PENDAHULUAN
A. Latar belakang
saluran pernapasan menjadi penyebab utama rawat inap dan kematian pada masa
(WHO), 2023). Penyebab utama ISPA dan sebagian besar infeksi disebabkan oleh
dengan sistem kekebalan yang lemah, penyebab lain seperti virus, jamur, atau
bakteri atipikal bertanggung jawab. Akan tetapi polusi udara seperti asap rokok
kondisi ini (Fathmawati, Rauf and Indraswari, 2021). Selain itu ISPA dapat
nutrisi yang cukup bagi anak. ISPA yang terjadi pada anak usia dibawah 2 tahun
serius apabila tidak ditangani bahkan bisa menyebabkan kematian (Thamrin et al.,
2019). Sebuah studi menjelaskan bahwa paparan asap rokok anak anak
meningkatkan risiko kejadian ISPA 1,3 x lipat pada usia dibawah 5 tahun (Correia
et al., 2021). Sehingga sangat penting pencegahan paparan asap rokok terhadap
anak.
Menurut (WHO), 2023). kejadian ISPA pada anak usia kurang dari
lima tahun lebih besar di negara berkembang, dimana diperkirakan terjadi 151,76
juta kasus baru ISPA per tahun sedangkan di negara maju dilaporkan 4,08 juta
kasus baru per tahun. Lutpiatina et al., (2022) menyebutkan bahwa kasus ISPA
pada anak usia dibawah 5 tahun meningkat sebanyak 14% dari tahun 2020 yaitu
sebanyak 70.981 kasus di ASIA. Menurut statistik nasional, selama tahun 2021
dan 2022, 12,8% anak usia kurang dari lima tahun menunjukkan gejala ISPA
dari 117 negara yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting dan
overweight pada balita. Sebanyak 56% anak pendek hidup di Asia dan 36% di
dan Singapura (4%) (UNSD, 2014). Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang
dibandingkan kelompok baduta sebesar 21, 7%. Menurut WHO, prevalensi balita
lebih. Angka kejadian ISPA pada balita di wilayah Kalimantan Utara mencapai
13% dari jumlah anak (Kemenkes RI., 2022). Berdasarkan catatan RSAB
belum terbentuk sempurna. Itu sebabnya, tubuh Si Kecil sulit untuk melawan
infeksi bakteri maupun virus penyebab ISPA. Selain faktor imunitas, keadaan
asap rokok dan variabel lain seperti usia, kelahiran prematur, berat badan lahir
rendah, pemberian ASI yang tidak memadai, malnutrisi, defisiensi nutrisi, status
sosial ekonomi, pendidikan ibu, penyakit penyerta seperti asma dan faktor
lingkungan mempengaruhi kejadian ISPA (Mir et al., 2022). Paparan asap rokok
fagositosis dan fungsi sel silia (Dagne et al., 2020). Penelitian yang dilakukan Mir
et al., (2022) menemukan bahwa paparan asap rokok pada anak berusia dibawah 5
tahun meningkatkan risiko ISPA 2.91 kali lipat dibanding dengan yang lain.
Orangtua yang merokok di dekat anak atau seruangan dengan anak meningkatkan
risiko inhalasi asap rokok lebih dari 82% dari asap rokok yang dikeluarkan saat
bahwa anak yang mengalami ISPA memiliki risiko 1,40 kali mengalami kematian,
0.3 kali mengalami gangguan pernapasan permanen seperti terjadinya keloid pada
saluran napas hingga bronkiektasis dan 0.71 kali mengalami gejala sesak napas
berkepanjangan.
2014). Salah satu proses akumulatif dari kurangnya asupan zat-zat gizi dalam
jangka waktu yang lama yaitu stunting (Damayanti, Muniroh dan Farapti, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Tary M. Giroth (2022) menemukan bahwa status
gizi balita berhubungan dengan kejadian ISPA balita. Semakin rendah status gizi
menemukan bahwa status gizi balita kurang berisiko 2,1x lipat terjadi infeksi
memerlukan dukungan dari semua pihak dan peran aktif masyarakat, terutama
peran keluarga. Hal ini sejalan dengan program dari Kementerian Kesehatan saat
2017). Upaya pencegahan ISPA pada anak telah dilakukan melalui edukasi dan
vaksinani pneumonia. Akan tetapi belum dapat menurunkan kejadian ISPA pada
anak. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran orang dewasa dalam
Bersih dan Sehat (PHBS) harus bebas dari asap rokok. Solusi anggota keluarga
lingkungan sehat dan terhindar dari aktivitas merokok. Gaya hidup sehat juga
menyarankan orang tua agar anak beristirahat total dan menjauhi anak dari
paparan asap rokok, karena merusak paru-paru dan meningkatkan kemungkinan
infeksi.
ditemukan 12 kasus ISPA pada bulan Maret, 15 Kasus pada bulan April dan 14
Kasus pada bulan Mei pada anak usia dibawah 5 tahun dan keseluruhan kasus
bahwa anggota keluarga lak-laki yang tinggal serumah dengan pasien memiliki
perilaku merokok. Sebagian diantaranya merokok saat bermain dengan anak dan
yang lain seringkali merokok di dalam rumah atau seruangan dengan anak bahkan
di kamar saat anak sedang tidur. Pada saat dilakukan pengukuran status gizi pada
6 balita yang menderita ISPA berdasarkan IMT ditemukan bahwa status gizi
B. Rumusan Masalah
eksternal. Faktor internal meliputi status nutrisi yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan sistem pertahanan tubuh atau imunitas. Semakin baik status nutrisi
maka akan semakin baik pula imunitas balita. Sedangkan faktor eksternal meliputi
pencemaran udara yang berkaitan dengan proses respirasi. Perilaku merokok pada
orangtua yang tinggal serumah dengan balita merupakan perilaku yang dapat
mengenai hubungan antara status nutrisi dan perilaku merokok orangtua dengan
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktisi
b. Bagi Keperawatan
pada balita.
c. Bagi Responden
pada balita.
E. Penelitian Sebelumnya
didapatkan penelitian yang sejenis yang pernah dilakukan sebagai bahan acuan
status gizi dengan kejadian ispa pada balita di puskesmas tompaso kabupaten
kesehatan dan perhitungan z-score status gizi balita menurut WHO. Data
gizi lebih sebanyak 12 balita, obesitas sebanyak 11 balita, dan gizi kurang
mengalami ISPA sebanyak 32 balita dan yang tidak atau sebelumnya pernah
Terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di
in Children under five at the Deli Serdang District Health Center Quiz Bar in
2020. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Status Gizi
dalam penelitian seluruh balita yang terkena ISPA yang datang ke Puskesmas
Batang Kuis dengan jumlah 175 orang. Teknik pengambilan sampel yaitu
observasi, data diolah dengan univariat dan bivariat dengan uji Chi square.
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas status gizi balita yaitu gizi kurang
p value sebesar 0,03 < 0,05. Maka Ha diterima artinya: Ada Hubungan antara
Status Gizi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada
Kesimpulan penelitian ini adalah Ada Hubungan antara Status Gizi dengan
Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang Tahun 2020. Bagi petugas kesehatan
in the Work Area of the Unyur Health Center of Serang City Before and
hubungan status gizi balita dengan kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas Unyur Kota Serang sebelum
adalah karakteristik balita, status imunisasi, status gizi dan kejadian ispa pada
balita. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak ada hubungan antara
karakteristik, status imunisasi dan status gizi (p>0,05) dengan kejadian ISPA
dan derajat keparahannya pada balita sebelum dan selama pandemi Covid-19.
balita pada kategori sedang sebanyak 25 orang (51,0%) dan keluarga yang
merokok sebanyak 22 orang (59,5%) pada balita kategori sedang. Hasil uji
(0,05) maka nilai p lebih kecil daripada nilai (0,02 < 0,05), maka H0 ditolak
artinya ada hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA pada balita
Perilaku Merokok Orang Terdekat Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Yang
Berobat Di Puskesmas Cempaka Banjarmasin. Penelitian ini bertujuan
yang merupakan orang terdekat yang membawa balita berobat. Analisis data
responden yang merokok dan balita yang menderita ISPA ringan 46,5%,
ISPA sedang 44,2%, dan tidak menderita ISPA 9,3%. Responden yang tidak
merokok dan balita yang menderita ISPA ringan 28,6%, ISPA sedang 21,4%,
dan tidak menderita ISPA 50%. Nilai p-value yaitu 0,004 lebih kecil dari taraf
merokok orang terdekat dengan kejadian ISPA pada balita yang berobat di
penelitian ini adalah 50 balita yang tidak mengalami ISPA sebagai kontrol
dan 50 balita yang mengalami ISPA sebagai kasus. Data akan dianalisis
dengan uji chi-square. Balita yang mengalami ISPA yaitu laki-laki (52,0%)
dan perempuan (48,0%). Sebagian besar balita yang mengalami ISPA berada
pada rentang usia 25-36 bulan (36,0%) dan minimal usia kisaran 1-12 (4,0%).
Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin balita dengan
Tahun 2020 dengan nilai p = 0,689 (p> 0,05). Daan tidak ada hubungan yang
Sehati Husada Kecamatan Sibiru-Biru Tahun 2020 dengan nilai p = 0,887 (p>
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Balita
1. Pengertian
Balita atau biasa disebut dengan bawah usia lima tahun adalah anak usia
di bawah lima tahun. Balita dibagi menjadi dua yaitu batita dan balita, batita
adalah anak dengan umur satu sampai tiga tahun dan balita adalah anak dengan
umur tiga sampai lima tahun (Price & Gwin, 2014). Peraturan Menteri Kesehatan
adalah anak dengan usia 12 bulan sampai 59 bulan atau usia 1 sampai 5 tahun.
dimana pertumbuhan tubuh dan otak sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan
fungsinya. Masa balita sering disebut sebagai golden age karena pada masa ini
(Wirandani 2013).
2. Karakteristik balita
anak usia 1-3 tahun yang disebut batita dan anak usia prasekolah (Kemenkes RI
2015). Menurut Sufyanti (2019), toddler adalah anak berusia 12-36 bulan dimana
masa ini yang paling penting untuk pertumbuhan intelektual dan perkembangan
kepandaian anak. Anak usia di bawah lima tahun khususnya pada usia 1-3 tahun
merupakan masa pertumbuhan fisik yang cepat, sehingga memerlukan kebutuhan
gizi yang paling banyak dibanding masa-masa berikutnya. Anak akan mudah
mengalami gizi kurang di usia ini apabila kebutuhan nutrisi tidak ditangani
kuantitatif, contohnya adalah kematangan suatu organ tubuh. Masa bayi dan anak
memiliki masa pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda dari orang dewasa.
lebih matang dan siap digunakan pada masa dewasa. Selain itu bertambahnya
selsel akan memperkuat fungsi dari suatu organ. Perkembangan sendiri akan
berjalan normal saat pertumbuhan dan kematangan berjalan sesuai umurnya. Pada
tahun pertama kehidupan, tumbuh kembang anak akan cepat, pada umur 3-4 tahun
akan melambat dan meningkat pada masa remaja (Adriana, 2021). Kesehatan
balita sangat penting untuk masa pertumbuhan, orang tua harus memperhatikan
makanan, lingkungan dan kesehatan anak dari lahir hingga anak dapat mengontrol
dirinya sendiri. Balita sangat rentan terhadap berbagai penyakit mulai dari lahir
hingga usia 4 tahun. Kondisi-kondisi Bayi dan balita sakit hasil ringksan kajian
kesehatan Ibu dan Anak oleh UNICEF (2012) menyebutkan bahwa di Indonesia, 1
dari 3 balita yang demam disebabkan oleh malaria, infeksi saluran pernafasan
akut, dan lainnya.. Penyebab angka kematian balita sebagian besar merupakan
oleh orang tua. Faktor genetik antara lain jenis kelamin dan suku bangsa.
postnatal yaitu lingkungan setelah bayi lahir yang didalam faktor tersebut
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin, yaitu gizi pada ibu
hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stress, sekolah, cinta dan kasih
d. Faktor adat dan istiadat terdiri dari pekerjaan dan pendapatan keluarga,
Pendidikan ayah dan ibu, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga,
stabilitas rumah tangga, kepribadian ibu dan ayah, adat istiadat, norma-
(2018):
a. Berat badan
Berat badan anak usia 1-3 tahun akan mengalami penambahan berat badan
sekitar empat kali lipat dari berat badan lahir pada usia kurang lebih 2,5
b. Tinggi badan
Tinggi badan anak usia 1-3 tahun akan mengalami penambahan tinggi
c. Lingkar kepala
melahirkan yaitu 35-43 cm. pada usia selanjutnya lingkar kepala akan
mengalami perlambatan. Pada usia 1 tahun hanya mengalami pertumbuhan
kurang lebih 46,5 cm. pada usia 2 tahun mengalami pertumbuhan kurang
d. Gigi
e. Pertumbuhan gigi pada masa tumbuh kembang dibagi menjadi dua bagian,
d) Molar pertama usia 14-18 bulan dan molar kedua 24-30 bulan
d) Molar pertama usia 14-18 bulan dan molar kedua 24-30 bulan
sejak anak itu lahir. Usia 11-12 bulan ketajaman penglihatan mencapai
g. Organ pendengaran
Perkembangan pada pendengaran dapat dimulai saat anak itu lahir. Pada
usia 10-12 bulan anak mampu mengenal beberapa kata dan artinya. Pada
1. Definisi
infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus rongga telinga tengah dan paru-paru (Kemenkes, 2012).
ISPA dikenal sebagai suatu proses infeksi yang menyerang tenggorokan, hidung,
paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari atau 2 minggu (Muttaqin, 2008).
Pneumonia adalah suatu infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi ini menyebabkan
mengurangi jumlah oksigen yang dapat masuk ke dalam tubuh. Pneumonia adalah
manifestasi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang paling berat karena dapat
2. Etiologi
Etilogi penyakit ISPA melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri
maupun virus. (Kemenkes, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Lambert (2017)
mengungkapkan bahwa jenis virus yang menyebabkan penyakit ISPA antara lain
adalah miksovirus, respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus, parainfluenza,
25%-75% kasus, bakteri pada umumnya ditemukan pada kasus yang berat, bila
oleh virus dan kemudian terjadi infeksi bakteri. Kematian umumnya disebabkan
oleh infeksi bakteri. Penyebab terpenting infeksi saluran pernapasan pada anak
dapat ditemukan sebagai flora normal saluran napas atas. Pada keadaan
ditentukan oleh polisakarida yang melingkari dinding sel. Sampai saat ini telah
tipe b (Hib) bukan merupakan virus influenza, tetapi merupakan suatu bakteri
gram negatif. Haemophilus influenza terbagi atas dua jenis yang berkapsul dan
tidak berkapsul. Tipe yang tidak berkapsul umumnya tidak ganas dan hanya
menyebabakan infeksi ringan misalnya faringitis atau otitis media. Jenis yang
berkapsul terbagi dalam 6 serotipe dari a sampai f. Di antara jenis yang berkapsul,
tipe b merupakan tipe yang terganas dan merupakan salah satu penyebab tersering
dari kesakitan dan dan kematian pada bayi dan anak berumur kurang dari 5 tahun.
(IDAI, 2017)
terjadi melalui droplet dari individu yang sakit kepada orang yang lain. Sebagian
besar orang yang mengalami infeksi tidak menjadi sakit, tetapi menjadi pembawa
kuman karena Hib menetap di tenggorokan. Prevalensi karier yang lebih dari 3 %
yang cukup tinggi. Prevalensi pembawa kuman yang cukup banyak menunjukan
potensi kejadian pneumonia akibat Hib juga tinggi. (Hadinegoro et al., 2016)
3. Patofisiologi
ataupun bakteri dengan tubuh. Masuknya virus atau bakteri sebagai antigen ke
nafas bergerak ke atas mendorong virus atau bakteri tersebut ke arah faring atau
dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring, apabila refleks tersebut gagal
maka virus atau bakteri merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan. Iritasi virus atau bakteri pada kedua lapisan tersebut menyebabkan
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
Gejala tahap awal ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Corwin, 2022).
4. Manifestasi klinis
Effendy (2014) secara khas timbul dengan hidung tersumbat dan rinorea (terus
mengeluarkan sekret dari hidung). Sakit tenggorokan dan rasa tidak nyaman saat
menelan, bersin,batuk nyaring dan batuk kering adalah gejala umum. Manifestasi
klinis ISPA yaitu batuk, bersin, kongesti nasal, pengeluaran mucus, rabas dari
hidung, sakit kepala, demam ringan, malaise (Crowin, 2019). Tanda balita
tampak sesak, selain itu jika diamati pada daerah dada tampak tarikan dinding
dada bagian bawah setiap kali anak menarik nafas ( Arifianto, 2017).
5. Klasifikasi
dan gejala yang menyertai batuk dan sukar bernafas. Tingkat ISPA juga
berat.
yaitu infeksi saluran pernapasan bagian atas atau upper respiratory tract infection
(URIs) atau infeksi saluran pernapasan bagian bawah lower respiratory tract
infection (LRIs). Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, sampai
dengan pita suara yang terdapat pada laring, termasuk paranasal sinus dan telinga
pernapasan dari trakea dan bronchi ke bronkiolus sampai dengan pada akhirnya di
pada saluran pernafasan atas hingga parenkim paru diantaranya sebagai berikut :
sering terjadi pada saat pergantian musim. Penyakit ini ditandai dengan
Penyakit ini ditandai dengan sakit tenggorokan yang disebabkan oleh virus
maupun bakteri.
c. Otitis media.
Otitis media adalah salah satu infeksi yang menyerang telinga bagian tengah
d. Rinosinuitis.
karena infeksi maupun inflamasi pada rinitis (radang pada mukosa hidung),
sinuitis (radang pada salah satu sinus di paranasal), dan bronkhitis (radang
e. Epiglotitis.
Infeksi yang terjadi pada epiglotis sangat berbahaya jika dibiarkan. Hal ini
subglotis, trakea dan bronkus. Berawal dari laringitis yang menyebar hingga
virulen.
g. Bronkhitis akut.
Proses inflamasi yang terjadi pada trakea, bronkus utama dan menengah
h. Bronkiolitis.
Gejala diawali dengan batuk pilek dan demam, kemudian diikuti sesak
kecil ludah atau cairan saluran pernapasan) saat bersin atau batuk yang
mengandung virus yang tersebar dan menempel diberbagai permukaan
memiliki empat musim. Di negara tropis dua musim ISPA dua atau tiga
kali lebih sering terjadi pada musim hujan. Hasil penelitian yang dilakukan
kejadian ISPA. ISPA lebih sering terjadi selama akhir musim dingin (Chen
Y et al., 2012).
2. Faktor nutrisi.
peran yang penting pada tingkat kejadian infeksi pernapasan akut maupun
kronis, kurangnya asupan nutrisi pada saat hamil dan di kehidupan awal
dilihat dari tingginya angka kejadian pneumonia pada balita yang tidak
yang terbagi dalam 5 grup dengan tingkat kejadian ISPA pada bayi pada
ISPA pada balita, hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya hasil deteksi
4. Status imunisasi.
5. Status sosioekonomi
pengetahuan ibu tentang ISPA dan juga penurunan tingkat kejadian ISPA
bahwa ASI kaya akan faktor antibodi yang berguna untuk melawan infeksi
7. Faktor Lingkungan.
Pencemaran udara dalam rumah berupa asap rokok dan asap hasil
dilakukan menunjukan bahwa asap rokok dari orang yang merokok dalam
perhawaan paling kecil (0 - 0,99 m). Selain ventilasi yang baik, hal lain
penghuni maka akan semakin cepat udara di dalam rumah akan mengalami
anak-anak.
7. Pencegahan ISPA (Pneumonia)
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang
imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan
penyakit ISPA.
keluarga yaitu antara lain menjaga keadaan gizi balita agar tetap baik, melakukan
imunisasi dasar lengkap, membiasakan hidup sehat dengan melakukan cuci tangan
secara baik dan benar, pemberian vitamin, mencegah dan membatasi balita dari
kontak dengan penderita ISPA, menjauhkan balita dari asap, debu, serta bahan-
beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA adalah mengatasi panas atau demam yaitu memberikan obat
penurun panas atau dengan kompres hangat. Pemberian makanan dan minuman
yang cukup tinggi gizi dengan cara sedikit-sedikit tetapi sering dan juga memberi
ditujukan kepada balita pada masa pemulihan, setelah mengalami ISPA berat.
Bentuk intervensi yang biasa dilakukan adalah upaya rehabilitasi pasca pasca
Penemuan kasus ISPA harus dilakukan secara aktif melalui pendekatan keluarga.
8. Penatalaksanaan ISPA
ISPA (pneumonia) pada balita pada menjadi 3 misi yaitu proteksi balita,
pencegahan pneumonia dan juga tatalaksana pneumonia yang tepat. Misi yang
lingkungan hidup yang sehat bagi balita, yaitu nutrisi yang cukup, ASI eksklusif
sampai bayi usia 6 bulan, dan udara pernafasan yang terbebas dari polusi (asap
rokok, asapkendaraan, asap pabrik), perilaku hidup bersih dan sehat. Pemberian
ASI eksklusif dapat menurunkan kejadian pneumonia pada balita sebesar 20
persen. Misi yang kedua yaitu mecegah (to prevent). Upaya yang dilakukan dalam
dan pneumokokus. Misi yang ketiga yaitu mengobati (to treat) balita yang terkena
Tabel 2.3 Tata laksana anak batuk atau kesukaran bernafas umur 2 bulan-59 bulan
Umur 2 bulan - 59 bulan
1. Pengertian
Status gizi adalah keadaan pada tubuh manusia yang merupakan dampak
dari makanan dan penggunaan zat gizi yang dikonsumsi seseorang (Puspasari dan
Asupan energi yang masuk ke dalam tubuh diperoleh dari makanan yang
aktivitas fisik dan efek termik makanan. Keseimbangan antara pemasukan energi
tersebut tidak terjadi maka dapat menimbulkan masalah gizi baik masalah gizi
indeks, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). BB/U adalah berat badan
anak yang dicapai pada umur tertentu. TB/U adalah tinggi badan yang dicapai
pada umur tertentu, BB/TB adalah berat badan anak dibandingkan dengan tinggi
badan yang dicapai. Ketiga nilai indeks tersebut dibandingkan dengan baku
TB normal.
Status gizi anak diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi
badan (TB). Berat badan anak balita ditimbang menggunakan timbangan digital
yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang atau tinggi badan diukur dengan
menggunakan alat ukur panjang/tinggi dengan presisi 0,1 cm. Variabel BB dan
TB/PB anak balita disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri, yaitu BB/U,
ukuran tubuh dan panjang tulang. Tinggi badan diukur dalam keadaan
berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan,
d) Lingkar Kepala
e) Lingkar Dada
Pertumbuhan lingkar dada pesat samapi anak berusia 3 tahun. Rasio
(kurang energi dan protein) pada balita. Pada usia enam bulan lingkar
dada dan kepala sama. Pada umur berikutnya lingkar kepala tumbuh
lebih lambat daripada lingkar dada. Pada anak yang KEP terjadi
f) Lingkar Lengan
nyaris hampir tidak terjadi, dan ukuran lengan tetap konstan di angka
usia yang tepat tidak diketahui dan alat timbang tidak ada.
2) Pemeriksaan Klinis
kulit, gigi, gusi, bibir, lidah, mata dan alat kelamin (khusus lelaki).
3) Biokimia
Pengukuran biokimia merupakan pemeriksaan spesimen yang diuji secara
biokimia dibutuhkan spesimen yang akan diuji, antara lain darah, urin, tinja,
dan jaringan tubuh (hati, otot, tulang, rambut, kuku, dan lemak bawah kulit)
4) Biofisik
fungsi dari jaringan dan perubahan struktur jaringan (Gizi & Kesehatan
Masyarakat, 2010).
D. Perilaku Merokok
1. Pengertian Rokok
dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau
sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.
Menurut PP RI No. 109 Tahun 2012 rokok merupakan salah satu produk
tembakau yang dihasilkan untuk dibakar dan dihisap atau dihirup dan
menghasilkan asap, termasuk rokok kretek, rokok putih, rokok cerutu atau bentuk
tembakau yang berasal dari membakar rokok masuk kedalam tubuh lewat hisapan
tersebut dan menghembuskan asap yang dihasilkan dari aktivitas merokok tadi.
langsung melalui dan dengan penggunakan pipa atau filter. Menurut sebagian
tindakan atau aktivitas terhadap suatu rangsangan tertentu. Dalam hal ini
dengan mengingat bahwa merokok merupakan salah satu faktor resiko utama dari
merupakan faktor resiko dari 4 penyakit tidak menular termuka disamping pola
makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan konsumsi alcohol. Hal ini
apalagi jika orang tua yang memiliki balita dirumah. Ironisnya kebiasaan merokok
didalam tubuh mereka. Tetapi mereka tetap tidak mau berhenti merokok dengan
alasan bahwa sudah terlambat bagi mereka untuk berhenti. Sebagian besar
dalam kehidupan sosial. Generasi muda memiliki tingkat penyebaran yang tinggi
menjadi perokok pemula. Terdapat masalah yang juga dikenal kelompok rentan,
bahaya merokok. Selain itu tingkat ekonomi keluarga juga khususnya keluarga
miskin dan keluarga yang lebih memprioritaskan belanja rokok dibanding
telah terbukti dengan jelas tentang bahaya merokok, hanya sedikit dari
diperkirakan lebih dari 50% penduduk Indonesia dengan usia dewasa memiliki
kebiasaan merokok.
a. Perokok Aktif
Perokok aktif adalah orang yang sering mengkonsumsi rokok dalam jumlah
kecil walaupun hanya 1 batang sehari, atau orang yang merokok walaupun
b. Perokok Pasif
Bukan seorang perokok tetapi orang yang menghirup asap rokok orang lain
atau seseorang yang berada dalam ruangan tertutup dengan perokok tersebut
Tahun 2012 tentang perlindungan produk tembakau yang mengandung zat aditif
bagi kesehatan, jelas terlihat bahwa rokok merupakan salah satu produk tembakau
yang dirancang untuk dibakar dan atau dihirup melalui asap, antara lain rokok
kretek, rokok putih, cerutu, atau bentuk lainnya. Rokok yang diproduksi adalah
nicotiana tabcum, tembakau nicotiana dan jenis atau komposit lain, dan asapnya
mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa tambahan. Kandungan Zat Adiktif
dalam Rokok Didalam rokok terdapat banyak sekali zat-zat kimia beracun yaitu
b. Karbon Monoksida adalah gas yang tidak berbau. Unsur ini dihasilkan
oleh pembakaran arang atau karbon yang tidak sempurna. Zat tersebut
mudah lelah.
d. Ammonia adalah gas tak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan
hidrogen. Zat ini sangat mengiritasi dan memiliki bau yang sangat
menghasilkan lepuh. Cairan ini sangat tajam dan berbau tidak sedap.
f. Zat adalah zat paling ringan dan mudah terbakar. Ini mungkin sama
h. Nitrous oksida adalah kelas zat yang pada awalnya digunakan sebagai
j. Phenol adalah campuran kristal yang disuling dari beberapa zat organik
(seperti kayu dan batang), itu juga diperoleh dari arang. Zat ini beracun
enzim.
k. Hydrogen Sulfide adalah gas beracun yang mudah terbakar dengan bau
l. Pyridine adalah cairan tidak berwarna dengan bau yang menyengat. Itu
diperoleh dari distilasi minyak tulang, arang, dan dari peluruhan jenis
alkohol tertentu (zat alkali dari tumbuhan). Piridin juga ada di
o. Tar disebut Ter zatnya adalah cairan kental berwarna coklat tua atau
hitam yang bisa diperoleh dari kayu atau arang dengan distilasi.
(Nainggolan, 2022).
Dikutip dari Fertman pada tahun 2010 bahwa pendekatan terkenal untuk
model Precede-Proceed yang dikemukakan oleh Green dan Kreuter pada tahun
Educational Diagnosis and Evaluation) pada model (fase 1–4) berfokus pada
dalam membuat program promosi kesehatan, dimulai dengan keluaran yang lebih
umum dan berubah menjadi keluaran yang lebih spesifik. Pada akhirnya,
1. Fase 1: Penilaian Sosial Dalam fase ini, program menyoroti kualitas dari hasil
atau tingkat pendidikan yang rendah) yang berefek kepada kesehatan dan
kualitas hidup.
2. Fase 2: Penilaian Epidemiologi Dalam fase kedua, setelah spesifik masalah
lain yang berperan dalam perburukan kualitas hidup. Masalah kesehatan akan
faktor lingkungan (contohnya racun, kondisi kerja yang penuh tekanan atau
aktivitas fisik, diet yang buruk, merokok atau konsumsi alkohol) dan faktor
dianalisis dan kemudian satu atau beberapa dari faktor resiko ini akan dipilih
menjadi fokus. Untuk melengkapi fase ini, tujuan status kesehatan, perilaku
penguat (Green dan Kreuter, 2005). Faktor predisposisi adalah faktor yang
Pada fase ini berisi tentang upaya untuk memperbaiki status kesehatan yang
dapat didukung atau dihambat oleh peraturan dan kebijakan yang ada.
Sehingga dapat dilihat bahwa fokus utama dalam administrasi dan penilaian
kenyatan, untuk meyakinkan bahwa ini ada dalam aturan (sekolah, tempar
fase 5 dan proses evaluasi (fase 6), dalam fase evaluasi yang pertama terjadi
6. Fase 6: Proses Evaluasi Proses evaluasi adalah sebuah evalusi yang formatif,
7. Fase 7: Pengaruh Evaluasi Fokus dalam fase ini adalah evaluasi sumatif, yang
diukur setelah program selesai, untuk mencari tahu pengaruh intervensi dalam
8. Fase 8: Hasil atau Keluaran Evaluasi Fokus dari fase evualusi terakhir sama
dengan fokus ketija semua proses berjalan – indikator evaluasi dalam kualitas
ditentukan oleh delapan fase, namun dalam penelitian ini lebih difokuskan dalam
fase 3. Didalam fase 3 terdapat beberapa faktor yang dikelompokkan dalam tiga
keyakinan, nilai-nilai, sosio ekonomi, umur, jenis kelamin dan presepsi yang
METODE PENELITIAN
cara mengukur hanya satu kali pada satu saat tanpa adanya tindak
pada hari atau waktu yang sama, akan tetapi baik variabel independen
maupun variabel dependen dinilai hanya satu kali saja. Penelitian potong
Hubungan antara status gizi dan perilaku merokok orangtua dengan kejadian
ISPA Balita
Kejadian ISPA
1. Lokasi penelitian
2. Waktu penelitian
1. Populasi
2. Sampel
1) Mengalami ISPA
3. Teknik sampling
pengambilan sampling ini adalah karena jumlah populasi yang kurang dari
1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah status nutrisi dan perilaku
merokok orangtua.
2. Variabel dependen
balita.
3. Definisi Operasional
Definisi Skala
Variabel Parameter Instrumen Skor
Operasional Data
1. Sumber data
a. Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri atau
b. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh orang lain, bukan
peneliti sendiri. Data ini biasanya dari peneliti lain yang dilakukan
3. Instrumen Penelitian
kuisoner. Lembar kuesioner berisi data usia balita, jenis kelamin, status
1. Uji validitas
itu benar - benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Sebuah
2. Uji Reliabilitas
bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam
yaitu dapat dipercaya, bila secara konsisten memberi hasil yang sama pada
waktu yang berbeda (Nasution, 2010). Mengetahui hasil reliabilitas
soal bentuk uraian. Dalam penelitian ini untuk uji reliabilitas instrumen
H. Pengolahan Data
1. Editing yaitu meneliti kembali apakah isian dalam lembar observasi sudah
sudah terisi
data peneliti harus tetap teliti jika salah sekali dalam memasukkan data,
5. Cleaning yaitu mengecek kembali data yang sudah di entry apakah ada
I. Analisa Univariat
penelitian (Notoatmodjo, 2010). Tujuan dari analisa ini adalah untuk menjelaskan
yang telah didapat kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan perangkat
komputer dan ditampilkan dalam bentuk tabel data yang menjabarkan distribusi
dalam bentuk tabel atau grafik (Nursalam, 2020). Analisis univariat hanya
dengan dependen, maka digunakan uji spearman rho pada aplikasi Software
bermakna antara dua variabel, sehingga H1 diterima, sedangkan apabila p-value >
α = 0,05 artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independent
a. Prinsip Manfaat
Prinsip aspek maka segala bentuk mamfaat adalah segala bentuk penelitian
(Hidayat, 2007).
Manusia mempunyai hak dan merupakan mahluk yang mulia yang harus di
hormati, karena manusia berhak untuk menentukan pilihan antara mau atau
c. Prinsip keadilan.
(Hidayat, 2007).
a. Informed Concent
responden.
b. Anonimitas
c. Confidentiality
sumber kutipan yang diambil peneliti, baik dari buku, skripsi maupun
manusia).
subjek penelitian.
penelitian serta distribusi seimbang dan adil dalam hal beban dan asas
yang ditimbulkan).
3. Alur Penelitian
a. Prosedur Administratif
1) Peneliti meminta surat pengantar dari ITKES Wiyata Husada
RSUD.
di RSUD.
eksklusi.
sampel penelitian.
5) Melakukan analisa
Populasi
Semua balita (30)
Total sampling
Sampel
Sampel sesuai kriteria inklusi
Analisa Data