Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH FARMASI KLINIK

ANALISA GAS DARAH

OLEH :

NAMA : PUTRI ARDIANTI

NIM : 16 3145 201 148

KELAS : D / Ang. 2016

DOSEN : NURFIDDIN FARID, S.Farm.,M.S

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEGA REZKY MAKASSAR

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

MAKASSAR

2018

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga penyusun

dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Analisa Gas Darah.

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk

itu penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih

ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh

karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari

pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat

terhadap pembaca.

Makassar, 27 Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Sampul

Kata Pengantar ................................................................................................ i

Daftar Isi ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3

C. Tujuan ......................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Analisa Gas Darah .................................................................... 4

B. Tujuan Pemeriksaan Analisa Gas Darah ..................................................... 4

C. Komponen – komponen Evaluasi Analisa Gas Darah ............................. 4

D. Keseimbangan Asam Basa .......................................................................... 8

E. Gangguan Keseimbangan Asam Basa ........................................................ 9

F. Indikasi Analisa Gas Darah ......................................................................... 12

G. Kontraindikasi Analisa Gas Darah .............................................................. 16

H. Pemeriksaan Analisa Gas Darah ................................................................. 17

BAB III QUALITY CONTROL .............................................................................. 26

BAB IV PENUTUP

A. Keseimpulan ............................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia hampir 50% penyakit dalam dilakukan AGD (Analisa

Gas Darah) untuk mendapatkan data penunjang, pada tahun 2007 banyaknya

penderita demam berdarah menambah catatan penderita penyakit dalam yang

dilakukan AGD (Analisa Gas Darah).

Dari keadaan di atas sangat dibutuhkan peran analis dalam AGD yaitu

Observasi tempat penusukan dari pendarahan, hematom, atau pucat pada

bagian distal. Dengan meningkatnya catatan penderita penyakit dalam yang

dilakukan AGD, maka penulis tertarik untuk mengangkat “Analisa Gas

Darah”.

Paru mempunyai fungsi utama untuk melakukan pertukaran gas, yaitu

mengambil O2 dari udara luar dan mengeluarkan CO2 dari badan ke udara luar.

Bilamana paru berfungsi secara normal, tekanan parsial O2 dan CO2 di dalam

darah akan dipertahankan seimbang, sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Pemeriksaan analisis gas darah merupakan pemeriksaan laboratorium yang

penting sekali di dalam penatalaksanaan penderita akut maupun kronis,

terutama penderita penyakit paru. Pemeriksaan analisis gas darah penting baik

untuk menegakkan diagnosis, menentukan terapi, maupun untuk mengikuti

perjalanan penyakit setelah mendapat terapi. Sama halnya dengan pemeriksaan

EKG pada penderita jantung dan pemeriksaan gula darah penderita diabetes

1
millitus. Dengan majunya ilmu pengetahuan, terutama setelah ditemukan alat

astrup, tekanan parsial O2 dan CO2 serta pH darah dapat diukur dengan mudah.

Susunan darah dalam kapiler dan dalam vena berbeda – beda. Darah

vena berwarna lebih tua dan agak ungu karena banyak dari oksigennya sudah

diberikan kepada jaringan. Darah dalam kapiler terus – menerus berubah

susunan dan warnanya karena terjadinya pertukaran gas.

Pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk membantu menegakkan

diagnosis penyakit. Agar hasil pemeriksaaan laboratorium akurat dan dapat

dipercaya harus dilakukan pengendalian terhadap pra klinik, analitik, dan pasca

analik. Tahap pra analitik : persiapan pasien, pengambilan sampel darah,

persiapan sampel, penyimpanan sampel, persiapan kertas kertas kerja. Tahap

analitik : persiapan alat, kalibrasi alat, pengolahan sampel, interpretasi hasil.

Tahap pasca analitik : pencatatan hasil dan pelaporan.

B. Rumusan masalah

Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud Analisa Gas Darah ?

2. Apakah tujuan pemeriksaan analisa gas darah ?

3. Apa saja komponen – komponen evaluasi analisa gas darah ?

4. Apakah yang dimaksud keseimbangan asam basa ?

5. Apa saja gangguan dan penyebab gangguan keseimbangan asam basa ?

6. Indikasi apa saja sehingga dilakukan analisa gas darah ?

7. Kontraindikasi apa saja analisa gas darah tidak dapat dilakukan ?

8. Bagaimana cara pemeriksaan analisa gas darah ?

2
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu Analisa Gas Darah

2. Mengetahui tujuan pemeriksaan analisa gas darah

3. mengetahui komponen – komponen evaluasi analisa gas darah

4. Mengetahui yang dimaksud keseimbangan asam basa

5. Mengetahui gangguan dan penyebab gangguan keseimbangan asam basa

6. Mengetahui indikasi pemeriksaan analisa gas darah

7. Mengetahui kontraindikasi analisa gas darah

8. Mengetahui cara pemeriksaan analisa gas darah

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Analisa Gas Darah

Analisa Gas Darah (AGD) atau Blood Gas Analisa (BGA) merupakan

pemeriksaan penting penderita sakit kritis atau seseorang yang mempunyai

penyakit komplikasi untuk mengetahui atau mengevaluasi pertukaran oksigen,

karbondiosida, dan status asam-basa dalam darah arteri.

B. Tujuan Pemeriksaan Analisa Gas Darah

Analisa gas darah atau dalam ilmu keperawatan disebut dengan

“ASTRUP”, biasanya dilakukan bertujuan untuk :

1. Menilai atau mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh,

baik yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan

metabolik

2. Menilai kadar oksigenasi dan kadar karbondioksida dalam darah

3. Sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang

akut dan menahun

4. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel

5. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.

6. Sebagai tindakan pemantauan dalam pemberian obat anestetik.

C. Komponen – Komponen Evaluasi Analisa Gas Darah

Komponen dasar evaluasi AGD mencakup :

1. pH (Status asam basa)


4
pH darah mewakili seluruh keseimbangan asam (asidosis) dan basa

(alkalosis) yang diproses di dalam tubuh. Hal ini ditentukan dengan

menghitung perbandingan rasio komponen metabolik (HCO3-) dan respirasi

(CO2) dari keseimbangan asam basa (Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).

Secara umum, asidemia adalah kondisi dimana pH darah turun hingga

kurang dari 7,35 dan alkalemia jika pH darah lebih dari 7,45 (7,4 adalah

netral) (Dorland,2004). Berdasarkan persamaan Henderson-Hasselbach, pH

dapat ditentukan dengan rasio konsentrasi HCO3- dengan konsentrasi CO2

yang terlarut dalam cairan ekstrasel.

pH = HCO3- (metabolik)
αPCO2 (respiratorik)

Dalam rumus tersebut, α adalah koefisien solubilitas untuk

karbondioksida dan setara dengan 0,03 (Irizarry dkk, 2009).

Perubahan pH akan sejalan dengan gangguan utama yang terjadi, proses

perubahan pH darah ada dua macam, yaitu :

a. Bersifat respiratorik, karena adanya tekanan parsial CO2 yang

disebabkan gangguan respirasi.

b. Bersifat metabolik, karena adanya perubahan konsentrasi bikarbonat

yang disebabkan gangguan metabolisme.

2. Tekanan parsial oksigen (PO2)

3. Tekanan parsial karbondioksida (PCO2)

PCO2 menyediakan informasi mengenai ventilasi atau komponen

respirasi dalam keseimbangan asam basa. Ventilasi alveoli didefinisikan


5
sebagai volume udara per unit waktu yang mencapai alveoli, tempat

dimana pertukaran gas dengan darah pulmonal terjadi (Irizarry dkk, 2009;

Martini, 2006).

Hipoventilasi ditandai dengan adanya peningkatan PCO2 (>45

mmHg) akibat retensi CO2 dalam darah. CO2 merupakan asam volatil,

sehingga jika terjadi retensi CO2 akan menyebabkan respiratori

asidosis. Ringkasnya, respiratori asidosis terjadi akibat beberapa aspek

kegagalan ventilasi, dimana sejumlah normal CO2 dihasilkan oleh

jaringan tidak dapat diekskresikan dengan baik melalui menit ventilasi

alveolar. Penyebab umum terjadinya hipoventilasi berupa hal-hal yang

mempengaruhi sistem saraf respirasi (misal : anestesia, sedasi),

mekanisme pernapasan (misal : hernia diafragma, penyakit rongga pleura)

atau aliran udara yang melalui saluran nafas (misal : obstruksi saluran

nafas atas ataupun bawah) ataupun alveoli (Irizarry dkk, 2009; Martini,

2006).

Hiperventilasi ditandai dengan menurunnya PCO2, sebagai

akibat CO2 telah dibuang dari alveoli, yang mana menyebabkan

respiratori alkalosis (PCO2<35 mmHg). Penyebab terjadinya

hiperventilasi karena hipoksemia, penyakit pulmonal, nyeri, cemas,

dan ventilasi manual atau mekanik yang berlebihan. Hiperventilasi juga

dapat terjadi sebagai akibat kompensasi dari asidosis metabolik(Irizarry

dkk, 2009; Martini, 2006).

4. Saturasi oksigen (SO2)

6
Oksigenasi (3 dan 4) harus tetap diperiksa pada pasien

berpenyakit kritis, meskipun tidak secara langsung mempengaruhi

keseimbangan asam basa (Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).

Hipoksemia mengacu pada berkurangnya oksigen dalam darah

arteri, ditandai dengan nilai PaO2 dibawah 80 mmHg. Kondisi

hipoksemia dapat mengancam nyawa dan nilai PaO2 dibawah 60

mmHg membutuhkan intervensi terapi segera.

5. Konsentrasi bikarbonat (HCO3-)

Nilai rujukan untuk HCO3- adalah 22–28 mmol/L (arteri). Nilai

yang kurang dari normal, dapat mengindikasikan asidosis metabolik

sedangkan jika nilainya lebih besar mengindikasikan alkalosis

metabolik(Irizarry dkk, 2009).

Metabolik asidosis dapat disebabkan oleh peningkatan

pembentukan ion hidrogen (H+) dari faktor endogen (misal: laktat,

keton) atau asam yang bersifat eksogen (misal: ethylene glycol,

salisilat) dan oleh inabilitas ginjal untuk mengekskresikan H+ dari

protein diet (gagal ginjal). Peningkatan H+ dalam tubuh dibuffer oleh

penurunan HCO3-, mengakibatkan penurunan rasio HCO3-:PCO2

sehingga menurunkan pH. Selain itu, asidosis metabolik dapat

disebabkan oleh kehilangan bikarbonat secara langsung melalui

saluran gastrointestinal (diare) atau ginjal (asidosis renal tubular) atau

yang lebih jarang akibat pemberian cairan intravena yang agresif yang

tidak mengandung bikarbonat ataupun prekursor bikarbonat (misal:

7
saline). Metabolik alkalosis dapat terjadi akibat kehilangan H+ (muntah)

atau dari peningkatan HCO3- (pemberian sodium bikarbonat, alkalosis

hipokloremia akibat penggunaan loop diuretic) (Irizarry dkk, 2009).

6. BE (base excesses/kelebihan basa)

Merupakan konsentrasi basa yang dapat tertitrasi pada suatu

larutan untuk mencapai pH 7.40 pada tekanan CO2 (pCO2) 40 mmHg.

D. Keseimbangan Asam Basa

Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah

dan cairan tubuh lainnya. Derajat keasaman adalah pH, dimana pH 7,0 adalah

netral, pH>7,0 adalah basa/alkali dan pH dibawah 7,0 adalah asam. Darah

memiliki pH antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam basa darah dikendalikan

secara seksama karena perubahan pH yang sangat kecilpun dapat memberikan

efek yang serius terhadap beberapa organ.

Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan

asam basa darah, yaitu:

1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk

ammonia. Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau

basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung beberapa hari.

2. Tubuh menggunakan penyangga pH/buffer dalam darah sebagai pelindung

terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu

penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah bikarbonat.

3. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam keseimbangan dengan

CO2 (suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke

8
aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih

sedikit CO2. Jika lebih banyak basa yang masuk ke aliran darah, maka

akan dihasilkan lebih banyak CO2 dan lebih sedikit bikarbonat.

4. Pembuangan CO2. CO2 adalah hasil tambahan penting dari metabolisme

oksigen dan terus menerus dihasilkan oleh sel. Darah membawa CO2 ke

paru-paru dan di paru-paru CO2 tersebut dikeluarkan/dihembuskan. Pusat

pernafasan di otak mengatur jumlah CO2 yang dihembuskan dengan

mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika pernafasan

meningkat, kadar CO2 darah menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika

pernafasan menurun, kadar CO2 darah meningkat dan darah menjadi lebih

asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat

pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah menit ke menit.

E. Gangguan Keseimbangan Asam Basa

1. Asidosis, Adalah keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung asam

atau terlalu sedikir mengandung basa dan sering menyebabkan

menurunnya pH darah.

2. Alkalosis, Adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak

mengandung basa atau terlalu sedikit mengandung asam dan kadang

menyebabkan meningkatnya pH darah.

Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih

merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan

alkalosis merupakan petunjuk dari adanya masalah metabolisme yang

serius.

9
Asidosis dan alkalosis dibagi dua tergantung dengan penyebabnya,

yaitu :

1. Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik, karena adanya perubahan

konsentrasi bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme, yaitu

ketidakseimbangan dalam pembuangan asam dan basa oleh ginjal.

2. Asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, karena adanya tekanan

parsial CO2 yang disebabkan gangguan respirasi terutama oleh

penyakit paru-paru atau kelainan pernapasan.

Asidosis meningkatkan kadar konsentrasi K dalam darah, sehingga

fungsi sel dan enzim tubuh memburuk, kemudian mengakibatkan

aritmia ventrikuler.

Alkalosis akan menurunkan konsentrasi K dalam darah,

sehingga afinitas Hb-O2 meningkat. Akibatnya pelepasan O2 ke

jaringan sulit sehingga terjadi hipoksemia.

Kenaikan pCO2 akan mengakibatkan koma dan aritmia serta

vasodilatasi pembuluh darah. Bila hal ini terjadi di otak maka aliran darah ke

10
otak akan meningkat dan mengakibatkan kenaikan tekanan intra cranial.

Penurunan pCO2 (<25 mmHg) akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh

darah, sehingga aliran darah ke jaringan turun. Bila hal ini terjadi di otak, maka

akan terjadi hipoksemia otak.

Dalam gangguan keseimbangan asam basa, tubuh melakukan proses

yang disebut dengan kompensasi. Kompensasi adalah proses mengatasi

gangguan asam-basa primer (gangguan utama yang menyebabkan perubahan

pH) oleh gangguan asam-basa sekunder (normalisasi rasio HCO3-:PCO2) yang

bertujuan membawa pH darah mendekati pH normal. Kompensasi ini

dilakukan oleh penyangga/buffer tubuh, alat respirasi dan organ ginjal.

Yang perlu diketahui dan digaris bawahi dari proses dalam tubuh ini,

kompensasi ini tidak pernah membawa pH ke rentang normal.

Kondisi Gangguan Primer Kompensasi


↓pH dan ↓HCO3-
Metabolik Asidosis ↓PCO2
(↓BEecf)
↑pH dan ↑ HCO3-
Metabolik Alkalosis ↑ PCO2
(↑BEecf)
↓ pH dan ↑ PCO2 Respiratori asidosis ↑ HCO3- (↑ BEecf)

↑pHdan↓PCO2 Respiratori alkalosis ↓HCO3- (↓BEecf)

Secara khas, perubahan pH didapatkan dari satu komponen (misal:

metabolik) akan dilawan oleh komponen lain (respirasi) untuk menjaga rasio

yang sesuai dari metabolik terhadap kontribusi respirasi untuk keseluruhan

pH. Sebagai contoh, dengan asidosis metabolik, konsentrasi HCO3-

menurun, karenanya menurunkan rasio HCO3-: PCO2 dan menyebabkan

acidemia (pH <7.35). Secara singkat, kompensasi tubuh dengan menurunkan


11
PCO2 atau hiperventilasi bertujuan untuk mempertahankan rasio (↓HCO3-

,↓PCO2). Dengan kata lain, komponen respirasi mengkompensasikan asidosis

metabolik dengan usaha meningkatkan pH menjadi netral. Kompensasi

fisiologis jarang menyelesaikan abnormalitas asam basa primer secara

lengkap dan tidak pernah mengakibatkan overkompensasi. Karenanya, pH

akan berdeviasi dari netral meski dengan kompensasi adekuat, meskipun

masih dalam rentangan acuan pasien dengan gangguan asam basa

ringan(Irizarry dkk, 2009).

Gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh dapat disebabkan

karena:

1. Gangguan fungsi pernafasan

2. Gangguan fungsi ginjal

3. Tambahan beban asma/basa dalam tubuh secara abnormal

4. Kehilangan asma/basa dari dalam tubuh secara abnormal

F. Indikasi Analisa Gas Darah

Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :


1. Pasien kritis / Critical care
Penyakit kritis adalah setiap proses penyakit yang menyebabkan

ketidakstabilan fisiologis yang mengarah ke arah kecacatan atau kematian

dalam beberapa menit atau jam. Perburukan dari sistem neurologis dan

kardiorespirasi umumnya langsung mengancam nyawa. Untungnya

ketidakstabilan tersebut dapat terdeteksi lebih awal dengan melakukan

pengamatan klinis sederhana terhadap penyimpangan dari batas normal

12
pada tingkat kesadaran, laju pernafasan, denyut jantung, tekanan darah dan

produksi urin (Frost dkk, 2007).

Karena pasien dengan kondisi penyakit kritis sangat berisiko

untuk mengalami komplikasi, dokter di ruang terapi intensif (RTI) harus

tetap waspada terhadap manifestasi dini disfungsi organ, komplikasi terapi,

potensi interaksi obat dan data premonitor lainnya. Pasien dengan penyakit

yang mengancam nyawa di RTI seringkali mengalami kegagalan organ

lain karena gangguan hemodinamik, efek samping terapi dan

menurunnya fungsi organ, terutama pada pasien usia lanjut atau

debilitated kronis.

2. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik

Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan

aliran udara pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible

ataupun reversible parsial. Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis

kronis dan emfisema, tetapi bisa juga gabungan antar keduanya.

3. Pasien dengan edema pulmo

Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan

yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai

gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan

pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan

bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat

dirujuk sebagai "air dalam paru-paru" ketika menggambarkan kondisi ini

pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak

13
faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung,

disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-

sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.

4. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)

ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar

kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel

alveolar dan perubahan dalarn jaring- jaring kapiler , terdapat

ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat-akibat

kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-

.paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan,

yang mengarah pada kolaps alveolar . Komplians paru menjadi sangat

menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan

karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan

hipokapnia ( Brunner & Suddart 616)

5. Infark miokard

Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang

disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

(Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan

mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan

(Santoso, 2005).

6. Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana

alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung

14
jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan

penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam

sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia

juga dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru,

atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau

penggunaan alkohol.

7. Pasien syok

Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah

arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.

Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah

jantung, volume darah dan pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga

faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka

akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi hipoperfusi jaringan yang

menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolisme sel sehingga seringkali

menyebabkan kematian pada pasien.

8. Post pembedahan coronary arteri baypass

Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon inflamasi

sistemik pada derajat tertentu dimana hal tersebut ditandai dengan

hipotensi yang menetap, demam yang bukan disebabkan karena infeksi,

DIC, oedem jaringan yang luas, dan kegagalan beberapa organ tubuh.

Penyebab inflamasi sistemik ini dapat disebabkan oleh suatu respon

banyak hal, antara lain oleh karena penggunaan Cardiopulmonary Bypass

(Surahman, 2010).

15
9. Resusitasi cardiac arrest

Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh

beberapa faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik

(perdarahan yang banyak, sengatan listrik,kekurangan oksigen akibat

tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat), kelainan bawaan,

perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan

obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan

tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah

akan berhenti. Berhentinya peredaran darahmencegah aliran oksigen untuk

semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi

akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau

ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan

berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac

arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian

dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani

dengansegera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak,

ataupun kematian mungkin bisa dicegah.

G. Kontraindikasi Analisa Gas Darah

1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma (Irwin&

Hippe, 2010).

2. Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap

dipaksa untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis,

16
maka akan terjadi thrombosis dan beresiko mengganggu viabilitas tangan.

Test Allen’s merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di tangan, hal

ini dilakukan dengan cara yaitu: pasien diminta untuk mengepalkan

tangannya, kemudian berikan tekanan pada arteri radialis dan arteri ulnaris

selama beberapa menit, setelah itu minta pasien unutk membuka

tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari

dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik,

warnamerah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan dilepas,

tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika pemeriksaan

negative, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.

Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer

pada tempat yang akan diperiksa.

3. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan dengan

antikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.

H. Pemeriksaan Analisa Gas Darah

Analisa Gas Darah ( AGD ) atau yang disebut dengan Arterial Blood

Gas (ABG) analysis atau Blood Gas Analisa (BGA) adalah sebuah

pemeriksaan atau tes yang mengukur jumlah oksigen dan karbondioksida

dalam darah, dan keasaman (pH) dalam darah.

1. Pra-analitik

a. Alat-Alat :

a) Spuit Disposable 2.5 cc

b) Perlak/alas

17
c) Antikoagulan Heparin / Lithium Heparin

d) Kapas alkohol

e) Bak spuit

f) Bengkok

g) Penutup udara dari karet

h) Wadah berisi es (baskom atau kantong plastik)

i) Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi : nama,

tanggal dan waktu, apakah menerima O2, bila ya berapa liter dan

dengan rute apa.

1. Persiapan spesimen : Darah Arteri

Ciri-ciri darah arteri : teraba denyutan, lokasi tusukan lebih dalam,

warna darah lebih terang dan darah akan mengalir sendiri ke dalam

semprit

2. Lokasi pengambilan spesimen

a. Radial Artery (RA) / Arteri Radialis

Merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi

arteri kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau hematome juga

apabila Allen test negatif. Arteri yang berada di pergelangan tangan

pada posisi ibu jari. Terdapat sirkulasi kolateral (suplai darah dari

beberapa arteri). Kesulitannya ukuran arteri kecil, sulit memperoleh

kondisi pasien dengan curah jantung yang rendah.

18
b. Brachial Artery / Arteri Brachialis

Arteri yang berada pada medial anterior bagian antecubital fossa,

terselip diantara otot bisep. Ukuran arteri besar sehingga mudah

dipalpasi dan ditusuk. Sirkulasi kolateral cukup, tetapi tidak

sebanyak RA. Kesulitannya letak arteri lebih dalam, letaknya dekat

dengan basillic vein dan syaraf median, kemungkinan terjadi

hematoma.

19
c. Femoral Artery / Arteri Femoralis

Arteri yang paling besar untuk AGD. Berada pada permukaan paha

dalam di dalam, di sebelah lateral tulang pubis. Dapat dilakukan

AGD sekalipun pada pasien dengan curah jantung yang rendah.

Kesulitannya sirkulasi kolateral sedikit sehingga mudah terjadi

infeksi pada tempat pengambilan, sulit untuk bekerja aseptis, pada

orang tua (gangguan pada dinding arteri sebelah dalam), letaknya

dekat dengan vena paha (salah tusuk).

d. Pada bayi : Arteri kulit kepala dan arteri tali pusat

e. Pada orang dewasa : Arteri dorsalis pedis.

Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika

masih ada alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi kolateral

yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau thrombosis.

Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak

digunakan karena adanya resiko emboli ke otak.

19
Pengambilan Darah Arteri Radialis :

1. Beri tahu pasien tujuan pengambilan darah.

2. Pasang alas/perlak pada lokasi yang akan diambil darah.

3. Usahakan agar lengan dalam posisi abduksi dengan telapak tangan

menghadap ke atas dan pergelangan tangan ekstensi 30 agar jaringan lunak

terfiksasi oleh ligamen dan tulang. Bila perlu bagian bawah pergelangan

dapat diganjal dengan bantal kecil.

4. Jari pemeriksa diletakkan di arteri radialis (proksimal dari lipatan kulit

telapak pergelangan) untuk meraba denyut nadi agar dapat memperkirakan

letak dan kedalaman pembuluh darah.

5. 1 ml heparin diaspirasi ke dalam spuit, sehingga dasar spuit basah dengan

heparin dan kelebihan heparin dibuang melalui jarum, dilakukan secara

perlahan sehingga pangkal jarum penuh dengan heparin dan tidak ada

gelembung udara.

6. Pastikan denyutan/pulpasi dari arteri terbesar kemudian dengan memakai

tangan kiri antara telunjuk dan jari tengah beri batas daerah yang akan

ditusuk, dan titik maksimum denyut ditemukan.

7. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis, bersihkan tempat tersebut dengan

kapas alkohol.

8. Setelah melakukan tindakan sepsis/antisepsis, jarum 5-10 mm ditusukkan

pada daerah distal dari jari pemeriksa dengan menekan arteri. Jarum

ditusukkan dengan membentuk sudut 30o dengan permukaan lengan

dengan posisi lubang jarum/bevel menghadap ke atas.

20
9. Jarum yang masuk ke arteri akan menyebabkan torak semprit terdorong

oleh tekanan darah.

10. Pada pasien hipotensi, torak akan ditarik perlahan (jangan terlalu cepat

karena akan menghisap udara), indikasi satu-satunya bahwa darah tersebut

darah arteri adalah adanya pemompaan darah dalam spuit dengan kekuatan

sendiri.

11. Sejumlah darah yang diperlukan terpenuhi (minimal 1 ml), cabut jarum

dengan cepat dan di tempat tusukan jarum lakukan penekanan dengan jari

selama 5 menit untuk mencegah keluarnya darah dari pembuluh arteri (10

menit untuk pasien yang mendapat antikoagulan).

12. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit, putar spuit

diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin.

13. Spuit diberi label dan tempatkan dalam es atau air es/termos berisi air es

dan es batu [semprit dibungkus plastik agar air tidak masuk dalam semprit,

keadaan dingin (4oC) bertujuan memperkecil terjadinya perubahan

biokimiawi/proses metabolisme yang akan meningkatkan CO2 kemudian

langsung dibawa ke laboratorium.

Pengambilan Darah Arteri Brakhialis :

1. Arteri brakhialis letaknya lebih dalam daripada arteri radialis yaitu di fosa

antecubiti. Pengambilan dari arteri brakhialis harus dilakukan dengan

memperhatikan letak syaraf, jangan sampai mencederai nervus medius

yang letaknya berdampingan dengan arteri brakhialis.

21
2. Lengan pasien dalam keadaan ekstensi maksimal, siku dihiperekstensikan

setelah meletakkan handuk di bawah siku.

3. Raba denyut arteri brakhialis dengan jari.

4. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis.

5. Tusukkan jarum dengan sudut 45o dan lubang jarum menghadap ke atas, 5-

10 mm distal dari jari pemeriksa yang menekan pembuluh darah.

6. Setelah pengambilan, tekan daerah tusukan selama 5 menit atau lebih

hingga perdarahan berhenti.

Catatan : Penambahan lithium heparin 240-250 unit tiap 1 cc darah.

2. Analitik

Sampel darah arteri diperiksa dengan menggunakan alat BGA.

3. Pasca Analitik

1. Langkah-Langkah Mengevaluasi Hasil

Langkah-langkah yang dianjurkan untuk mengevaluasi nilai gas darah

arteri adalah sebagai berikut :

a. Evaluasi pH

pH <7,35 = asidosis

pH >7,45 = alkalosis

pH = 7,4 = normal

pH normal dapat menunjukkan gas darah yang benar-benar

normal atau pH yang normal ini mungkin suatu indikasi

ketidakseimbangan yang terkompensasi. Ketidakseimbangan yang

terkompensasi adalah suatu ketidakseimbang dimana tubuh mampu


22
memperbiki pH baik dengan perubahan respiratorik maupun metabolik

(tergantung pada masalah utama).

b.

b. Menentukan penyebab primer gangguan dengan mengevaluasi PaCO2 dan

HCO3 yang hubungannya dengan pH

pH >7,4 = alkalosis

- Jika PaCO2< 40 mmHg : gangguan primer adalah alkalosis

respiratorik (situasi ini timbul jika pasien mengalami hiperventilasi

dan lebih banyak CO2 yang dikeluarkan)

- Jika HCO3 >24 mEq/L : gangguan primer adalah

alkalosismetabolik (situasi ini timbul jika tubuh memperoleh terlalu

banyak bikarbonat, suatu substansi alkali, bikarbonat adalah basa,

atau bagian alkali dari sistem buffer asam karbonik bikarbonat)

pH <7,4 = asidosis

- Jika PaCO2 >40 mmHg : gangguan utama adalah asidosis

respiratorik (situasi ini timbul jika pasien mengalami hipovalensi

dan karenanya menahan terlalu banyak CO2, suatu substansi asam)

- Jika HCO3 <24 mEq/L : gangguan primer adalah asidosis metabolik

(situasi ini timbul jika kadar bikarbonat dalam tubuh turun, baik

karena kehilangn langsung bikarbonat atau karena penambahan

asam seperti asam laktat atau keton.

c. Menentukan apakah kompensasi telah terjadi

23
Hal ini dengan melihat nilai selain gangguan primer. Jika nilai ini

bergerak kearah yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang

berjalan.

Nilai Normal Analisa Gas Darah :

Arteri Vena
pH 7,35 – 7,45 7,31 – 7,41
PCO2 (kPa) 4,7 – 6,0 5,5 – 6,8
PCO2 (mmHg) 35 – 45 41 – 51
Bikarbonat 22 – 28 23 – 29
(mmol/L)
PO2 (kPa) 10,6 – 13,3 4,0 – 5,3
PO2 (mmHg) 80 – 100 30 – 40
SaO2 (%) >95 75
BE -2 - +2 -3 - +3

Tabel Range Nilai Normal :

24
BAB III

QUALITY CONTROL

A. SOP Blood Gas Analyzer

Prinsip :

Gas sampel yang diambil melalui probe akan masuk ke setiap sampel sel

secara bergiliran dimana gas sampel akan dibandingkan dengan gas standar

melalui pemencaran system infra-red dimana akan menghasilkan perbedaan

panjang gelombang yang akan dikonversi receiver menjadi signal analog

(420).

Cara Pengoperasian
1. Nyalakan power ON

2. Setiap pertama kali menghidupkan alat, lalu kalibrasi dengan cara tekan

calibrate kemudian enter. alat akan melakukan kalibrasi secara otomatis.

3. Apabila ada sample pemeriksaan sebelum melakukan pemeriksaan tekan

status untuk mengetahui kondisi apakah PH, PCO2 dan PO2 kondisinya

OK. Jika OK sample langsung dapat diperiksa. Apabila kondisinya UC

(Un Caliblasi) lakukan kalibrasi yaitu tekan calibrate kemudian enter.

26
4. Apabila alat sudah dalam kondisi ready for analysa berarti alat sudah siap

melakukan pemeriksaan, tekan Analyzer. Selang pengisap sample akan

keluar secara otomatis kemudian masukan sample bersamaan tekan lagi

analyzer sampai sample terhisap secara otomatis selang akan masuk

sendiri.

5. Lakukan daftar isian seperti yang terlihat dilayar monitor, sample ID ,

HB, suhu badan, jenis sample (0 arteri, 1 vena, 2 kapiler), F102 (volume

oksigen yang dilorelasi dengan persen lihat daftar), kemudian clear 2x.

6. Alat akan menghitung secara otomatis dalam waktu yang relatif cepat

hasil akan keluar melalui printer.

27
B. Preparasi sampel
Hal yang harus dihindari pada preparasi sampel :

1. Kesalahan teknik pengambilan spampel darah pada pasien

2. Pengambilan sampel darah arteri tidak sesuai SOP

3. Spesimen darah tidak homogen dengan antikoagulan heparin

4. Udara masuk kedalam spuit

5. Spesimen terpapar udara

6. Penundaan test

7. Sampel tidak disimpan dalam suhu dingin saat transport

8. Sampel tidak dihomogenkan secara adekuat sebelum analisis

9. Ada gelembung udara pada sampel yang di analisis

10. Ada bekuan pada sampel

11. Menganalisis sampel yang sudah beku

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan BGA:

1) Faktor pasien

a) Suhu, setiap derajat demam : PO2 turun 7%, PCO2 naik 3%. Kelarutan

& afinitas oksigen Hb turun.

b) Respirasi (O2 inspirasi ), Frekuensi nafas, kadar O2, setting ventilator

konstan selama 15 menit atau 20-30 menit terakhir.

2) Faktor Spesimen

a) Gelembung udara, Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika

terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan

28
tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158

mmHg, maka hasilnya akan meningkat.

b) Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung.

Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2

(kelebihan heparin 20% dari jumlah spesimen: penurunan palsu PCO2

sebanyak 16%), sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek

penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.

c) Metabolisme, Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup.

Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan

CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit

setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat

disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.

d) Suhu, Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang

menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti

perubahan PCO2. Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau

alkalosis sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan

hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen

merupakan faktor yang penting pada nilai oksigenasi darah.

D. Quality Control Blood Gas analyzer

1. Pemeliharaan sampel chamber dan path (saluran) supaya tetap bersih

sangat penting untuk dilakukan, dimana pembilasan bagian ini secara

otomatis adalah hal yang paling sering dilakukan ketika analisis. Jika

29
perlu, bersihkan secara manual sampel chamber dan saluran dengan

larutan yang direkomendasikan oleh perusahaan.

2. Sumbatan saluran analizer atau adanya ruang pada aliran sampel dapat

mengakibatkan kerusakan pada temperature control.

3. Fibrin strand dan bekuan kecil may develop dapat menaikkan suhu

chamber. Hal ini mempengaruhi pengukuran elektrode pada darah, gas dan

buffer.

4. Mikroprosessor display analyzer perlu di pemeliharaan secara rutin.

5. Regular maintenance direkomendasikan untuk BGA, dimana waktu telah

terjadwal. Termasuk pemeliharaan secara rutin setiap hari, setiap minggu

atau setiap bulan.

6. Kendali mutu internal yang terjadwal dapat dilakukan untuk melihat

kualitas performa alat sebagai bagian dari QC dan kalibrasi secara manual,

atau dilakukan dengan Electronic QC yang terdapat pada alat.

7. Pemeliharaan secara hati-hati dan tepat waktu disertai dengan spesimen

yang berkualitas akan menghasilkan hasil yang akurat.

8. Frekuensi maintenance berhubungan langsung dengan performa kerja alat.

30
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemeriksaan analisa gas darah merupakan pemeriksaan penting

penderita sakit kritis atau seseorang yang mempunyai penyakit komplikasi

untuk mengetahui atau mengevaluasi pertukaran oksigen, karbondiosida, dan

status asam-basa dalam darah.

Tujuan pemeriksaan analisa gas darah adalah :

1. Menilai atau mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh

2. Menilai kadar oksigenasi dan kadar karbondioksida dalam darah

3. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel

4. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.

5. Sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang

akut dan menahun.

6. Sebagai tindakan pemantauan dalam pemberian obat anestetik.

Komponen-komponen dasar evaluasi AGD mencakup :

1. pH (Status asam basa)

2. Tekanan parsial oksigen (PO2)

3. Tekanan parsial karbondioksida (PCO2)

4. saturasi oksigen (SO2)

5. Konsentrasi bikarbonat (HCO3-)

6. BE (base excesses/kelebihan basa)

31
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Ketut Jayati Utami. Tesis. Korelasi Positif Nilai Analisis Gas Darah Vena
Sentral Dengan Analisis Gas Darah Arteri Pada Pasien Kritis Di Ruang
Terapi Intensif. 2014: Universtas Udayana Denpasar. Diakses dari
www.pps.unud.ac.id/thesis/.../unud-990-2054943610-
tesis%20utami.pdf pada hari Sabtu, 27 Oktober 2018

Delost, Maria. 2014. Blood Gas and Critical Care analyte Analysis Chapter 6.
Diakses dari pada hari Sabtu, 27 Oktober 2018.

Edijanto. Analisis Asam Basa : Cara Interpretasi Dan Contoh Kasus. Surabaya : Unair.

Afifah, Efy. Pemeriksaan Astrup/Analisa Gas Darah. Jakarta: UI. Diakses dari
staff.ui.ac.id/system/files/users/afifah/material/agd.pdf pada hari Sabtu,
27 Oktober 2018.

https://www.scribd.com/document/334862905/Makalah-Analisa-Gas-

Darah#logout. Didownload pada hari Sabtu, 27 Oktober 2018.

32

Anda mungkin juga menyukai