Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

LATAR BELAKANG

1.1 Pendahuluan

Infeksi saluran pernapasan akut yaitu infeksi yang terjadi pada sistem
pernapasan atau biasa disebut ISPA. Infeksi hebat yang tak tertahankan ini
menyerang setidaknya satu bagian dari saluran pernapasan dari hidung (bagian
atas) ke alveoli (bagian bawah) termasuk jaringan, misalnya sinus, rongga
telinga, dan pleura (Purnama, 2016).

Penyebab ISPA yang paling dikenal adalah infeksi. Jenis infeksi yang paling
dikenal adalah rhinovirus (RhV), respiratory syncytial infection (RSV),
mInfluenza (IFN), preinfluenza infection (PIV), Covid (CoV), human
metapneumovirus (hMPV), enterovirus (EV), adenovirus (AdV). ) ), dan human
bocavirus (HboV) (Sternak et al, 2016).

Hasil ISPA, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) memutus tiga


tanda dan dampak ISPA, secara eksplisit: Gejala ISPA ringan: Batuk, tidak
enak, pilek, demam atau demam, tingkat intensitas dalam lebih dari 37C. Gejala
ISPA sedang: Nafas cepat sesuai usia, khususnya: untuk kelompok umur di
bawah 2 bulan, pernafasan berulang kali Setiap kali atau lainnya untuk usia 2
<12 bulan dan beberapa kali Setiap kali atau lebih pada 12 tahun bulan <5
tahun, demam tingkat lebih dari 39°C, tenggorokan merah, bintik-bintik merah
muncul di kulit seperti campak, nyeri telinga atau keluar dari saluran telinga,
suara napas seperti mengi.

Gejala ISPA berat, anak dikatakan menderita ISPA berat bila salah satu dari
gejala tersebut disertai dengan efek sekunder: Bibir atau kulit membiru, anak
tidak sadar atau kesadaran berkurang, napas tampak mengi dan anak tampak
buncit, tulang rusuk ditarik saat bernafas, berdenyut lebih cepat dari beberapa
kali kapan pun atau tidak, dan tenggorokannya merah.

Virus yang paling banyak menyerang pada infeksi saluran pernafasan yaitu
virus influenza, yang ditandai dengan demam mendadak, batuk, pilek, nyeri
otot dan nyeri tenggorokan. Dimana biasanya muncul diagnosa dengan bersihan
jalan nafas tidak efektif pada pasien khususnya anak, peran perawat sebagai
tenaga kesehatan ialah dengan mengajarkan tekhnik batuk efektif, melakukan
fisiotrapi dada, juga bisa melakukan relaksasi nafas dalam. Tindakan
komplementer yang bisa dilakukan oleh perawat juga bisa melakukan terapi
minuman jahe merah dan madu (Novikasari dkk. 2021).

Dari temuan dari (WHO), penyebab kematian utama pada anak di bawah 5
tahun adalah ISPA. Ada sekitar 2 miliar kasus ISPA pada anak dengan laju
kematian terbesar 1,5 juta secara konsisten di planet ini. Di negara-negara non-
industri, sebagai aturan umum, anak di bawah 3 tahun mengalami 3 episode
ISPA setiap tahun. Setiap episode penyakit mempengaruhi usia anak, musim
badai, dan kondisi medis yang ada (Lestari, 2015). Informasi Riset Kesehatan
Dasar pada tahun 2018 bahwa prevalensi ISPA di Indonesia sebesar 9,3%,
frekuensi ISPA menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 25%. Meski
sudah berkurang, frekuensi ISPA masih sering ditemukan di kantor-kantor
administrasi kesehatan, seperti balai kesehatan dan klinik (Kemenkes RI, 2018).
Oleh karena itu, otoritas publik berupaya untuk mencegah dan mengobati
penyakit ISPA di Indonesia. Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Tumbang
Kajamei, ISPA masuk dalam urutan 1 dari 10 penyakit terbanyak.

Pengetahuan seseorang akan menentukan perilakunya dalam hal kesehatan.


Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik, maka akan tahu
tindakan yang tepat apabila terserang suatu penyakit (Elisabeth Ensa Pea,
Sutrisno, & Sutrisno, 2019). Salah satu upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan adalah melalui metode
penyuluhan. Banyak metode yang dapat digunakan dalam penyuluhan
diantaranya yaitu dengan metode ceramah.

Kelemahan metode ceramah salah satunya yaitu materi yang diberikan


seringkali kurang mendapat perhatian sehingga menjadi mudah lupa.
Penyuluhan dengan metode ceramah dapat mudah diterima dengan dibantu
kombinasi tambahan media. Media atau alat bantu pendidikan adalah alat-alat
yang digunakan oleh petugas dalam menyampaikan bahan materi atau pesan
kesehatan. Alat bantu ini lebih sering disebut sebagai alat peraga karena
berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu didalam proses
penyuluhan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Media Audio Visual merupakan
salah satu alat peraga yang bersifat dapat didengar dan dapat dilihat yang
dapat membantu dalam belajar mengajar yang berfungsi memperjelas atau
mempermudah dalam memahami Bahasa yang sedang dipelajari. Hal ini sejalan
dengan penelitian (Ika, 2014) yang mengatakan bahwa dalam melakukan
penyuluhan menggunakan metode audio visual dapat lebih efektif
dibandingkan dengan menggunakan metode konvensional.

Ibu merupakan orang yang terdekat dalam kehidupan seorang anak.


Pengetahuan luas yang dimiliki ibu hendaknya dapat berperan aktif dalam
mendeteksi dan mencegah terjadinya ISPA lebih awal serta melakukan
pencegahan secara mandiri di rumah. Banyaknya ibu yang tidak mengerti dan
kurangnya informasi yang diperoleh tentang ISPA akan berpengaruh terhadap
meningkatnya kasus ISPA pada bayi atau balita. Oleh karena tidak satupun
orangtua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, meskipun anaknya sakit
Infeks iSaluran Pernafasan Atas (ISPA). Sedini mungkin orang tua akan
mencari cara atau pencegahan agar anaknya tidak terjadi komplikasi lebih lanjut
(Ngastiyah, 2014). Penyuluhan kesehatan dianggap suatu upaya untuk
menjembatani adanya kesenjangan antara informasi kesehatan yang dimiliki
telah benar maka akan memotivasi ibu balita untuk menerapkan informasi
tersebut salah satunya adalah informasi mengenai pencegahan ISPA, hal
tersebut dapat mencegah balita mengalami ISPA di masa emas yaitu masa
pertumbuhan dan perkembangannya (Siregar ps, Nurhayati el, Silalahi kl 2021).

