. Untuk
menjelaskan
tujuan, manfaat,
reaksi yang terjadi,
jadwal, dan efek
samping

DAFTAR PUSTAKA

Amalia Nurin (2014) dan Karundeng Y.M, et al. (2016). Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan ISPA Poltekes Kemenkes Riau DillKeperawatan

Cahyaningrum, P. F. (2012). Hubungan Kondisi Faktor Lingkungan dan Angka


Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Ikut (Ispa) Universitas Negeri Yogyakarta.

Depkes RI (2016) Direktorat Jenderal PPM & PLP Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Jakarta.

Irianto (2015) dan Litbangkes (2014). NANDA International Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 Jakarta: EGC

Maryunani (2010) Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto, Jakarta

Nanda (2015) NANDA International: Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC

Nurarif, A. H., & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC (Edisi Revi). Yogyakarta: Mediaction.

PPNI ,T. P. (2016).Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator


Diagnostik,Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan


Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Wijayaningsih, K. S. (2013). Pedoman Pemberantasan ISPA dan Pneumonia. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Wuandari.D & Purnamasari. L (2015) Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut Jakarta Kementrian Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai