Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULAR

“Interpretasi Analisa Gas Darah (AGD)”

Kelas III A

Oleh : Kelompok 3

Audri Moureska
Miftahul Jannah
Mulia Ilahi
Pendi Gunawan Syah
Waninda Septrina

Dosen Pembimbing :
Ns. Hj. Devia Roza, M.Kep, Sp. KMB

POLTEKKES KEMENKES PADANG

DIII-KEPERAWATAN PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia dan
rahmatNya kepada penulis, hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah dengan judul “Interpretasi Analisa Gas Darh”.
Penulis menyadari, bahwa makalah ini dapat diselesaikan berkat dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Tak ada gading yang tak retak. Tak ada yang
sempurna di dunia ini. Demikian pula dengan penulisan makalah ini. Kritik dan
saran sangatlah penulis harapkan dan dapat disampaikan secara langsung maupun
tidak langsung. Semoga makalah ini menjadi tambahan pengetahuan dan
bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.

Padang, 10 Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................................2

D. Manfaat..................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Analisa Gas Darah...............................................................................4
B. Tujuan pemeriksaan analisa gas darah .................................................................4
C. Komponen-komponen evaluasi analisa gas darah.................................................4
D. Keseimbangan asam basa......................................................................................8
E. Gangguan dan penyebab gangguan keseimbangan asam basa..............................8
F. Indikasi analisa gas darah.......................................................................................11
G. Kontraindikasi analisa gas darah...........................................................................14
H. Pemeriksaan analisa gas darah..............................................................................14
I. Preparasi sampel.....................................................................................................23
J. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan....................................................23
K. QC Blood gas analyzer dan analisa gas darah.......................................................24

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengukuran gas darah arteri sangat penting dalam menilai pertukaran gas dalam
paru. Pengukuran ini untuk mengukur keasaman darah dan kadar bikarbonat.
Analisa gas darah dilakukan untuk mengevaluasi status oksigen dan
karbondioksida di dalam darah arteri dan mengukur pH-nya.

Hasil dari pemeriksaan gas darah sangat berarti bagi monitoring hasil tindakan
penatalaksanaan oksigenasi klien, therapy oksigen, dan untuk mengevaluasi
respon tubuh klien terhadap tindakan dan therapy misalnya penggunaan
ventilator. Sampel darah yang diambil digunakan untuk mengukur komponen gas
didalam darah arteri dan pH darah. Nilai yang diperoleh merefleksikan kualitas
ventilasi dan perfusi jaringan.

Pemahaman yang mendalam tentang fisiologi asam basa memiliki peran yang
sama pentingnya dengan pemahaman terhadap fisiologi jantung dan paru pada
pasien-pasien kritis.

Kelainan asama basa merupakan kejadian yang sering terjadi pada pasien-pasien
kritis. Namun, pendekatan dengan metode sederhana tidak dapat memberikan
gambaran mengenai prognosis pasien. Pendekatan dengan metode Stewart dapat
menganalisa lebih tepat dibandingkan dengan metode sederhana untuk membantu
dokter dalam menyimpulkan outcome pasien.

Pembuluh darah vena yang membawa darah dari bagian tubuh yang masuk ke
dalam jantung. Pada umumnya darah vena banyak mengandung gas CO2.
Pembuluh ini terdapat katup yang tersusun sedemikian rupa sehingga darah dapat
mengalir ke jantung tanpa jatuh kearah sebaliknya. Pembuluh darah kapiler pada
umumnya meliputi sel-sel jaringan, oleh karena itu secara langsung berhubungan
dengan sel. Karena dindingnya yang tipis maka plasma dan zat makanan
merembes kecairan jaringan antar sel.

Susunan darah dalam kapiler dan dalam vena berbeda-beda. Darah vena berwarna
1
lebih tua dan agak ungu kerena banyak dari oksigennya sudah diberikan kepada
jaringan. Darah dalam kapiler terus-menerus berubah susunan dan warnanya
karena terjadinya pertukaran gas.

Pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk membantu menegakkan


diagnosis penyakit. Agar hasil pemeriksaan laboratorium akurat dan dapat
dipercaya harus dilakukan pengendalian terhadap pra analitik, analitik, dan pasca
analitik. Tahap pra analitik: persiapan pasien, pengambilan sampel darah,
persiapan sampel, penyimpanan sampel, persiapan kertas kerja. Tahap
analitik:persiapan alat, kalibrasi alat, pengolahan sampel, interpretasi hasil. Tahap
pasca analitik: pencatatan hasil dan pelaporan.

B. Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud Analisa Gas Darah ?
1. Apakah tujuan pemeriksaan analisa gas darah ?
2. Apa saja komponen-komponen evaluasi analisa gas darah ?
3. Apakah yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa ?
4. Apa saja gangguan dan penyebab gangguan keseimbangan asam basa ?
5. Indikasi apa saja sehingga dilakukan Analisa Gas Darah ?
6. Kontraindikasi apa saja Analisa Gas Darah tidak dapat dilakukan ?
7. Bagaimana cara pemeriksaan analisa gas darah ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Analisa Gas Darah
2. Mengetahui tujuan pemeriksaan analisa gas darah
3. Mengetahui komponen-komponen evaluasi analisa gas darah
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan keseimbangan asam basa
5. Mengetahui gangguan dan penyebab gangguan keseimbangan asam basa
6. Mengetahui indikasi pemeriksaan Analisa Gas Darah
7. Mengetahui kontraindikasi Analisa Gas Darah
8. Mengetahui cara pemeriksaan analisa gas darah

D. Manfaat

2
Menambah pengetahuan tentang analisa gas darah, pemeriksaannya dan QCnya.

BAB II
3
PEMBAHASAN

A. Pengertian Analisa Gas Darah


Analisa Gas Darah (AGD) atau Blood Gas Analisa (BGA) merupakan
pemeriksaan penting penderita sakit kritis atau seseorang yang mempunyai
penyakit komplikasi untuk mengetahui atau mengevaluasi pertukaran oksigen,
karbondiosida, dan status asam-basa dalam darah arteri.

B. Tujuan Pemeriksaan Analisa Gas Darah


Analisa gas darah atau dalam ilmu keperawatan disebut dengan “Astrup”,
biasanya dilakukan bertujuan untuk :

1. Menilai atau mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh, baik


yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolik.
2. Menilai kadar oksigenasi dan kadar karbondioksida dalam darah.
3. Sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut
dan menahun.
4. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel.
5. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
6. Sebagai tindakan pemantauan dalam pemberian obat anestetik.

C. Komponen - Komponen Evaluasi Analisa Gas Darah


Komponen dasar evaluasi AGD mencakup :

1. pH (Status asam basa)


pH darah mewakili seluruh keseimbangan asam (asidosis) dan basa
(alkalosis) yang diproses di dalam tubuh. Hal ini ditentukan dengan
menghitung perbandingan rasio komponen metabolik (HCO3-) dan respirasi
(CO2) dari keseimbangan asam basa (Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).

Secara umum, asidemia adalah kondisi dimana pH darah turun hingga


kurang dari 7,35 dan alkalemia jika pH darah lebih dari 7,45 (7,4 adalah
netral) (Dorland,2004). Berdasarkan persamaan Henderson-Hasselbach, pH
dapat ditentukan dengan rasio konsentrasi HCO3- dengan konsentrasi

4
CO2 yang terlarut dalam cairan ekstrasel.

pH = HCO3- (metabolik)

αPCO2 (respiratorik)

Dalam rumus tersebut, α adalah koefisien solubilitas untuk


karbondioksida dan setara dengan 0,03(Irizarry dkk, 2009).
Perubahan pH akan sejalan dengan gangguan utama yang terjadi
Proses perubahan pH darah ada dua macam, yaitu :
a. Bersifat respiratorik, karena adanya tekanan parsial CO2 yang
disebabkan gangguan respirasi
b. Bersifat metabolik, karena adanya perubahan konsentrasi bikarbonat
yang disebabkan gangguan metabolisme.

2. Tekanan parsial oksigen (PO2)


3. Tekanan parsial karbondioksida (PCO2)
PCO2 menyediakan informasi mengenai ventilasi atau komponen respirasi
dalam keseimbangan asam basa. Ventilasi alveoli didefinisikan sebagai
volume udara per unit waktu yang mencapai alveoli, tempat dimana
pertukaran gas dengan darah pulmonal terjadi (Irizarry dkk, 2009; Martini,
2006).

Hipoventilasi ditandai dengan adanya peningkatan PCO2 (>45 mmHg)


akibat retensi CO2 dalam darah. CO2 merupakan asam volatil,
sehingga jika terjadi retensi CO2 akan menyebabkan respiratori
asidosis. Ringkasnya, respiratori asidosis terjadi akibat beberapa aspek
kegagalan ventilasi, dimana sejumlah normal CO2 dihasilkan oleh
jaringan tidak dapat diekskresikan dengan baik melalui menit ventilasi
alveolar. Penyebab umum terjadinya hipoventilasi berupa hal-hal yang
mempengaruhi sistem saraf respirasi (misal : anestesia, sedasi), mekanisme
pernapasan (misal : hernia diafragma, penyakit rongga pleura) atau aliran
udara yang melalui saluran nafas (misal : obstruksi saluran nafas atas
ataupun bawah) ataupun alveoli (Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).

5
Hiperventilasi ditandai dengan menurunnya PCO2, sebagai akibat CO2
telah dibuang dari alveoli, yang mana menyebabkan respiratori alkalosis
(PCO2<35 mmHg). Penyebab terjadinya hiperventilasi karena
hipoksemia, penyakit pulmonal, nyeri, cemas, dan ventilasi manual atau
mekanik yang berlebihan. Hiperventilasi juga dapat terjadi sebagai akibat
kompensasi dari asidosis metabolik(Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).

4. Saturasi oksigen (SO2)


Oksigenasi (3 dan 4) harus tetap diperiksa pada pasien berpenyakit kritis,
meskipun tidak secara langsung mempengaruhi keseimbangan asam basa
(Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).

Hipoksemia mengacu pada berkurangnya oksigen dalam darah arteri,


ditandai dengan nilai PaO2 dibawah 80 mmHg. Kondisi hipoksemia dapat
mengancam nyawa dan nilai PaO2 dibawah 60 mmHg membutuhkan
intervensi terapi segera.

5. Konsentrasi bikarbonat (HCO3-)


Nilai rujukan untuk HCO3- adalah 22–28 mmol/L (arteri). Nilai yang
kurang dari normal, dapat mengindikasikan asidosis metabolik sedangkan
jika nilainya lebih besar mengindikasikan alkalosis metabolik(Irizarry dkk,
2009).

Metabolik asidosis dapat disebabkan oleh peningkatan pembentukan ion


+
hidrogen (H ) dari faktor endogen (misal: laktat, keton) atau asam yang
bersifat eksogen (misal: ethylene glycol, salisilat) dan oleh inabilitas ginjal
+
untuk mengekskresikan H+ dari protein diet (gagal ginjal). Peningkatan H
dalam tubuh dibuffer oleh penurunan HCO3-, mengakibatkan penurunan
rasio HCO3-:PCO2 sehingga menurunkan pH. Selain itu, asidosis metabolik
dapat disebabkan oleh kehilangan bikarbonat secara langsung melalui
saluran gastrointestinal (diare) atau ginjal (asidosis renal tubular) atau yang

6
lebih jarang akibat pemberian cairan intravena yang agresif yang tidak
mengandung bikarbonat ataupun prekursor bikarbonat (misal: saline).
+
Metabolik alkalosis dapat terjadi akibat kehilangan H (muntah) atau dari
peningkatan HCO3- (pemberian sodium bikarbonat, alkalosis hipokloremia
akibat penggunaan loop diuretic) (Irizarry dkk, 2009).

6. BE (base excesses/kelebihan basa)


Merupakan konsentrasi basa yang dapat tertitrasi pada suatu larutan untuk
mencapai pH 7.40 pada tekanan CO2 (pCO2) 40 mmHg.

D. Keseimbangan Asam Basa


Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari darah dan cairan
tubuh lainnya. Derajat keasaman adalah pH, dimana pH 7,0 adalah netral, pH>7,0
adalah basa/alkali dan pH dibawah 7,0 adalah asam. Darah memiliki pH antara
7,35-7,45. Keseimbangan asam basa darah dikendalikan secara seksama karena
perubahan pH yang sangat kecilpun dapat memberikan efek yang serius terhadap
beberapa organ.

Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam


basa darah, yaitu:
1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk
ammonia. Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah jumlah asam atau
basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH/buffer dalam darah sebagai pelindung
terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu
penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah bikarbonat.
Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam keseimbangan dengan CO2
(suatu komponen asam). Jika lebih banyak asam yang masuk ke aliran darah,
maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit CO2. Jika
lebih banyak basa yang masuk ke aliran darah, maka akan dihasilkan lebih
banyak CO2 dan lebih sedikit bikarbonat.
3. Pembuangan CO2. CO2 adalah hasil tambahan penting dari metabolisme
oksigen dan terus menerus dihasilkan oleh sel. Darah membawa CO2 ke

7
paru-paru dan di paru-paru CO2 tersebut dikeluarkan/dihembuskan. Pusat
pernafasan di otak mengatur jumlah CO2 yang dihembuskan dengan
mengendalikan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika pernafasan
meningkat, kadar CO2 darah menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika
pernafasan menurun, kadar CO2 darah meningkat dan darah menjadi lebih
asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman pernafasan, maka pusat
pernafasan dan paru-paru mampu mengatur pH darah menit ke menit.

E. Gangguan Keseimbangan Asam Basa


1. Asidosis
Adalah keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung asam atau terlalu
sedikir mengandung basa dan sering menyebabkan menurunnya pH darah.

2. Alkalosis
Adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung basa atau
terlalu sedikit mengandung asam dan kadang menyebabkan meningkatnya
pH darah.

Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih merupakan
suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis dan alkalosis merupakan
petunjuk dari adanya masalah metabolisme yang serius.
Asidosis dan alkalosis dibagi dua tergantung dengan penyebabnya, yaitu :
1. Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik, karena adanya perubahan
konsentrasi bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme, yaitu
ketidakseimbangan dalam pembuangan asam dan basa oleh ginjal.

2. Asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, karena adanya tekanan


parsial CO2 yang disebabkan gangguan respirasi terutama oleh penyakit
paru-paru atau kelainan pernapasan.

8
Asidosis meningkatkan kadar konsentrasi K dalam darah, sehingga fungsi sel
dan enzim tubuh memburuk, kemudian mengakibatkan aritmia ventrikuler.

Alkalosis akan menurunkan konsentrasi K dalam darah, sehingga afinitas


Hb-O2 meningkat. Akibatnya pelepasan O2 ke jaringan sulit sehingga terjadi
hipoksemia.

Kenaikan pCO2 akan mengakibatkan koma dan aritmia serta vasodilatasi


pembuluh darah. Bila hal ini terjadi di otak maka aliran darah ke otak akan
meningkat dan mengakibatkan kenaikan tekanan intra cranial. Penurunan
pCO2 (<25 mmHg) akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah,
sehingga aliran darah ke jaringan turun. Bila hal ini terjadi di otak, maka
akan terjadi hipoksemia otak.

Dalam gangguan keseimbangan asam basa, tubuh melakukan proses yang


disebut dengan kompensasi. Kompensasi adalah proses mengatasi gangguan
asam-basa primer (gangguan utama yang menyebabkan perubahan pH) oleh
gangguan asam-basa sekunder (normalisasi rasio HCO3-:PCO2) yang
bertujuan membawa pH darah mendekati pH normal. Kompensasi ini
dilakukan oleh penyangga/buffer tubuh, alat respirasi dan organ ginjal.

Yang perlu diketahui dan digaris bawahi dari proses dalam tubuh ini,
kompensasi ini tidak pernah membawa pH ke rentang normal.

Kondisi Gangguan Primer Kompensasi

9
↓pH dan ↓HCO3- Metabolik Asidosis ↓PCO2
(↓BEecf)
↑pH dan ↑ HCO3- Metabolik Alkalosis ↑ PCO2
(↑BEecf)
↓ pH dan ↑ PCO2 Respiratori asidosis ↑ HCO3- (↑ BEecf)

↑pH dan ↓PCO2 Respiratori alkalosis ↓HCO3- (↓BEecf)

Secara khas, perubahan pH didapatkan dari satu komponen (misal:


metabolik) akan dilawan oleh komponen lain (respirasi) untuk menjaga
rasio yang sesuai dari metabolik terhadap kontribusi respirasi untuk
keseluruhan pH. Sebagai contoh, dengan asidosis metabolik, konsentrasi
HCO3- menurun, karenanya menurunkan rasio HCO3-: PCO2 dan
menyebabkan acidemia (pH <7.35). Secara singkat, kompensasi tubuh
dengan menurunkan PCO2 atau hiperventilasi bertujuan untuk
mempertahankan rasio (↓HCO3-,↓PCO2). Dengan kata lain, komponen
respirasi mengkompensasikan asidosis metabolik dengan usaha
meningkatkan pH menjadi netral. Kompensasi fisiologis jarang
menyelesaikan abnormalitas asam basa primer secara lengkap dan tidak
pernah mengakibatkan overkompensasi. Karenanya, pH akan berdeviasi
dari netral meski dengan kompensasi adekuat, meskipun masih dalam
rentangan acuan pasien dengan gangguan asam basa ringan(Irizarry dkk,
2009).

Gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh dapat disebabkan karena:


a. Gangguan fungsi pernafasan
b. Gangguan fungsi ginjal
c. Tambahan beban asma/basa dalam tubuh secara abnormal
d. Kehilangan asma/basa dari dalam tubuh secara abnormal
F. Indikasi Analisa Gas Darah

Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :

1. Pasien kritis / Critical care

10
Penyakit kritis adalah setiap proses penyakit yang menyebabkan
ketidakstabilan fisiologis yang mengarah ke arah kecacatan atau kematian
dalam beberapa menit atau jam. Perburukan dari sistem neurologis dan
kardiorespirasi umumnya langsung mengancam nyawa. Untungnya
ketidakstabilan tersebut dapat terdeteksi lebih awal dengan melakukan
pengamatan klinis sederhana terhadap penyimpangan dari batas normal pada
tingkat kesadaran, laju pernafasan, denyut jantung, tekanan darah dan
produksi urin (Frost dkk, 2007).

Karena pasien dengan kondisi penyakit kritis sangat berisiko untuk


mengalami komplikasi, dokter di ruang terapi intensif (RTI) harus tetap
waspada terhadap manifestasi dini disfungsi organ, komplikasi terapi, potensi
interaksi obat dan data premonitor lainnya. Pasien dengan penyakit yang
mengancam nyawa di RTI seringkali mengalami kegagalan organ lain
karena gangguan hemodinamik, efek samping terapi dan menurunnya
fungsi organ, terutama pada pasien usia lanjut atau debilitated kronis.

2. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik


Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan aliran
udara pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible ataupun
reversible parsial. Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis kronis dan
emfisema, tetapi bisa juga gabungan antar keduanya.

3. Pasien dengan edema pulmo


Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan
yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai
gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan
pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan
bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini dapat
dirujuk sebagai "air dalam paru-paru" ketika menggambarkan kondisi ini
pada pasien-pasien.

Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda.


Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary
11
edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-
cardiogenic pulmonary edema.

4. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)


ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar
kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel
alveolar dan perubahan dalarn jaring- jaring kapiler , terdapat
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat-akibat kerusakan
pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-.paru. ARDS
menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada
kolaps alveolar . Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru- paru
menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas
residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia ( Brunner & Suddart 616)

5. Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan
mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan
(Santoso, 2005).

6. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana
alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung
jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan
penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam
sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia
juga dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru,
atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau
penggunaan alkohol.

7. Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah arteri
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi
12
jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung,
volume darah dan pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga faktor ini
kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi
syok. Pada syok juga terjadi hipoperfusi jaringan yang menyebabkan
gangguan nutrisi dan metabolisme sel sehingga seringkali menyebabkan
kematian pada pasien.

8. Post pembedahan coronary arteri baypass


Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon inflamasi
sistemik pada derajat tertentu dimana hal tersebut ditandai dengan hipotensi
yang menetap, demam yang bukan disebabkan karena infeksi, DIC, oedem
jaringan yang luas, dan kegagalan beberapa organ tubuh. Penyebab inflamasi
sistemik ini dapat disebabkan oleh suatu respon banyak hal, antara lain oleh
karena penggunaan Cardiopulmonary Bypass (Surahman, 2010).

9. Resusitasi cardiac arrest


Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh
beberapa faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik
(perdarahan yang banyak, sengatan listrik,kekurangan oksigen akibat
tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat), kelainan bawaan,
perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan
obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan
tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah
akan berhenti. Berhentinya peredaran darahmencegah aliran oksigen untuk
semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat
tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan
oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti
bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak
ditangani dalam 5 menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian dalam 10
menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani dengansegera,
kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian
mungkin bisa dicegah.

G. Kontra Indikasi Analisa Gas Darah


13
1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma (Irwin&
Hippe, 2010).
2. Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap dipaksa
untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis, maka akan
terjadi thrombosis dan beresiko mengganggu viabilitas tangan. Test Allen’s
merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di tangan, hal ini dilakukan
dengan cara yaitu: pasien diminta untuk mengepalkan tangannya, kemudian
berikan tekanan pada arteri radialis dan arteri ulnaris selama beberapa menit,
setelah itu minta pasien unutk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada
arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus
memerah dalam 15 detik, warnamerah menunjukkan test allen’s positif.
Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s
negatif. Jika pemeriksaan negative, hindarkan tangan tersebut dan periksa
tangan yang lain.
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer
pada tempat yang akan diperiksa
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan dengan
antikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif

H. Pemeriksaan BGA

Analisa Gas Darah ( AGD ) atau yang disebut dengan Arterial Blood Gas (ABG)
analysis atau Blood Gas Analisa (BGA) adalah sebuah pemeriksaan atau tes yang
mengukur jumlah oksigen dan karbondioksida dalam darah, dan keasaman (pH)
dalam darah.

1. Pra-analitik
Alat-Alat :
Spuit Disposable 2.5 cc
a. Perlak/alas
b. Antikoagulan Heparin / Lithium Heparin
c. Kapas alkohol
d. Bak spuit

14
e. Bengkok
f. Penutup udara dari karet
g. Wadah berisi es (baskom atau kantong plastik)
h. Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi : nama,
tanggal dan waktu, apakah menerima O2, bila ya berapa liter dan dengan
rute apa

Persiapan spesimen : darah arteri


Ciri-ciri darah arteri : teraba denyutan, lokasi tusukan lebih dalam, warna
darah lebih terang dan darah akan mengalir sendiri ke dalam semprit.

Lokasi pengambilan spesimen :


a. Radial Artery (RA) / Arteri Radialis
Merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi arteri
kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau hematome juga apabila Allen
test negatif. Arteri yang berada di pergelangan tangan pada posisi ibu
jari. Terdapat sirkulasi kolateral (suplai darah dari beberapa arteri).
Kesulitannya ukuran arteri kecil, sulit memperoleh kondisi pasien
dengan curah jantung yang rendah.

b. Brachial Artery / Arteri Brachialis


Arteri yang berada pada medial anterior bagian antecubital fossa, terselip
diantara otot bisep. Ukuran arteri besar sehingga mudah dipalpasi dan
ditusuk. Sirkulasi kolateral cukup, tetapi tidak sebanyak RA.
Kesulitannya letak arteri lebih dalam, letaknya dekat dengan basillic vein
dan syaraf median, kemungkinan terjadi hematoma.

15
c. Femoral Artery / Arteri Femoralis
Arteri yang paling besar untuk AGD. Berada pada permukaan paha
dalam di dalam, di sebelah lateral tulang pubis. Dapat dilakukan AGD
sekalipun pada pasien dengan curah jantung yang rendah. Kesulitannya
sirkulasi kolateral sedikit sehingga mudah terjadi infeksi pada tempat
pengambilan, sulit untuk bekerja aseptis, pada orang tua (gangguan pada
dinding arteri sebelah dalam), letaknya dekat dengan vena paha (salah
tusuk).

1) Pada bayi : Arteri kulit kepala dan arteri tali pusat.


2) Pada orang dewasa : Arteri dorsalis pedis.
Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika
masih ada alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi kolateral
yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau thrombosis.
Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan
karena adanya resiko emboli ke otak.

Pengambilan Darah Arteri Radialis :


a) Beri tahu pasien tujuan pengambilan darah.
b) Pasang alas/perlak pada lokasi yang akan diambil darah.
c) Usahakan agar lengan dalam posisi abduksi dengan telapak

16
tangan menghadap ke atas dan pergelangan tangan ekstensi 30
agar jaringan lunak terfiksasi oleh ligamen dan tulang. Bila
perlu bagian bawah pergelangan dapat diganjal dengan bantal
kecil.
d) Jari pemeriksa diletakkan di arteri radialis (proksimal dari
lipatan kulit telapak pergelangan) untuk meraba denyut nadi
agar dapat memperkirakan letak dan kedalaman pembuluh
darah.
e) 1 ml heparin diaspirasi ke dalam spuit, sehingga dasar spuit
basah dengan heparin dan kelebihan heparin dibuang melalui
jarum, dilakukan secara perlahan sehingga pangkal jarum penuh
dengan heparin dan tidak ada gelembung udara.
f) Pastikan denyutan/pulpasi dari arteri terbesar kemudian dengan
memakai tangan kiri antara telunjuk dan jari tengah beri batas
daerah yang akan ditusuk, dan titik maksimum denyut
ditemukan.
g) Lakukan tindakan asepsis/antisepsis, bersihkan tempat tersebut
dengan kapas alkohol.
h) Setelah melakukan tindakan sepsis/antisepsis, jarum 5-10 mm
ditusukkan pada daerah distal dari jari pemeriksa dengan
menekan arteri. Jarum ditusukkan dengan membentuk sudut 30o
dengan permukaan lengan dengan posisi lubang jarum/bevel
menghadap ke atas.
i) Jarum yang masuk ke arteri akan menyebabkan torak semprit
terdorong oleh tekanan darah.
j) Pada pasien hipotensi, torak akan ditarik perlahan (jangan
terlalu cepat karena akan menghisap udara), indikasi satu-
satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya
pemompaan darah dalam spuit dengan kekuatan sendiri.
k) Sejumlah darah yang diperlukan terpenuhi (minimal 1 ml),
cabut jarum dengan cepat dan di tempat tusukan jarum lakukan
penekanan dengan jari selama 5 menit untuk mencegah
keluarnya darah dari pembuluh arteri (10 menit untuk pasien
yang mendapat antikoagulan).
17
l) Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit, putar
spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin.
m) Spuit diberi label dan tempatkan dalam es atau air es/termos
berisi air es dan es batu [semprit dibungkus plastik agar air tidak
masuk dalam semprit, keaadan dingin (4oC) bertujuan
memperkecil terjadinya perubahan biokimiawi / proses
metabolisme yang akan meningkatkan CO2 kemudian langsung
dibawa ke laboratorium

Pengambilan Darah Arteri Brakhialis


a) Arteri brakhialis letaknya lebih dalam daripada arteri radialis
yaitu di fosa antecubiti. Pengambilan dari arteri brakhialis harus
dilakukan dengan memperhatikan letak syaraf, jangan sampai
mencederai nervus medius yang letaknya berdampingan dengan
arteri brakhialis.
b) Lengan pasien dalam keadaan ekstensi maksimal, siku
dihiperekstensikan setelah meletakkan handuk di bawah siku.
c) Raba denyut arteri brakhialis dengan jari.
d) Lakukan tindakan asepsis/antisepsis,Tusukkan jarum dengan
sudut 45o dan lubang jarum menghadap ke atas, 5-10 mm distal
dari jari pemeriksa yang menekan pembuluh darah.
e) Setelah pengambilan, tekan daerah tusukan selama 5 menit atau
lebih hingga perdarahan berhenti
Catatan : Penambahan lithium heparin 240-250 unit tiap 1 cc
darah.

2. Analitik
Sampel darah arteri diperiksa dengan menggunakan alat BGA.

3. Pasca Analitik
a. Langkah-Langkah Mengevaluasi Hasil
Langkah-langkah yang dianjurkan untuk mengevaluasi nilai gas darah
arteri adalah sebagai berikut :
18
1) Evaluasi pH
pH <7,35 = asidosis
pH >7,45 = alkalosis
pH = 7,4  = normal

pH normal dapat menunjukkan gas darah yang benar-benar normal 


atau pH yang normal ini mungkin suatu indikasi ketidakseimbangan
yang terkompensasi. Ketidakseimbangan yang terkompensasi adalah
suatu ketidakseimbang dimana tubuh mampu memperbiki pH baik
dengan perubahan respiratorik maupun metabolik (tergantung pada
masalah utama).

2) Menentukan penyebab primer gangguan dengan mengevaluasi


PaCO2 dan HCO3 yang hubungannya dengan pH

pH >7,4 = alkalosis.
a) Jika PaCO2< 40 mmHg : gangguan primer adalah alkalosis
respiratorik (situasi ini timbul jika pasien mengalami
hiperventilasi dan lebih banyak CO2 yang dikeluarkan)
b) Jika HCO3 >24 mEq/L  : gangguan primer adalah
alkalosismetabolik (situasi ini timbul jika tubuh memperoleh
terlalu banyak bikarbonat, suatu substansi alkali, bikarbonat
adalah basa, atau bagian alkali dari sistem buffer asam karbonik
bikarbonat)

pH  <7,4 = asidosis


a) Jika PaCO2 >40 mmHg : gangguan utama adalah asidosis
respiratorik (situasi ini timbul jika pasien mengalami
hipovalensi dan karenanya menahan terlalu banyak CO 2, suatu
substansi asam)
b) Jika HCO3 <24 mEq/L : gangguan primer adalah asidosis
metabolik (situasi ini timbul jika kadar bikarbonat dalam tubuh
19
turun, baik karena kehilangn langsung bikarbonat atau karena
penambahan asam seperti asam laktat atau keton

3) Menentukan apakah kompensasi telah terjadi


Hal ini dengan melihat nilai selain gangguan primer. Jika nilai ini
bergerak kearah yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang
berjalan.
Nilai normal Analisa Gas Darah :

Arteri Vena
pH 7,35 – 7,45 7,31 – 7,41
PC 4,7 – 6,0 5,5 – 6,8
O2 35 – 45 41 – 51
PO
(kP 10,6 – 13,3 4,0 – 5,3
2 80 – 100 30 – 40
BE
(kP -2 - +2 -3 - +3

Tabel Range nilai normal

20
BAB III

QUALITY CONTROL

SOP Blood Gas Analyzer

Prinsip :

Gas sampel yang diambil melalui probe akan masuk ke setiap sampel sel secara
bergiliran dimana gas sampel akan dibandingkan dengan gas standar melalui
pemencaran system infra-red dimana akan menghasilkan perbedaan panjang
gelombang yang akan dikonversi receiver menjadi signal analog (420).

Cara Pengoperasian
1. Nyalakan power ON.
2. Setiap pertama kali menghidupkan alat, lalu kalibrasi dengan cara tekan
calibrate kemudian enter. alat akan melakukan kalibrasi secara otomatis.
3. Apabila ada sample pemeriksaan sebelum melakukan pemeriksaan tekan
status untuk mengetahui kondisi apakah PH, PCO2 dan PO2 kondisinya OK.
Jika OK sample langsung dapat diperiksa. Apabila kondisinya UC (Un

21
Caliblasi) lakukan kalibrasi yaitu tekan calibrate kemudian enter.
4. Apabila alat sudah dalam kondisi ready for analysa berarti alat sudah siap
melakukan pemeriksaan, tekan Analyzer. Selang pengisap sample akan
keluar secara otomatis kemudian masukan sample bersamaan tekan lagi
analyzer sampai sample terhisap secara otomatis selang akan masuk sendiri.

5. Lakukan daftar isian seperti yang terlihat dilayar monitor, sample ID , HB,
suhu badan, jenis sample (0 arteri, 1 vena, 2 kapiler), F102 (volume oksigen
yang dilorelasi dengan persen lihat daftar), kemudian clear 2x.
6. Alat akan menghitung secara otomatis dalam waktu yang relatif cepat hasil
akan keluar melalui printer

I. Preparasi Sampel
Hal yang harus dihindari pada preparasi sampel :
1. Kesalahan teknik pengambilan spampel darah pada pasien
2. Pengambilan sampel darah arteri tidak sesuai SOP
3. Spesimen darah tidak homogen dengan antikoagulan heparin
4. Udara masuk kedalam spuit

22
5. Spesimen terpapar udara
6. Penundaan test
7. Sampel tidak disimpan dalam suhu dingin saat transport
8. Sampel tidak dihomogenkan secara adekuat sebelum analisis
9. Ada gelembung udara pada sampel yang di analisis
10. Ada bekuan pada sampel
11. Menganalisis sampel yang sudah beku

J. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan BGA:


1. Faktor pasien
a. Suhu
Setiap derajat demam : PO2 turun 7%, PCO2 naik 3%. Kelarutan &
afinitas oksigen Hb turun.
b. Respirasi (O2 inspirasi )
Frekuensi nafas, kadar O2, setting ventilator konstan selama 15 menit
atau 20-30 menit terakhir.

2. Faktor Spesimen
a. Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam
sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila
tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya
akan meningkat.
b. Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung.
Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2
(kelebihan heparin 20% dari jumlah spesimen: penurunan palsu PCO2
sebanyak 16%), sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan
CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
c. Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan
hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena

23
itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan.
Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar
pendingin beberapa jam.
d. Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan
tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.
Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan
nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi.
Hubungan antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang
penting pada nilai oksigenasi darah.

K. Quality Control Blood Gas analyzer


1. Pemeliharaan sampel chamber dan path (saluran) supaya tetap bersih sangat
penting untuk dilakukan, dimana pembilasan bagian ini secara otomatis
adalah hal yang paling sering dilakukan ketika analisis. Jika perlu, bersihkan
secara manual sampel chamber dan saluran dengan larutan yang
direkomendasikan oleh perusahaan.
2. Sumbatan saluran analizer atau adanya ruang pada aliran sampel dapat
mengakibatkan kerusakan pada temperature control.
3. Fibrin strand dan bekuan kecil may develop dapat menaikkan suhu chamber.
Hal ini mempengaruhi pengukuran elektrode pada darah, gas dan buffer.
4. Mikroprosessor display analyzer perlu di pemeliharaan secara rutin.
5. Regular maintenance direkomendasikan untuk BGA, dimana waktu telah
terjadwal. Termasuk pemeliharaan secara rutin setiap hari, setiap minggu
atau setiap bulan.
6. Kendali mutu internal yang terjadwal dapat dilakukan untuk melihat kualitas
performa alat sebagai bagian dari QC dan kalibrasi secara manual, atau
dilakukan dengan Electronic QC yang terdapat pada alat.
7. Pemeliharaan secara hati-hati dan tepat waktu disertai dengan spesimen yang
berkualitas akan menghasilkan hasil yang akurat.
8. Frekuensi maintenance berhubungan langsung dengan performa kerja alat.

24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pemeriksaan analisa gas darah merupakan pemeriksaan penting penderita sakit


kritis atau seseorang yang mempunyai penyakit komplikasi untuk mengetahui
atau mengevaluasi pertukaran oksigen, karbondiosida, dan status asam-basa
dalam darah.

25
Tujuan pemeriksaan analisa gas darah adalah :

1. Menilai atau mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh


2. Menilai kadar oksigenasi dan kadar karbondioksida dalam darah
3. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
4. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
5. Sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut
dan menahun
6. Sebagai tindakan pemantauan dalam pemberian obat anestetik.

Komponen-komponen dasar evaluasi AGD mencakup :

1. pH (Status asam basa)


2. Tekanan parsial oksigen (PO2)
3. Tekanan parsial karbondioksida (PCO2)
4. Saturasi oksigen (SO2)
5. Konsentrasi bikarbonat (HCO3-)
6. BE (base excesses/kelebihan basa)

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Ketut Jayati Utami. Tesis. Korelasi Positif Nilai Analisis Gas Darah Vena
Sentral Dengan Analisis Gas Darah Arteri Pada Pasien Kritis Di Ruang
Terapi Intensif. 2014: Universtas Udayana Denpasar. Diakses dari
www.pps.unud.ac.id/thesis/.../unud-990-2054943610-tesis%20utami.pdf
pada hari Selasa, 27 Oktober 2015.

Delost, Maria. 2014. Blood Gas and Critical Care analyte Analysis Chapter 6.
26
Diakses dari pada hari Selasa, 27 Oktober 2015.

Edijanto. Analisis Asam Basa : Cara Interpretasi Dan Contoh Kasus. Surabaya : Unair.

Afifah, Efy. Pemeriksaan Astrup/Analisa Gas Darah. Jakarta: UI. Diakses dari
staff.ui.ac.id/system/files/users/afifah/material/agd.pdf pada hari Selasa, 27
Oktober 2015.

Aisiyah, Nurul. 2013. Analisa Gas Darah. Diakses dari

http://nurulbutterfly.blogspot.co.id/2013/06/analisa-gas-darah-agd.html pada
hari Senin, 5 Oktober 2015

Elsah, Ratnadilla. 2014. Analisa Gas Darah. Diakses dari


http://ratnadillaelsah.blogspot.co.id/2014/10/analisa-gas-darah.html pada
pada hari Senin, 5 Oktober 2015

Pras, A. 2012. 6 Langkah Mudah Membaca Analisa Gas Darah. Diakses dari
http://thisisyourway.blogspot.co.id/2012/12/6-langkah-mudah-membaca-
analisa-gas.html pada hari Senin, 5 Oktober 2012.

27

Anda mungkin juga menyukai