Penyuluhan sebagai proses perubahan pengetahuan dan sikap yang menuntut


persiapan dan pengetahuan yang memadai bagi penyuluh maupun sasarannya.
Ibu balita dapat mengubah sikap melalui informasi yang telah didapat melalui
penyuluhan tentang infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) setelah selang
beberapa menit kemudian, dengan pertimbangan diberi kesempatan untuk dapat
mengaplikasikannya sehingga tahapan pengetahuan ke tahap perilaku terbentuk,
dan setelah dilakukan post test terjadi peningkatan pengetahuan dan sikap ibu
dari anak yang menderita ISPA.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sari (2020), Peneliti
menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara pendidikan Kesehatan terhadap pengetahuan ibu
mengenai ISPA pada balita di Posyandu Kelurahan Limo. Hasil penelitian ini
sesuai dengan teori bahwa pengetahuan ibu dapat dipengaruhi oleh pendidikan
kesehatan yang dilakukan yaitu dari uji statistik menunjukan perbedaan rata-
rata sebesar -1.019 dengan standar deviasi sebesar 1.770. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p-Value = 0,000 <0,05, sehingga menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan
ibu mengenai ISPA pada balita di Posyandu Kelurahan Limo.

Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Listautin (2020), berdasarkan hasil
penelitian diketahui adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan
pencegahan ISPA pada balita di Puskesmas Kebun Handil Kota Jambi dengan
nilai p value 0,008 dan adanya hubungan antara motivasi ibu dengan
pencegahan ISPA pada balita di Puskesmas Kebun Handil Kota Jambi dengan
nilai p value 0,027.

Berdasarkan uraian yang ada maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti
tentang pengaruh penyuluhan metode ceramah terhadap pengetahuan ibu balita
tentang ISPA di Pustu Desa Penda Nange Puskesmas Tumbang Kajamei.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh

penyuluhan metode ceramah terhadap pengetahuan ibu balita tentang ISPA di

Pustu Desa Penda Nange Puskesmas Tumbang Kajamei?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan metode

ceramah terhadap pengetahuan ibu balita tentang ISPA di Pustu Desa

Penda Nange Puskesmas Tumbang Kajamei

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1. Mengidentifikasi pengetahuan ibu balita tentang ISPA di Pustu


Desa Penda Nange Puskesmas Tumbang Kajamei sebelum di
berikan penyuluhan dengan metode ceramah.
1.3.2.2. Mengidentifikasi pengetahuan ibu balita tentang ISPA di Pustu
Desa Penda Nange Puskesmas Tumbang Kajamei setelah di
berikan penyuluhan dengan metode ceramah.
1.3.2.3. Menganalisis pengaruh penyuluhan metode ceramah terhadap
pengetahuan ibu balita tentang ISPA di Pustu Desa Penda
Nange Puskesmas Tumbang Kajamei.
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Puskesmas

Sebagai bahan acuan untuk mengoptimalkan penatalaksanaan pada

kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas dengan melakukan

penyuluhan kesehatan dan melibatkan partisipasi ibu dalam

penanganan pertama.

1.4.2 Bagi Ibu

Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai Infeksi Saluran Pernafasan

Atas pada balita melalui penyuluhan. Serta dapat melibatkan peran

aktif ibu dalam penanganan pertama terhadap Infeksi Saluran

Pernafasan Atas pada balita.

1.4.3 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan wawasan

peneliti serta menjadi media untuk menerapkan ilmu keperawatan

khususnya dalam mengatasi permasalahan ISPA pada balita.


1.5 Penelitian terkait

Adapun beberapa penelitian terkait yang akan dilakukan oleh peneliti sebagai

berikut:

1.5.1 Purwandri (2012). Pengaruh Penyuluhan Tentang Infeksi Saluran

Pernafasan Atas (ISPA) Terhadap Pengetahuan Ibu Dalam Penanganan

Pertama Ispa Pada Balita

1.5.2 Sidaputra (2022). Metode Ceramah dan Media Leaflet terhadap

Pengetahuan Ibu dalam Pencegahan ISPA

1.5.3 Listautin (2018). Hubungan Pengetahuan dan Motivasi Ibu terhadap

Pencegahan ISPA pada Balita di Puskesmas Kebun Handil Kota Jambi

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

adalah terletak pada variabel, partisipan, tempat dan waktu penelitian.


BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

2.1.1 Definisi ISPA

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut dalam bahasa indonesia juga
dikenal sebagai infeksi saluran pernapasan atas atau Acute Respiratory
Infections (ARI) yang berarti penyakit infeksi akut yang melibatkan
organ saluran pernapasan, hidung, sinus, faring, atau laring (Pahmawati,
2011). Menurut beberapa pendapat lain yaitu : Depkes RI (2015). infeksi
saluran pernapasan atas akibat masuknya kuman/mikroorganisme ke
dalam tubuh yang berlangsung sampai 14 hari dengan keluhan batuk
disertai pilek, sesak napas, tenggorokan sakit atau nyeri telan, dengan
atau tanpa demam dan menurut Wong (3013). Infeksi saluran atas adalah
inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikro plasma),
atau aspirasi subtansi asing, yang melibatkan suatu atau semua bagian
saluran pernapasan saluran pernapasan atas terdiri dari hidung, faring,
sindrom crup terdiri dari epiglotis dan laring dan trakea.

Beberapa definisi mengenai ISPA di atas penulis menarik kesimpulan


bahwa ISPA adalah infeksi saluran pernafasan atas yang mengenai
saluran nafas bagian atas seperti hidung, sinus, faring, laring yang terjadi
secara berulang dan lama kelamaan akan mengenai saluran nafas bagian
bawah yang disebabkan oleh berbagai virus, bakteri, dan mikroplasma
dan berlangsung selama 14 hari dengan keluhan batuk, pilek, sesak napas,
tenggorokan sakit, demam atau tanpa demam.
2.1.2 Anatomi Fisiologi Saluran Pernafasan

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Anatomi dan fisiologi


Judha, 2016)
Sistem organ dan sistem pernapasan oleh Judha (2016) terdiri dari :

2.1.2.1. Hidung
Hidung meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan
bagian internal berupa rongga hidung sebgai alat penyalur udara.
Hidung bagian luar tertutup oleh kulit dan disuport oleh sepasang
tulang hidung. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran dan
melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke
dalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori
penghidu karena reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung.

2.1.2.2. Faring
Faring merupakan saluran yang menghubungkan nasal dan
rongga mulut kepada laring pada dasar tengkorak. Refleks
menelan berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan,
makanan terdorong masuk ke saluran pencernaan (esophagus)
dan secara simultan katup menutup laring untuk mencegah
makanan masuk kedalam saluran pernapasan.
2.1.2.3. Laring
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya
vokalisasi. Laring juga melindungi jalan napas bawah dari
obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Ada dua fungsi
lebih penting selain sebagai produksi suara, yaitu : laring sebagai
katup, menutup selama menelan untuk mencegah aspirasi cairan
atau benda padat masuk ke dalam tracheobroncial dan laring
sebagai katup selama batuk.

2.1.2.4. Trakea
Merupakan pipa silinder dengan panjang 11 cm, berbentuk ¾
cincin tulang rawan seperti hururf C. Bagian belakang di
hubungkan oleh membran fibroeliastic menempel pada dinding
bdepan esofagus.

2.1.2.5. Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri: Disebut bronkus laboris
kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 lobus). Bronkus
lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus
lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus
segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang dimiliki:
arteri, limfatik, dan saraf.

2.1.2.6. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus.
Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi
lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi
bagian dalam jalan napas. Bronkiolus terminalis membentuk
percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia). Bronkiolus respiratori,
bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori,
bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional
antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.

2.1.2.7. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2. Terdapat sekitar 300
juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.

2.1.2.8. Paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut yang terletak
dalam rongga dada atau toraks, kedua paru dipisahkan oleh
mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh
darah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis. Paru kanan
lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris.
Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus.

2.1.3 Etiologi
Menurut Romiyanti (2016) penyebab dari penyakit ISPA adalah virus dan
bakteri. Bakteri penyebab ISPA antara lain yaitu: genus Streptokokus,
Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan
Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan
Miksovirus (seperti virus influenza dan virus campak), Adnovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan daya tahan
tubuh serta lingkungan rumah.

ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium Virus
penyebab ISPA antara lain: adalah golongan Miksovirus, Adnovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain
(Hartono, 2013 dalam romiyanti 2016).

2.1.4 Manifestasi Klinis


Menurut Mumpuni (2016) dan Romiyanti (2016). Manifestasi klinis pada
klien dengan ISPA antara lain:

2.1.4.1. Batuk : Dapat terlihat pada fase akut dan dapat tetap ada selama
beberapa bulan setelah penyakit.

2.1.4.2. Demam : Mungkin tidak ada pada bayi baru lahir dan paling
banyak terjadi pada usia 6 bulan sampai 3 tahun. Suhu dapat
mencapai 39,5 oC hingga 40,50C sekalipun pada infeksi ringan.

2.1.4.3. Bunyi nafas tambahan seperti stridor, ronkhi, mengi.

2.1.4.4. Sakit tenggorokan.

2.1.4.5. Nyeri abdomen dan diare.

2.1.4.6. Nyeri telinga

2.1.4.7. Meningismus (infeksi pada meningen)

2.1.4.8. Sumbatan dan keluaran nasal.

2.1.4.9. Anoreksia dan muntah : Sering dikeluhkan oleh anak-anak yang


lebih besar, anak-anak sering menolak untuk minum dan makan
secara oral.

Sebagian anak dengan infeksi saluran nafas bagian atas memberikan


gejala yang sangat penting yaitu batuk, infeksi saluran nafas bagian
bawah memberikan beberapa tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan
retraksi dada. Semua ibu dapat mengenali batuk tetapi mungkin tidak
mengenal tanda-tanda lainnya dengan mudah. Selain batuk gejala ISPA
pada anak juga dapat dikenali yaitu flu, demam dengan suhu tubuh anak
meningkat lebih dari 38,5 oC dan disertai sesak nafas. Menurut derajat
keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu :

1) Gejala ISPA ringan Seorang anak dinyatakan ISPA ringan bila


ditemukan gejala sebagai berikut:
(1) Batuk
(2) Serak yaitu anak bersuara parau waktu mengeluarkan suara.
(3) Pilek yaitu mengeluarkan lendir dari dalam hidung.
(4) Panas atau demam.
(5) Demam lebih dari 390 C
2) Gejala ISPA sedang Seorang anak dikatakan menderita ISPA sedang
bila terdapat gejala-gejala sebagai berikut:
(1) Pernafasan lebih dari 50 kali/menit pada anak umur kurang dari
satu tahun dan sekitar 40 kali/menit pada anak umur lebih dari
satu tahun.
(2) Suhu lebih dari 390 C.
(3) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai campak.
(4) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
(5) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur (mengorok).
3) Gejala ISPA berat
(1) Bibir atau kulit membiru.
(2) Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun.
(3) Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah.
(4) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas.
(5) Nadi cepat saat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
(6) Lubang hidung kembang kempis saat bernafas (pernapasan
cuping hidung). Pasien ISPA berat harus dirawat dirumah sakit
atau puskesmas karena perlu mendapat perawatan dengan
peralatan khusus seperti oksigen dan infus.

2.1.5 Pencegahan dan penanganan


Pencegahan dan penanganan ISPA menurut Romiyanti (2016) dapat
dilakukan dengan cara:

2.1.5.1. Menjaga status gizi agar tetap baik.


2.1.5.2. Imunisasi.
2.1.5.3. Istirahat yang cukup, setidaknya 8 jam sehari.
2.1.5.4. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan atau program
penyehatan lingkungan pemukiman (PLP) yang mengenai
masalah polusi di dalam mapun di luar rumah.
2.1.5.5. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
2.1.5.6. Program KIA, mengenai kesehatan ibu dan bayi berat badan
lahir rendah (BBLR)
2.1.5.7. Jika demam dianjurkan menggunakan pakaian tipis dan tidak
ketat.
2.1.5.8. Kompres dengan kain yang bersih.

Pemberantasan yang dilakukan adalah:

1) Penyuluhan kesehatan yang terutama ditujukan pada ibu.


2) Imunisasi.
3) Menjaga kebersihan lingkungan.

2.1.6 Komplikasi
Komplikasi ISPA terdiri dari 6 yaitu Khrisna (2013) :
2.1.6.1. Infeksi pada telinga bagian tengah
2.1.6.2. Infeksi saluran pernapasan bagian bawah
2.1.6.3. Epiglotitis (peradangan pada bagian atas trakhea)
2.1.6.4. Peradangan selaput otak (meningitis)
2.1.6.5. Peradangan otak (oncephalitis)

2.1.7 Penatalaksanaan
Terapi atau pelaksanaan yang diberikan pada penyakit ini biasanya
pemberian antibiotik walaupun kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus
yang dapat sembuh dengan sendirirnya tanpa pemberian obat-obatan
terapeutik, pemberian antibiotik dapat mempercepat penyembuhan
penyakit ini dibandingkan hanya pemberian obat-obatan symptomatik,
selain itu dengan pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi
lanjutan dari bakterial, pemilihan antibiotik pada penyakit ini harus
diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi resistensi kuman/baterial
dikemudian hari. Penatalaksanaan keperawatan:

2.1.7.1. Kaji status pernafasan


2.1.7.2. Minimalkan gejala:
1) Jaga kebersihan saluran nasal pada nasofaringitis, terutama
pada bayi berusia kurang dari 4 bulan yang bernafas cuping
hidung, dengan menggunakan tetesan hidung Ns dan
aspirator nasal.
2) Berikan cairan dan makanan yang lunak.
3) Gunakan vaporiser yang dingin untuk mempertahankan
kelembapan membran mukosa.
2.1.7.3. Berikan obat sesuai indikasi.
2.1.7.4. Berikan penyuluhan pada anak dan keluarga.

2.1.8 Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya mikroba
dengan tubuh. Masuknya mikroba sebagai antigen ke saluran pernapasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran napas bergerak
ke atas mendorong mikroba atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus
oleh laring. Jika refleks tersebut gagal, maka mikroba akan bereplikasi
dan merusak lapisan epitel mukosa saliran pernapasan. Sel epitel yang
rusak akan merangsang natural killer dan limfosit untuk menghasilkan
sitokin. Setelah melintasi epitel, partikel mikroba memasuki membran
basal. Dibawah membran basal terdapat sub-epitel, dimana mikroba
bertemu dengan cairan jaringan, sistem limfatik, dan fagosit yang
menguraikan beberapa sitokin dan interferon untuk mencegah replikasi
lebih lanjut. Pelepasan mikroba pada membran basal menyediakan akses
penyebaran secara sistemik (Manjarrez-Zavala et al dalam Sari, 2014).

Sel yang rusak juga akan meningkatkan produksi IL-8,sebagai akibatnya


mukosa saluran pernapasan dirangsang untuk menghasilkan sekresi
mukus yang cukup banyak. Sekresi mukus yang berlebih menyebabkan
penderita batuk sebagai usaha untuk mengeluarkan mukus. Apabila
seseorang mengalami gangguan imunitas yang rendah tanpa adanya
kerusakan saluran pernapasan, maka agen-agen yang masuk akan sulit
dibunuh sehingga menimbulkan gejala langsung terjadi infeksi. Gejala
pada ISPA bukan merupakan efek langsung dari jumlah virus yang atau
jumlah sel yang terinfeksi, disebabkan oleh mediator inflamasi yang
dihasilkan (Riyadi, 2009 dalam Sari, 2014).

2.1.9 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik menurut (Benny, 2010) :
2.1.9.1. Hemoglobin menurun, nilai normal laki-laki : 13-16 gr%,
perempuan : 12-14 gr%.
2.1.9.2. Leukosit meningkat, nilai normal 500-1000/mm3.
2.1.9.3. Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3.
2.1.9.4. Urin biasanya lebih tua, mungkin terdapat albuminuria karena
suhu tubuh meningkat.
2.1.9.5. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
2.2 Konsep Dasar Balita

2.2.1 Definisi Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau
lebih popular dengan pengertian anak dibawah lima tahun. Balita adalah
istilah umu bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3- 5
tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh pada orangtua
untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan
(Setyawati dan Hartini, 2018).

Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai
dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan
disertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya
lebih banyak dengan kualitas yang tinggi (Ariani, 2017). Kesehatan
seorang balita sangat dipengaruhi oleh gizi yang terserat didalam tubuh
kurangnya gizi yang diserap oleh tubuh mengakibatkan mudah terserang
penyakit karena gizi memberi pengaruh yang besar terhadap kekebalan
tubuh (Gizi et al., 2018).

2.2.2 Pertumbuhan Balita


Masa pertumbuhan pada balita membutuhkan zat gizi yang cukup, karena
pada masa itu semua organ tubuh yang penting sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Balita merupakan kelompok
masyarakat yang rentan gizi. Pada kelompok tersebut mengalami siklus
pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat-zat gizi yang
lebih besar dari kelompok umur yang lain sehingga balita paling mudah
menderita kelainan gizi (Nurtina et al., 2017).
2.3 Konsep Dasar ISPA Pada Balita

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang banyak


dijumpai pada balita dan anak-anak mulai dari ISPA ringan sampai berat. ISPA
yang berat jika masuk kedalam jaringan paru-paru akan menyebabkan
Pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang dapat menyebabkan
kematian terutama pada anak-anak (Jalil, 2018).

2.3.1 Klasifikasi ISPA Pada Balita

Menurut Halimah (2019) klasifikasi ISPA dapat dikelompokkan


berdasarkan golongannya dan golongan umur yaitu :

2.3.1.1. ISPA berdasarkan golongannya :

1) Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan


paru-paru (alveoli).

2) Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common


cold), radang tenggorokan (pharyngitis), tonsilitisi dan
infeksi telinga (otomatis media).

2.3.1.2. ISPA dikelompokkan berdasaran golongan umur yaitu :

1) Untuk anak usia 2-59 bulan :

(1) Bukan pneumonia bila frekuensi pernapasan kurang dari


50 kali permenit untuk usia 2-11 bulan dan kurang dari
40 kali permenit untuk usia 12-59 bulan, serta tidak ada
tarikan pada dinding dada.

(2) Pneumonia yaitu ditandai dengan nafas cepat (frekuensi


pernafasan sama atau lebih dari 50 kali permenit untuk
usia 2- 11 bulan dan frekuensi pernafasan sama atau
lebih dari 40 kali permenit untuk usia 12-59 bulan),
serta tidak ada tarikan pada dinding dada.

(3) Pneumonia berat yaitu adanya batuk dan nafas cepat


(fast breathing) dan tarikan dinding pada bagian bawah
ke arah dalam (servere chest indrawing).

2) Untuk anak usia kurang dari dua bulan :

(1) Bukan pneumonia yaitu frekuensi pernafasan kurang


dari 60 kali permenit dan tidak ada tarikan dinding
dada.

(2) Pneumonia berat yaitu frekuensi pernafasan sama atau


lebih dari 60 kali permenit (fast breathing) atau adanya
tarikan dinding dada tanpa nafas cepat.

2.3.2 Tanda dan gejala ISPA


Tanda dan gejala ISPA biasanya muncul dengan cepat, yaitu dalam
beberapa jam sampai beberapa hari. Penyakit ISPA pada balita dapat
menimbulkan bermacam macam tanda dan gejala. Tanda dan gejala ISPA
seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga
dan demam (Rosana, 2016).

Gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai berikut


(Rosana, 2016):

2.3.2.1. Gejala dari ISPA ringan


Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Batuk.
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan
suara (pada waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C. 11

2.3.2.2. Gejala dari ISPA sedang


Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika
dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-
gejala sebagai berikut :
1) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu :untuk
kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali
per menit atau lebih untuk umur 2 -< 5 tahun.
2) Suhu tubuh lebih dari 39°C.
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak
campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

2.3.2.3. Gejala dari ISPA berat Seseorang balita dinyatakan menderita


ISPA berat jika dijumpai gejala - gejala ISPA ringan atau ISPA
sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak
gelisah.
4) Sela iga tetarik ke dalam pada waktu bernafas.
5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
6) Tenggorokan berwarna merah.

7)
2.3.3 Penatalaksanaan dan pengobatan ISPA pada balita
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan stategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program
(turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan
antibiotic dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit
ISPA (Kunoli, 2013).

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar


pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi
penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta
mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Adapun
pengobatan yang dapat dilakukan kepada penderita ISPA yaitu sebagai
berikut :

2.3.3.1. Pneumonia berat


Dirawat dirumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen
dan sebagainya.

2.3.3.2. Pneumonia
Diberi obat antibiotic kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat
antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin, atau penisilin
prokain.

2.3.3.3. Bukan pneumonia


Tanpa pemberian obat antibiotik hanya diberikan perawatan
dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional
atau obat batuk lain yang tidak ada zat yang merugikan seperti
Kodein, Dekstrometorfan dan Antihistamin. Bila demam
diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan
didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran
kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman Streptococcus dan harus diberi
antibiotik (Penisilin) selama 10 hari.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya, petunjuk dosis dapat
dilihat pada lampiran (Kunoli, 2013).

2.4 Konsep Pengetahuan Ibu Balita Tentang ISPA

2.4.1 Definisi
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindraan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indra pendengaran yaitu telinga dan indra
penglihatan yaitu mata (Notoatmodjo, 2012).

Pengetahuan merupakan segala informasi yang tersimpan dalam ingatan


sebagai kekayaan mental seseorang mengenai objek tertentu termasuk
ilmu, seni dan agama (Sri Asih Gahayu, 2015).

2.4.2 Tingkat Pengetahuan


Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat
yang berbeda – beda. Secara garis besarnya dibagi 6 tingkat, yakni
(Notoatmodjo, 2014)

2.4.2.1.Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2.4.2.2.Memahami (Comprehensif)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek
tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut
harus dapat mengintreprestasikan secara benar tentang objek yang
diketahui tersebut.

2.4.2.3.Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.

2.4.2.4.Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah
sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah
dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek
tersebut.

2.4.2.5.Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari
komponenkomponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasiformulasi yang telah ada.
2.4.2.6.Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau normanorma yang berlaku dimasyarakat.

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Budiman & Riyanto A., (2013) Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:

2.4.3.1. Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku
seseorang atau kelompok dan merupakan usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

2.4.3.2. Informasi/Media massa


Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan,
menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu.
informasi diperoleh dari pendidikan formal maupun nonformal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga
menghasilkan perubahan dan peningkatan pengetahuan. Semakin
berkembangnya teknologi menyediakan bermacam-macam
media massa sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat. Informasi mempengaruhi pengetahuan seseorang
jika sering mendapatkan informasi tentang suatu pembelajaran
maka akan menambah pengetahuan dan wawasannya, sedangkan
seseorang yang tidak sering menerima informasi tidak akan
menambah pengetahuan dan wawasannya.
2.4.3.3. Sosial, Budaya dan Ekonomi
Tradisi atau budaya seseorang yang dilakukan tanpa penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk akan menambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi juga
akan menentukan tersedianya fasilitas yang dibutuhkan untuk
kegiatan tertentu sehingga status ekonomi akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Seseorang yang mempunyai sosial
budaya yang baik maka pengetahuannya akan baik tapi jika
sosial budayanya kurang baik maka pengetahuannya akan kurang
baik. Status ekonomi seseorang mempengaruhi tingkat
pengetahuan karena seseorang yang memiliki status ekonomi
dibawah rata-rata maka seseorang tersebut akan sulit untuk
memenuhi fasilitas yag diperlukan untuk meningkatkan
pengetahuan.

2.4.3.4. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi proses masuknya pengetahuan
kedalam individu karena adanya interaksi timbal balik ataupun
tidak yang akan di respons sebagai pengetahuan oleh individu.
Lingkungan yang baik akan pengetahuan yang didapatkan akan
baik tapi jika lingkungan kurang baik makapengetahuan yang
didapat juga akan kurang baik.

2.4.3.5. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman orang lain maupun
diri sendiri sehingga pengalaman yang sudah diperoleh dapat
meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengalaman seseorang
tentang suatu permasalahan akan membuat orang tersebut
mengetahui bagaimana cara menyelesaikan permasalahan dari
pengalaman sebelumnya yang telah dialami sehingga
pengalaman yang didapat bisa dijadikan sebagai pengetahuan
apabila mendapatkan masalah yang sama.

2.4.3.6. Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang
diperoleh juga akan semakin membaik dan bertambah.

2.4.4 Pengetahuan Ibu Tentang ISPA


Pengetahuan penyakit ISPA adalah segala bentuk informasi mengenai
penyakit ISPA baik, penyebab, klasifikasi, tanda dan gejala serta
penanganannya. Sehingga pengetahuan ibu tentang ISPA pada balita
merupakan segala bentuk informasi yang dimiliki oleh ibu mengenai
penyakit ISPA baik penyebab, klasifikasi, tanda dan gejala serta
penanganannya (Feva Tridiyawati, 2019).

Pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA meliputi pengetahuan tentang


definisi penyakit, tanda dan gejala, penyebab, klasifikasi penyakit serta
penanganan dan pencegahan penyakit (Almatsier, 2011). Dengan
demikian, masyarakat terutama ibu balita dengan ISPA diharapkan
memperoleh pengetahuan lebih dalam tentang nutrisi yang berujung pada
perubahan perilaku konsumsi yang lebih baik.

2.4.5 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu Tentang


Gizi Kurang Balita
Menurut (Agustina & Aryni, 2017) faktor-fakto yang berhubungan
dengan pengetahuan ibu tentang gizi kurang balita yaitu : a. Pendidikan
18 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Pada hal ini tingkat pendidikan seseorang ibu yang telah tinggi
akan berpeluang besar untuk mempunyai pengetahuan yang baik tentang
gizi balita. b. Usia Usia adalah lamanya seseorang hidup dihitung dari
tahun lahirnya sampai dengan ulang tahunnya yang terakhir. Ibu yang
berusia lebih muda dan baru memiliki anak biasanya cenderung untuk
memberikan perhatian yang lebih akan kesehatan anaknya, termasuk
pemberian nutrisi yang baik. c. Sumber Informasi Sumber informasi
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi.
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia
mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV,
radio, atau surat kabar.Dengan adanya sumber informasi, dapat
menambah pengetahuan ibu tentang gizi anaknya sehingga ibu dapat lebih
mengetahui kebutuhan nutrisi yang diperlukan

