Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN TEORI

1.1 Pengertian Analisa Gas Darah

Analisa Gas Darah (AGD) atau Blood Gas Analisa (BGA) merupakan
pemeriksaan penting penderita sakit kritis atau seseorang yang mempunyai
penyakit komplikasi untuk mengetahui atau mengevaluasi pertukaran
oksigen, karbondiosida, dan status asam-basa dalam darah arteri.

1.2 Tujuan pemeriksaan analisa gas darah

Analisa gas darah atau dalam ilmu keperawatan disebut dengan


Astrup, biasanya dilakukan bertujuan untuk :

1. Menilai atau mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa dalam


tubuh, baik yang disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau
gangguan metabolik
2. Menilai kadar oksigenasi dan kadar karbondioksida dalam darah
3. Sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat
yang akut dan menahun
4. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
5. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
6. Sebagai tindakan pemantauan dalam pemberian obat anestetik.

1.3 Komponen-komponen Evaluasi Analisa Gas Darah

Komponen dasar evaluasi AGD mencakup :

1. pH (Status asam basa)


pH darah mewakili seluruh keseimbangan asam (asidosis)

dan basa (alkalosis) yang diproses di dalam tubuh. Hal ini

ditentukan dengan menghitung perbandingan rasio komponen

metabolik (HCO3-) dan respirasi (CO2) dari keseimbangan asam

basa (Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).


Secara umum, asidemia adalah kondisi dimana pH darah

1
turun hingga kurang dari 7,35 dan alkalemia jika pH darah lebih

dari 7,45 (7,4 adalah netral) (Dorland,2004). Berdasarkan

persamaan Henderson-Hasselbach, pH dapat ditentukan dengan

rasio konsentrasi HCO3- dengan konsentrasi CO2 yang terlarut

dalam cairan ekstrasel.


pH = HCO3- (metabolik)

PCO2 (respiratorik)

Dalam rumus tersebut, adalah koefisien solubilitas untuk


karbondioksida dan setara dengan 0,03(Irizarry dkk, 2009).

Perubahan pH akan sejalan dengan gangguan utama yang terjadi

Proses perubahan pH darah ada dua macam, yaitu :

2. bersifat respiratorik, karena adanya tekanan parsial CO2 yang


disebabkan gangguan respirasi
3. bersifat metabolik, karena adanya perubahan konsentrasi
bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme

2. Tekanan parsial oksigen (PO2)


3. Tekanan parsial karbondioksida (PCO2)
PCO2 menyediakan informasi mengenai ventilasi atau komponen

respirasi dalam keseimbangan asam basa. Ventilasi alveoli

didefinisikan sebagai volume udara per unit waktu yang

mencapai alveoli, tempat dimana pertukaran gas dengan darah

pulmonal terjadi (Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).


Hipoventilasi ditandai dengan adanya peningkatan PCO2

(>45 mmHg) akibat retensi CO2 dalam darah. CO2 merupakan

asam volatil, sehingga jika terjadi retensi CO2 akan

menyebabkan respiratori asidosis. Ringkasnya, respiratori

asidosis terjadi akibat beberapa aspek kegagalan ventilasi,

2
dimana sejumlah normal CO2 dihasilkan oleh jaringan tidak

dapat diekskresikan dengan baik melalui menit ventilasi alveolar.

Penyebab umum terjadinya hipoventilasi berupa hal-hal yang

mempengaruhi sistem saraf respirasi (misal : anestesia, sedasi),

mekanisme pernapasan (misal : hernia diafragma, penyakit rongga

pleura) atau aliran udara yang melalui saluran nafas (misal :

obstruksi saluran nafas atas ataupun bawah) ataupun alveoli

(Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).


Hiperventilasi ditandai dengan menurunnya PCO2, sebagai

akibat CO2 telah dibuang dari alveoli, yang mana menyebabkan

respiratori alkalosis (PCO2<35 mmHg). Penyebab terjadinya

hiperventilasi karena hipoksemia, penyakit pulmonal, nyeri,

cemas, dan ventilasi manual atau mekanik yang berlebihan.

Hiperventilasi juga dapat terjadi sebagai akibat kompensasi

dari asidosis metabolik(Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).

3
4. Saturasi oksigen (SO2)
Oksigenasi (3 dan 4) harus tetap diperiksa pada pasien

berpenyakit kritis, meskipun tidak secara langsung mempengaruhi

keseimbangan asam basa (Irizarry dkk, 2009; Martini, 2006).


Hipoksemia mengacu pada berkurangnya oksigen dalam

darah arteri, ditandai dengan nilai PaO2 dibawah 80 mmHg.

Kondisi hipoksemia dapat mengancam nyawa dan nilai PaO2

dibawah 60 mmHg membutuhkan intervensi terapi segera.

5. Konsentrasi bikarbonat (HCO3-)


Nilai rujukan untuk HCO3- adalah 2228 mmol/L (arteri).

Nilai yang kurang dari normal, dapat mengindikasikan asidosis

metabolik sedangkan jika nilainya lebih besar mengindikasikan

alkalosis metabolik(Irizarry dkk, 2009).

Metabolik asidosis dapat disebabkan oleh peningkatan

+
pembentukan ion hidrogen (H ) dari faktor endogen (misal: laktat,

keton) atau asam yang bersifat eksogen (misal: ethylene glycol,

salisilat) dan oleh inabilitas ginjal untuk mengekskresikan H+ dari

+
protein diet (gagal ginjal). Peningkatan H dalam tubuh dibuffer

oleh penurunan HCO3-, mengakibatkan penurunan rasio

HCO3-:PCO2 sehingga menurunkan pH. Selain itu, asidosis

metabolik dapat disebabkan oleh kehilangan bikarbonat secara

langsung melalui saluran gastrointestinal (diare) atau ginjal

(asidosis renal tubular) atau yang lebih jarang akibat pemberian

cairan intravena yang agresif yang tidak mengandung bikarbonat

ataupun prekursor bikarbonat (misal: saline). Metabolik alkalosis

4
+
dapat terjadi akibat kehilangan H (muntah) atau dari peningkatan

HCO3- (pemberian sodium bikarbonat, alkalosis hipokloremia

akibat penggunaan loop diuretic) (Irizarry dkk, 2009).

6. BE (base excesses/kelebihan basa)


Merupakan konsentrasi basa yang dapat tertitrasi pada
suatu larutan untuk mencapai pH 7.40 pada tekanan CO2 (pCO2) 40
mmHg.

1.4 Keseimbangan Asam Basa


Derajat keasaman merupakan suatu sifat kimia yang penting dari
darah dan cairan tubuh lainnya. Derajat keasaman adalah pH, dimana pH
7,0 adalah netral, pH>7,0 adalah basa/alkali dan pH dibawah 7,0 adalah
asam. Darah memiliki pH antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam basa
darah dikendalikan secara seksama karena perubahan pH yang sangat
kecilpun dapat memberikan efek yang serius terhadap beberapa organ.

Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan


keseimbangan asam basa darah, yaitu:

1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam


bentuk ammonia. Ginjal memiliki kemampuan untuk merubah
jumlah asam atau basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung
beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH/buffer dalam darah sebagai
pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam
pH darah. Suatu penyangga pH yang paling penting dalam darah
adalah bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada
dalam keseimbangan dengan CO2 (suatu komponen asam). Jika
lebih banyak asam yang masuk ke aliran darah, maka akan
dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit CO2. Jika
lebih banyak basa yang masuk ke aliran darah, maka akan
dihasilkan lebih banyak CO2 dan lebih sedikit bikarbonat.

5
3. Pembuangan CO2. CO2 adalah hasil tambahan penting dari
metabolisme oksigen dan terus menerus dihasilkan oleh sel.
Darah membawa CO2 ke paru-paru dan di paru-paru CO2
tersebut dikeluarkan/dihembuskan. Pusat pernafasan di otak
mengatur jumlah CO2 yang dihembuskan dengan mengendalikan
kecepatan dan kedalaman pernafasan. Jika pernafasan meningkat,
kadar CO2 darah menurun dan darah menjadi lebih basa. Jika
pernafasan menurun, kadar CO2 darah meningkat dan darah
menjadi lebih asam. Dengan mengatur kecepatan dan kedalaman
pernafasan, maka pusat pernafasan dan paru-paru mampu
mengatur pH darah menit ke menit.

1.5 Gangguan Keseimbangan Asam Basa


1. Asidosis
Adalah keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung asam atau
terlalu sedikir mengandung basa dan sering menyebabkan
menurunnya pH darah.
2. Alkalosis
Adalah suatu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung basa
atau terlalu sedikit mengandung asam dan kadang menyebabkan
meningkatnya pH darah.
Asidosis dan alkalosis bukan merupakan suatu penyakit tetapi lebih
merupakan suatu akibat dari sejumlah penyakit. Terjadinya asidosis
dan alkalosis merupakan petunjuk dari adanya masalah metabolisme
yang serius.

Asidosis dan alkalosis dibagi dua tergantung dengan


penyebabnya, yaitu :

4. Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik, karena adanya perubahan


konsentrasi bikarbonat yang disebabkan gangguan metabolisme, yaitu
ketidakseimbangan dalam pembuangan asam dan basa oleh ginjal.
5. Asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, karena adanya tekanan
parsial CO2 yang disebabkan gangguan respirasi terutama oleh
penyakit paru-paru atau kelainan pernapasan.

6
Asidosis meningkatkan kadar konsentrasi K dalam darah, sehingga
fungsi sel dan enzim tubuh memburuk, kemudian mengakibatkan
aritmia ventrikuler.
Alkalosis akan menurunkan konsentrasi K dalam darah, sehingga
afinitas Hb-O2 meningkat. Akibatnya pelepasan O2 ke jaringan sulit
sehingga terjadi hipoksemia.
Kenaikan pCO2 akan mengakibatkan koma dan aritmia serta
vasodilatasi pembuluh darah. Bila hal ini terjadi di otak maka aliran
darah ke otak akan meningkat dan mengakibatkan kenaikan tekanan
intra cranial. Penurunan pCO2 (<25 mmHg) akan mengakibatkan
vasokonstriksi pembuluh darah, sehingga aliran darah ke jaringan
turun. Bila hal ini terjadi di otak, maka akan terjadi hipoksemia otak.
Dalam gangguan keseimbangan asam basa, tubuh melakukan proses
yang disebut dengan kompensasi. Kompensasi adalah proses
mengatasi gangguan asam-basa primer (gangguan utama yang
menyebabkan perubahan pH) oleh gangguan asam-basa sekunder
(normalisasi rasio HCO3-:PCO2) yang bertujuan membawa pH darah
mendekati pH normal. Kompensasi ini dilakukan oleh
penyangga/buffer tubuh, alat respirasi dan organ ginjal.
Yang perlu diketahui dan digaris bawahi dari proses dalam tubuh ini,
kompensasi ini tidak pernah membawa pH ke rentang normal.

Kondisi Gangguan Kompensasi


pH dan Primer
Metabolik PCO2
HCO3- Asidosis
pH dan Metabolik PCO2
HCO3- Alkalosis

7
pH dan Respiratori HCO3- (
PCO2 asidosis BEecf)
pH dan Respiratori HCO3-
PCO2 alkalosis (BEecf)

Secara khas, perubahan pH didapatkan dari satu komponen (misal:

metabolik) akan dilawan oleh komponen lain (respirasi) untuk

menjaga rasio yang sesuai dari metabolik terhadap kontribusi

respirasi untuk keseluruhan pH. Sebagai contoh, dengan asidosis

metabolik, konsentrasi HCO3- menurun, karenanya menurunkan

rasio HCO3-: PCO2 dan menyebabkan acidemia (pH <7.35). Secara

singkat, kompensasi tubuh dengan menurunkan PCO2 atau

hiperventilasi bertujuan untuk mempertahankan rasio

(HCO3-,PCO2). Dengan kata lain, komponen respirasi

mengkompensasikan asidosis metabolik dengan usaha meningkatkan

pH menjadi netral. Kompensasi fisiologis jarang menyelesaikan

abnormalitas asam basa primer secara lengkap dan tidak pernah

mengakibatkan overkompensasi. Karenanya, pH akan berdeviasi dari

netral meski dengan kompensasi adekuat, meskipun masih dalam

rentangan acuan pasien dengan gangguan asam basa ringan(Irizarry

dkk, 2009).

Gangguan keseimbangan asam-basa dalam tubuh dapat

disebabkan karena:

1. Gangguan fungsi pernafasan


2. Gangguan fungsi ginjal
3. Tambahan beban asma/basa dalam tubuh secara abnormal
4. Kehilangan asma/basa dari dalam tubuh secara abnormal

8
1.6 Indikasi Analisa Gas Darah

Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :


1. Pasien kritis / Critical care
Penyakit kritis adalah setiap proses penyakit yang

menyebabkan ketidakstabilan fisiologis yang mengarah ke arah

kecacatan atau kematian dalam beberapa menit atau jam.

Perburukan dari sistem neurologis dan kardiorespirasi umumnya

langsung mengancam nyawa. Untungnya ketidakstabilan tersebut

dapat terdeteksi lebih awal dengan melakukan pengamatan klinis

sederhana terhadap penyimpangan dari batas normal pada tingkat

kesadaran, laju pernafasan, denyut jantung, tekanan darah dan

produksi urin (Frost dkk, 2007).


Karena pasien dengan kondisi penyakit kritis sangat

berisiko untuk mengalami komplikasi, dokter di ruang terapi

intensif (RTI) harus tetap waspada terhadap manifestasi dini

disfungsi organ, komplikasi terapi, potensi interaksi obat dan data

premonitor lainnya. Pasien dengan penyakit yang mengancam

nyawa di RTI seringkali mengalami kegagalan organ lain karena

gangguan hemodinamik, efek samping terapi dan menurunnya

fungsi organ, terutama pada pasien usia lanjut atau debilitated

kronis.
2. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik

Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya


hambatan aliran udara pada saluran napas yang bersifat progresif non
reversible ataupun reversible parsial.

9
Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis kronis dan emfisema,
tetapi bisa juga gabungan antar keduanya.
3. Pasien dengan edema pulmo
Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan
cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam
paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-
persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang
buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru"
ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang
berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung,
disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada
sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
4. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran
alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam
ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalarn jaring- jaring kapiler
, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat-
akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah
dalam paru-.paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam
pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar .
Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru- paru menjadi
kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas
residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia ( Brunner &
Suddart 616)
5. Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot
jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan

10
karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55
tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).
6. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana
alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang
bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi
radang dan dengan penimbunan cairan. Pneumonia disebabkan oleh
berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,virus,jamur
atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari
penyakit lain seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.
7. Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi
darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor
utama, yaitu curah jantung, volume darah dan pembuluh darah. Jika
salah satu dari ketiga faktor ini kacau dan faktor lain tidak dapat
melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga
terjadi hipoperfusi jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan
metabolisme sel sehingga seringkali menyebabkan kematian pada
pasien.
8. Post pembedahan coronary arteri baypass
Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon
inflamasi sistemik pada derajat tertentu dimana hal tersebut ditandai
dengan hipotensi yang menetap, demam yang bukan disebabkan
karena infeksi, DIC, oedem jaringan yang luas, dan kegagalan
beberapa organ tubuh. Penyebab inflamasi sistemik ini dapat
disebabkan oleh suatu respon banyak hal, antara lain oleh karena
penggunaan Cardiopulmonary Bypass (Surahman, 2010).
9. Resusitasi cardiac arrest
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan
oleh beberapa faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress

11
fisik (perdarahan yang banyak, sengatan listrik,kekurangan oksigen
akibat tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat),
kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup
atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest
adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax. Sebagai akibat
dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya
peredaran darahmencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh.
Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak
adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau
ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan
kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin
terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan
selanjutnyaakan terjadi kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest
dapat dideteksi dan ditangani dengansegera, kerusakan organ yang
serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian mungkin bisa
dicegah.

1.7 Kontra Indikasi Analisa Gas Darah


1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma (Irwin&
Hippe, 2010).
2. Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap
dipaksa untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis,
maka akan terjadi thrombosis dan beresiko mengganggu viabilitas
tangan.
Test Allens merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di
tangan, hal ini dilakukan dengan cara yaitu: pasien diminta untuk
mengepalkan tangannya, kemudian berikan tekanan pada arteri
radialis dan arteri ulnaris selama beberapa menit, setelah itu minta
pasien unutk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri,
observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus
memerah dalam 15 detik, warnamerah menunjukkan test allens
positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test

12
allens negatif. Jika pemeriksaan negative, hindarkan tangan tersebut
dan periksa tangan yang lain.
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah
perifer pada tempat yang akan diperiksa
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan dengan
antikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif

1.8 Pemeriksaan BGA

Analisa Gas Darah ( AGD ) atau yang disebut dengan Arterial Blood
Gas (ABG) analysis atau Blood Gas Analisa (BGA) adalah sebuah
pemeriksaan atau tes yang mengukur jumlah oksigen dan karbondioksida
dalam darah, dan keasaman (pH) dalam darah.

1. Pra-analitik
1.1 Alat-Alat :
a) Spuit Disposable 2.5 cc
b) Perlak/alas
c) Antikoagulan Heparin / Lithium Heparin
d) Kapas alkohol
e) Bak spuit
f) Bengkok
g) Penutup udara dari karet
h) Wadah berisi es (baskom atau kantong plastik)
i) Beri label untuk menulis status klinis pasien yang meliputi

: nama, tanggal dan waktu, apakah menerima O 2, bila ya


berapa liter dan dengan rute apa

1. Persiapan spesimen : darah arteri


Ciri-ciri darah arteri : teraba denyutan, lokasi tusukan lebih dalam,
warna darah lebih terang dan darah akan mengalir sendiri ke dalam
semprit
2. Lokasi pengambilan spesimen
a. Radial Artery (RA) / Arteri Radialis
Merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai
untuk fungsi arteri kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau
hematome juga apabila Allen test negatif. Arteri yang berada di
pergelangan tangan pada posisi ibu jari. Terdapat sirkulasi
kolateral (suplai darah dari beberapa arteri). Kesulitannya

13
ukuran arteri kecil, sulit memperoleh kondisi pasien dengan
curah jantung yang rendah.

b. Brachial Artery / Arteri Brachialis


Arteri yang berada pada medial anterior bagian antecubital
fossa, terselip diantara otot bisep. Ukuran arteri besar sehingga
mudah dipalpasi dan ditusuk. Sirkulasi kolateral cukup, tetapi
tidak sebanyak RA. Kesulitannya letak arteri lebih dalam,
letaknya dekat dengan basillic vein dan syaraf median,
kemungkinan terjadi hematoma.

c. Femoral Artery / Arteri Femoralis


Arteri yang paling besar untuk AGD. Berada pada
permukaan paha dalam di dalam, di sebelah lateral tulang pubis.
Dapat dilakukan AGD sekalipun pada pasien dengan curah

14
jantung yang rendah. Kesulitannya sirkulasi kolateral sedikit
sehingga mudah terjadi infeksi pada tempat pengambilan, sulit
untuk bekerja aseptis, pada orang tua (gangguan pada dinding
arteri sebelah dalam), letaknya dekat dengan vena paha (salah
tusuk).

d. Pada bayi : Arteri kulit kepala dan arteri tali pusat.


e. Pada orang dewasa : Arteri dorsalis pedis.

Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika


masih ada alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi
kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau
thrombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya
tidak digunakan karena adanya resiko emboli ke otak.

Pengambilan Darah Arteri Radialis :


1. Beri tahu pasien tujuan pengambilan darah
2. Pasang alas/perlak pada lokasi yang akan diambil darah
3. Usahakan agar lengan dalam posisi abduksi dengan telapak
tangan menghadap ke atas dan pergelangan tangan ekstensi 30
agar jaringan lunak terfiksasi oleh ligamen dan tulang. Bila
perlu bagian bawah pergelangan dapat diganjal dengan bantal
kecil
4. Jari pemeriksa diletakkan di arteri radialis (proksimal dari
lipatan kulit telapak pergelangan) untuk meraba denyut nadi
agar dapat memperkirakan letak dan kedalaman pembuluh
darah

15
5. 1 ml heparin diaspirasi ke dalam spuit, sehingga dasar spuit
basah dengan heparin dan kelebihan heparin dibuang melalui
jarum, dilakukan secara perlahan sehingga pangkal jarum
penuh dengan heparin dan tidak ada gelembung udara
6. Pastikan denyutan/pulpasi dari arteri terbesar kemudian dengan
memakai tangan kiri antara telunjuk dan jari tengah beri batas
daerah yang akan ditusuk, dan titik maksimum denyut
ditemukan
7. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis, bersihkan tempat tersebut
dengan kapas alkohol
8. Setelah melakukan tindakan sepsis/antisepsis, jarum 5-10 mm
ditusukkan pada daerah distal dari jari pemeriksa dengan
menekan arteri. Jarum ditusukkan dengan membentuk sudut
30o dengan permukaan lengan dengan posisi lubang
jarum/bevel menghadap ke atas
9. Jarum yang masuk ke arteri akan menyebabkan torak semprit
terdorong oleh tekanan darah
10. Pada pasien hipotensi, torak akan ditarik perlahan (jangan
terlalu cepat karena akan menghisap udara), indikasi satu-
satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya
pemompaan darah dalam spuit dengan kekuatan sendiri
11. Sejumlah darah yang diperlukan terpenuhi (minimal 1 ml),
cabut jarum dengan cepat dan di tempat tusukan jarum lakukan
penekanan dengan jari selama 5 menit untuk mencegah
keluarnya darah dari pembuluh arteri (10 menit untuk pasien
yang mendapat antikoagulan)
12. Lepaskan jarum dan tempatkan penutup udara pada spuit, putar
spuit diantara telapak tangan untuk mencampurkan heparin

Pengambilan Darah Arteri Brakhialis


1. Arteri brakhialis letaknya lebih dalam daripada arteri radialis
yaitu di fosa antecubiti. Pengambilan dari arteri brakhialis
harus dilakukan dengan memperhatikan letak syaraf, jangan

16
sampai mencederai nervus medius yang letaknya
berdampingan dengan arteri brakhialis
2. Lengan pasien dalam keadaan ekstensi maksimal, siku
dihiperekstensikan setelah meletakkan handuk di bawah siku
3. Raba denyut arteri brakhialis dengan jari
4. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis
5. Tusukkan jarum dengan sudut 45o dan lubang jarum
menghadap ke atas, 5-10 mm distal dari jari pemeriksa yang
menekan pembuluh darah
6. Setelah pengambilan, tekan daerah tusukan selama 5 menit
atau lebih hingga perdarahan berhenti
Catatan : Penambahan lithium heparin 240-250 unit tiap 1 cc
darah.

2. Analitik
Sampel darah arteri diperiksa dengan menggunakan alat BGA.

3. Pasca Analitik
1. Langkah-Langkah Mengevaluasi Hasil
Langkah-langkah yang dianjurkan untuk mengevaluasi nilai gas
darah arteri adalah sebagai berikut :
a. Evaluasi pH
pH <7,35 = asidosis
pH >7,45 = alkalosis
pH = 7,4 = normal
pH normal dapat menunjukkan gas darah yang benar-benar
normal atau pH yang normal ini mungkin suatu indikasi
ketidakseimbangan yang terkompensasi. Ketidakseimbangan
yang terkompensasi adalah suatu ketidakseimbang dimana
tubuh mampu memperbiki pH baik dengan perubahan
respiratorik maupun metabolik (tergantung pada masalah
utama).
b. Menentukan penyebab primer gangguan dengan mengevaluasi
PaCO2 dan HCO3 yang hubungannya dengan pH

17
pH >7,4 = alkalosis
- Jika PaCO2< 40 mmHg : gangguan primer adalah
alkalosis respiratorik (situasi ini timbul jika pasien
mengalami hiperventilasi dan lebih banyak CO2 yang
dikeluarkan)
- Jika HCO3 >24 mEq/L : gangguan primer adalah
alkalosismetabolik (situasi ini timbul jika tubuh
memperoleh terlalu banyak bikarbonat, suatu substansi
alkali, bikarbonat adalah basa, atau bagian alkali dari
sistem buffer asam karbonik bikarbonat)
pH <7,4 = asidosis
- Jika PaCO2 >40 mmHg : gangguan utama adalah
asidosis respiratorik (situasi ini timbul jika pasien
mengalami hipovalensi dan karenanya menahan terlalu
banyak CO2, suatu substansi asam)
- Jika HCO3 <24 mEq/L : gangguan primer adalah
asidosis metabolik (situasi ini timbul jika kadar
bikarbonat dalam tubuh turun, baik karena kehilangn
langsung bikarbonat atau karena penambahan asam
seperti asam laktat atau keton
c. Menentukan apakah kompensasi telah terjadi
Hal ini dengan melihat nilai selain gangguan primer. Jika
nilai ini bergerak kearah yang sama dengan nilai primer,
kompensasi sedang berjalan.

18
Nilai normal Analisa Gas Darah :

Arteri Vena
pH 7,35 7,45 7,31 7,41
PC 4,7 6,0 5,5 6,8
O2 35 45 41 51
(kP 22 28 23 29
PO 10,6 13,3 4,0 5,3
2 80 100 30 40
(kP >95 75
BE -2 - +2 -3 - +3

Tabel Range nilai normal

19
1.9 Pemeriksaan Blood Gas Analyzer

Prinsip :
Gas sampel yang diambil melalui probe akan masuk ke setiap sampel sel
secara bergiliran dimana gas sampel akan dibandingkan dengan gas
standar melalui pemencaran system infra-red dimana akan menghasilkan
perbedaan panjang gelombang yang akan dikonversi receiver menjadi
signal analog (420).

Cara Pengoperasian
1. Nyalakan power ON
2. Setiap pertama kali menghidupkan alat, lalu kalibrasi dengan cara
tekan calibrate kemudian enter. alat akan melakukan kalibrasi secara
otomatis.
3. Apabila ada sample pemeriksaan sebelum melakukan pemeriksaan
tekan status untuk mengetahui kondisi apakah PH, PCO 2 dan PO2
kondisinya OK. Jika OK sample langsung dapat diperiksa. Apabila
kondisinya UC (Un Caliblasi) lakukan kalibrasi yaitu tekan calibrate
kemudian enter.
4. Apabila alat sudah dalam kondisi ready for analysa berarti alat sudah
siap melakukan pemeriksaan, tekan Analyzer. Selang pengisap sample

20
akan keluar secara otomatis kemudian masukan sample bersamaan
tekan lagi analyzer sampai sample terhisap secara otomatis selang
akan masuk sendiri.

5. Lakukan daftar isian seperti yang terlihat dilayar monitor, sample ID ,


HB, suhu badan, jenis sample (0 arteri, 1 vena, 2 kapiler), F102
(volume oksigen yang dilorelasi dengan persen lihat daftar), kemudian
clear 2x.
6. Alat akan menghitung secara otomatis dalam waktu yang relatif cepat
hasil akan keluar melalui printer

1.10 Preparasi sampel


Hal yang harus dihindari pada preparasi sampel :
1. Kesalahan teknik pengambilan spampel darah pada pasien
2. Pengambilan sampel darah arteri tidak sesuai SOP
3. Spesimen darah tidak homogen dengan antikoagulan heparin

21
4. Udara masuk kedalam spuit
5. Spesimen terpapar udara
6. Penundaan test
7. Sampel tidak disimpan dalam suhu dingin saat transport
8. Sampel tidak dihomogenkan secara adekuat sebelum analisis
9. Ada gelembung udara pada sampel yang di analisis
10. Ada bekuan pada sampel
11. Menganalisis sampel yang sudah beku

1.11 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan BGA:

1) Faktor pasien
a) Suhu
Setiap derajat demam : PO2 turun 7%, PCO2 naik 3%.
Kelarutan & afinitas oksigen Hb turun.
b) Respirasi (O2 inspirasi )
Frekuensi nafas, kadar O2, setting ventilator konstan selama
15 menit atau 20-30 menit terakhir.
2) Faktor Spesimen
a) Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg.
Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia
cenderung menyamakan tekanan sehingga bila
tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158
mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
b) Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi
gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang
berlebihan akan menurunkan tekanan CO2
(kelebihan heparin 20% dari jumlah spesimen:
penurunan palsu PCO2 sebanyak 16%), sedangkan
pH tidak terpengaruh karena efek penurunan
CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
c) Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang
hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan
oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu,

22
sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah
pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa,
dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa
jam.
d) Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan
tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan
PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.

Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis


sedangkan nilai PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan
hipo atau hiperventilasi. Hubungan antara tekanan dan
saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai
oksigenasi darah.

1.12 Quality Control Blood Gas analyzer


1. Pemeliharaan sampel chamber dan path (saluran) supaya tetap bersih
sangat penting untuk dilakukan, dimana pembilasan bagian ini
secara otomatis adalah hal yang paling sering dilakukan ketika
analisis. Jika perlu, bersihkan secara manual sampel chamber dan
saluran dengan larutan yang direkomendasikan oleh perusahaan.
2. Sumbatan saluran analizer atau adanya ruang pada aliran sampel
dapat mengakibatkan kerusakan pada temperature control.
3. Fibrin strand dan bekuan kecil may develop dapat menaikkan suhu
chamber. Hal ini mempengaruhi pengukuran elektrode pada darah,
gas dan buffer.
4. Mikroprosessor display analyzer perlu di pemeliharaan secara rutin.
5. Regular maintenance direkomendasikan untuk BGA, dimana waktu
telah terjadwal. Termasuk pemeliharaan secara rutin setiap hari,
setiap minggu atau setiap bulan.
6. Kendali mutu internal yang terjadwal dapat dilakukan untuk melihat
kualitas performa alat sebagai bagian dari QC dan kalibrasi secara
manual, atau dilakukan dengan Electronic QC yang terdapat pada
alat.

23
7. Pemeliharaan secara hati-hati dan tepat waktu disertai dengan
spesimen yang berkualitas akan menghasilkan hasil yang akurat.
8. Frekuensi maintenance berhubungan langsung dengan performa
kerja alat.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Ketut Jayati Utami. Tesis. Korelasi Positif Nilai Analisis Gas Darah Vena
Sentral Dengan Analisis Gas Darah Arteri Pada Pasien Kritis Di
Ruang Terapi Intensif. 2014: Universtas Udayana Denpasar. Diakses dari
www.pps.unud.ac.id/thesis/.../unud-990-2054943610-tesis
%20utami.pdf pada hari Selasa, 27 Oktober 2015.

Delost, Maria. 2014. Blood Gas and Critical Care analyte Analysis Chapter 6.
Diakses dari pada hari Selasa, 27 Oktober 2015.

Edijanto. Analisis Asam Basa : Cara Interpretasi Dan Contoh Kasus. Surabaya : Unair.

Afifah, Efy. Pemeriksaan Astrup/Analisa Gas Darah. Jakarta: UI. Diakses dari
staff.ui.ac.id/system/files/users/afifah/material/agd.pdf pada hari Selasa,

24
27 Oktober 2015.

Aisiyah, Nurul. 2013. Analisa Gas Darah. Diakses dari

http://nurulbutterfly.blogspot.co.id/2013/06/analisa-gas-darah-agd.html
pada hari Senin, 5 Oktober 2015

Elsah, Ratnadilla. 2014. Analisa Gas Darah. Diakses dari


http://ratnadillaelsah.blogspot.co.id/2014/10/analisa-gas-darah.html pada
pada hari Senin, 5 Oktober 2015

Pras, A. 2012. 6 Langkah Mudah Membaca Analisa Gas Darah. Diakses dari
http://thisisyourway.blogspot.co.id/2012/12/6-langkah-mudah-membaca-
analisa-gas.html pada hari Senin, 5 Oktober 2012.

25

Anda mungkin juga menyukai