LATAR BELAKANG
1.1 Pendahuluan
Infeksi saluran pernapasan akut yaitu infeksi yang terjadi pada sistem
pernapasan atau biasa disebut ISPA. Infeksi hebat yang tak tertahankan ini
menyerang setidaknya satu bagian dari saluran pernapasan dari hidung (bagian
atas) ke alveoli (bagian bawah) termasuk jaringan, misalnya sinus, rongga
telinga, dan pleura (Purnama, 2016).
Penyebab ISPA yang paling dikenal adalah infeksi. Jenis infeksi yang paling
dikenal adalah rhinovirus (RhV), respiratory syncytial infection (RSV),
mInfluenza (IFN), preinfluenza infection (PIV), Covid (CoV), human
metapneumovirus (hMPV), enterovirus (EV), adenovirus (AdV). ) ), dan human
bocavirus (HboV) (Sternak et al, 2016).
Gejala ISPA berat, anak dikatakan menderita ISPA berat bila salah satu dari
gejala tersebut disertai dengan efek sekunder: Bibir atau kulit membiru, anak
tidak sadar atau kesadaran berkurang, napas tampak mengi dan anak tampak
buncit, tulang rusuk ditarik saat bernafas, berdenyut lebih cepat dari beberapa
kali kapan pun atau tidak, dan tenggorokannya merah.
Virus yang paling banyak menyerang pada infeksi saluran pernafasan yaitu
virus influenza, yang ditandai dengan demam mendadak, batuk, pilek, nyeri
otot dan nyeri tenggorokan. Dimana biasanya muncul diagnosa dengan bersihan
jalan nafas tidak efektif pada pasien khususnya anak, peran perawat sebagai
tenaga kesehatan ialah dengan mengajarkan tekhnik batuk efektif, melakukan
fisiotrapi dada, juga bisa melakukan relaksasi nafas dalam. Tindakan
komplementer yang bisa dilakukan oleh perawat juga bisa melakukan terapi
minuman jahe merah dan madu (Novikasari dkk. 2021).
Dari temuan dari (WHO), penyebab kematian utama pada anak di bawah 5
tahun adalah ISPA. Ada sekitar 2 miliar kasus ISPA pada anak dengan laju
kematian terbesar 1,5 juta secara konsisten di planet ini. Di negara-negara non-
industri, sebagai aturan umum, anak di bawah 3 tahun mengalami 3 episode
ISPA setiap tahun. Setiap episode penyakit mempengaruhi usia anak, musim
badai, dan kondisi medis yang ada (Lestari, 2015). Informasi Riset Kesehatan
Dasar pada tahun 2018 bahwa prevalensi ISPA di Indonesia sebesar 9,3%,
frekuensi ISPA menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 25%. Meski
sudah berkurang, frekuensi ISPA masih sering ditemukan di kantor-kantor
administrasi kesehatan, seperti balai kesehatan dan klinik (Kemenkes RI, 2018).
Oleh karena itu, otoritas publik berupaya untuk mencegah dan mengobati
penyakit ISPA di Indonesia. Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Tumbang
Kajamei, ISPA masuk dalam urutan 1 dari 10 penyakit terbanyak.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sari (2020), Peneliti
menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara pendidikan Kesehatan terhadap pengetahuan ibu
mengenai ISPA pada balita di Posyandu Kelurahan Limo. Hasil penelitian ini
sesuai dengan teori bahwa pengetahuan ibu dapat dipengaruhi oleh pendidikan
kesehatan yang dilakukan yaitu dari uji statistik menunjukan perbedaan rata-
rata sebesar -1.019 dengan standar deviasi sebesar 1.770. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p-Value = 0,000 <0,05, sehingga menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan
ibu mengenai ISPA pada balita di Posyandu Kelurahan Limo.
Penelitian serupa juga telah dilakukan oleh Listautin (2020), berdasarkan hasil
penelitian diketahui adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan
pencegahan ISPA pada balita di Puskesmas Kebun Handil Kota Jambi dengan
nilai p value 0,008 dan adanya hubungan antara motivasi ibu dengan
pencegahan ISPA pada balita di Puskesmas Kebun Handil Kota Jambi dengan
nilai p value 0,027.
