Anda di halaman 1dari 20

http://anggorae.blogspot.co.

id/2014/12/faktor-faktor-yang-berhubungan-
dengan.html
Faktor – faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian ISPA
Pada Anak Balita
Di Puskesmas Pandaan - Pasuruan Tahun 2014

Nama : Feriayu Vitaria


NIM : 201314401011

AKADEMI KEPERAWATAN DIPLOMA III


KAMPUS TERPADU SAKINAH
Jalan Raya Surabaya – Malang KM 42 Kepulungan
Gempol-Pasuruan
Tahun Ajaran 2014/2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. karena berkat rahmat dan penyertaan-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Komunitas tentang Proposal
Penelitian “Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian ISPA pada anak balita Di
Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan tahun 2014”
Dalam penulisan Proposal ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi yang disajikan mengingat kemampuan yang dimiliki
penulis masihlah terbatas. Maka dari itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua
pihak khususnya dari dosen pembimbing untuk kesempurnaan makalah ini di masa mendatang.

Akhir kata semoga Proposal ini dapat memberikan manfaat sebagai salah satu sumber
referensi pembelajaran mata kuliah Ilmu Keperawatan Komunitas tentang Proposal Penelitian
“Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian ISPA pada anak balita Di Puskesmas Pandaan
Kabupaten Pasuruan tahun 2014”. Akademi Keperawatan Diploma III Kampus Terpadu Sakinah
tahun ajaran 2014/2015.

Pasuruan, 4 Oktober 2014

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang
sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan
sebesar 3-6 x pertahun.Ini berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk, pilek
sebanyak 3-6 x setahun.Sebagai kelompok penyakit, ISPA juga merupakan salah satu penyebab
utama kunjungan pasien disarana kesehatan.Sebanyak 40%-60% kunjungan berobat dipuskesmas
dan 15%-30% kunjungan berobat dibagian rawat jalan dan rawat inab rumah sakit disebabkan
oleh ISPA (DepKes.RI, 2009). Kematian akibat ISPA terutama Pneumonia di Indonesia,pada
akhir 2000 sekitar 450.000 balita usia 0-5 tahun. Diperkirakan sebanyak 150.000 bayi atau balita
meninggal tiap tahun atau 12.500 korban perbulan atau 416 kasus perhari atau 17 anak perjam
atau seorang bayi / balita tiap lima menit (Depkes.RI,2009)
Menurut hasil Riskesdes 2007, Prevalensi Nasional ISPA adalah 25,5% dengan
prevalensi tertinggi terjadi pada usia balita yaitu 35%, sedangkan terendah yaitu pada kelompok
umur 15 sampai dengan 24 tahun. Kejadian ISPA di Provinsi Jawa Timur diatas Prevalensi
Nasional yaitu sebanyak 29,08% . Perlu dicatat bahwa penyakit ISPA merupakan masalah
kesehatan tidak boleh diabaikan karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang tinggi
dengan rasio 1 antara 4 bayi.Jadi kita dapat memperkirakan episode ISPA dapat terjadi 3-6 kasus
kematian setiap tahun. Angka tersebut dibuktikan pada kunjungan pasien kepuskesmas yang
cukup tinggi untuk penyakit ISPA yaitu rata-rata lebih dari 25% terutama pada usia balita.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui udara pernafasan yang mengandung kuman yang dihirup
orang sehat lewat saluran pernafasan. ISPA yang tidak ditangani secara lanjut apabila dianggap
sepele dapat berkembang menjadi pneumonia (khususnya menyerang anak kecil dan balita
apabila terdapat zat gizi yang kurang dan ditambah dengan keadaan lingkungan yang tidak
bersih) (Yusri, 2011).
Berdasarkan study awal yang di lakukan peneliti di Puskesmas Pandaan sebanyak 992
balita, terdapat 146 anak yang berumur 0-5 tahun yang menderita ISPA (data Puskesmas Pandaan
tahun 2013).
Berdasarkan Latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian ISPA pada anak balita Di Puskesmas Pandaan
Kabupaten Pasuruan tahun 2014”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ‟Bagaimana
Faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA pada anak balita Di Puskesmas Pandaan Kabupaten
Pasuruan tahun 2014”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian ISPA pada anak
balita Di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk menganalisis hubungan pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada Anak 0-5 tahun Di
Pandaan Kabupaten Pasuruan Tahun 2014.
b. Untuk menganalisis hubungan Paritas ibu dengan kejadian ISPA pada Anak 0-5 tahun Di
Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan Tahun 2014.
c. Untuk menganalisis hubungan Status Ekonomi ibu dengan kejadian ISPA pada Anak 0-5 tahun
Di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan Tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1.4.1 Bagi Peneliti
Diharapkan peneliti ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam penulisan
Proposal karya tulis ilmiah serta menambah pengalaman dalam bidang penelitian khususnya
mengenai ISPA.
Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan masyarakat, khususnya ibu-ibu
menyusui tentang ISPA.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat
bagi mahasiswa tentang tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang ISPA.
1.4.3 Bagi Tempat Pendidikan Lain
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat bagi
pelayanan ibu menyusui dan ISPA di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan Tahun 2014.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ISPA
2.1.1 Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung,
pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan
akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan. Infeksi saluran nafas
adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing
(Benny, 2010).
Menurut Prabu (2009) ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut,
istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk pilek
pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-
rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Istilah ISPA meliputi tiga
unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana pengertiannya sebagai berikut:
a. Infeksi
Adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak
sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan
Adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus,
rongga telinga tengah dan pleura.
c. Infeksi Akut
Adalah Infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. batas 14 hari diambil untuk menunjukkan
proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini
dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Akan tetapi secara
klinis ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi saluran
pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, pada organ pernapasan berupa hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan
selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk
pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotic (Misnadiarly, 2008).