2.5 Konsep Dasar Penyuluhan Kesehatan


2.5.1 Pengertian penyuluhan
Menurut Machfoedz dan Suryani (2013) Penyuluhan merupakan satu
jenis layanan terpadu dari bimbingan. Penyuluhan diartikan sebagai
hubungan timbal balik antara dua orang individu, dimana seorang
oranglain (klinen) dibantu seorang (penyuluh) untuk mencapai pengertian
tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang
dihadapinya untuk waktu yang akan datang. Penyuluhan kesehatan adalah
kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan menanamkan
keyakinan, menyebarkan pesan sehingga masyarakat tidak saja sadar,
tahu dan mengerti tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang
ada hubungannya dengan kesehatan (Machfoedz dan Suryani, 2013)

2.5.2 Tujuan penyuluhan kesehatan


Menurut Effendy (2012) tujuan penyuluhan kesehatan yang paling pokok
adalah :
2.5.2.1. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan
masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan
lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal.
2.5.2.2. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik
fisik, mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian.
2.5.2.3. Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk
merubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam
bidang kesehatan.

2.5.3 Komponen penyuluhan


Menurut Ramsari (2015) bahwa berhasilnya suatu penyuluhan ditentukan
oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah seperti kondisi
interaksi antara komponen-komponen penyuluhan. Komponen
penyuluhan adalah sebagai berikut :

2.5.3.1. Penyuluh
Pihak yang memberikan informasi kepada sasaran. Penyuluh
terdiri dari seseorang, beberapa orang maupun suatu lembaga.
2.5.3.2. Sasaran
Pihak yang menerima informasi dari pihak penyuluh. Dalam
peyuluhan kesehatan dapat diperhatikan tingkat kemampuan
masing-masing sasaran yang dikehendaki.
2.5.3.3. Pesan
Materi atau informasi yang disampaikan oleh seorang penyuluh
kepada sasaran. Pesan berupa lisan maupun tulisan.
2.5.3.4. Media

Media adalah suatu alat bantu pendidikan yang digunakan untuk


mempermudah seseorang dalam penerimaan pesan kesehatan
bagi masyarakat.

2.5.4 Metode penyuluhan


Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berhasilnya penyuluhan
dengan suatu hasil yang optimal adalah dengan adanya metode
penyuluhan (Notoatmodjo, 2014). Berikut merupakan metode penyuluhan
yang antara lain adalah :

2.5.4.1. Metode penyuluhan individual

Metode penyuluhan kesehatan ini digunakan untuk membina


kelompok perilaku baru atau seseorang yang mulai tertarik pada
suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakan
pendekatan individual ini karena setiap orang memiliki masalah
ataupun alasan yang berbeda sehubung dengan penerimaan atau
perilaku baru tersebut. Bentuk pendekatannya antara lain :

1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counceling)


Cara ini dilakukan dengan kontak antara klien dengan
petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh
klien dapat diteliti dan dibantu penyelesaiannya.

2) Wawancara (Interview) Cara ini merupakan bagian dari


bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas
kesehatan dengan klien untuk menggali informasi mengapa
ia tidak atau belum menerima perubahan.
2.5.4.2. Metode penyuluhan kelompok
Dalam pemilihan metode pendidikan kelompok, harus mengingat
besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dan
sasaran. Untuk kelompok yang besar, metodenya akan dengan
kelompok kecil. Efektivitas suatu metode akan tergantung pula
pada besarnya sasaran pendidikan.
1) Kelompok besar Kelompok besar disini adalah apabila
peserta yang mengikuti penyuluhan lebih dari 15 orang.
Metode yang baik pada kelompok besar ini adalah metode
ceramah dan seminar.
2) Kelompok kecil Peserta yang mengikuti penyuluhan kurang
dari 15 orang. Metode yang cocok untuk kelompok kecil
antara lain adalah seperti diskusi kelompok, curah pendapat,
bola salju (Snow balling), kelompok-kelompok kecil (Buzz
group), bermain peran (Role play), permainan simulasi
(Simulation game).

2.5.4.3. Metode massa


Metode atau pendekatan massa cocok untuk mengomunikasikan
pesan-pesan kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat. Sebab
sasarannya bersifat umum, dalam arti tidak membedakan
golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, dan sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan
yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa agar
dapat dengan mudah di tangkap oleh massa tersebut. Metode
yang cocok digunakan dalam pendekatan massa seperti ceramah
umum (public speaking), berbincang-bincang (talk show),
simulasi, tulisantulisan dimajalah, billboard.
2.5.5 Media penyuluhan

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti
‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah
perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
Gerlach dan Ely (1971) dalam dalam buku Azhar Arsyad mengatakan
bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi,
atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Alat bantu pendidikan
atau media promosi kesehatan adalah alat-alat yang digunakan oleh
petugas dalam menyampaikan bahan, materi atau pesan kesehatan.

Alat bantu ini lebih sering disebut sebagai alat peraga karena berfungsi
untuk membantu dan memperagakan sesuatu di dalam proses kesehatan.
Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada
pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca indera.
Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka
semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang
diperoleh. (Notoatmodjo, 2012)

2.5.6 Manfaat alat bantu atau media


Menurut Notoatmodjo (2012), Manfaat media secara umum adalah:
2.5.6.1. Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
2.5.6.2. Mencapai sasaran yang lebih banyak.
2.5.6.3. Menstimulasi sasaran pendidikan untuk meneruskan pesanpesan
yang diterima kepada oranglain.
2.5.6.4. Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam
pemahaman.
2.5.6.5. Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan.
2.5.6.6. Mempermudah penerima informasi oleh sasaran/masyarakat.
2.5.6.7. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih
mendalami, dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih
baik.
2.5.6.8. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh

2.5.7 Macam-macam alat bantu atau media


Pada garis besarnya hanya ada tiga macam alat bantu (alat peraga), atau
media :

2.5.7.1. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu
menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya
proses dimana penerimaaan pesan. Alat ini ada dua bentuk :

1) Alat yang di proyeksikan, misal slide, film, film strip, dan


sebagainya

2) Alat-alat yang tidak diproyeksikan: Dua dimensi, gambar


peta, bagan dan sebagainya Tiga dimensi, misal bola dunia,
boneka dan sebagainya.

2.5.7.2. Alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat yang dapat membantu
untuk menstimuluskan indera pendengaran pada waktu proses
penyampaian bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya: piringan
hitam, radio,pita suara, kepingan CD, dan sebagainya.

2.5.7.3. Alat bantu lihat dengar, seperti televisi, video cassette,dan DVD.
Alat-alat bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual
Aids (AVA) Disamping pembagian tersebut, alat peraga atau
media juga dapat dibedakan menjadi dua macam menurut
pembuatannya dan penggunaannya.
1) Alat peraga atau media yang rumit, seperti film, film strip,
slide, dan sebagainya yang memerlukan listrik dan
proyektor.

2) Alat peraga sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan


bahan-bahan setempat yang mudah diperoleh sendiri dengan
bahan-bahan setempat yang mudah diperoleh seperti bambu,
karton, kaleng bekas, kertas koran, flanel dan sebagainya.
Contoh alat peraga atau media sederhana Beberapa contoh
alat peraga sederhana yang dapat dipergunakan diberbagai
tempat, misalnya:

(1) Dirumah tangga, seperti leaflet, media buku bergambar,


benda-benda yang nyata seperti buah-buahan,
sayursayuran, dan sebagainya.

(2) Di masyarakat umum, misalnya postr, spanduk, leaflet,


flanel graph, boneka wayang dan sebagainya.

2.5.8 Cara mempergunakan alat bantu

Menurut Notoatmodjo (2012) pada waktu menggunakan media alat bantu


secara langsung hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
2.5.8.1. Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati.
2.5.8.2. Tunjukkan perhatian bahwa hal yang akan
dibicarakan/dipergunakan itu adalah penting.
2.5.8.3. Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar agar mereka
tidak kehilangan kontrol pihak pendidik.
2.5.8.4. Gaya bicara hendaknya bervariasi agar pendengar tidak bosan
dan tidak mengantuk.
2.5.8.5. Ikut sertakan peserta/pendengar dan berikan
kesempatankesempatan untuk memegang atau mencoba alat-alat
tersebut.
2.5.8.6. Bila perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan suasana
dan sebagainya.

2.6 Kerangka Konsep


Kerangka konsep menurut (Kurniawati dan Suwanti, 2017) adalah suatu
hubungan yang menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel
penelitian yaitu, antara variabel independen dengan variabel dependen yang telah
di amati atau di ukur melalui penelitian yang sudah di laksanakan.

Peningkatan
Pengetahuan Ibu
dengan Balita ISPA
Pengetahuan Ibu Pemberian Penyuluhan
dengan Balita ISPA Kesehatan metode
ceramah

Perubahan status
Kesehatan balita
ISPA

2.7 Hipotesis

Hipotesis digunakan untuk mengarahkan pada hasil penelitian. Hipotesis


pada penelitian ini adalah:

H0 : Ada pengaruh penyuluhan metode ceramah terhadap pengetahuan ibu


balita tentang ISPA di Pustu Desa Penda Nange Puskesmas Tumbang
Kajamei.
Ha : Tidak ada pengaruh penyuluhan metode ceramah terhadap
pengetahuan ibu balita tentang ISPA di Pustu Desa Penda Nange
Puskesmas Tumbang Kajamei.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian


3.1.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yakni penelitian yang
bertujuan menganalis hubungan dua variabel yaitu variabel bebas dan
terikat (Nursalam, 2011). Pada penelitian ini penelitian menganalisis
pengaruh penyuluhan metode ceramah terhadap pengetahuan ibu balita
tentang ISPA di Pustu Desa Penda Nange Puskesmas Tumbang Kajamei.

3.1.2. Rancangan Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian eksperimen. “Metode penelitian eksperimen dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari
pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang
terkendalikan” (Sugiyono, 2018).

Jenis metode penelitian eksperimen yang akan digunakan dalam


penelitian ini adalah Pre-Eksperimental Design. Dikatakan Pre-
Eksperimental Design, karena desain ini belum merupakan eksperimen
sungguh-sungguh. Karena masih terdapat variabel luar yang ikut
berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Jadi hasil
eksperimen yang merupakan variabel dependen itu bukan semata-mata
dipengaruhi oleh variabel independen. Hal ini dapat terjadi, karena tidak
adanya variabel kontrol, dan sampel tidak dipilih secara random
(Sugiyono, 2018) Dalam penelitian ini peneliti ingin menganalisis
pengaruh penyuluhan metode ceramah terhadap pengetahuan ibu balita
tentang ISPA di Pustu Desa Penda Nange Puskesmas Tumbang Kajamei.
Rancangan penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut ini:

O1 X O2

Keterangan :
O1 : Pengetahuan ibu balita tentang ISPA sebelum diberikan
pendidikan kesehatan
X : Pemberian Pendidikan kesehatan
O2 : Pengetahuan ibu balita tentang ISPA setelah diberikan
pendidikan kesehatan

3.2. Definisi Operasional


Definisi operasional adalah mengidentifikasi variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati untuk melakukan observasi atau
pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang ditentukan
berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian (Hidayat 2016).
Definisi Operasional terdapat pada tabel 3.2 dibawah ini :

Tabel 3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Hasil ukur


Oprasional ukur
1. Independen:
Pendidikan Kegiatan Tercapainya 1. Diberikan
kesehatan pendidikan perubahan penyuluhan
kesehatan yang perilaku kesehatn
dilakukan dengan individu, Nominal
menanamkan keluarga dan
keyakinan, masyarakat
menyebarkan pesan dalam
sehingga membina dan
masyarakat tidak memelihara
saja sadar, tahu dan perilaku sehat
mengerti tetapi juga dan
mau dan bisa lingkungan
melakukan suatu sehat, serta
anjuran yang ada berperan aktif
hubungannya dalam upaya
dengan kesehatan mewujudkan
derajat
kesehatan
yang optimal
2 Dependen:
Pengetahuan Hasil pengindraan - Tahu Kuesioner 1. Pengetahuan
balita ISPA manusia, atau hasil (know) baik
tahu seseorang - Memahami 2. Pengetahuan
terhadap objek (Comprehen cukup
melalui indra yang sif) Nominal 3. Pengetahuan
dimilikinya (mata, - Aplikasi kurang
hidung, telinga, dan (Aplication)
sebagainya). - Analisis
(Analysis)
- Sintesis
(synthesis)
- Evaluasi

3.3. Populasi, Sampel dan Sampling


3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh ibu yang memiliki balita di
Pustu Desa Penda Nange Puskesmas Tumbang Kajamei yang berjumlah
30 orang.
3.3.2. Sampel
Menurut Arikunto (2012) jika jumlah populasinya kurang dari 100 orang,
maka bisa diambil secara keseluruhan, tetapi jika populasinya lebih besar
dari 100 orang, maka bisa diambil 10-15% atau 20-25% dari jumlah
populasinya. Sampel adalah suatu himpunan bagian dari unit populasi
(Kuncoro, 2013). Berdasarkan jumlah populasi yang didapatkan tidak
lebih dari 100 orang respondent, maka dalam penelitian ini sampel yang
di ambil adalah seluruh ibu yang memiliki balita di Pustu Desa Penda
Nange Puskesmas Tumbang Kajamei sebanyak 30 orang responden
3.3.3. Sampling
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling.
Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel
sama dengan populasi (Sugiyono, 2018). Alasan mengambil total
sampling karena menurut (Sugiyono, 2018) jumlah populasi yang kurang
dari 100, seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.

3.4. Tempat dan Waktu Penelitian


3.4.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pustu Desa Penda Nange Puskesmas Tumbang
Kajamei
3.4.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian mulai pada bulan Januari 2023.

3.5. Jenis dan Sumber Data Penelitian


Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
adalah data yang diambil secara tidak langsung yaitu data jumlah balita dengan
ISPA yang diambil dari data laporan Puskesmas.

3.6. Instrumen dan teknik pengumpulan data


3.6.1. Instrumen pengumpulan data
Instrumen pengumpulan data mengenai pengaruh penyuluhan metode
ceramah terhadap pengetahuan ibu balita tentang ISPA di Pustu Desa
Penda Nange Puskesmas Tumbang Kajamei yaitu dengan kuesioner.
3.6.2. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data peneliti akan meminta surat izin dari
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Fakultas Ilmu Keperawatan dan
Ilmu Kesehatan tentang rekomendasi melakukan penelitian, selanjutnya
menyerahkan surat rekomendasi untuk mendapatkan persetujuan.
Setelah itu peneliti meminta izin kepada Kepala Tumbang Kajamei untuk
mendapatkan izin melakukan penelitian. Sebelum melakukan penelitian,
peneliti melakukan uji etik terlebih dahulu di Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin Fakultas Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehatan. Penelitian
dilakukan oleh peneliti sendiri dengan sebelumnya memberikan
penjelasan kepada responden tentang maksud dan tujuan penelitian dan
perlakuan apa yang akan diberikan lalu dilanjutkan dengan
menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.

Kemudian apabila responden setuju dengan menandatangani lembar


persetujuan, peneliti akan memberikan kuisioner/angket kepada
responden. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.kuesioner yang digunakan adalah
kuesioner tertutup. Kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang sudah
disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih Check list,
sebuah daftar, dimana responden tinggal membutuhkan tanda check (√)
pada kolom yang sesuai.

Setelah itu hasil jawaban kuesioner dari responden akan di kumpulkan


dan kemudian di analisis/di olah dengan bantuan aplikasi komputer
(SPSS).

3.7. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data


3.7.1. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data dilakukan sebagai berikut:
3.7.1.1. Editing Data
Data yang diperoleh akan dilihat lagi. Jika terdapat data data yang
kurang jelas atau keliru maka akan dilakukan pengecekan ulang.
Jika data tersebut tidak dapat diklarifikasi maka data tersebut tidak
akan dijadikan data penelitian
3.7.1.2 Koding Data
Koding data adalah proses pemberian kode terhadap data data
yang ada untuk mempermudah proses tabulasi dan analisis data.
Pengkodean data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan
Pengetahuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan diberi
kode 1 dan Pengetahuan setelah diberikan pendidikan
Kesehatan diberi kode 2.
b. Pendidikan kesehatan
Pendidikan Kesehatan diberi kode 1
3.7.1.2. Tabulasi data
Data yang telah diberi kode akan dimasukan ke dalam tabel
distribusi frekuensi yang memuat angka frekuensi dan persentase
mengenai Pengetahuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan
dan Pengetahuan setelah diberikan pendidikan Kesehatan serta
pendidikan kesehatan.

3.7.2. Teknik Analisis Data


3.7.2.1. Analisis Univariat
Data yang di peroleh dianalisis dengan menggunakan analisis
univariat yaitu sebuah cara yang biasanya digunakan untuk
menganalisis data data dari variabel tunggal sehingga dapat
memberikan gambaran tentang variabel yang diteliti dalam bentuk
angka persen atau distribusi frekuensi dan diberikan penjelasan
mengenai gambaran masing masing variable secara jelas dan
ringkas. Hasil analisis univariat memberikan gambaran mengenai
pengetahuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan dan
pengetahuan setelah diberikan pendidikan kesehatan .

3.7.2.2. Analisis Bivariat


Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
spearman rho. Rumus uji statistik Spearman Rho menurut Alimul
Hidayat (2010) adalah:
6 ∑ d2
rs = 1 −
n (n2 − 1)
Keterangan :
rs = nilai korelasi Spearman Rho

d2 = selisih setiap pasangan rank

n = jumlah pasangan untuk Spearman

Hasil uji spearman rho adalah berupa nilai p value akan


dibandingkan dengan α 0.05. apabila nilai p value > α 0.05 maka
hipotesis ditolak diinterpretasikan bahwa tidak ada pengaruh
penyuluhan metode ceramah terhadap pengetahuan ibu balita
tentang ISPA di Pustu Desa Penda Nange Puskesmas Tumbang
Kajamei. Namun apabila nilai p value < α 0.05 maka hipotesis
diterima diinterpretasikan bahwa ada pengaruh penyuluhan metode
ceramah terhadap pengetahuan ibu balita tentang ISPA di Pustu
Desa Penda Nange Puskesmas Tumbang Kajamei.

Interpretasi nilai r. Colton (1974, dalam Hastono 2010)


mengelompokkan nilai r sebagai berikut:
Tabel 3.2 Tabel r

No nilai r interpretasi kekuatan hubungan


1 0,0-0,25 tidak ada hubungan
2 0,25-0,50 Rendah
3 0,50-0,75 Sedang
4 >0,75 Kuat

3.8. Etika penelitian

Semua penelitian yang erat kaitannya dengan manusia sebagai objek harus
mempertimbangkan etika. Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa kesehatan
seringkali terdapat masalah etik. Penelitian ini mengacu pada pedoman Nasional
Etika Penelitian Kesehatan (KNEPK- Depkes RI, 2004), antara lain:
3.8.1. Menghormati martabat subjek penelitian
Penelitian yang dilakukan harus menjunjung ringgi martabat seseorang
(subjek penelitian) peneliti mempertimbangkan hak-hak subjek untuk
mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalan penelitian
serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan
untuk berpartispasi dalam kegiatan penelitian (autonomy).
3.8.2. Asas kemanfaatan
Penelitian yang dilakukan harus mempertimbangkan manfaat dan resiko
yang mungkin terjadi. Penelitian boleh dilakukan apabila manfaat yang
diperoleh lebih besar dari pada resiko/dampak negatif yang akan terjadi.
Selain itu, penelitian yang dilakukan tidak boleh membahayakan dan
harus menjaga kesejahteraan manusia.
3.8.3. Berkeadilan
Dalam melakukan penelitian, setiap orang diberlakukan sama berdasar
moral martabat, dan hak asasi manusia. Hak dan kewajiban peneliti
maupun subjek juga harus seimbang.

Anda mungkin juga menyukai