Berdasarkan uraian yang ada maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti
tentang pengaruh penyuluhan metode ceramah terhadap pengetahuan ibu balita
tentang ISPA di Pustu Desa Penda Nange Puskesmas Tumbang Kajamei.
penanganan pertama.
Adapun beberapa penelitian terkait yang akan dilakukan oleh peneliti sebagai
berikut:
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut dalam bahasa indonesia juga
dikenal sebagai infeksi saluran pernapasan atas atau Acute Respiratory
Infections (ARI) yang berarti penyakit infeksi akut yang melibatkan
organ saluran pernapasan, hidung, sinus, faring, atau laring (Pahmawati,
2011). Menurut beberapa pendapat lain yaitu : Depkes RI (2015). infeksi
saluran pernapasan atas akibat masuknya kuman/mikroorganisme ke
dalam tubuh yang berlangsung sampai 14 hari dengan keluhan batuk
disertai pilek, sesak napas, tenggorokan sakit atau nyeri telan, dengan
atau tanpa demam dan menurut Wong (3013). Infeksi saluran atas adalah
inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikro plasma),
atau aspirasi subtansi asing, yang melibatkan suatu atau semua bagian
saluran pernapasan saluran pernapasan atas terdiri dari hidung, faring,
sindrom crup terdiri dari epiglotis dan laring dan trakea.
2.1.2.1. Hidung
Hidung meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan
bagian internal berupa rongga hidung sebgai alat penyalur udara.
Hidung bagian luar tertutup oleh kulit dan disuport oleh sepasang
tulang hidung. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran dan
melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke
dalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori
penghidu karena reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung.
2.1.2.2. Faring
Faring merupakan saluran yang menghubungkan nasal dan
rongga mulut kepada laring pada dasar tengkorak. Refleks
menelan berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan,
makanan terdorong masuk ke saluran pencernaan (esophagus)
dan secara simultan katup menutup laring untuk mencegah
makanan masuk kedalam saluran pernapasan.
2.1.2.3. Laring
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya
vokalisasi. Laring juga melindungi jalan napas bawah dari
obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Ada dua fungsi
lebih penting selain sebagai produksi suara, yaitu : laring sebagai
katup, menutup selama menelan untuk mencegah aspirasi cairan
atau benda padat masuk ke dalam tracheobroncial dan laring
sebagai katup selama batuk.
2.1.2.4. Trakea
Merupakan pipa silinder dengan panjang 11 cm, berbentuk ¾
cincin tulang rawan seperti hururf C. Bagian belakang di
hubungkan oleh membran fibroeliastic menempel pada dinding
bdepan esofagus.
2.1.2.5. Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri: Disebut bronkus laboris
kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 lobus). Bronkus
lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus
lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus
segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang dimiliki:
arteri, limfatik, dan saraf.
2.1.2.6. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus.
Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi
lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi
bagian dalam jalan napas. Bronkiolus terminalis membentuk
percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia). Bronkiolus respiratori,
bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori,
bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional
antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
2.1.2.7. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2. Terdapat sekitar 300
juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.
2.1.2.8. Paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut yang terletak
dalam rongga dada atau toraks, kedua paru dipisahkan oleh
mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh
darah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis. Paru kanan
lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris.
Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus.
2.1.3 Etiologi
Menurut Romiyanti (2016) penyebab dari penyakit ISPA adalah virus dan
bakteri. Bakteri penyebab ISPA antara lain yaitu: genus Streptokokus,
Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan
Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan
Miksovirus (seperti virus influenza dan virus campak), Adnovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan daya tahan
tubuh serta lingkungan rumah.
ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium Virus
penyebab ISPA antara lain: adalah golongan Miksovirus, Adnovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain
(Hartono, 2013 dalam romiyanti 2016).
2.1.4.1. Batuk : Dapat terlihat pada fase akut dan dapat tetap ada selama
beberapa bulan setelah penyakit.
2.1.4.2. Demam : Mungkin tidak ada pada bayi baru lahir dan paling
banyak terjadi pada usia 6 bulan sampai 3 tahun. Suhu dapat
mencapai 39,5 oC hingga 40,50C sekalipun pada infeksi ringan.
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi ISPA terdiri dari 6 yaitu Khrisna (2013) :
2.1.6.1. Infeksi pada telinga bagian tengah
2.1.6.2. Infeksi saluran pernapasan bagian bawah
2.1.6.3. Epiglotitis (peradangan pada bagian atas trakhea)
2.1.6.4. Peradangan selaput otak (meningitis)
2.1.6.5. Peradangan otak (oncephalitis)
2.1.7 Penatalaksanaan
Terapi atau pelaksanaan yang diberikan pada penyakit ini biasanya
pemberian antibiotik walaupun kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus
yang dapat sembuh dengan sendirirnya tanpa pemberian obat-obatan
terapeutik, pemberian antibiotik dapat mempercepat penyembuhan
penyakit ini dibandingkan hanya pemberian obat-obatan symptomatik,
selain itu dengan pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi
lanjutan dari bakterial, pemilihan antibiotik pada penyakit ini harus
diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi resistensi kuman/baterial
dikemudian hari. Penatalaksanaan keperawatan:
2.1.8 Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya mikroba
dengan tubuh. Masuknya mikroba sebagai antigen ke saluran pernapasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran napas bergerak
ke atas mendorong mikroba atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus
oleh laring. Jika refleks tersebut gagal, maka mikroba akan bereplikasi
dan merusak lapisan epitel mukosa saliran pernapasan. Sel epitel yang
rusak akan merangsang natural killer dan limfosit untuk menghasilkan
sitokin. Setelah melintasi epitel, partikel mikroba memasuki membran
basal. Dibawah membran basal terdapat sub-epitel, dimana mikroba
bertemu dengan cairan jaringan, sistem limfatik, dan fagosit yang
menguraikan beberapa sitokin dan interferon untuk mencegah replikasi
lebih lanjut. Pelepasan mikroba pada membran basal menyediakan akses
penyebaran secara sistemik (Manjarrez-Zavala et al dalam Sari, 2014).
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau
lebih popular dengan pengertian anak dibawah lima tahun. Balita adalah
istilah umu bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3- 5
tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh pada orangtua
untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan
(Setyawati dan Hartini, 2018).
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai
dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan
disertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya
lebih banyak dengan kualitas yang tinggi (Ariani, 2017). Kesehatan
seorang balita sangat dipengaruhi oleh gizi yang terserat didalam tubuh
kurangnya gizi yang diserap oleh tubuh mengakibatkan mudah terserang
penyakit karena gizi memberi pengaruh yang besar terhadap kekebalan
tubuh (Gizi et al., 2018).
7)
2.3.3 Penatalaksanaan dan pengobatan ISPA pada balita
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan stategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program
(turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan
antibiotic dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit
ISPA (Kunoli, 2013).
2.3.3.2. Pneumonia
Diberi obat antibiotic kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat
antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin, atau penisilin
prokain.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya, petunjuk dosis dapat
dilihat pada lampiran (Kunoli, 2013).
2.4.1 Definisi
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindraan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indra pendengaran yaitu telinga dan indra
penglihatan yaitu mata (Notoatmodjo, 2012).
2.4.2.1.Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2.4.2.2.Memahami (Comprehensif)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek
tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut
harus dapat mengintreprestasikan secara benar tentang objek yang
diketahui tersebut.
2.4.2.3.Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.
2.4.2.4.Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah
sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah
dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek
tersebut.
2.4.2.5.Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari
komponenkomponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasiformulasi yang telah ada.
2.4.2.6.Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau normanorma yang berlaku dimasyarakat.
Menurut Budiman & Riyanto A., (2013) Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu:
2.4.3.1. Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku
seseorang atau kelompok dan merupakan usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
2.4.3.4. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi proses masuknya pengetahuan
kedalam individu karena adanya interaksi timbal balik ataupun
tidak yang akan di respons sebagai pengetahuan oleh individu.
Lingkungan yang baik akan pengetahuan yang didapatkan akan
baik tapi jika lingkungan kurang baik makapengetahuan yang
didapat juga akan kurang baik.
2.4.3.5. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman orang lain maupun
diri sendiri sehingga pengalaman yang sudah diperoleh dapat
meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengalaman seseorang
tentang suatu permasalahan akan membuat orang tersebut
mengetahui bagaimana cara menyelesaikan permasalahan dari
pengalaman sebelumnya yang telah dialami sehingga
pengalaman yang didapat bisa dijadikan sebagai pengetahuan
apabila mendapatkan masalah yang sama.
2.4.3.6. Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang
diperoleh juga akan semakin membaik dan bertambah.
2.5.3.1. Penyuluh
Pihak yang memberikan informasi kepada sasaran. Penyuluh
terdiri dari seseorang, beberapa orang maupun suatu lembaga.
2.5.3.2. Sasaran
Pihak yang menerima informasi dari pihak penyuluh. Dalam
peyuluhan kesehatan dapat diperhatikan tingkat kemampuan
masing-masing sasaran yang dikehendaki.
2.5.3.3. Pesan
Materi atau informasi yang disampaikan oleh seorang penyuluh
kepada sasaran. Pesan berupa lisan maupun tulisan.
2.5.3.4. Media
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti
‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah
perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
Gerlach dan Ely (1971) dalam dalam buku Azhar Arsyad mengatakan
bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi,
atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Alat bantu pendidikan
atau media promosi kesehatan adalah alat-alat yang digunakan oleh
petugas dalam menyampaikan bahan, materi atau pesan kesehatan.
Alat bantu ini lebih sering disebut sebagai alat peraga karena berfungsi
untuk membantu dan memperagakan sesuatu di dalam proses kesehatan.
Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada
pada setiap manusia diterima atau ditangkap melalui panca indera.
Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka
semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang
diperoleh. (Notoatmodjo, 2012)
2.5.7.1. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu
menstimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya
proses dimana penerimaaan pesan. Alat ini ada dua bentuk :
2.5.7.2. Alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat yang dapat membantu
untuk menstimuluskan indera pendengaran pada waktu proses
penyampaian bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya: piringan
hitam, radio,pita suara, kepingan CD, dan sebagainya.
2.5.7.3. Alat bantu lihat dengar, seperti televisi, video cassette,dan DVD.
Alat-alat bantu pendidikan ini lebih dikenal dengan Audio Visual
Aids (AVA) Disamping pembagian tersebut, alat peraga atau
media juga dapat dibedakan menjadi dua macam menurut
pembuatannya dan penggunaannya.
1) Alat peraga atau media yang rumit, seperti film, film strip,
slide, dan sebagainya yang memerlukan listrik dan
proyektor.
Peningkatan
Pengetahuan Ibu
dengan Balita ISPA
Pengetahuan Ibu Pemberian Penyuluhan
dengan Balita ISPA Kesehatan metode
ceramah
Perubahan status
Kesehatan balita
ISPA
2.7 Hipotesis
O1 X O2
Keterangan :
O1 : Pengetahuan ibu balita tentang ISPA sebelum diberikan
pendidikan kesehatan
X : Pemberian Pendidikan kesehatan
O2 : Pengetahuan ibu balita tentang ISPA setelah diberikan
pendidikan kesehatan
Semua penelitian yang erat kaitannya dengan manusia sebagai objek harus
mempertimbangkan etika. Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa kesehatan
seringkali terdapat masalah etik. Penelitian ini mengacu pada pedoman Nasional
Etika Penelitian Kesehatan (KNEPK- Depkes RI, 2004), antara lain:
3.8.1. Menghormati martabat subjek penelitian
Penelitian yang dilakukan harus menjunjung ringgi martabat seseorang
(subjek penelitian) peneliti mempertimbangkan hak-hak subjek untuk
mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalan penelitian
serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan
untuk berpartispasi dalam kegiatan penelitian (autonomy).
3.8.2. Asas kemanfaatan
Penelitian yang dilakukan harus mempertimbangkan manfaat dan resiko
yang mungkin terjadi. Penelitian boleh dilakukan apabila manfaat yang
diperoleh lebih besar dari pada resiko/dampak negatif yang akan terjadi.
Selain itu, penelitian yang dilakukan tidak boleh membahayakan dan
harus menjaga kesejahteraan manusia.
3.8.3. Berkeadilan
Dalam melakukan penelitian, setiap orang diberlakukan sama berdasar
moral martabat, dan hak asasi manusia. Hak dan kewajiban peneliti
maupun subjek juga harus seimbang.