2.1.2 Tanda dan Gejala ISPA


Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi
hidung dengan secret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernapasan, balita menjadi
gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Benny, 2010).
Tanda gejala yang muncul ialah (Benny, 2010):
a. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah
mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama
terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
b. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi
selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada
punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
c. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum
dan bhkan tidak mau minum.
d. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami
sakit.
e. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat
infeksi virus.
f. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis
mesenteric.
g. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat
oleh karena banyaknya sekret.
h. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini
merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
i. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan.

2.1.3 Penyebab ISPA


Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus,
mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan
ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah
yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga
menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus,
Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain
adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus
dan lain-lain (Misnadiarly, 2008).
2.1.4 Penularan ISPA
ISPA ditularkan lewat udara. Pada saat orang terinfeksi batuk, bersin atau bernafas,
bakteri atau zat virus yang menyebabkan ISPA dapat ditularkan pada orang lain (orang lain
menghirup kuman tersebut). Ada faktor tertentu yang dapat memudahkan penularan:
1. Kuman (bakteria dan virus) yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam rumah yang
mempunyai kurang ventilasi (peredaran udara) dan ada banyak asap (baik asap rokok maupun
asap api).
2. Orang yang bersin/batuk tanpa menutup mulut dan hidung akan mudah menularkan kuman pada
orang lain.
3. Kuman yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam rumah yang ada banyak orang (mis.
banyak orang yang tinggal di satu rumah kecil)
(Misnadiarly, 2008).
2.1.5 Pencegahan ISPA
Pencegahan ISPA sangat erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh yang dimiliki
oleh seseorang. Seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah akan sangat rentan
terhadap serangan sehingga pengobatan ISPA biasanya di fokuskan kepada mereka yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah. ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut sangat
rentan kepada anak-anak, itulah mengapa kasus ISPA sebagai penyakit dengan prevalensi sangat
tinggi di dunia juga menunjukkan angka kematian anak yang sangat tinggi dibandingkan penyakit
lainnya (Yusri, 2011).
Pencegahan ISPA yang dilakukan adalah upaya yang dimaksudkan agar seseorang
terutama anak-anak dapat terhindar baik itu infeksinya, maupun melawan dengan sistem
kekebalan tubuh, karena vektor penyakit ISPA telah sangat meluas di dunia, sehingga perlu
kewaspadaan diri untuk menghadapi serangan infeksi, bukan hanya dalam hal pengobatan
ISPA (Yusri, 2011).
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara
lain:
a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara memberikan
makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap penyakit baik.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satunya adalah memakai penutup hidung
dan mulut ketika kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita
penyakit ispa
(Adhisty, 2013).

2.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA


Banyak faktor yang berperan terhadap terjadinya ISPA, baik faktor intrinsik maupun faktor
ekstrinsik. Adapun faktor tersebut adalah sebagai berikut :
2.2.1 Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh balita itu sendiri. Faktor
intrinsik adalah faktor yang meningkatkan kerentanan pejamu terhadap kuman. Faktor intrinsik
terdiri dari status gizi, status imunisasi balita, riwayat BBLR, umur balita
2.2.1.1 Status Gizi
Balita adalah kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit.Kelompok ini merupakan
kelompok yang paling sering menderita penyakit akibat gizi dalam jumlah besar (Soekidjo
Notoatmodjo, 2007:231). Gizi buruk akan menyebabkan terganggunya system pertahanan tubuh.
Perubahan morfologis yang terjadi pada jaringan limfoid yang berperan dalam system kekebalan
akibat gizi buruk, menyebabkan pertahanan tubuh menjadi lemah. Rendahnya daya tahan tubuh
akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam
tubuh (Moehji, 2003:13).

2.2.1.2 Imunisasi Balita


Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya
penurunan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan salah satu cara meningkatkan
kekebalan tubuh seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga kelak bila ia terpajan
pada antigen serupa tidak terjadi penyakit. Pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit
tertentu atau imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit
dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan ke
dalam tubuh (I.G.N Ranun, 2005:7).
Imunisasi lengkap perlu diupayakan untuk mengurangi faktor yang meningkatkan
mortalitas ISPA. Campak, pertusis, difteri dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan risiko
ISPA, maka peningkatan cakupan imunisasi seperti diifteri, pertusis serta campak akan berperan
besar dalam upaya pemberantasan penyakit tersebut. Bayi dan balita yang mempunyai status
imunisasi lengkap bila terserang penyakit diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan
menjadi lebih berat (Depkes RI, 2009:13).
2.2.1.3 Riwayat BBLR
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan, perkembangan fisik dan
mental pada balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai faktor risiko
kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan
pertama melahirkan karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih
mudah terserang penyakit infeksi, terutama pneumonia dan penyakit saluran pernapasan. Apabila
daya tahan terhadap tekanan dan stress menurun, maka sistem imun dan antibodi berkurang,
sehingga mudah terserang infeksi. Pada anak hal ini dapat mengakibatkan kematian (Sunita
Almatsier, 2004:11).
2.2.1.4 Umur Balita
Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA. Oleh sebab itu
kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang
dewasa. Kejadian ISPA pada bayi dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih besar
dan jelek, hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan balita umumnya merupakan kejadian
infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah. Bayi
umur kurang dari 1 tahun mempunyai risiko lebih tinggi terhadap penyakit ISPA. Hal ini
disebabkan imunitas anak kurang dari dua tahun belum baik dan lumen saluran napasnya masih
sempit. Pneumonia pada anak balita sering disebabkan virus pernapasan dan puncaknya terjadi
pada umur 2-3 tahun. Penyebabnya antara lain imunisasi yang kurang lengkap, pemberian nutrisi
yang kurang baik, tidak diberikan ASI eksklusif dan pajanan terhadap asap dapur, asap rokok,
serta penderita pneumonia lainnya (Misnadiarly, 2008:6).
2.2.2 Faktor Ekstrinsik
Merupakan faktor yang berasal dari luar tubuh, biasanya disebut faktor lingkungan. Faktor
ekstrinsik adalah faktor yang dapat meningkatkan pemaparan dari pejamu terhadap kuman
penyebab yang terdiri dari tiga unsur yaitu biologi, fisik dan sosial ekonomi yang meliputi
kondisi fisik rumah, jenis bahan bakar, ventilasi, kepadatan hunian, care seeking, kebiasaan orang
tua merokok, polusi asap dapur, lokasi dapur, pendidikan ibu, pekerjaan orang tua, dan
pengahasilan keluarga.
Selain kondisi fisik rumah, faktor ekstrinsik yang berpengaruh terhadap
kejadian ISPA pada balita yaitu:
2.2.2.1 Pendidikan
Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-
bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat tempat dia hidup, proses sosial yakni seseorang
dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari
sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan
kemampun individu yang optimal. Kualitas pendidikan berbanding lurus dengan penyakit
(Ahcmad Munib dkk, 2004:33).
Dalam Juli Soemirat Slamet (2002:87), menyatakan bahwa kualitas
pendidikan berbanding lurus dengan pencegahn penyakit. Demikian juga dengan pendapatan,
kesehatn lingkungan dan informasi yang didapat tentang kesehatan. Semakin rendah pendapatan
ibu makan semakin tinggi resiko ISPA pda balita
2.2.2.2 Paritas
Paritas Keadaan melahirkan anak baik hidup ataupun mati, tetapi bukan aborsi, tanpa
melihat jumlah anaknya. Dengan demikian,kelahiran kembar hanya dihitung sebagai satu kali
paritas (Stedman,2003). Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai olehseorang
perempuan (BKKBN, 2006).
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yangmampu hidup di luar
rahim (28 minggu) (JHPIEGO,2008). Jumlah paritas merupakan salah satu komponen dari status
paritasyang sering dituliskan dengan notasi G-PAb, dimana G menyatakanjumlah kehamilan
(gestasi), P menyatakan jumlah paritas, dan Abmenyatakan jumlah abortus. Sebagai contoh,
seorang perempuandengan status paritas G3P1Ab1, berarti perempuan tersebut telahpernah
mengandung sebanyak dua kali, dengan satu kali paritas dansatu kali abortus, dan saat ini tengah
mengandung untuk yang ketigakalinya (Stedman, 2003). Adapun Klasifikasi Paritas :
Berdasarkan jumlahnya, maka paritas seorang perempuan dapat dibedakan menjadi:
a. Nullipara
Nullipara adalah perempuan yang belum pernah melahirkan anak sama sekali (Manuaba, 2009).
b. Primipara
Primipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup
didunia luar (Verney, 2006) Primipara adalah perempuan yang telah pernah melahirkan sebanyak
satu kali (Manuaba,2009).
c. Multipara
Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali
(Prawirohardjo, 2005) Multipara adalah perempuan yang telah melahirkan dua hingga empat kali
(Manuaba, 2009)
d. Grandemultipr
Grandemultipara adalah perempuan yang telah melahirkan 5 oranganak atau lebih dan biasanya
mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2009)Grandemultipara adalah
perempuan yang telah melahirkan lebihdari lima kali (Verney, 2006)Grandemultipara adalah
perempuan yang telah melahirkan bayi 6kali atau lebih, hidup atau mati (Rustam, 2005).
2.2.2.3 Status Ekonomi
Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat berdasarkan
pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan
harga barang pokok (Kartono, 2006)
Status ekonomi sangat sulit dibatasi. Hubungan dengan kesehatan juga kurang nyata yang
jelas bahwa kemiskinan erat kaitanya dengan penyakit, hanya saja sulit dianalisis yang mana
sebab dan mana akibat. Status ekonomi menentukan kualitas makanan, hunian, kepadatan, gizi,
taraf pendidikan, tersedianya fasilitas air bersih, sanitasi, besar kecilnya keluarga, teknologi dll
(Juli Soemirat, 2000:88). Tingkat penghasilan sering dihubungkan dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan
yang ada mungkin karena tidak cukup uang untuk membeli obat, membayar transport dll
(Soekidjo Notoatmodjo, 2002:18). Adapun tingkat ekonomi :
Geimar dan Lasorte (1964) dalam Friedman (2004) membagi keluarga terdiri dari 4 tingkat
ekonomi:
a. Adekuat
Adekuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu permohonan bahwa
pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang tua. Keluarga menganggarkan dan mengatur
biaya secara ralisitis.
b. Marginal
Pada tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan siapa yang
seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran.
c. Miskin
Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri, pengaturan keuangan yang buruk akan
menyebabkan didahulukannya kemewahan. Diatas kebutuhan pokok, manajemen keuangan yang
sangat buruk dapat atau tidak membahayakan kesejahteraan anak, tetapi pengeluaran dan
kebutuhan keuangan melebihi penghasilan.
d. Sangat Miskin
Menejemen keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja dan berhutang terlalu
banyak, serta kurang tersedianya kebutuhan dasar. Menurut (UMR,Kab Aceh 2013) status
ekonomi seseorang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
- Penghasilan tipe kelas atas > Rp 1.550.000,
- Penghasilan tipe kelas bawah < Rp 1.550.000
2.2.2.4 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan hasil domain
yang terpenting dalam membentuk tindakan seseorang (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:121).
Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah
(intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan
berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcame)
pendidikan kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2007:106).
Untuk dapat merubah perilaku masyarakat menjadi perilaku yang sehat, perlu pendidikan
atau penyuluhan kepada masyarakat. Karena tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk
mengubah perilaku masyarakat yang tidak sehat menjadi sehat dan terlindung dari penyakit (Juli
Soemirat, 2009:9).
2.2.2.5 Pemberian ASI eksklusif
Bayi atau balita yang kekurangan gizi sangat rentan terhadap penyakit penyakit infeksi ,
termasuk diare dan infeksi saluran pernafasan. Oleh karena itu, pemenuhan gizi bayi memerlukan
perhatian yang serius. Gizi bagi bayi yang paling sempurna dan paling murah adalah Air Susu Ibu
(Soekidjo Notoatmodjo, 2007:244).ASI adalah cairan hidup yag mengandung zat kekebalan yang
akan melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit dan jamur. Bayi ASI
eksklusif akan lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif (Utami Roesli, 2008:8).
2.2.2.6 Keberadaan Anggota Keluarga yang Menderita ISPA
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi dan balita dalam
hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga, baik yang dilakukan oleh ibu ataupun
anggota keluarga lainnya. Keluarga meupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan
tinggal dalam satu rumah tangga, satu sama lainnya saling tergantung dan berinteraksi, bila salah
satu atau beberapa anggota keluarganya mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh
terhadap keluarga lainnya, apalagi untuk penyakit menular sperti ISPA (Depkes RI, 2001:2).

