Anda di halaman 1dari 6

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DAN EKONOMI

TERHADAP KEJADIAN TUBERCULOSIS DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS SIDOMULYO KEC. TAMPAN KOTA PEKANBARU
TAHUN 2023

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH:
NOVIA KAZARI PUTRI ANGGRAINI
NIM : 190.01.1.106

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis Paru merupakan salah satu penyakit menular yang menyerang
saluran pernafasan,yang disebabkan Oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri
ini berkembang biak di dalam bagian tubuh dimana terdapat oksigen,infeksi bakteri ini
pada umumnya menyerang organ paru-paru,tetapi tidak jarang juga menyerang organ lain
misalnya kelenjar getah bening,kulit,saluran pencernaan (usus),selaput otak dan lainnya.
Sumber penularan pasien penderita tuberculosis paru dengan BTA (Bakteri Tahan Asam)
positif melalui percikan dahak ataupun batuk . Pasien tuberculosis paru ketika akan
bersin ataupun batuk dapat menghasilkan 3000 percikan (Droplet) yang mengandung
bakteri Mycobactterium Tuberculosis (Kemenkes, 2020). Tuberculosis paru banyak
menyerang pada usia produktif yang kebanyakan berasal dari lingkungan kelompok
sosial ekonomi rendah, baik dari segi status kesehatan pendidikan dan ekonomi.(Irawati,
2020)
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kejadian tuberculosis paru ialah
lingkungan. Lingkungan merupakan suatu kondisi eksternal dan internal yang dapat
berdampak pada perkembangan seseorang maupun kelompok. Dampak eksternal meliputi
lingkungan fisik,biologis,sosial,dan psikologis, sedangkan dampak internalnya meliputi
keadaan proses mental dalam tubuh individu seperti pengalaman,emosional,dan
kepribadian (Sandra et al., 2019). Peningkatan kejadian tuberculosis paru berpengaruh
dalam kependudukan meliputi :jenis kelamin,umur,pendidikan, dan pendapatan
(ekonomi). Lingkungan yang memiliki kepadatan penghuni memiliki hubungan dengan
kejadian tuberculosis paru, dikarenakan masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan
yang rendah menganggap bahwa tidak ada pengaruhnya kepadatan hunian dalam
kesehatan,dimana masyarakat tersebut memiliki luas kamar <10m2 kamar ditempati 3-4
orang,sehingga kemungkinan besar menjadi tempat perkembangbiakan kuman
Mycobactterium Tuberculosis.(Irawati, 2020)
Kepadatan penghuni merupakan salah satu akibat dari rendahnya pengetahuan
dari masyarakat,dimana pengetahuan sebelumnya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
yang rendah. Pendidikan merupakan suatu upaya dan usaha yang dilakukan agar
masyarakat dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki baik dalam kepribadian
ataupun kecerdasan dalam mengatasi ataupun mencegah suatu penyakit (Kesehatan et al.,
2019). Dari tingkat pengetahuan dan pendidikan yang rendah dari masyarakat,diikuti juga
dari tingkat status ekonomi yang rendah pula,dimana masyarakat memiliki tekanan
permasalahan ekonomi sehingga sebagian masyarakat memiliki kebiasaan merokok yang
di percayai dapat menimbulkan efek relaks bagi penggunanya sehingga tekanan beban
yang dirasakan sedikit teratasi. Kebiasaan merokok dapat memperburuk gejala
tuberculosis paru,demikian dengan perokok pasif yang menghisap asap rokok, hal ini
mempermudah terinfeksi bakteri tuberculosis paru (Atira, 2020).
Dari tingkat pengetahuan yang rendah hal ini juga mempengaruhi kepercayaan
masyarakat pada vaksin BCG yang sudah disediakan pemerintahan setempat,dimana
seseorang yang tidak melakukan vaksin imunisasi pada anggota keluarganya lebih
beresiko tertular penyakit tuberculosis paru dibandingkan yang melakukan imunisasi
vaksin BCG,hal ini masih banyak masyarakat yang tidak mempercayainya,dalam hal ini
perlu adanya dukungan keluarga agar sama-sama dapat mengatasi penularan tuberculosis
paru (Nainggolan, 2022).
Saat ini Tuberculosis paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia
yang menjadi tantangan global berkelanjutan berdasarkan data Kemenkes RI,2021.
Kejadian tuberculosis pada tahun 2020 angka insiden tuberculosis paru di Indonesia
sebesar 301 per 100.000 penduduk. Sedangkan,angka kematian tuberculosis paru tahun
2019 dan 2020 masih sama yaitu sebesar 34 per 100.000 penduduk. Namun, pada tahun
2021 kejadian tuberculosis mengalami peningkatan sebanyak 397.377 dibandingkan
dengan tahun 2020 yaitu sebanyak 351.936 kasus,dengan mayoritas penderita berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 57,5% kasus kejadian tuberculosis paru dan perempuan
sebanyak 42,5% kasus kejadian tuberculosis paru. Menurut data WHO (world health
organization) tahun 2022 secara geografis wilayah Asia Tenggara menyumbang
sebanyak 44% Populasi kasus kejadian tuberculosis Paru,dan Indonesia meraih peringkat
pertama dalam kasus kejadian tuberculosis paru tersebut dengan presentase 8,5%
populasi. Di Indonesia prevalensi tuberculosis paru terbagi menjadi 3
wilayah,diantaranya Sumatra 33%,Jawa dan Bali 23%,dan Indonesia bagian timur 44%.
Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Riau 2020,penemuan kasus tuberculosis
paru di Provinsi Riau menurun dari tahun 2019 yaitu 10.830 orang,dan tahun 2020
menjadi 8.239 orang,dan penemuan yang paling tinggi berasal dari Kota Pekanbaru yaitu
berjumlah 2.150 orang.
Hasil penelitian dari (Rizkar Saputra & Herlina, 2021) menunjukkan bahwa ada
hubungan faktor lingkungan terhadap kejadian tuberculosis paru dengan faktor
lingkungan sosial dan ekonomi,karena hal ini berkaitan dengan status sosial dan ekonomi
yang rendah,sehingga tidak mampu menuju derajat kesehatan yang lebih baik
Berdasarkan pendahuluan (Rizkar Saputra & Herlina, 2021) di Vitoria,Brasil.
Menunjukkan bahwa ada hubungan dari lingkungan sosial ekonomi dengan kejadian
tuberculosis paru sebanyak 55 (86,9%) responden,dan 8 (13,1%) responden yang tidak
mengalami tuberculosis paru
Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan faktor lingkungan sosial dengan kejadian Tuberculosis di
Wilayah Kerja Puskesmas X kota Pekanbaru
B. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ada hubungan antara kepadatan penghuni terhadap kejadian tuberculosis
paru?
2. Apakah ada hubungan pengetahuan terhadap kejadian tuberculosis paru?
3. Apakah ada hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian tuberculosis paru?
4. Apakah ada hubungan status imunisasi BCG terhadap kejadian tuberculosis paru?
5. Apakah ada hubungan dari dukungan keluarga terhadap kejadian tuberculosis paru?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan faktor lingkungan sosial dengan kejadian tuberculosis
paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Kec. Tampan Kota Pekanbaru.
2. Tujuan Khusus
A. Mengidentifikasi faktor lingkungan di wilayah kerja Puskesmas Sidomulyo Kec.
Tampan Kota Pekanbaru
B. Mengidentifikasi kejadian Tubercolosis di wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo
Kec. Tampan Kota Pekanbaru.
C. Menganalisis Hubungan faktor lingkungan sosial dan ekonomi dengan kejadian
Tuberculosis di Wilayah Kerja Puskesmas Sidomulyo Kec. Tampan Kota
Pekanbaru
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Penelitian dijadikan sebagai bahan acuan dengan pertimbangan tentang hubungan
faktor lingkungan terhadap angka kejadain tuberculosis di Wilayah Kerja Puskesmas
Sidomulyo Kec. Tampan Kota Pekanbaru
2. Bagi Universitas Hang Tuah Pekanbaru
Sebagai bahan masukan dan referensi kepustakaan institusi pendidikan,yang akan
menjadi bahan informasi dan pembanding untuk penelitian mengenai hubungan dan
faktor lingkungan terhadap kasus kejadian tuberculosis paru lanjutan bagi Mahasiswa
dan Mahasiswi lain.
3. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan,pengetahuan,serta mengaplikasikan teori dan ilmu yang
didapat selama perkuliahan dan lapangan sehingga dapat dilihat hubungan maupun
kesenjangan antar teori dan praktek,khususnya tentang penerapan menjaga kebersihan
lingkungan guna menekan angka kesakitan yang berhubungan dengan lingkungan
sekitar.
E. Ruang lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan guna mengetahui hubungan faktor lingkungan terhadap
kejadian tuberculosis paru di sekitaran Wilayah Kerja Puskesmas Sidmulyo Kec. Tampan
Kota Pekanbaru.Penelitian ini akan melihat kesinambungan antara faktor lingkungan
sosial terhadap meningkatnya kasus kejadian tuberculosis paru yang terjadi serta upaya
penanggulangan terhadap permasalahan yang ada. Penelitian ini menggunakan penelitian
Kuantitatif observasional dengan desain case control. Waktu penelitian akan
dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2023. Adapun variabel independen yang di teliti
meliputi : kepadatan hunian,pengetahuan,kebiasaan merokok,status imunisasi vaksin
BCG,dan dukungan keluarga,dan variabel dependen yaitu : Kejadian tuberculosis paru di
Puskesmas Sidomulyo Kec. Tampan Kota Pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai