PENGKAJIAN KEPERAWATAN
“Pemeriksaan Analisa Gas Darah”
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayahNya,
Analisa Gas Darah” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Pengkajian Keperawatan. Penyusunan makalah ini tentu tidak lepas dari kontribusi dan
bantuan berbagai pihak. Kami menyadari dalam menyelesaikan tugas ini banyak kekurangan
dari teknik penulisan dan kelengkapan materi yang jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami menerima kritik dan saran yang membangun sebagai bentuk pembelajaran agar
meminimalisir kesalahan dalam tugas berikutnya. Semoga dengan terselesaikan tugas ini
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Paru-paru dan ginjal merupakan organ penting yang bertanggung jawab untuk
mengatur pH darah tetap normal. Gangguan keseimbangan asam-basa merupakan hal
yang sangat penting, karena setiap gangguannya dapat mempengaruhi fungsi organ
vital. Gangguan keseimbangan asam basa yang berat juga dapat mengancam kehidupan
(Hardjoeno dkk,2003). Komponen yang dapat diketahui dari pemeriksaan AGD adalah
pH, Tekanan Parsial Karbon Dioksida (PCO2), Bicarbonat (HCO3-), Base
Excess/kelebihan basa (BE), Tekanan Oksigen (PO2), Kandungan Oksigen (O2) dan
saturasi Oksigen (SO2)(Kee,2007).
Sampel yang paling baik dalam pemeriksaan gas darah adalah menggunakan
darah arteri (karena paling mencerminkan status pertukaran gas di paru-paru). Darah
arteri dan vena berbeda dalam pH, PCO2, dan PO2, pH arteri biasannya lebih tinggi
sedikit dibandingkan dengan pH vena, saturasi oksigen dan tekanan oksigen arteri juga
lebih tinggi dibandingkan darah vena, sedangkan tekanan karbondioksida arteri lebih
rendah dibandingkan darah vena.
Pada pasien-pasien IGD yang datang dengan keluhan sesak nafas dilakukan
screening pemeriksaan Analisa Gas Darah untuk mengetahui status asam basa pasien.
Kondisi pasien yang kritis kadang tidak memungkinkan pengambilan darah arteri untuk
pemeriksaan Analisa Gas Darah. Pertolongan pertama pada pasien lebih diutamakan,
karenanya pemeriksaan analisa gas darah terkadang dilakukan setelah pasien mendapat
perawatan di ruang ICU.Jauh nya jarak antara laboratorium dan ruang ICU membuat
peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada perbedan hasil antara hasil analisa gas darah
arteri yang diperiksa segera dan di tunda menggunakan es.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dapat di simpulkan dalam makalah ini adalah
bagaimanakan cara melakukan pemeriksan Analisa Gas darah (AGD) ?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami cara melakukan pemeriksaan Analisa Gas
darah (AGD)
2. Tujuan Khusus
a. Dapat menjelaskan dan menyebutkan komponen darah
b. Dapat menjelaskan dan menyebutkan pemeriksaan darah lengkap
c. Dapat menjelaskan dan menyebutkan pemeriksaan lemak profil
d. Dapat menjelaskan dan menyebutkan pemeriksaan liver profil
e. Dapat menjelaskan dan menyebutkan pemeriksaan renal profil
f. Dapat menjelaskan dan menyebutkan pemeriksaan gula darah
g. Dapat menjelaskan dan menyebutkan pemeriksaan lain-lain
h. Dapat menjelaskan dan menyebutkan pemeriksaan darah untuk virus
(imunologi dan serologi)
i. Dapat menjelaskan dan menyebutkan pemeriksaan elektrolit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KOMPONEN DARAH
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua hewan tingkat tinggi yang
berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh,
mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme dan juga sebagai pertahanan tubuh
terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan
kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani haima yang berarti darah
(Wikipedia, 2008). Susatyo (2008) menjelaskan bahwa korpuskula darah terdiri dari:
1. Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%). Eritrosit tidak mempunyai nukleus
sel ataupun organela, dan tidak dianggap sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit
mengandung hemoglobin dan mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga
berperan dalam penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit
menderita penyakit anemia.
2. Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%) Trombosit bertanggung jawab
dalam proses pembekuan darah.
3. Sel darah putih atau leukosit (0,2%) Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem
imun tubuh dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing
dan berbahaya oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid
atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita
penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita
penyakit leukopenia.
Susatyo (2008) menjelaskan bahwa plasma darah adalah cairan jernih dimana
selsel darah "terendam", sehingga akan selalu terbawa kemana plasma mengalir. Plasma
merupakan komponen terbesar dari darah (55%). Komponen plasma antara lain adalah:
air (92%), protein, faktor pembekuan darah, dan elektrolit. Beda plasma dengan serum:
plasma masih mengandung faktor pembekuan darah, sedangkan serum tidak. Termasuk
protein yang ada di dalam plasma adalah antibodi terhadap berbagai penyakit. Plasma
darah pada dasarnya adalah larutan air yang mengandung :
1. Albumin
2. Bahan pembeku darah
3. Immunoglobin (antibodi)
4. Hormone
5. Berbagai jenis protein
6. Berbagai jenis garam
2. Hematocrit
Nilai normal: pria : 40%-50%
Wanita: 35%-45%
Hematocrit menunjukkan presentase sel darah merah terhadap volume total
Implikasi klinik:
Penurunan Hct merupakan indicator anemia(karena berbagai sebab) reaksi
hemolitik, sirosis, kehilangan banyak darah. Penurunan Hct sebesar 30%
menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga parah
Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan
paru2 kronik, polisitemia dan syok.
Nilai Hct sebanding dengan eritrosit normal, kecuali pada anemia makro dan
mikrositik.
Nilai normal Hct 3 kali nilai hemoglobin
Satu unit darah akan meningkatkan Hct2%-4%
Factor pengganggu
Individu yang tinggal di dataran tinggi nilai Hct lebih tinggi demikian juga Hb
dan eritrositnilai Hct normal bervariasi sesuai umur dan gender. Pada bayi lebih
tinggi karena banyak sel makrositik, pada wanita sedikit lebih rendah
dibandingkan laki2, kelompok umur > 60 tahun cenderung nilai Hct lebih rendah
terkait sel darah merah yang juga rendah pada kelompok umur ini.
Dehidrasi parah juga meningkatkan nilai Hct
Hal yang perlu diwaspadai
Nilai Hct <20% dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian; Hct >60%
terkait dengan pembekuan darah spontan
3. Leukosit(white blood cell/WBC)
Nilai normal : 3200-10.000/mm3 SI : 3.2-10.0 x109/L
Fungsi utama melawan infeksi, melindungi tubuh dengan memfagosit organism
easing dan memproduksi atau mengangkut/ mendistribusikan antibody.
Ada dua tipe utama sel darah putih
Granulosit: neutrophil, eosinophil dan basofil
Agranulosit: limfosit dan monosit
Leukosit terbentuk di sumsum tulang belakang (myelogenous). Disimpan di jaringan
limfatikus(limfa, timus, tonsil). Diangkut oleh darah ke organ dan jaringan. Umur
leukosit adalah 13-20 hari. Untuk pembentukannya dibutuhkan vitamin, asam folat
dan asam amino. System endokrin mengatur pembentukan, penyimpanan dan
pelepasan leukosit.
Implikasi klinik:
Nilai krisis: 30.000/mm3. > 50.000mm3 mengindikasikan gangguan diluar
sumsum tulang. Nilai yang tinggi diatas 30.000/mm3 dapat karena leukemia, post
operasi pada penderita kanker.
Leukopenia <4000mm3 disebabkan: infeksi virus, leukemia, obat (antibiotic,
antikonvulsan, kemoterapi), anemia aplastic, multiple myeloma.
Perdarahan, trauma, obat(epineprin, merkuri, kortikosteroid), nekrosis, toksin,
leukemia, dan keganasan adalah penyebab leukositosis
Umur, konsentrasi leukosit normal pada bayi (6-1 tahun) 10.000-20.000mm3 .
Sel darah putih diferensial
Nilai normal
Neutrofil Neutrofil eosinofil basofil limfosit monosit
segment Bands
Persentase 36-73 0-12 0-6 0-2 15-45 0-10
Jumlah 1260- 0-1440 0-500 0-150 800- 100-800
absolute(/mm3) 7300 40.00
Deskripsi:
Neutrophil melawan infeksi bakteri dan gangguan radang
Eosinophil melawan gangguan alergi dan infeksi parasite
Basophil melawan diskrasia darah dan penyakit myeloproliferative
Limfosit melawan infeksi virus dan infeksi bakteri
Monosit melawan infeksi yang hebat
1) Neutrophil
Nilai normal: segment : 36%-73% SI Unit:0,36-073
Bands : 0%-12% SI Unit:0,00-0,12
Profil lipid adalah tes darah yang mengukur jumlah kolesterol dan lemak yang
disebut trigliserida dalam darah. Pengukuran ini memberikan gambaran singkat
mengenai kondisi dalam darah. Kolesterol dan trigliserida dalam darah dapat menyumbat
arteri, membuat seseorang lebih mudah terkena penyakit jantung. Kolesterol bergerak
melalui darah dan melekat pada protein. Kolesterol dan protein ini disebut dengan
lipoprotein. Analisis lipoprotein (profil lipoprotein atau profil lipid) mengukur kadar
darah dari jumlah kolesterol, LDL kolesterol, HDL kolesterol, dan trigliserida.
Trigliserida adalah jenis lemak darah yang telah dikaitkan dengan penyakit jantung
dan diabetes. Jika memiliki jumlah trigliserida tinggi, kadar kolesterol total dan LDL
dapat juga tinggi.
Borderline-High: 150-199 mg / dL
Tinggi : 200-499 mg / dL
Gaya hidup berperan besar dalam meningkatkan kadar trigliserida. Merokok, minum
alkohol, diabetes yang tidak terkontrol, dan obat-obatan seperti estrogen, steroid,
dapat berkontribusi pada kadar trigliserida yang tinggi.
Jumlah total kolesterol dibagi dengan HDL. Jumlah ini digunakan untuk memprediksi
risiko perkembangan aterosklerosis (penumpukan plak di dalam arteri).
Secara umum, kadar HDL 60 mg / dL atau lebih tinggi dianggap baik. Demikian pula, kadar
di bawah 40 mg / dL dianggap sebagai faktor risiko penyakit jantung.
Secara umum, pada kondisi normal kadar kolesterol yang baik adalah di bawah 200 mg / dL.
Lebih dari 200 mg / dL, dapat berarti seseorang berisiko lebih tinggi untuk penyakit jantung.
Tinggi : 240 mg / dL
Memiliki kadar kolesterol total lebih dari 240 mg / dL dapat meingkatkan risiko penyakit
jantung.
Lipoprotein densitas rendah adalah kolesterol jahat. Kadar LDL yang tinggi meningkatkan
risiko penyakit jantung. Secara umum, hasil LDL adalah sebagai berikut:
Cukup : 100-129 mg / dL
Tinggi : 160-189 mg / dL
Analitik:
Pada tahapan ini dilakukan pemeriksaan makroskopis (warna, bau,
kejernihan/kekeruhan, dan berat jenis), mikroskopis atau sedimen urin
(eritrosit, leukosit, silinder, sel epitel, kristal, bakteri, dan parasit), seta
kimia urin (pH, berat jenis, protein, glukosa, keton, bilirubin, urobilinogen,
nitrit, esterase leukosit, darah/Hb). Pemeriksaan kimia urin saat ini
kebanyakan dikerjakan dengan cara kimia kering menggunakan carik celup
(test strip). Jika terdapat hasil yang meragukan, maka dilakukan uji
konformasi menggunakan metode gold standar.
Pasca Analitik:
Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, PMI, PME,
pencantuman nilai rujukan, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
Nilai Normal:
Test : Reference Range
Color :Straw - Dark yellow
Appearance : Clear – Hazy
Specific Gravity : 1.003-1.029
pH : 4.5-7.8
Protein : Negative
Glucose : Negative
Ketones : Negative
Bilirubin : Negative
Occult blood : Negative
Leukocyte Esterase : Negative
Nitrite : Negative
Urobilinogen : 0.1-1.0 EU/dL
WBCs : 0-4/hpf
RBCs male : 0-3/hpf
female: 0-5/hpf
Casts : 0-4/lpf
Bacteria :Negative
EU = Ehrlich Units (ca. 1 mg) hpf = High Power Field (400x) lpf = Low
Power Field (100X)
Interference Factor:
Parameter – parameter pemeriksaan dalam urin depengaruhi oleh cara
pengambilan specimen yang tidak bersih/ steril, persiapan pasien seperti
makanan, minuman atau obat yang dikonsumsi sebelumnya, waktu
penyimpanan sampel, suhu, cahaya matahari, kontaminasi udara, temperatur
dan pH.
b) Creatinine Serum dan Creatinine Clearance Test
Uji klirens kreatinin mengevaluasi seberapa efisien ginjal
membersihkan zat yang disebut kreatinin dari darah. Kreatinin merupakan
produk limbah dari metabolisme energi otot, diproduksi pada tingkat yang
konstan yang sebanding dengan massa otot individu . Karena tubuh tidak
mendaur ulangnya, sehingga semua kreatinin disaring oleh ginjal, dalam
jumlah waktu tertentu diekskresikan ke dalam urin, hal ini membuat
pengukuran kreatinin sangat spesifik untuk fungsi ginjal.
Pra Analitik
pasien tidak boleh berkemih sebelum permulaan percobaan. 30 menit
sebelum percobaan dimulai, pasien disuruh minum air sebanyak 400-500 mL
sampai habis. Dilakukan pengumpulan spesimen urin kumulatif selama
periode 24 jam untuk penderita yang dirawat dan 12 jam untuk pasien
poliklinik dicatat waktunya tepat dengan menit serta volume urin yang
ditampung. Pada waktu porsi urin yang terakhir dikeluarkan, diambil darah
pasien untuk penetapan kreatinin darah. Jenis sampel untuk uji kreatinin darah
adalah serum atau plasma heparin. Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena
dalam tabung bertutup merah (plain tube) atau tabung bertutup hijau (heparin).
Lakukan sentrifugasi dan pisahkan serum/plasma-nya. Tinggi dan berat badan
juga diukur.
Analitik
Dilakukan perhitungan diuresis urin dengan satuan cc/ menit,
dilakukan pemeriksaan kreatinin serum dan kreatinin urine metode jaffe
reaction (fixed time). Lalu dilakukan perhitungan klirens kreatinin dengan
rumus:
< 2 mL/menit
Dengan:
U = kadar kreatinin urin (mg/dL)
V = diuresis per menit (cc/menit)
B = kadar kreatinin serum (mg/dL)
f = faktor hubungan antara berat badan dan tinggi badan
hasil juga dikalikan faktor pengenceran jika kadar melebihi batas linearitas.
Pasca Analitik
Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, pencantuman nilai
rujukan, PMI, PME, Audit, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
Nilai Normal:
Kreatinin serum;
DEWASA :
Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita sedikit
lebih rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria).
ANAK :
Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun)
: 0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak meningkat
seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.
LANSIA :
Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan
produksi kreatinin.
Kreatinin klirens untuk orang dewasa < 40 tahun adalah 120 ( 100-140
) mL/menit. Untuk orang dewasa usia lebih dari 40 tahun secara fisiologis
berkurang 1% per tahun.
Interference Factor:
Uji klirens kreatinin dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kehamilan,
massa otot atau berat badan, diet atau asupan makanan, konsumsi obat dan
proses pengumpulan urin 12 jam atau 24 jam. Selain itu juga dipengaruhi oleh
persiapan atau riwayat pasien, pengolahan sampel dan kondisi sampel seperti:
hemolysis, bilirubin dan lipemik yang dapat menyebabkan false negative.
Asam askorbat, glukosa, dan beberapa antibiotik juga mempengaruhi hasil.
Jika kadar kreatinin melebihi batas linearitas, maka harus diencerkan.
c) Urea Clearance
Urea adalah produk limbah yang diciptakan oleh metabolisme protein
dan diekskresikan dalam urin. Urea Clearance mengukur fungsi glomeruli,
karena ureum difiltrasi melalui glomeruli itu. Tetapi urea clearance tidak boleh
dipandang sama dengan nilai glomerular filtration rate (GFR), karena sebagian
dari ureum itu di dalam tubuli mendifusi kembali ke dalam darah. Banyaknya
ureum yang mendifusi lagi itu ditentukan oleh diuresis. Tes urea ini
memerlukan sampel darah untuk mengukur jumlah urea dalam aliran darah
dan dua spesimen urine, dikumpulkan satu jam terpisah, untuk menentukan
jumlah urea yang disaring, atau dibersihkan, oleh ginjal ke dalam urin.
Pra Anallitik:
Kira-kira setengah jam sebelum percobaan dimulai, penderita disuruh
minum air 400-500 mL sampai habis. Penderita mengosongkan kandung
kencingnya habis-habisan, misal pukul P dicatat waktunya tepat dengan menit
ketika urin mulai ditampung. 1 jam kemudian diambil darah vena penderita. 1
jam lagi yaitu P jam + 120 menit, penderita mengosongkan kandung
kecingnya lagi untuk disimpan dan catat tepat dengan menit. Ukur tinggi dan
berat badan. Volume urin yang dikeluarkan selama 2 jam ditentukan
volumenya.
Analitik:
Dilakukan perhitungan diuresis urin dengan satuan cc/ menit, dilakukan
pemeriksaan kadar ureum pada serum dan urin dengan metode kolorimetrik
enzimatik (berthelot). Lalu dilakukan perhitungan urea clearance dengan
Analitik:
Dilakukan pemeriksaan urin metode Bang.
Pra Analitik:
Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, pencantuman nilai
rujukan, PMI, PME, Audit, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
Nilai normal:
Urin acak : negatif (≤15 mg/dl) dan Urin 24 jam : 25 – 150 mg/24
jam.
Interference Factor:
Reaksi positif palsu mungkin disebabkan oleh albumin dan globulin.
Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh hematuria, tingginya substansi
molekular, infus polivinilpirolidon (pengganti darah), obat (lihat pengaruh
obat), pencemaran urine oleh senyawa ammonium kuaterner (pembersih kulit,
klorheksidin), urine yang sangat basa (pH > 8). Hasil negatif palsu dapat
disebabkan oleh urine yang sangat encer, urine sangat asam (pH di bawah 3)
f) Blood Urea Nitrogen
Tes darah urea nitrogen ( BUN ) . Urea adalah produk sampingan dari
metabolisme protein . Produk limbah ini terbentuk dalam hati , kemudian
disaring dari darah dan diekskresikan dalam urin oleh ginjal . The BUN tes
mengukur jumlah nitrogen yang terkandung dalam urea . Tingkat BUN yang
tinggi dapat mengindikasikan disfungsi ginjal , tetapi karena nitrogen urea
darah juga dipengaruhi oleh asupan protein dan fungsi hati , tes ini biasanya
dilakukan bersamaan dengan kreatinin darah , indikator yang lebih spesifik
fungsi ginjal.
Pra Analitik:
Dilakukan pengambilan specimen darah pada pasien. Lalu dilakukan
pengolahan sampel untuk mendapatkan sampel serum. Untuk mengukur kadar
ureum diperlukan sampel serum atau plasma heparin. Kumpulkan 3-5 ml
darah vena pada tabung bertutup merah atau bertutup hijau (heparin), hindari
hemolisis. Centrifus darah kemudian pisahkan serum/plasma-nya untuk
diperiksa. Penderita dianjurkan untuk puasa terlebih dulu selama 8 jam
sebelum pengambilan sampel darah untuk mengurangi pengaruh diet terhadap
hasil laboratorium. Urea stabil 24 jam pada suhu kamar, beberapa hari pada
suhu 2-8◦C, 2-3 bulan jika dibekukan.
Analitik:
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan
fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi
enzimatik dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease yang
sangat spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan sebagai
kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea nitrogen,
BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum dinyatakan sebagai
berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea, sehingga
konsentrasi urea dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi BUN dengan
60/28 atau 2,14
Pasca Analitik:
Pada tahap ini dilakukan pencatatan dan pelaporan, pencantuman nilai
rujukan, PMI, PME, Audit, verifikasi dan validasi hasil pemeriksaan.
Nilai Normal:
Dewasa : 5 – 25 mg/dl
Anak : 5 – 20 mg/dl
Bayi : 5 – 15 mg/dl
Lansia : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.
Interference Factor:
Uji urea clearance dipengaruhi oleh asupan protein, fungsi hati,
katabolisme protein, kebakaran, infark miokard, asupan makanan, kehamilan,
gangguan hati, masa pertumbuhan, dehidrasi, konsumsi obat-obatan dan
asupan nutrisi. Selain itu juga dipengaruhi oleh persiapan atau riwayat pasien,
dan pengolahan sampel.
g) Inulin dan Cystatin C
Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua
persyaratan tersebut, sehingga klirens inulin dipakai sebagai baku emas dalam
penghitungan LFG baik pada dewasa maupun pada anak-anak. Pengukuran
LFG dengan klirens inulin hanya dipakai dalam riset, karena klirens inulin
sulit dilakukan dalam praktek sehari-hari. Prosedur pemeriksaan adalah
dengan cara infus inulin selama 3 jam agar diperoleh kadar yang stabil dalam
cairan ekstraseluler. Dibutuhkan intake cairan yang banyak.
Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam
mengevaluasi laju fitrasi glomerulus yaitu dengan mengukur kadar cystatin C
dalam serum. Cystatin C adalah protein berbasis nonglycosylate yang
diproduksi secara konstan oleh semua sel berinti. Cystatin C bebas filtrasi
dalam glomerulus dan dikatabolik dalam tubulus renal sehingga tidak
disekresi maupun direabsorbsi sebagai suatu molekul utuh. Oleh karena kadar
cystatin C serum tidak bergantung umur, jenis kelamin dan masa otot maka
cystatin C dapat dipakai sebagai marker yang lebih baik dibandingkan dengan
kadar kreatinin serum dalam mengukur laju fitrasi glomerulus.
Sumber energi utama tubuh adalah glukosa. Karbohidrat ini adalah subsrate utama untuk
jalur glikolitik Embden-Meyerhof yang memberi makan siklus Krebs dalam proses respirasi,
menghasilkan adenosin trifosfat (ATP). Organ yang paling penting dalam tubuh adalah
jantung, dan kardiomiosit konstituen membutuhkan sumber energi yang konstan, seperti yang
disediakan oleh glukosa, untuk terus berdetak. Hampir setiap sel dalam tubuh menghasilkan
energi dengan cara ini, sehingga kekurangan glukosa dapat menyebabkan kekurangan energi
yang meluas yang mempengaruhi semua organ.
1. Metabolisme Glukosa
Glukosa dapat dikonsumsi dalam makanan, tetapi lebih mungkin merupakan produk
dari pemecahan karbohidrat kompleks oleh enzim pencernaan. Glukosa juga dapat
dibebaskan dari bentuk penyimpanannya, glikogen, dan konsentrasi dalam darah umumnya
dipertahankan dalam margin yang relatif ketat yaitu 3,5-5,5 mmol / L. Pengatur utama dari
proses ini, hormon insulin, bekerja pada sel untuk meningkatkan pergerakan glukosa dari
darah dan masuk ke dalam sel. Hormon kedua, glukagon, secara efektif melawan efek
insulin, baik hormon yang bekerja pada hati, otot dan jaringan adiposa, meskipun ada hormon
lain yang terlibat dalam metabolisme glukosa.
Laboratorium menawarkan dua tes standar yaitu glukosa dan hemoglobin terglikasi
(HbA1c). OGTT mengukur glukosa dalam dua sampel darah, satu diambil hanya digunakan
untuk mendiagnosis dan memantau pengelolaan penyakit terkait glukosa.
a. Glukosa
Meskipun pengukuran glukosa relatif mudah, ada sejumlah faktor yang harus kita
atasi sebelum kita mempertimbangkan kimianya. Darah untuk estimasi glukosa harus
diambil menjadi antikoagulan seperti fluoride oksalat. Yang terakhir diperlukan karena
sel-sel darah putih, sementara hidup, bernafas dan karenanya mengkonsumsi glukosa,
sehingga konsentrasi glukosa turun seiring waktu. Fluoride secara efektif menghentikan
rantai transpor elektron dalam mitokondria, dan juga konsumsi glukosa. Konsentrasi
Glukosa berbeda secara keseluruhan (darah vena dibandingkan dengan plasma (di mana
konsentrasinya 10-15% lebih tinggi), karena akan ada beberapa glukosa di dalam sel
darah merah. Oleh karena itu berkaitan dengan penggunaan mesin pengujian yang
mendekati pasien yang umumnya mengukur seluruh darah kapiler. Penting untuk diingat
bahwa meter glukosa perawatan mungkin tidak akurat pada konsentrasi glukosa darah
yang sangat rendah atau sangat tinggi, dan tes "gold standard" masih untuk mengukur
glukosa darah menggunakan laboratorium penganalisa.
Glukosa memiliki waktu paruh yang relatif singkat, dan konsentrasi paling rendah
di pagi hari setelah puasa di malam hari. Karena itu, kadar pertengahan pagi akan lebih
tinggi karena penyerapan glukosa dari sarapan. Gula darah acak (diambil kapan saja), jika
tinggi, mungkin merupakan hiperglikemia patologis asli atau konsekuensi dari minuman
manis yang besar dan beberapa batang coklat. Akibatnya, banyak layanan hanya
menerima sampel puasa.
b. Hemoglobin terglikasi
Glukosa bersifat lengket. Ini menempel pada protein, karbohidrat dan lemak, baik
dalam plasma atau membran sel. Memang, selaput sel darah merah harus relatif tipis.
Super adaptabilitas ini membawa aspek-aspek lain, seperti glukosa yang masuk ke dalam
sel lebih mudah daripada sel berinti. Begitu berada di dalam sel, glukosa mengikat secara
ireversibel ke semua bentuk hemoglobin (HbA, HBA2, HbC dan HbS, jika ada), maka
hemoglobin terglikasi. HbA1c mengukur sejauh mana HbA terglikasi. Kehadiran sejumlah
besar glukosa pada molekul hemoglobin berarti bahwa hemoglobin terglikasi memiliki
mobilitas kromatografi yang berbeda dari yang hanya memiliki jejak glukosa. Posisi
dimana hemoglobin terglikasi bermigrasi dengan mudah terlihat pada elektroforesis
standar dan dalam kromatografi cair berkinerja tinggi. Itu sepenuhnya normal untuk
memiliki beberapa hemoglobin seseorang terglikasi. Namun, tingkat glikasi sebanding
dengan konsentrasi rata-rata glukosa dalam darah. Karena itu, HbA1c adalah pengganti
hemoglobin yang tidak dapat diubah. Oleh karena itu, hasil HbA1c secara efektif adalah
catatan jumlah glukosa dalam darah dalam 10-12 minggu sebelumnya, karena ini adalah
masa hidup sel darah merah. ini penting karena beberapa alasan:
1) Pasien bisa dengan mudah glukosa darah akan rendah. Namun, puasa seperti itu tidak
akan mengurangi konsentrasi HbA1c mereka.
2) Konsentrasi glukosa darah paling dapat diandalkan saat puasa. Namun, karena HbA1c
memberikan pandangan jangka panjang tentang hiperglikemia, HbA1c dapat
digunakan sebagai alat skrining umum, dan berguna bahkan jika pasien mengakui
makan kaya karbohidrat baru-baru ini.
3) Karena HbA1c memiliki paruh yang panjang, mengukurnya pada dua minggu berturut-
turut akan melihat sedikit perubahan, bahkan jika subjek telah kekurangan glukosa,
dan / atau telah mengubah obat penurun glukosa secara nyata. Memang, banyak
layanan laboratorium akan menolak permintaan HbA1c dalam satu bulan atau 6
minggu dari pengukuran sebelumnya.
G. PEMERIKSAAN LAIN-LAIN PROFIL
Pemeriksaan lain-lain:
1. Urinalisis
1.1. Deskripsi
Urinalisis dapat digunakan untuk evaluasi gangguan fungsi
ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan hematologi, infeksi saluran
kemih dan diabetes mellitus. Urinalisis dapat dilakukan sewaktu atau
pada pagi hari. Pemeriksaan berat jenis urin dapat digunakan untuk
mengevalusai penyakit ginjal pasien. Berat jenis normal adalah 1,001-
1,030 dan menunjukkan kemampuan pemekatan yang baik, hal ini
dipengaruhi oleh status hidrasi pasien dan konsentrasi urin. Berat jenis
meningkat pada diabetes (glukosuria), proteinuria > 2g/24 jam, radio
kontras, manitol, dekstran, diuretik.
Nilai berat jenis menurun dengan meningkatnya umur (seiring
dengan menurunnya kemampuan ginjal memekatkan urin) dan
preginjal azotemia.
Nilai Normal:
Implikasi klinik:
a. Cell cast: Menunjukkan acute tubular necrosis.
b. White cell cast biasanya terjadi pada acute pyelonephritis atau interstitial nephritis
c. Red cell cast timbul pada glomerulonefritis akut
d. RBC: Peningkatan nilai menunjukkan glomerulonefritis, vaskulitis, obstruksi ginjal
atau penyakit mikroemboli, atau proteinuria
e. WBC: peningkatan nilai menunjukkan penyakit ginjal dengan inflamasi
f. Bakteri: jumlah bakteri > 105/mL menunjukkan adanya infeksi saluran kemih.
g. Kristal: meliputi kristal kalsium oksalat, asam urat, amorf, triple fosfat. Adanya
kristal menunjukkan peningkatan asam urat dan asam amino.
2. Analisa gas darah (AGD)
2.1 Deskripsi
Analisis dilakukan untuk evaluasi pertukaran oksigen dan karbon dioksida dan untuk
mengetahui status asam basa. Pemeriksaan dapat dilakukan pada pembuluh arteri
untuk melihat keadaan pH, pCO2, pO2, dan SaO2
2.2 Indikasi Umum
Abnormalitas pertukaran gas:
a. Penyakit paru akut dan kronis
b. Gagal nafas akut
c. Penyakit jantung
d. Pemeriksaan keadaan pulmoner (rest dan exercise)
e. Gangguan tidur
IgM meliputi 5% - 10% dari total antibodi. Peningkatan nilai IgM pada dewasa terjadi
pada kondisi:
a. makroglobulinemia Waldenstrom
b. tripanosomiasis
c. malaria
d. infeksius mononukleosis
e. lupus erimatosus
f. reumatoid artritis
g. disgamaglobulinemia (kasus tertentu)
h. pada bayi baru lahir, kadar IgM > 20 mg/dL mengindikasikan utero stimulasi
sistem imun (misalnya virus rubela, sitomegalovirus, sifilis toksoplasmosis).
Ig M menurun pada kondisi:
a. Agammaglobulinemia
b. Gangguan Limfoproliferatif
c. Mieloma IgA dan IgM
d. Disgammaglobulinemia
e. Leukemia limfoblastik kronik
3.5. Tes Widal (Felix Widal)
Diagnosis demam tifoid tergantung pada isolasi Salmonella typhi dari darah,
sumsum tulang, daerah terinfeksi lainnya, atau lesi. Deteksi antibodi dari kultur
darah masih menjadi pilihan utama dari diagnosis.
a. Deskripsi
Tes ini mengukur tingkat antibodi aglutinasi terhadap antigen O dan H.
Tingkat antibodi diukur menggunakan pengenceran serum ganda. Biasanya
antibodi O akan muncul pada hari ke 6-10 dan antibodi H pada hari ke 10-12
setelah onset penyakit. Tes ini dilakukan pada serum akut (kontak pertama dengan
pasien).
Sensitivitas dan spesifisitas tes ini tidak tinggi (sedang). Tes ini memberikan
hasil negatif pada 30% kasus yang mungkin disebabkan oleh penggunaan
antibiotik sebelumnya. Hasil positif palsu dapat terjadi akibat reaksi silang epitop
dengan enterobakteriase. Hasil positif palsu juga dapat terjadi pada penyakit seperti
malaria, tifus, bakteremia yang disebabkan oleh mikroba lain dan sirosis.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan tingkat antibodi pada populasi
normal untuk menentukan ambang titer antibodi yang dianggap bermakna.
Demam tifoid terdiagnosa bila hasil titer antibodi antara serum kovalesen
empat kali lipat dibandingkan serum akut, misalnya: titer antibodi 1/80 pada fase
akut menjadi 1/320 pada fase kovalesen (recovery).
Walaupun ada keterbatasan tes ini berguna, karena murah dibandingkan
dengan tes diagnosis baru. Tes ini tidak perlu dilakukan bila telah dilakukan
pemeriksaan kultur bakteri S. typhi.
b. Tes Diagnostik terbaru
Tes diagnostik terbaru adalah IDL Tubex dari Swedia, Typidot dari Malaysia,
dan dipstik tes yang dikembangkan di Belanda. Prinsip: IDL tubex mendeteksi IgM
O9 dan hasil didapat setelah beberapa menit. Tes Tubex berdasarkan studi awal
menunjukkan sensitifitas dan spesifisitas yang lebih baik dibandingkan tes Widal.
Typidot mendeteksi antibodi Ig M dan Ig G terhadap antigen S. typhi 50 kD
dan hasilnya didapatkan sekitar 3 jam. Sedangkan Typidot M mendeteksi IgM saja.
Typidot merupakan gold standar yang memiliki sensitifitas dan spesifisitas
mendekati 100%. Studi evaluasi menunjukkan Typidot M lebih baik dibandingkan
metode kultur.
Dipstik tes mendeteksi ikatan antara IgM S. typhi terhadap lipopolisakarida
(LPS) S. typhi. Dipstik tes adalah tes alternatif yang cepat dan mudah untuk
mendiagnosis demam tifoid terutama di daerah yang tidak mempunyai fasilitas
untuk kultur. Hasil tes dapat diperoleh dalam 1 hari.
4. Pemeriksaan Infeski Bakteri
Keberadaan bakteri penyebab penyakit yang dapat dideteksi dari darah adalah tifus dan
paratifus, menggunakan tes widal.
5. Pemeriksaan beberapa penyakit berikut juga bisa dideteksi dengan pemeriksaan
darah:
a) Kadar asam urat: penyebab bengkak di persendian, terutama jari-jari kaki.
b) Hormon tiroid (T3 dan T4): penyebab denyut jantung terlalu cepat, badan kurus
meskipun banyak makan, dan mata melotot.
c) Penanda tumor: secara normal tidak ada di dalam darah, dihasilkan oleh tumor jenis
tertentu.
d) Hormon estrogen: penyebab mens tidak teratur atau sulit hamil.
e) Kalium dan natrium: penyebab denyut jantung tidak teratur.
f) Agregasi trombosit: penyebab darah mengental dan terbentuk gumpalan darah, yang
meningkatkan terjadinya serangan jantung atau stroke.
H. PEMERIKSAAN DARAH UNTUK VIRUS ( IMUNOLOGI DAN SEROLOGI )
1. Tes Human Immunodefi ciency Virus (HIV)
HIV adalah retrovirus (virus RNA), yang menyerang sel sistem imun terutama CD4+
limfosit T, yang melemahkan pertahanan host, menyebabkan infeksi oportunistik dan
Acquired Immune Defi ciency Syndrome (AIDS) pada hampir semua kasus. Beberapa tes
digunakan untuk menentukan pasien yang kemungkinan terinfeksi HIV, yaitu: antibodi HIV,
tes Western Blot, tes antigen HIV, HIV RNA, CD4+, beban virus. Sebagian besar pasien
dengan AIDS anergik, dengan anemia sedang (Hb 7-12 g/dL), trombositopenia sedang,
leukopenia sedang (1000-3000 /mm3) dan limfosit< 1200 / mm3.
2. Tes Antibodi HIV (penapisan HIV), dengan metoda: Enzyme Linked Immunosorbent
Assay (Elisa) atau Enzyme Immunoassay (EIA)
Tes penapisan antibodi terhadap virus penyebab AIDS, HIV1. Sebagian besar tes
penapisan juga meliputi HIV2. Antibodi (Ab) muncul setelah seseorang terinfeksi selama 4-8
minggu. Jika seseorang mempunyai antibodi dalam darahnya maka akan bereaksi dan
mengikat antigen (Ag) HIV pada permukaan. Ikatan Ag-Ab menimbulkan reaksi warna yang
dapat dievaluasi sebagai negatif, positif, atau tidak dapat ditetapkan. Hasil tes positif dan
tidak dapat ditetapkan harus diulang dan kemudian dikonfi rmasi dengan tes Western Blot.
Hasil ELISA positif palsu dapat terjadi apabila pasien menerima imunoglobulin hepatitis B
dalam 6 minggu, wanita multigravida, dan adanya faktor-faktor reumatoid. Hasil ELISA
negatif palsu terjadi pada stadium lanjut HIV atau awal infeksi (sebelum terbentuk antibodi).
Implikasi klinis :
Tes positif menunjukan orang tersebut terinfeksi atau berpotensi terinfeksi dan
memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi menderita penyakit simptomatik dalam
beberapa tahun. Apabila tes dilakukan segera setelah terinfeksi dapat terjadi hasil negatif
palsu karena belum terbentuk antibodi. Jika dilakukan pengujian ulang setelah 6-12 minggu
akan menunjukkan hasil positif. ELISA juga dapat menunjukkan hasil positif palsu, sehingga
orang yang tidak terinfeksi dapat dinyatakan terinfeksi. Oleh karena itu hasil tes positif
dengan ELISA atau EIA harus dikonfirmasi dengan Western Blot.
Implikasi klinik: Western blot positif memastikan bahwa seseorang terinfeksi HIV.
4. Tes Antigen HIV
Tes ini mengukur beban virus (jumlah partikel virus) di dalam darah. Pada awalnya,
RNA virus dikonversi ke DNA. Kemudian pengukuran dilakukan dengan cara
memperbanyak sekuens urutan DNA. Pada alat yang canggih, dapat juga digunakan untuk
mengukur RNA HIV.
Implikasi klinik:
Bila sampel pasien diuji dengan PCR dan tidak mengandung virus maka tidak akan
terbentuk kopi DNA dan tes dinyatakan negatif. Bila seseorang dinyatakan terinfeksi, kopi
DNA akan terbentuk dan dapat dideteksi. Adanya DNA virus HIV menunjukkan seseorang
terinfeksi, dan beban virus menunjukkan perkembangan penyakit. Kegunaan utama PCR
pada HIV adalah untuk memonitor terapi pada awal penggunaan ART dalam 2-4 minggu.
Jika hasilnya ≥1 log beban virus atau HIV RNA >10.000 kopi maka terapi dapat dilanjutkan.
Jika hasilnya <0,5 log beban virus atau HIV RNA > 100.000 kopi, maka perlu dilakukan
penyesuaian dosis atau penambahan/penggantian ARV. Kegunaan PCR pada monitoring HIV
selanjutnya dilakukan setiap 4-6 bulan. Jika beban virus 0,3-0,5 log maka terapi ARV tidak
efektif dan harus diganti dengan tipe ARV yang lain.
6. Panel Hepatitis
Terdapat minimal empat jenis virus hepatitis. Bentuknya secara klinis sama, tetapi
berbeda dalam imunologi, epidemiologi, prognosis dan profi laksis. Jenis virus hepatitis: (1)
hepatitis A; infeksius hepatitis, (2) hepatitis B; hepatitis serum /transfusi, (3) hepatitis D;
selalu berhubungan dengan hepatitis B, (4) Hepatitis C; dahulu non A atau non B. Orang
yang berisiko hepatitis: pasien dialisis, pasien onkologi/hematologi, pasien hemofili,
penyalahguna obat suntik, homoseksual.
a. Hepatitis A
1) HAV-ab/IgM; dideteksi 4 – 6 minggu setelah terinfeksi dan menunjukkan tahap
hepatitis A akut.
2) HAV-ab/IgG; dideteksi setelah 8 -12 minggu setelah terinfeksi dan menunjukkan
pasien sebelumnya pernah terpapar hepatitis A.
b. Hepatitis B
1) HBs-Ag merupakan antigen permukaan hepatitis B yang ditemukan pada 4-12
minggu setelah infeksi. Hasil positif menunjukkan hepatitis B akut (infeksi akut dan
kronik)
2) Hbe-Ag ditemukan setelah 4-12 minggu setelah terinfeksi. Hasil yang positif
menunjukkan tahapan aktif akut (sangat infeksius)
3) Hbc-Ag (antibodi inti hepatitis B) ditemukan setelah 6 – 14 minggu terinfeksi. Hasil
yang positif menujukkan infeksi yang sudah lampau. Merupakan penanda jangka
panjang.
4) HbeAb antibodi ditemukan 8-16 minggu sesudah terinfeksi, menunjukkan perbaikan
infeksi akut. Hasil positif antibodi HBs-Ab terhadap antigen permukaan hepatitis B,
terjadi setelah 2-10 bulan infeksi. Menunjukkan pasien sebelumnya telah terinfeksi
/terpapar hepatitis B tetapi tidak ditemukan pada tipe hepatitis yang lain. Merupakan
indikator perbaikan klinik, juga dapat ditemui pada individu yang telah berhasil
diimunisasi dengan vaksin hepatitis B.
5) Pengukuran DNA virus dengan PCR dapat digunakan untuk memonitor terapi HBV
dengan obat anti virus.
c. Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan oleh HCV. HCV adalah virus RNA yang merupakan
anggota dari genus Hepacivirus, keluarga Flaviviridae. Genom virus ini merupakan
untaian rantai tunggal yang panjangnya 10.000 nukleotida. HCV mengandung selubung
lipid dengan diameter 50-60 nm dan sensitif terhadap pelarut organik misalnya kloroform.
Pemeriksaan laboratorium hepatitis C telah dikembangkan, dari mulai pemeriksaan
serologi, yakni deteksi keberadaan antibodi atau antigen HCV dengan metoda ELISA
atau Immunoblot dan pemeriksaan molekular, yakni deteksi keberadaan RNA HCV
dengan metoda Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Nucleic Acid Test (NAT).
Pada seseorang yang terinfeksi HCV, antibodi HCV dapat terdeteksi kurang lebih 5-
6 minggu sesudah terinfeksi. Antibodi HCV akan bertahan dalam tubuh cukup lama, oleh
karenanya keberadaan antibodi HCV menunjukkan adanya infeksi yang sudah lama atau
baru. Sebelum antibodi terbentuk, untuk mengetahui adanya infeksi HCV bisa dilakukan
dengan jalan mendeteksi keberadaan antigen HCV dalam darah. Oleh karena itu untuk
dapat mendeteksi infeksi HCV sesegera mungkin secara serologi, telah dikembangkan
metoda deteksi antigen dan antibodi HCV, yang dikenal dengan metoda ELISA HCV
Combo.
7. Venereal Disease Research Laboratory (VDRL)
VDRL adalah uji pengendapan yang digunakan untuk mendiagnosa dan memantau
tahapan penyakit Sifi lis. Implikasi klinik. Hasil tes positif ditemukan bila infeksi terjadi
setelah 4-6 minggu (1-3 minggu setelah terbentuk chancres). Hasil positif harus dikonfi rmasi
dengan tes fluorescent treponemal antibody absorbed (FTA-ABS).Hasil false positif dapat
ditemukan pada ibu hamil, pecandu obat, infeksi mononucleus, lepra, malaria dan penyakit
kolagen seperti reumatoid artritis dan syndrome Lupus Erythematosus (SLE). Sekitar 25%
pasien mungkin tidak reaktif di awal, periode laten akhir dan periode akhir sifi lis. Tes ini
memberikan hasil negatif pada lebih dari 25% pasien dengan sifilis aortitis.
Titer berguna untuk melihat perjalanan penyakit. Penurunan titer menunjukkan respon
terhadap terapi. Titer menurun dalam 6-12 bulan setelah terapi sifilis primer. Titer menurun
setelah 12-18 setelah terapi sifi lis sekunder. Titer dapat tetap positif selama beberapa tahun.
Pasien sifilis tersier atau laten akhir memiliki titer yang dapat menurun secara perlahan
selama beberapa tahun. Peningkatan titer menunjukkan relaps atau reinfeksi. Titer lebih dari
1:16 termasuk titer yang tinggi dan biasanya menunjukkan penyakit aktif, titer yang lebih
kecil dari 1:8 mungkin merupakan hasil positif palsu atau kadang-kadang penyakit aktif.
Beberapa pasien yang menderita sifilis primer atau sekunder dapat saja mempunyai titer yang
tinggi; serum yang tidak diencerkan tidak reaktif, tetapi serum yang diencerkan menunjukkan
hasil positif. Serial VDRL kuantitatif berguna untuk diagnosis dan penetapan respon sifilis
congenital. Sampel cairan serebrospinal yang dilakukan tes VDRL biasanya digunakan untuk
penetapan adanya neurosifilis.
Hasil Normal: tidak adanya warna merah pada kulit atau endurasi (penebalan/ pengerasan),
hal ini menunjukkan tes kulit negatif.
Abnormal: indurasi pada kulit, kemerahan, edema dan nekrosis sentral. Semakin besar
diameter bengkak maka semakin positif hasil ;
Tuberkulin adalah fraksi protein (Purified Protein Derivative) dari hasil pertumbuhan
Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium Boris yang larut. Antigen diberikan secara
intradermal (0,1 ml), menghasilkan bleb pada tempat injeksi intradermal (biasanya aspek
volar atau dorsal pada lengan). Antigen tersedia dalam 3 konsentrasi unit: 1 TU, 5 TU, 250
TU (Tuberculin Unit). Tes dievaluasi dalam waktu 48-72 jam.
Implikasi klinik :
a) Penentuan TB dapat dilakukan dengan tes pewarnaan kultur dan tes kultur mikobakteri,
jika dibandingkan keduanya, yang pertama simpel, cepat dan tidak mahal tetapi sensitifi
tasnya lebih rendah. Sensitifitas bakteri tahan asam lebih rendah pada TB
ekstrapulmonal, pasien yang menderita HIV dan pasien yang menderita mikobakteria non
tuberkulosis. Bakteri tahan asam tidak dapat membedakan mikobakteria tuberkulosis dan
mikobakteria non tuberkulosis.
b) Kultur mikobakteri: berguna untuk mengidentifi kasi kebenaran diagnosis TB secara defi
nitif, tetapi biayanya lebih mahal, keuntungan lainnya dapat digunakan untuk menetapkan
kepekaan bakteri terhadap obat anti TB.
c) Apusan sputum; diagnosis dinyatakan negatif bila paling ketiga apusan sputum negatif
(termasuk paling tidak satu spesimen sputum pagi). Pasien yang dicurigai dianjurkan
dilakukan pengambilan 3 kali sputum, yaitu sewaktu pagi.
d) Semua pasien harus dimonitor respon terapinya terutama pasien dengan tuberkulosis
pulmoner, melalui pemeriksaan spesimen sputum paling tidak pada dua bulan pertama,
lima bulan dan pada akhir terapi. Pasien dengan sputum positif pada bulan kelima terapi
dianggap gagal terapi dan terapi harus dimodifi kasi. Respon terapi pasien dengan
tuberkulosis ektrapulmoner dan pasien anak paling baik dinilai secara klinis.
I. PEMERIKSAAN ELEKTROLIT
1. Elektrolit Serum
Pemeriksaan kadar elektrolit serum sering dilakukan untuk mengkaji adanya
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemeriksaan yang paling sering
dilakukan adalah natrium, klorida, kalium, dan ion bikarbonat.
2. Hitung Darah
Hematokrit (Ht) menggambanrkan presentase total darah dengan sel darah merah.
Karena hematocrit adalah pengukuran volume sel dalam plasma, nilainya akan
dipengaruihi oleh jumlah cairan plasma. Dengan demikian, nilai Ht pada klien yang
mengalami dehidrasi atau hipovolemia cendering meningkat, sedangkan nilai Ht pada
pasien yang mengalami overdehidrasi dapat menurun. Normalnya, nilai Ht pada laki-
laki adalah 40-54% dan perempuan 37-47%. Biasanya, peningkatan kadar
hemoglobin diikuti dengan peningkatan kadar hematocrit.
3. Osmolalitas
Osmolalitas merupakan indicator konsentrasi sejumlah partikel yang terlarut dalam
serum dan urine. Biasanya dinyatakan dalam mOsm/kg.
4. pH Urine
pH urine menunjukkan tingkat kesamaan urine, yang dapat digunakan untuk
menggambarkan ketidakseimbangan asam-basa. pH urine normal adalah 4,6-8 pada
kondisi asidosis metabolic.
5. Berat jenis Urine
Berat jenis urine dapat digunakan sebagai indicator gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, walaupun hasilnya kurang reliable. Akan tetapi, pengukuran BJ urine
merupakan cara paling mudah dan cepat untuk menentukan konsentrasi urine. Berat
jenis urine dapat meningkat saat terjadi pemekatan akibat kekurangan cairan dan
menurun saat tubuh kelebihan cairan. Nilai BJ urine normal adalah 1,005-1,030
(biasanya 1,010-1,025). Selain itu, BJ urine juga meningkat saat terdapat glukosa
dalam urine, juga pada pemberian dekstran, obat kontras radiografi, dan beberapa
jenis obat lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
Analisa Gas Darah (AGD)
3.1 Definisi
Analisis yang dilakukan untuk evaluasi pertukaran oksigen dan karbon
dioksida dalam darah dan untuk mengetahui status asam basa. Sel-sel darah merah
mengangkut oksigen dan karbon dioksida yang juga dikenal sebagai gas darah ke seluruh
tubuh. Saat darah melewati paru-paru, oksigen masuk ke dalam darah sementara karbon
dioksida terlepas dari sel darah dan keluar ke paru-paru. Dengan demikian pemeriksaan
analisa gas darah dapat menentukan seberapa baik paru-paru dalam bekerja memindahkan
oksigen ke dalam darah dan mengeluarkan karbon dioksida dari darah.
Ketidakseimbangan antara oksigen, karbon dioksida, dan tingkat pH darah dapat
mengindikasikan adanya suatu penyakit atau kondisi medis tertentu. Pemeriksaan dapat
dilakukan pada pembuluh arteri untuk melihat keadaan pH, pCO2, pO2, dan SaO2.
(Severinghaus, 2006)
3.2 Indikasi umum
Pemeriksaan AGD akan memberikan hasil pengukuran yang tepat dari kadar
oksigen dan karbon dioksida dalam tubuh. Hal ini dapat membantu dokter menentukan
seberapa baik paru-paru dan ginjal bekerja. Biasanya dokter memerlukan tes analisa gas
darah apabila menemukan gejala-gejala yang menunjukkan bahwa seorang pasien
mengalamai ketidakseimbangan oksigen, karbon dioksida, atau pH darah
a) Abnormalitas pertukaran gas
1. Penyakit paru akut dan kronis
2. Gagal nafas akut
3. Penyakit jantung
4. Pemeriksaan keadaan pulmoner (rest dan exercise)
5. Gangguan tidur
6. Kondisi syok
b) Gangguan asam basa
1. Asidosis metabolik
2. Alkalosis
3.3 Lokasi Pungsi Arteri Untuk Tindakan Analisa Gas Darah
a. Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
b. Arteri brakialis.
c. Arteri femoralis
d. Arteri tibialis posterior
e. Arteri dorsalis pedis
f. Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif
lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila
terjadi spasme atau trombosis.
g. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena
adanya risiko emboli otak
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan menyapa nama pasien
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan.
3. Menanyakan persetujuan/ kesiapan pasien.
4. Memperkenalkan diri
C. Tahap Kerja
1. Menjaga privasi pasien
2. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman
3. Memakai handscoon steril
4. Mengaspirasi heparin ke dalam spuit sampai membasahi
seluruh spuit
5. Meraba arteri radialis, brachialis atau femoralis yang
akan menjadi area penyuntikan
6. Lakukan test allen
7. Meraba kembali arteri dan palpasi pulsasi yang paling
keras dengan jari tangan dan telunjuk
8. Disinfeksi daerah yang akan dilakukan suntikan dengan
kapas alkohol dengan gerakan sirkular dari
9. arah dalam ke luar dengan diameter 5cm. Tunggu sampai
kering.
10. Menyuntikkan jarum ke arteri dengan sudut 45o-60o. Bila
jarum masuk ke dalam arteri, darah akan keluar tanpa
spuit dihisap dan darah berwarna merah terang
11. Setelah darah terhisap (kira-kira 2 ml) tarik spuit dan
tekan bekas tusukan arteri 5 – 10 menit. Bila klien
mendapat heparin, tekan selama 15 menit lalu tekan
dengan balutan tekan.
12. Menusukkan jarum spuit pada gabus atau karet
13. Meletakkan spuit pada wadah berisi es atau segera
kirimkan ke laboratorium bersama formulir pemeriksaan.
D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan pasien.
3. Membereskan alat-alat.
4. Buka sarung tangan dan cuci tangan
5. Mencatat kegiatan pada lembar catatan keperawatan ( jenis
obat yang dimasukkan, jumlahnya, dan waktu pemberian)
6. UNIT TERKAIT 1. IGD
2. Laboratorium
3. ICU
7. Hal-hal yang perlu 1. Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang
diperhatikan sudah terlatih
2. Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya
diberikan heparin untuk mencegah darah membeku
3. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu
menoleransi nyeri, berikan anestesi lokal
4. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk
mengetahui kepatenan arteri
5. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah
arteri, lihat darah yang keluar sendiri tanpa kita tarik berarti
darah arteri
6. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit
sehingga darah tercampur rata dan tidak membeku
7. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran
arteri lebih deras dari pada vena)
8. Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil
darah dan tutup ujung jarum dengan karet atau gabus
9. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil
10. Segera kirim ke laboratorium ( sito )
8. KOMPLIKASI 1. Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan
menimbulkan nyeri
2. Perdarahan
3. Cidera syaraf
4. Spasme arteri
3.5 Langkah Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (AGD) Menggunakan Metode SOS
Terdapat 8 langkah mudah dan sederhana untuk membaca hasil analisa gas
darah dengan menggunakan metode SOS, yaitu sebagai berikut :
Hafalkan nilai normal AGD
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui dan menghafalkan nilai
normal hasil AGD (Analisa Gas Darah).
a. pH normal berkisar antara 7.35 – 7.45
b. PaCO2 normal berkisar antara 35 – 45
c. HCO3 normal berkisar anatara 22 – 26
Ketika anda berhasil menghafalkan nilai normal AGD, langkah selanjutnya adalah
membuat kolom permainan SOS seperti gambar diatas. Gambar diatas nantinya akan
digunakan untuk membantu anda dalam menginterpretasikan hasil AGD.
2. Tentukan apakah pH dalam keadaan Normal, Asidosis atau Alkalosis
Langkah ketiga adalah menentukan keadaan asam atau basa darah berdasarkan nilai pH
hasil AGD. Ingat langkah ke-1 bahwa pH normal berkisar anatara 7.35 – 7.45.
Ketentuannya :
1. Jika pH darah berkisar antara 7.35 – 7.39, interpretasinya adalah NORMAL (meskipun
cenderung mengarah ke ASIDOSIS). Lalu tempatkan nilai tersebut dalam kolom
NORMAL pada grid SOS.
2. Jika pH berkisar anatara 7.41 – 7.45, interpretasinya NORMAL (meskipun cenderung
mengarah ke ALKALOSIS). Tempatkan nilai tersebut dalam kolom NORMAL grid
SOS.
3. Jika pH dibawah 7.35 (7.34, 7.33, 7.32 dst…) maka ASIDOSIS. Tempatkan dalam
kolom ASIDOSIS grid SOS.
4. Jika pH diatas 7.45 (7.46, 7.47, 7.48 dst…) maka ALKALOSIS. Tempatkan dalam
kolom ALKALOSIS grid SOS.
Lihat gambar penempatan nilai pH dalam grid SOS berikut ini:
4. Tentukan apakah PaCO2 dalam keadaan NORMAL, ASIDOSIS atau ALKALOSIS
Lakukan hal yang sama seperti langkah no. 3 diatas untuk menentukan posisi nilai PaCO2
dalam grid SOS. (Nilai PaCO2 adalah angka dibelakang koma pH, dibalik).
Ingat bahwa :
a. Jika PaCO2 dibawah 35, tempatkan nilai tersebut dalam kolom ALKALOSIS.
b. Jika PaCO2 diatas 45, tempatkan dalam kolom ASIDOSIS.
c. Jika PaCO2 dalam rentang normal, tempatkan dalam kolom NORMAL.
Selanjutnya menentukan posisi nilai HCO3. Lakukan hal yang sama seperti langkah no.3
dan no.4 diatas.
Ingat bahwa nilai normal HCO3 berkisar anatara 22 – 26, sehingga :
a. Jika HCO3 dibawah 22, maka ASIDOSIS dan tempatkan pada kolom ASIDOSIS.
b. Jika HCO3 diatas 26, maka tempatkan pada kolom ALKALOSIS.
c. Jika HCO3 dalam keadaan normal, tempatkan dalam kolom NORMAL.
6. Interpretasikan : ASIDOSIS atau ALKALOSIS
Mulai langkah ini, anda akan mulai membaca dan menginterpretasikan hasil analisa gas
darah (AGD). Hal pertama dalam membaca hasil analisa gas darah adalah menentukan
apakah hasil tersebut merujuk pada keadaan ASIDOSIS atau ALKALOSIS. Untuk
mengetahuinya, lihatlah grid SOS yang tadi anda buat. Lihat, dimanakah posisi pH,
apakah dalam kolom ASIDOSIS, NORMAL ataukah ALKALOSIS. Masing-masing
kolom mewakili interpretasinya sendiri. Sehingga jika pH terdapat dalam kolom
ASIDOSIS, maka interpretasinya ASIDOSIS. Jika pH dalam kolom ALKALOSIS, maka
interpretasinya ALKALOSIS.
Setelah mendapatkan interpretasi pH, selanjutnya anda harus menentukan apakah keadaan
pH tersebut merujuk pada keadaan METABOLIK atau RESPIRATORIK?
Caranya, lihat kembali grid SOS, aturannya sebagai berikut:
Jika pH terdapat dalam kolom yang sama dengan PaCO2, maka RESPIRATORIK
Jika pH terdapat dalam kolom yang sama dengan HCO3, maka METABOLIK
Jika pH dalam kolom NORMAL, dan tidak ada nilai PaCO2 atau HCO3 dibawahnya,
maka tentukan apakah nilai pH tersebut CENDERUNG mengarah ke keadaan
ASIDOSIS atau ALKALOSIS.
Ingat aturan no. 3 bahwa :
Jika pH darah berkisar antara 7.35 – 7.39, interpretasinya adalah NORMAL (cenderung
mengarah ke ASIDOSIS).
Jika pH berkisar anatara 7.41 – 7.45, interpretasinya NORMAL (cenderung mengarah
ke ALKALOSIS).
8. Interpretasikan : Tingkat Kompensasi
Terakhir, anda harus menentukan tingkat kompensasi dari hasil analisa gas darah.
Aturannya:
Jika pH NORMAL, maka interpretasinya TERKOMPENSASI PENUH.
Jika 3 nilai AGD (pH, PaCO2 dan HCO3) ABNORMAL, maka TERKOMPENSASI
SEBAGIAN.
Jika PaCO2 ATAU HCO3 normal dan pH ABNORMAL, maka TIDAK
TERKOMPENSASI.
2.7 Interpretasi Hasil Analisa Gas Darah (Nemec, 2019) dan (Kementerian Kesehatan RI,
2011)
1. Saturasi Oksigen (SaO2)
Nilai Normal: 95-99% O2
Deskripsi:
Jumlah oksigen yang diangkut oleh hemoglobin, ditulis sebagai persentasi total
oksigen yang terikat pada hemoglobin.
Implikasi Klinik:
a. Saturasi oksigen digunakan untuk mengevaluasi kadar oksigenasi hemoglobin
dan kecukupan oksigen pada jaringan
b. Tekanan parsial oksigen yang terlarut di plasma menggambarkan jumlah oksigen
yang terikat pada hemoglobin.
(arteri): 7,38-7,42
Adapun hasil abnormal dapat menjadi tanda dari kondisi medis tertentu, sebagai
berikut:
pH darah: < 7,4, Bikarbonat: Rendah, pCO2: Rendah => Asidosis Metabolik,
contohnya pada gagal ginjal, syok, dan ketoasidosis diabetik (KAD).
pH darah: < 7,4, Bikarbonat: Tinggi, pCO2: Tinggi => Asidosis Respiratorik,
contohnya pada penyakit paru-paru, termasuk pneumonia atau PPOK.
pH darah: > 7,4, Bikarbonat: Tinggi, pCO2: Tinggi => Alkalosis Metabolik,
contohnya pada muntah kronis, kalium darah rendah (hipokalemia).
pH darah: > 7,4, Bikarbonat: Rendah, pCO2: Rendah => Alkalosis Respiratorik,
contohnya pada Bernapas terlalu cepat, rasa sakit, atau kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
Anas Tamsuri. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit: Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC
Andrew Blann and Nessar Ahmed (2014). Blood Science: Principles and Pathology.
Singapore: Markono Print Media Pte LtD.
Dewi, K.J. (2014). Korelasi Positif Nilai Analisa Gas Darah Vena Sentral Dengan Analisa
Gas Darah Arteri Pada Pasien Kritis di Ruang Terapi Intensif. Denpasar: Universitas
Udayana.
Gounden V, Jialal I. Renal Function Tests. [Updated 2019 Apr 3]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507821/
Kee, Joyce LeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Edisi 6.
Jakarta: EGC. Pp: 232.
Kementerian Kesehatan RI (2011) ‘Pedoman interpretasi data klinis’, (May 2016), pp. 1–83.
Nemec, M. (2019) ‘Interpretation of arterial blood gas analysis’, Praxis, 108(4), pp. 269–
277. doi: 10.1024/1661-8157/a003188.