2.2.2.7 Perilaku
Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap kepercayaan, tradisi, dan sebagian dari orang tua tau
masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas kesehatan,sikap dan perilaku
para petugas kesehatan juga dapat memperkuat terbentuknya perilaku (Soekidjo Notoatmodjo,
2003:165).
Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap, tindakan, proaktif untuk
memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit (Depkes RI, 2003:3). Becker (1979) dalam
Notoatmodjo (2007:137) menyatakan bahwa perilaku kesehatan yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan kegiatan/tindakan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya,
termasuk tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, memilih makanan, sanitasi dan
sebagainya.
BAB III
KERANGKA PENELITIAN

3.1 KERANGKA KONSEP


Menurut Wiknjosastro Faktor ekstrinsik (Pendidikan, Paritas dan Status Ekonomi) yang
berhubungan dengan Kejadian ISPA pada anak balita umur 0-5 tahun di Puskesmas Pandaan
Kabupaten Pasuruan Tahun 2014, Berdasarkan landasan teori tersebut maka dapat du uraikan
kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependent

Skema 3.1 Kerangka konsep Penelitian\

3.2 DEFINISI OPERASIONAL


Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Dependen

1 ISPA Kejadian Penyakit Menurut diagnosa Ceklist - Ya Ordinal


ISPA pada anak 0-5 di - Tidak
tahun yang mengenai Puskesmas
jaringan paruparu.

Independen

2 Pendidikan Jenjang pendidikan Membagikan Kuesioner - Universitas Ordinal


Ibu formal yang pernah Kuesioner . - SMU/ Sederajat
ditempuh ibu dan - SMP
berijazah. - SD /Sederajat

3 Paritas Jumlah anak yang Membagikan Kuesiner -Primipara Ordinal


pernah dilahirkan ibu Kuesioner - Multipara
yang hidup atau mati -Grande multipara
-Nulipara

4 Status Penghasilan keluarga Membagikan Kuesioner - Tinggi≥UMP Ordinal


Ekonomi/ perbulan yang di Kuesioner 1.550.000
Pendapatan terima oleh ibu - Rendah< UMP
keluarga 1.550.000

3.3 Cara Pengukuran Variabel


A. Pengukuran Variabel ISPA
a) Ya : bila responden menderita ispa
b) Tidak : bila responden tidak menderita ispa
B. Variabel Pendidikan Menurut ( Notoadmodjo, 2013 )
a) Tinggi : Bila pendidikan ibu Universitas.
b) Menengah : biala pendidikan ibu SMA/ sederajat .
c) Dasar : bila pendidikan ibu SMP/SD/ sederajat.
C. Variabel Paritas Menurut ( Manuhaba, 2002 )
a) Primi para : Pernah melahirkan 1 kali
b) Multi para : Pernah melahirkan 2-5 kali
c) Grande Multi para : lebih dari 5 kali
d) Nuli para : pernah melahirkan tetapi anak yang di lahirkan meninggal
D. Variable Ekonomi Menurut (UMR tahun 2013)
a) Tinggi, Jika ibu menjawab penghasilan keluarga ≥ Rp. 1.550.000
b) Rendah, Jika Ibu menjawab penghasilan < Rp. 1.550.000

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini bersifat Deskriptif dengan rancangan penelitian Cross sectional, yaitu
pengamatan hanya di lakukan sekali pada saat ibu dan anaknya yang berumur 0-5 tahun yang
berkunjung kepuskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan Tahun 2014.

4.2 Populasi dan sampel


4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun
yang menderita ispa di puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan pada tahun 2014.
4.2.2 Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu seluruh ibu yang mempunyai Anak umur
0-5 tahun yang berkunjung ke puskesmas pandaan yang berjumlah 10 orang. Untuk menentukan
besarnya sampel dari populasi peneliti menggunakan rumus Solvin :
4.3 Tempat Dan Waktu Penelitian
4.3.1 Tempat
Tempat Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pandaan Kabupaten Pasuruan Tahun 2014.
4.3.2 Waktu
WaktuPenelitian ini rencana akandilakukan selama 1 bulan yaitu bulan Juli 2014

4.4 Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data yang dikumpulkan adalah:
1. Data Primer
Pengumpulan Data dilakukan melalui wawanacara dengan menggunakan kuesioner yang
telah disiapkan sebelumnya yang bersifat pertanyaan pertanyaan yang harus dijawab oleh
responden.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan di Dinas Kesehatan Pandaan Kabupaten
Pasuruan

4.5 Instrumen Penelitian


Adapun intrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner
dengan jumlah pertanyaan 4 pertanyaan Untuk jawaban “ benar” mendapat nilai 1, sedangkan
jawaban „„salah‟‟mendapat nilai 0. Dengan rincian 1 petanyaan tentang ISPA, 1 pertanyaan
mengenai pendidikan, 1 pertanyaan mengenai paritas dan 1 pertanyaan mengenai Ekonomi.

4.6 PENGOLAHAN DATA


Menurut Budiarto (2002) pengelolahan data dilakukan secara manual dengan mengikuti
proses sebagai berikut:
a. Editing
Setelah pengumpulan data, dilakukan pemeriksaan kembali terhadap kuesioner yang telah
diisi responden, apakah semua pertanyaan telah terisi, apakah ada kekeliruan yang mungkin dapat
menggangu pengolahan data selanjutnya.
b. Coding
Memberikan kode pada jawaban-jawaban kuesioner untuk memudahkan pengolahan
data.Kode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kode responden yang diawali dengan
001 sampai responden terakhir.
c. Transfering
Data yang telah duberi kode disusun secara berurutan dari responden pertama sampai
dengan responden terakhir untuk dimasukkan ke dalam tabel sesuai dengan sub variable yang
diteliti.
d. Tabulating
Mengelimpokkan data berdasarkan katagori yang telah dibuat untuk tiap-tiap subvariabel
yang diukur dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tabel frekwensi.

4.7 ANALISA DATA


4.7.1 Analisa Univariat
Dilakukan terhadap variable dari hasil penelitian.Analisa ini menghasilkan distribusi dan
persentase dari tiap variable (Notoatmodjo, 2005). Penentuan persentase (P) terhadap variable
menggunakan rumus (Budiarto, 2002) sebagai berikut :

Keterangan:
P = Angka persentase
Fx = frekwensi yang dicari persentase n = Jumlah seluruh responden
4.7.2 Analisa Bivariat
Analisa ini digunakan untuk menganalisis hipotesis, yang diolah dengan computer
menggunakan rumus SPSS versi 16, untuk menentukan hubungan antara variable independen
dengan variable dependen melalui uji Chi-Square Tes (X2). Untuk melihat kemaknaan (CI) 0,05%
(Arikunto, 2006), dengan ketentuan bila nilai p< 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang
menunjukan adanya hubungan antara variable terikat dengan variable bebas.
Untuk menentukan nilai p-value Chi-Square Tes (X2) table, menurut Hastono (2001)
memiliki ketentuan sebagai berikut:
1) Bila Chi-Square Tes (X2) table terdiri dari table 2x2 dijumpai nilai ekspantasi (E) <5, maka p
value yang digunakan adalah nilai yang terdapat pada nilai Fisher Exact Test.
2) Bila Chi-Square Tes (X2) table terdiri dari table 2x2 tidak dijumpai nilai ekspantasi (E) <5 maka
p value yang digunakan adalah nilai yang terdapat pada nilai Continuity Correction.
3) Bila Chi-Square Tes (X2) table terdiri lebih dari table 2x2, contohnya table 3x2, 3x3 dan
sebagainya, maka p value yang digunakan adalah nilai yang terdapat pada nilai Pearson Chi-
Square.
4.8 PENYAJIAN DATA
Data yang diperoleh dari wawancara dengan menggunakan kuesioner disajikan dalam
bentuk tabel dan narasi.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2002. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk
Penanggulangan Pneumonia pada Balita: Jakarta: Depkes RI.
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur. 2007. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat untuk
Puskesmas. Jakarta: Dinas Propinsi Jawa Timur.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak Balita, Dewasa, dan Usia
Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer Mughni Isfahami Rahmadiar. 2012.
Nana S dan Tinah. 2011. Hubungan Pendidikan Ibu Dan Status Ekonomi Keluarga Dengan Kejadian
Ispa Pada Balita. Jurnal Kebidanan, Vol. IV, No. 01, Juni 2012. (Online)
http://journal.akbideub.ac.id/index.php/ jkeb/article/ view/49/48 Diakses 5 September 2012
Nasution, Kholisah, dkk. 2009. Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah Urban Jakarta. Jurnal
Sari Pediatri, Vol. 11, No. 4, Desember 2009. (Online)
http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/11-4-1.pdf Diakses 30 September 2012 Notoatmodjo,
Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Cetakan Pertama. Jakarta:Rineka Cipta
Sukmawati dan Sri Dara. 2010. Hubungan Status Gizi, Berat Badan Lahir (BBL),Imunisasi dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Tunikamaseang Kabupaten Maros .Media Gizi Pangan, Vol. X, Edisi 2, Juli – Desember 2010
(Online)http://jurnal mediagizipangan.files.wordpress.com/2012/04/3-hubungan-status-gizi-berat-
badan-lahir-bbl-imunisasi-dengankejadian-infeksi-saluran-pernapasan-akut-ispa-pada-balita-di-
wilayah-kerjapuskesmas-tunikamaseang-kabupaten-maros.pdf Diakses 5 September 2012
Suripto. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di
Kabupaten Pekalongan. Tesis: Universitas Diponegoro, Semarang
http://rahmakesling.blogspot.co.id/2014/03/infeksi-saluran-pernafasan-akut-ispa.html

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

a. Pengertian ISPA
Menurut Ditjen PP&PL (2012) ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu
bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus,
rongga telinga tengah, pleura). Penyakit saluran pernafasan merupakan sumber penting pada
status kesehatan yang buruk dan mortalitas di kalangan anak kecil.

b. Epidemiologi
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di
Indonesia diperkirakan terjadi 3-6 kali pertahun, artinya setiap balita rata-rata mendapatkan
serangan batuk dan pilek sebanyak 3-6 kali setahun. Di negara berkembang, penyakit
pneumonia merupakan 25% penyumbang kematian pada anak terutama pada bayi berusia
kurang dari dua bulan (Widoyono, 2008).
c. Penyebab penyakit ISPA
Penyebab penyakit ISPA terdiri lebih dari 300 jenis kuman, baik berupa bakteri, virus,
maupun riketsia. Pada negara berkembang, penyebab pneumonia pada balita adalah bakteri,
yakni Streptococcus pneumoniae dan haemophylus influenzae (Maryunani, 2010). Menurut
Widoyono (2008) penyakit ISPA dapat juga berasal dari bakteri (Diplococcus pneumoniae,
Pneumococcus, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan lain-lain), virus
(influenza, adenovirus, sitomegalovirus), jamur (Aspergillus sp., Candida albicans,
Histoplasma, dan lain-lain).
d. Cara penularan penyakit ISPA
Penularan penyakit ISPA terjadi melalui udara, bibit penyakit masuk ke tubuh melalui
pernafasan, oleh karena itu ISPA termasuk dalam salah satu penyakit golongan air borne
disease. Penularan melalui udara yang dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa
kontak dengan penderita maupun dengan benda yang terkontaminasi. Sebagian besar
penularan melalui udara dapat menular juga melalui kontak langsung, namun dengan menghirup
udara yang telah terkontaminasi oleh bibit penyakit menjadikan risiko penularan penyakit.
Manusia merupakan reservoir utama dan diperkirakan seluruh umat manusia memiliki bakteri
penyebab ISPA pada saluran pernafasannya. Oleh sebab itu, dalam keadaan daya tahan
menurun, penyakit ini bisa berkembang dengan baik pada anak-anak maupun orang tua
(Achmadi, 2012).

e. Klasifikasi penyakit ISPA


Menurut Ditjen PP&PL (2012) menyebutkan bahwa Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Klasifikasi pada anak usia 2 bulan hingga kurang dari 5 tahun
a) Pneumonia berat
b) Pneumonia
c) Batuk bukan pneumonia
2) Klasifikasi pada anak berusia ≤ 2 bulan
a) Pneumonia berat
b) Bukan pneumonia
f. Gejala penyakit ISPA
Menurut Ditjen PP&PL (2012) menyebutkan tanda dan gejala penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) adalah sebagai berikut:
1) Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan mengalami ISPA ringan apabila ditemuan satu atau lebih dari gejala-
gejala sebagai berikut:
a) Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
b) Tidak ada napas cepat, frekuensi napas kurang dari 50 kali/menit pada anak umur 2 - <12 bulan,
dan kurang dari 40 kali/menit pada umur 12 bulan - <5 tahun
2) Gejala ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan mengalami ISPA sedang apabila ditemukan satu atau lebih dari
gejala-gejala sebagai berikut:
a) Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
b) Adanya napas cepat yakni 50 kali/menit atau lebih pada anak umur 2 - <12 bulan, dan 40
kali/menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun
3) Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan mengalami ISPA berat apabila ditemuan satu atau lebih dari gejala-
gejala sebagai berikut:
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun atau sukar dibangunkan
d) Stridor pada waktu anak tenang
e) Gizi buruk
f) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
g. Penanganan ISPA
Menurut Ditjen PP&PL (2012) tindakan yang perlu dilaksanakan untuk penanganan ISPA
antara lain:
1) ISPA ringan
Penatalaksanaannya cukup dengan tindakan penunjang tanpa pengobatan anti mikroba.
2) ISPA sedang
Penatalaksanaannya perlu pengobatan anti mikroba namun tidak perlu dirawat di rumah sakit
atau puskesmas.
3) ISPA berat
Penatalaksanaannya memerlukan perawatan yang harus dilakukan oleh rumah sakit atau
puskesmas.

h. Faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi ISPA


Menurut Ditjen PP & PL (2012) faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi
peningkatan morbiditas dan mortalitas ISPA antara lain:
1) Status gizi balita
Asupan gizi seseorang dapat mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap infeksi. Balita
merupakan kelompok yang rentan terhadap berbagai permasalahan kesehatan dan apabila
asupan gizinya kurang maka akan sangat mudah terserang oleh infeksi.
2) Imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kekebalan tubuh agar
terhindar dari infeksi. Imunisasi yang lengkap terdiri dari vaksin polio, vaksin campak, vaksin
BCG, vaksin DPT, dan vaksin Toxoid Difteri. Imunisasi yang tidak lengkap dapat menjadi salah
satu faktor risiko terjadinya penyakit ISPA karena tubuh balita menjadi lebih rentan (Riyadi,
2009).
3) Polusi udara lingkungan
Polusi udara dapat menimbulkan penyakit ISPA dan dapat memperberat kondisi
seseorang yang sudah menderita pneumonia, terutama pada balita. Asap dapur yang masih
menggunakan kayu bakar dapat menjadi faktor penyebab polusi apabila ventilasi rumah kurang
baik dan tata letak rumah yang kurang sesuai. Selain itu asap rokok yang terdapat pada udara
rumah juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab ISPA. Pajanan di dalam ruangan terhadap
polusi udara sangat penting karena anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di
rumah (WHO, 2012).
4) Perilaku hidup bersih dan sehat
Menurut Proverawati (2012) perilaku hidup bersih dan sehat menjadi salah satu
kebutuhan dasar yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Kondisi sehat
dapat dicapai dengan mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan
menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Keluarga yang melaksanakan PHBS dapat
meningkatkan derajat kesehatan keluarga tersebut dan anggota keluarganya menjadi tidah
mudah sakit.
i. Upaya pencegahan penyakit ISPA
Bagian yang penting dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit menular adalah
dengan memutus rantai penularan. Pemutusan rantai penularan dapat dilakukan dengan
menghentikan kontak agen penyebab penyakit dengan pejamu. Faktor pencegahan
menitikberatkan pada penanggulangan faktor risiko penyakit seperti lingkungan dan perilaku
(Widoyono, 2008). Pencegahan ISPA dapat dilaksanakan dengan upaya peningkatan kesehatan
meliputi kegiatan imunisasi agar kekebalan tubuh balita meningkat, perbaikan gizi, dan
perbaikan lingkungan pemukiman menjadi lebih sehat agar dapat memutuskan rantai penularan
penyakit. Peranan mayarakat sangat menentukan keberhasilan upaya penanggulangan ISPA
dan pneumonia. Masyarakat harus memahami deteksi dini dan cara mendapatkan pertolongan
(Maryunani, 2010).

Sumber :
Ditjen PP&PL. 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta.
Ditjen PP&PL. 2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta.
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.
Proverawati, Atikah, Eni Rahmawati. 2012. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Yogyakarta: Nuha
Medika.
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai