Oleh:
1. Supriyono (131714153057)
2. Maretta Sekar Dewi (131714153062)
3. Arum Rahmawati Virgin (131714153069)
4. Dinda Nur Fajri H. B (131714153074)
5. Zainal Ashar (131714153075)
6. Ratri Ismiwiranti (131714153076)
7. Theodehild M. Theresia Dee (131714153077)
8. Novita Surya Putri (131714153102)
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB 1......................................................................................................................6
PENDAHULUAN...................................................................................................6
1.1 Latar Belakang 6
1.2 Rumusan Masalah 8
1.3 Tujuan 8
BAB II......................................................................................................................9
RINGKASAN ANALISIS MASALAH..................................................................9
2.1 Hasil Data Rumah Sakit 9
2.2 Hasil Wawancara Perawat 11
2.3 Hasil Pengkajian 18
2.4 Hasil Kuisioner Pasien 43
2.5 Deskripsi M1 – M5 44
2.6 Standart KARS 76
2.7 Pathway 86
2.8 PICOT 88
BAB 3....................................................................................................................90
PROYEK INOVASI..............................................................................................90
3.1 Pre Operative 90
3.2 Tindakan Keperawatan Preoperatif 92
3.3 Konsep Kecemasan 102
3.4 Teori Kecemasan 108
3.5 Konsep Mekanisme Koping 109
3.6 Edukasi Pre operasi 113
3.7 Standar Edukasi 114
3.8 Metode Edukasi 114
3.9 Video preopertif 115
3.10 SPO Video Preoperasi 123
3.11 Metodologi Penerapan Inovasi 124
3.12 Populasi dan Sampel 126
3.13 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional 128
iii
3.14 Lokasi dan Waktu Penelitian 129
3.15 Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data 129
3.16 Analisa Data 130
3.17 Etika Penelitian 130
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................131
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
buruknya mutu Pelayanan dan citra rumah sakit. Mutu pelayanan keperawatan
Standar Asuhan Keperawatan (SAK) sebagai pedoman dan tolak ukur. SAK
sebagai alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dari perawat dalam
industri perumah sakitan. Saat ini setiap pelaksanaan tindakan di rumah sakit
mengarah pada patient safety. Salah satu alat komunikasi efektif adalah
mengarah kepada patient safety. Alat yang digunakan adalah metode SBAR
5
utama dalam system akreditasi rumah sakit, dari tahun 2012 dan selanjutnya
(Nursalam, 2011).
6
1.4.5 Menganalisis literature review terkait dokumentasi keperawatan pada
tindakan Hemodialisa
BAB II
RINGKASAN ANALISIS MASALAH
7
1 terbanyak yang ! bermacam – macam Pre DCA, untuk lantai 3
di rawat di lantai diagnosa Medis., seperti mayoritas pasien dengan Pre
3? Herniotomi juga sering,. Op.
Rata – rata pasien non
bedah juga ada,. biasanya
ndak sampai 50 %, tapi ya
tergantung sih, soalnya
disini ada ruangan jantung
juga,. Ya tapi cuman
tindakan ada kayak DCA
dan PCA itu aj, tapi kalau
untuk pasien murni non
tindakan bedah, ya kurang
lebih hanya 10%”.
Perawat 2
“Kalau sepengathuan saya,
disini paling banyak yaitu
pasien dengan bedah
umum, STT dan penyakit
Kardiovaskuler dengan
PCA, namun untuk
presentase pasien non
operasi kira – kira 5 %”
Perawat 3
“Sebenarnya tidak tentu
mbak, tapi secara umum
pasien-pasien bedah
dirawat disini, biasanya
pasien dengan pre opp
DCA, tapi ada beberapa
pasien non bedah, biasanya
pasien titipan.
Perawat 4
“Untuk diagnosa terbanyak
biasanya disini pasien
dengan rencana operasi,.
Biasanya Pre DCA dengan
PJK juga sering, tapi tidak
menutup kemungkinan
juga ada STT juga ada.
Untuk pasien murni non
bedah hanya sedikit
biasanya hanya sekitar 10
%
Perawat 5.
“Bermacam – macam
mbak, namun kebanyakan
pasien dengan rencana
operasi seperti Pre DCA
dan PCA juga kadang ada,
pasien dengan STT juga
ada.”
8
masalah “Kalau diagnosa Masalah Keperawatan
keperawatan apa keperawatan paling banyak Pre Op : Ansietas
yang paling biasanya sih nyeri untuk Post Op : Nyeri
sering dialami yang Post Op, kalo pre op
oleh pasien di ya kemungkinan ya
ruang rawat inap ansietas, kadang pasien
lantai 3 ? meskipun sudah dijelaskan
tetep aja ansietas”
Perawat 2
“Kalau disini paling sering
Ansietas dan Nyeri, kalau
sebelum operasi biasanya
ansietas dan nyeri, kalau
setelah operasi biasanya
nyeri, sama kalau pada
pasien dengan anastesi
general biasanya batuk,
seperti pasien merasa ada
sumbatan, sehingga
merangsang batuk”
Perawat 3
“Biasanya paling banyak
disini nyeri, tapi untuk pre
op biasanya ansietas mbak,
namun untuk ansietas ini
kita tidak bisa
mengevaluasi sejauh mana
pasien ini ansietas atau
tidak, kalau untuk nyeri
kita bisa menggunakan
nafas dalam”
Perawat 4
“Untuk masalah
keperawatan paling banyak
sebenarnya nyeri post op,
selain itu untuk pre op
masalah yang muncul
ansietas. Untuk ansietas
kami biasanya jarang
melakukan intervensi,
karena biasanya pasien
banyak, namun apabila
pasien terkadang sepi kami
biasanya memberikan
edukasi pada pasien
tentang pemaparan
Operasi.”
Perawat 5
“Diagnosa keperawatan
paling banyak adalah nyeri
dan ansietas, untuk
ansietas sering terjadi
apabila pre op,. Kalau
nyerinya biasanya terjadi
9
setelah post op, tapi ya
tergantung jenis operasinya
dan skala nyerinya”
3. Menurut sodara Perawat 1
intervensi “Kalau diagnosanya Pre Intervensi
keperawatan apa Op ya biasanya kita beri a. Ansietas
yang telah edukasi mbak, ya seperti Pemberian Edukasi saat
dilakukan terkait rencana operasi yang akan Pre Op dilakukan namun
diagnosa dilakukan, berapa lama tergantung banyakmya
keperawatan operasi dilakukan, pasien, apabila tiap
yang ditemukan kemungkinan efek perawat memegang 6-7
pada pasien ? sampingnya, supaya pasien, edukasi tidak
meminimalkan adanya bisa dijalankan dengan
ansietas pada pasien, kalau maksimal
untuk nyeri selain kita b. Nyeri
intervensi kolaborasi ada Pemberian obat
obat anti nyeri, selain itu analgesik dilakukan saat
kita juga intervensi terjadi nyeri, selain itu
pasienya, kurang lebih akan diberikan teknik
untuk nafas dalam, kalau nafas dalam apabila
untuk kompres-kompres skala nyeri kurang dari
kita ndak menyarankan 6-7.
karna itu ada lukanya kan
ya ?”selain nafas dalam
kita juga mengintervensi
seperti mengalihkan
perhatian”
Perawat 2
“Kalau Intervensi mandiri
biasanya kita berikan nafas
dalam kalo pasienya nyeri,
kalau misalkan batuk
biasanya kita beri air
hangat, untuk nyeri
biasanya kita kolaborasi
dengan dokter untuk
pemberian obat anti nyeri
sama kita ajarkan
mobilisasi. Untuk diagnosa
ansietas biasanya kita
jelaskan prosedurnya,
tentang nanti di ruang
operasinya gimana, waktu
berapa lama, pemulihan,
intinya kita edukasi mereka
tentang operasinya, untuk
ansietas pre op dulu pernah
ada wacana tentang study
tour pasien, jadi pasien
akan mengetahui ruang
operasinya sampai pulih
sadarnya bagaimana.
Intinya edukasi tentang
operasi. Tapi karena
keterbatasan tenaga jadi
pelaksanaanya masih
belum”.
10
Perawat 3
“Untuk tindakan yang
kami lakukan apabila nyeri
biasanya kita kolaborasi
seperti obat anti nyeri,
namun untuk ansietas
terkadang kita tidak bisa
melakukan edukasi
dikarenakan waktu dan
jumlah tenaga, terkadang
apabila pasien banyak, kita
tidak bisa melakukan
edukasi”
Perawat 4
“Untuk ansietas biasanya
kita berikan edukasi sekilas
mbk, tentang operasi yang
akan dilakukan, estimasi
waktu operasi dan efek
samping., namun apabila
pasien sangat banyak
Untuk nyeri saat post op
terkadang kita juga berikan
nafas dalam dan pemberian
intervensi kolaboratif
dengan pemberian obat
anti nyeri”
Perawat 5
“Untuk intervensi mandiri
pada ansietas kita berikan
edukasi mbk, spereti
edukasi tentang lama
operasi, sekilas tindakan
yang akan dilakukan, tetapi
apabila pasien sangat
banyak, biasanya apabila 1
perawat memegang 7
pasien kita belum
maksimal dalam
pemberian edukasi pada
pasien, sehingga terkadang
kita tidak memberikan
intervensi tersebut”
“untuk Nyeri Post Op
biasanya kita memberikan
intervensi keperawatan
seperti nafas dalam,
dengan skala nyeri kurang
dari 6, selain penggunaan
nafas dalam kita
melakukan intervensi
kolaboratif seperti
pemberian obat anti nyeri”
4. Bagaimana Perawat 1
evaluasi hasil “Kalau nyeri, Kalau efektif Evaluasi
11
intervensi ya tergantung pasiennya, a. Pemberian Edukasi Pre
keperawatan skala nyerinya, respon Op
yang sodara pasiennya tentang nyeri, Jarang dilakukan
berikan ? kan kita selain memberikan evaluasi, karena
nafas dalam juga ada terkadang hanya
intervensi kolaboratif, jadi memberikan edukasi
biasanya pasien dengan tanpa mngevaluasi
skala nyeri dibawah 7 apakah ansietas pasien
masih bisa, namun untuk turun atau tidak.
tingkat efektifnya kita juga
belum tahu secara pasti” b. Pemberian Nafas dalam
“Untuk ansietas, dan Obat Analgesik
pemberian edukasi pada Untuk evaluasi
ansietas, menurut saya pemberian nafas dalam
sangat berpengaruh, namun dan obat analgesik
pada beberapa momen kita dievaluasi dengan
perawat terkadang lupa melihat TTV pasien.
memberikan edukasi,
sehingga ansietas
meningkat., namun saat
kita memberikan edukasi
tentang operasinya
bagaimana, ansietas akan
turun, kita mengevaluasi
dari ttv pasien, lihat
wajahnya, kita evaluasi
apakah bisa tdur.”
Perawat 2
“Untuk ansietas biasanya
kita evaluasi dari ttvnya,
kan mempengaruhi. Kalau
untuk nyerinya kita
menanyakan tentang skala
nyeri”, untuk efektif atau
tidaknya kita tidak bisa
menilai karna untuk nyeri
kita lebih condong ke
intervensi kolaboratif
pemberian obat anti nyeri”
12
“Untuk pemberian edukasi
atau perkenalan operasi
sebenarnya kita kurang ya
mbak, sebenarnya
intervensi pemberian
edukasi tersebut efektif
namun kita yang masih
belum efektif untuk
melakukan karna
terkendala seperti intesitas
kita, seperti rawat luka,
ganti infus dll, mungkin
bisa dilakukan apabila
pasiennya sepi mbak”
Perawat 3
“Untuk diagnosa nyeri
biasanya kita mengevaluasi
dengan skala nyeri, namun
untuk pemberian nafas
dalam juga jarang kita
berikan, karena biasanya
kalau nyeri ada pemberian
anti nyeri jadi kita tidak
bisa mengukur tingkat
kefektifan nafas dalam”.
Perawat 4
“Untuk pemberian edukasi
dan perkenalan pada pasien
untuk Pre Op, kita jarang
melakukan evaluasi ulang,
biasanya kita memberikan
edukasi tanpa melakukan
evaluasi, jadi kita tidak
bisa mengukur tingkat
keefektifan tindakan
edukasi yang telah
diberikan”
”Untuk diagnosa nyeri,
evaluasi nafas dalam
biasanya kita lihat juga
skala nyerinya dan dari
hasil ttvnya, namun untuk
evaluasi murni pemberian
nafas dalam juga tidak bisa
di evaluasi mbak, karena
13
ada pemberian obat anti
nyeri juga”.
Perawat 5
“Untuk evaluasi efektif
atau tidaknya pemberian
edukasi, kita jarang
mengevaluasi karena
terkadang tidak sempat,
kita hanya memberikan
edukasi tanpa
mengevaluasi. Untuk
evaluasi nyeri kita hanya
menggunakan skala nyeri,
biasanya hanya melihat
mimik wajah pasien”.
14
2.3 Hasil Kuisioner Pasien
Kelompok mencoba melakukan penilaian tingkat kecemasan dan kurang
pengetahuan terhadap pasien Preoperasi yang ada di Ruang Rawat Inap Lantai 3
RS Unair selama 2 (dua) hari menggunakan instrumen APAIS (Anxiety and
Information Scale), didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2.7 Tabel pengkajian kecemasan pada pasien pre operasi
Total Skor
No Total Skor
Kebutuhan Kesimpulan
Responden Kecemasan
Informasi
1 12 10 Mengalami kecemasan preoperatif dan
membutuhkan informasi.
2 12 3 Mengalami kecemasan preoperatif dan tidak
membutuhkan informasi.
3 11 9 Mengalami kecemasan preoperatif dan
membutuhkan informasi.
4 16 5 Mengalami kecemasan preoperatif dan
membutuhkan informasi.
5 8 4 Tidak mengalami kecemasan preoperatif dan
tidak membutuhkan informasi.
6 13 9 Mengalami kecemasan preoperatif dan
membutuhkan informasi.
7 4 2 Tidak mengalami kecemasan preoperatif dan
tidak membutuhkan informasi.
Intepretasi :
Skor kecemasan 11-13 = mengalami kecemasan preoperasi
Skor kebutuhan informasi > 5 = memerlukan informasi
Data diatas menunjukkan tujuh pasien preop yang melakukan pengisian
kuesioner, lima diantaranya mengalami kecemasan Preop. Hasil pengkajian
kebutuhan informasi menunjukkan, empat diantara tujuh pasien preop
memerlukan informasi yang terkait keinginan pasien.
2.4 Deskripsi M1 – M5
1. Tenaga dan Pasien (M1 - Man)
Analisis ketenagaan perawat mencakup jumlah tenaga keperawatan dan
non keperawatan, tenaga kerja yang berada di ruang rawat inap lantai 3 RS Unair
per tanggal 2-5 Mei 2017 meliputi 18 orang tenaga perawat, dan 2 orang asisten
perawat. Dalam memberikan asuhan kepada klien, perawat berkolaborasi dengan
Dokter, Farmasi, ahli gizi, analis laboratorium serta ahli radiografi. Kebersihan
ruangan lantai 3 juga dikendalikan oleh tim Cleaning service. Kerjasama dan
15
klobarasi antara tim berdampak pada pemberian asuhan yang maksimal kepada
klien yang dirawat diruang rawat lantai 3.
1) Struktur Organisasi
16
Kepala Ruanagan
Rahmatul Fitriyah, S. Kep., Ns.
17
KUALIFIKASI PENDIDIKAN
PERAWAT
11%
S. Kep., Ns.
Amd., Kep.
89%
18
q. Seminar menyongsong millennium development goals perawat
berkualitas
r. Seminar penyusunan proposal penelitian berbasis RS
s. Inovasi Pelayanan
t. Workshop Babygym
3) Tenaga Medis
Tenaga medis di RS Unair mengcover semua pasien yang ada di
RS tidak terbagi pada tiap-tiap ruangan. Tenaga medis bertugas
disesuaikan dengan kasus pasien yang sedang dirawat di lantai 3
tersebut. Terdapat 62 orang tenaga medis yang terdiri dari dokter
umum, dokter gigi, Dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis
bedah umum, dokter anestesi, dokter spesialis paru, dokter spesialis
saraf, dokter spesialis THT, dokter spesialis jantung, dokter spesialis
Ortopedi, dokter spesialis Kandungan, dokter spesialis mata, dokter
spesialis urologi, dokter spesialis Ginekolog, dokter spesialis KFR,
dokter spesialis bedah saraf dan dokter spesialis bedah plastic.
Gambar 2.3 Tenaga Medis di RS Unair yang Dikaji Saat Tanggal 2-5 Mei
2017
19
4) BOR Ruang Irna Lantai 3 RS UNAIR Surabaya
BOR (Bed Occupancy Rate) adalah persentase pemakaian tempat
tidur pada satuan waktu tertentu. Berdasarkan hasil pengkajian di IRNA
lantai 3 didapatkan data jumlah bed sebagai berikut :
a. Jumlah bed kelas III : 18
b. Jumlah bed kelas II : 12
c. Jumlah bed kelas I :6
d. Jumlah bed VIP :2
Data pengkajian tersebut digunakan untuk menghitung BOR di
IRNA lantai 3. Penerimaan maksimal pasien di lantai 3 yaitu 22.
Penghitungan BOR dapat dilakukan dengan menghitung prosentase
penggunaan tempat tidur dengan tempat tidur yang tersedia. BOR di
IRNA lantai 3 pada bulan februari adalah 39%, Maret 46% dan April
37%.
April Februari
30% 32% Februari
Maret
Maret
April
38%
20
dan bangunan rumah sakit Kemenkes RI Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit, maka
pengumpulan data tentang sarana prasarana di ruang rawat inap didasarkan
atas:
1) Lokasi
Bangunan IRNA lantai 3 RS UNAIR juga terletak jauh dari tempat
pembuangan kotoran dan bising dari mesin. Lokasi Ruang IRNA lantai 3
RS UNAIR terletak dengan uraian sebagai berikut:
a. Sebelah utara keterbatasan dengan ruang laundry.
b. Sebelah selatan berbatasan dengan halaman RS UNAIR dan
Perumahan Galaxy.
c. Sebelah barat berbatasan dengan halaman parkir RS UNAIR
dan danau UniversitasAirlangga
d. Sebelah timur berbatasan dengan Gedung Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga
Menurut Pedoman Tehnik dan Bangunan Rumah Sakit Kemenkes
RI Tahun 2012 lokasi ruang rawat inap dianjurkan:
a. Bangunan rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang,
aman, dan nyaman, tetapi tetap memiliki kemudahan
aksesibilitas/ pencapaian dari sarana penunjang rawatinap.
b. Bangunan rawat inap terletak jauh dari tempat pembuangan
kotoran dan bising dari mesin/generator.
c. Bangunan berada di kawasan yang strategis di antara kawasan
menengah ke atas dan kawasan menengah kebawah
Hasil observasi di lapangan maka ruang rawat inap lantai 3 RS
UNAIR secara lokasi sudah memenuhi syarat karena ruangan terletak
dalam lingkungan yang tenang, aman, dan nyaman.
2) Denah
Menurut Pedoman Tehnik dan Bangunan Rumah Sakit
Kemenkes RI Tahun 2012 denah ruang rawat inap harus memenuhi
persyaratan :
21
a. Pengelompokan ruang berdasarkan kelompok aktivitas yang
sejenis hingga tiap kegiatan tidak bercampur dan tidak
membingungkan pemakai bangunan.
b. Alkes pencapaian ke setiap ruangan harusdapat dicapai dengan
mudah.
c. Kecepatan bergerak merupakan salah satu kunci keberhasilan
perancangan, sehingga blok unit sebaiknya sirkulasinya dibuat
secara linier/lurus.
d. Jumlah kebutuhan ruang harus sesuai dengan kebutuhan jumlah
pasien yang akanditampung.
e. Sinar matahari pagi sedapat mungkin masuk ruangan.
f. Alur petugasdan pengunjung dipisah
g. Besaran ruang dan kapasitas ruang dapat memenuhi syarat
minimal.
Tabel 2.8 Kebutuhan minimal luas ruangan pada rawat inap
No. Nama Ruang Standar Ruang Rawat Inap
Lantai 3
1. Ruang perawatan
VIP, 18 m² 24 m²
Kelas I, 12 m² 12 m²
Kelas II, 10 m² 14 m²
Kelas III 7,2 m² 12 m²
2. Nurse station 20 m² 35 m²
3. Ruang diskusi 12 m² 12 m²
4. Ruang administrasi 9 m² 9 m²
7. Ruang perawat 20 m² 27 m²
8. Ruang ganti 9 m² -
9. Ruang kepala Irna 12 m² -
10. Ruang linen bersih 18 m² 10 m²
11. Ruang linen kotor 9 m² 9 m²
12. Spoelhoek 9 m² 9 m²
13. Kamar mandi 25 m² 9 m²
14. Pantri 9 m² -
15. Gudang bersih 18 m² -
16 Gudang kotor 18 m² -
22
Denah Ruang Perawatan Lantai 3
23
8. Ruang CS 17. Ruang Linen dan Spoelhook
9. Lift Pengunjung 18. Ruang Isolasi
24
3) Data fasilitas, alat kesehatan dan kelengkapannya
a. Jumlah bed kelas III : 18
Fasilitas 1 kamar ber AC berisi 6 bed beserta overbed table dan
bedside cabinet dengan kamar mandi dalam
b. Jumlah bed kelas II : 12
Fasilitas 1 kamar ber AC berisi 4 bed beserta overbed table dan
bedside cabinet dengan kamar mandi dalam
c. Jumlah bed kelas I : 3
Fasilitas 1 kamar ber AC berisi 1 bed beserta overbed table dan
bedside cabinet dengan kamar mandi dalam
d. Jumlah bed VIP :3
Fasilitas 1 kamar berisi 1 bed beserta overbed table dan bedside
cabinet dengan kamar mandi dalam dilengkapi fasilitas springbed,
sofa penunggu, TV LCD, kulkas+2 botol welcome drink,
dispenser+aqua galon.
Total jumlah bed di ruang rawat inap lantai 3 adalah 36 buah.
Pada masing- masing ruangan terdapat jam dinding dan 1 tempat
sampah umum dan terdapat kamar mandi dalam. Pada ruang kelas II
dan ruang kelas III, masing-masing pasien dibatasi dengan tirai.
Lantai pada ruang rawat inap sudah sesuai dengan Kemenkes
Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 yaitu terbuat dari bahan kuat,
kedap air, permukaan rata, warna rata dan mudah dibersihkan.
Lingkungan ruangan lantai 3 merupakan kawasan bebas rokok
dengan ketersediaan tempat sampah pada masing-masing kamar dan
ruang tunggu pasien. Dinding ruangan lantai 3 sudah dicat dengan
warna terang dan menggunakan cat yang tidak luntur. Pada beberapa
Ruangan 325, 321, 324 dilakukan renovasi untuk meningkatkan
kualitas ruangan.Sesuai kepmenkes 1204/MENKES/SK/X/2004
tentang tata laksana pemeliharaan ruang bangunan bahwa
pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 kali
setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.
Pintu pada masing-masing kamar sudah cukup lebar untuk keluar
25
masuk bed pasien. Pintu terbuat dari bahan yang kuat dan dapat
mencegah masuknya binatang pengganggu.
Berdasarkan Standar Keputusan Menteri Kesehatan KMK No
1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan di Rumah Sakit tentang jumlah tempat tidur, di ruang
rawat inap lantai 3 RS UNAIR jumlah tempat tidur sudah memenuhi
standart yang ditetapkan yaitu antara 25-50 tempat tidur. Di ruangan
rawat inap lantai 3 sudah dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan
sehingga memudahkan hubungan komunikasi antar ruangan.
Komunikasi antar unit dilakukan menggunakan phone seluler dan
telpon kabel.
Penggunaan lift di lantai 3 sudah dilengkapi dengan petunjuk
penggunaan yang mudah dipahami dan sesuai dengan ketentuan
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004. Pintu darurat di lantai 3 dapat
dijangkau dengan mudah bila terjadi keadaan darurat dan dilengkapi
ram untuk brankar. Di lantai 3 juga sudah dilengkapi fasilitas
pemadam kebakaran berupa APAR (Alat Pemadam Api Ringan) dan
telah disertai petunjuk pemakaiannya. Hal ini sudah sesuai dengan
ketentuan kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004.
Pencahayaan di Ruang Rawat Inap Lantai 3 RS UNAIR cukup
terang,baikpencahayaan dari luar/ cahaya matahari maupun dari
dalam/ lampu. Semua sudutruangan sudah diberikan penerangan
umum. Saklar ditempatkan dekat pintu masuk agar mudah
dijangkau.
Sistem udara di Ruang Rawat Inap lantai 3 RS UNAIR
menggunakan air conditioner. Suhu, aliran udara, dan kelembaban
dapat diatur sesuai permintaan pasien. Remote AC berada di nurse
station. AC terpasang pada ketinggian lebih dari 2 meter. AC diruang
rawat inap lantai 3 berjumlah 15 buah. Berdasarkan Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit, ketentuan alur udara adalah:
26
a. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang
hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali suplai udara
ke toilet dan gudang.
b. Sistem Udara mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air
conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2 meter dari lantai
atau 0,20 meter dari langit –langit.
4) Alur pengadaan alat kesehatan
Pengajuan pengadaan alat kesehatan dilakukan pada tim pengadaan
yang kemudian dilaporkan pada bagian keuangan. Untuk alat-alat
kesehatan dengan harga relatif tinggi, pengajuan pengadaan alat
dilakukan pada RKAT.
Tabel 2.9 Peralatan medis di ruang Irna Lantai 3 RS Unair
No Nama barang Jumlah Standart Kondisi
tersedia
1 Stestoskop 2 2/ruangan Baik
2 Tensimeter Digital 3 2/ruangan Baik
Tensimeter Raksa 3
27
27 Alat pemeriksaan GDA 1 1/ruangan Baik
28
17 Papan tulis 2 1/ruangan Baik
18 Keset handuk 16 14 Baik
19 TV 8 8 Baik
20 Lemari besi 11 1/ruangan Baik
21 Lemari Kaca 2 1/ruangan Baik
22 Wastafel cuci tangan 1 2/ruangan Baik
23 Komputer 2 1/ruangan Baik
24 Printer 2 1/ruangan Baik
25 Telepon 2 1/ruangan Baik
26 Kotak saran 1 1/ruangan Baik
27 Scanner 1 - Baik
28 Dapur - 1/ruangan Baik
29
h. Terdapat mushola untuk pengunjung disebelah selatan ruang kelas I
2. Fasilitas untuk petugas kesehatan
a. Ruang DM dan ruangners.
b. Kamar mandi petugas dekat dengan mushola petugas.
c. Nursestationberadadibagiantengahruangan.
d. Locker untukpetugas
e. Ruangan Perawat (Nurse station) ada 2 ruangan, digunakan untuk
timbang terima, proses dokumentasi askep, keperluan administrasi
klien
f. Kamar mandi pegawai terdapat 1 kamar mandi dengan fasilitas air
dingin dan hangat.
Berdasarkan Depkes RI 2006 ruangan pada bangunan rawat inap terdiri dari
ruang rawat inap (VIP, kelas I, kelas II dan kelas III), Nurse station, ruang
konsultasi, ruang tindakan, ruang administrasi, ruang dokter, ruang perawat, ruang
ganti/locker, ruang linen bersih, ruang linen kotor, spoelhoek/cuci alat, Kamar
mandi/toilet, ruang janitor/service, gudang bersih, gudang kotor. Di ruang irna
lantai 3 peralatan dan fasilitas serta penataan ruangan sudah sesuai standar Depkes
RI 2006
3. Daftar Isi Trolley Emergency
Tabel 2.10 Tabel Daftar Isi Trolley Emergency
No Nama alat JumlahTe Standar Kondisi
rsedia
1 Spuit 1 ml 4 4 Baik
2 Spuit 3 ml Terumo 6 6 Baik
3 Spuit 5 ml 6 6 Baik
4 Spuit 10 ml 10 10 Baik
5 Spuit 20 ml 2 2 Baik
6 Spuit 50 ml LT 1 1 Baik
7 Spuit 50 ml LP 2 2 Baik
8 IV Cateter 16 6 6 Baik
9 IV Cateter 18 6 6 Baik
10 IV Cateter 20 10 10 Baik
11 IV Cateter 22 6 6 Baik
12 IV Cateter 24 6 6 Baik
13 IV Cateter 26 2 2 Baik
14 Three Way Pendek 3 3 Baik
15 Three Way Panjang 3 3 Baik
30
16 Transfusion Set 4 4 Baik
17 Infusion Set 6 6 Baik
18 Extension Tube 4 4 Baik
19 Kondom 2 2 Baik
20 Glove Steril 6.5 2 2 Baik
21 Glove Steril 7 2 2 Baik
22 Glove Steril 7,5 2 2 Baik
23 Duraphor 1 1 Baik
24 Eleltrode 15 15 Baik
25 Jackson Reese Dewasa 2 2 Baik
26 Jackson Reese Anak 1 1 Baik
27 Nasal Canula Dewasa 1 1 Baik
28 Nasal Canula Anak 1 1 Baik
29 Simple Mask Dewasa 1 1 Baik
30 Simple Mask Anak 1 1 Baik
31 NRM Anak 1 1 Baik
32 Nasofaring 7,5 mm 1 1 Baik
33 Masker Anastesi S 0 1 Baik
34 Masker Anastesi M 1 1 Baik
35 Masker Anastesi L 1 1 Baik
36 Harnet 1 1 Baik
37 Stilet Dewasa 3 3 Baik
38 Stilet Anak 0 0 Baik
39 LMA No 3 1 1 Baik
40 LMA No 4 1 1 Baik
41 Jackson Reese Infant 0 1 Baik
42 NGT 3.5 2 2 Baik
43 NGT 6 2 2 Baik
44 NGT 8 2 2 Baik
45 NGT 12 3 3 Baik
46 NGT 14 8 8 Baik
47 NGT 16 2 2 Baik
48 NGT 18 2 2 Baik
49 Suction Cateter 6 2 2 Baik
50 Suction Cateter 8 2 2 Baik
51 Suction Cateter 10 4 4 Baik
52 Suction Cateter 12 2 2 Baik
53 Suction Cateter 14 2 2 Baik
54 Foley Cateter 10 1 1 Baik
55 Foley Cateter 12 1 1 Baik
56 Foley Cateter 14 3 3 Baik
57 Foley Cateter 16 0 1 Baik
58 Foley Cateter 18 1 1 Baik
59 Urine Bag T 3 3 Baik
60 Jelly sachet 3 3 Baik
61 Ultrasonic Gel 1 1 Baik
31
62 ETT 2 non cuff 2 2 Baik
63 ETT 2,5 non cuff 2 2 Baik
64 ETT 3 non cuff 2 2 Baik
65 ETT 3,5 non cuff 2 2 Baik
66 ETT 4 non cuff 2 2 Baik
67 ETT 4,5 King 2 2 Baik
68 ETT 5 King 2 2 Baik
69 ETT 5,5 King 2 2 Baik
70 ETT 6 King 2 2 Baik
71 ETT 6,5 King 2 2 Baik
72 ETT 7 King 2 2 Baik
73 ETT 7,5 King 2 2 Baik
74 ETT 8 King 2 2 Baik
75 IV Hand 5 5 Baik
76 Needle 18 G 5 5 Baik
77 Alcohol Swab 20 20 Baik
78 Oropharingela tube 40 0 1 Baik
79 Oropharingela tube 80 2 2 Baik
80 Oropharingela tube 100 2 2 Baik
81 Laringoscope Infant (Lurus) 0 1 Baik
82 Laringoscope Adult 0 1 Baik
83 (Bengkok)
BVM Infant 0 1 Baik
Cairan Infus
84 RL 500 ml 500 ml 4 4 Baik
85 NS 0,9 % ml 6 6 Baik
86 Gelofusin 500 ml 2 2 Baik
87 HES 130 (6%) 500 ml 2 2 Baik
88 Dextrose 40 % 8 8 Baik
89 KCL 25 mEq 4 4 Baik
90 Na Bicarnarbonat 4 4 Baik
91 MgSo4 20% 2 2 Baik
92 MgSO4 40% 2 2 Baik
Obat
93 Aminofilin inj 3 3 Baik
94 Amiodarone inj 300mg 5 5 Baik
95 Atropine Sulfat inj 6 6 Baik
96 Ca Glunonas Inj 4 4 Baik
97 Diazepam Enema 2 2 Baik
98 Diazepam Inj 2 2 Baik
99 Difenhidramin Inj 3 3 Baik
100 Digoxin Inj 2 2 Baik
101 Dobutamin Inj 2 2 Baik
102 Dopamin Inj 2 2 Baik
103 Efedrine Inj 5 5 Baik
104 Epinefrine Inj 20 20 Baik
105 Furosemide Inj 10 10 Baik
32
106 Fenobarbital Inj IV 1 1 Baik
107 ISDN Inj 4 4 Baik
108 Lidocain 2% Inj 10 10 Baik
109 Modazolam Inj 1 mg/ml 3 3 Baik
110 Naloxone Inj 1 1 Baik
111 Neostigmin Inj 1 1 Baik
112 Norepinefrine Inj 2 2 Baik
113 Nicardipin 2 2 Baik
114 Propofol 2 2 Baik
115 Xylocain Spray 1 1 Baik
116 Rocuronium (Kulkas Obat) 2 2 Baik
33
Gambar 2.6 Gambar Metode Penugasan Case Manager
Di ruang rawat inap lantai 3 Rumah Sakit Universitas Airlangga,
Penanggung jawab (PJ) Unit mengatakan bahwa (MAKP) di IRNA lantai
3 menggunakan MAKP case management. MAKP yang diterapkan terdiri
dari PJ Unit IRNA Lantai 3 adalah seorang S1 Keperawatan, terdapat
Case Manager dengan lulusan S1 Keperawatan. Selain itu terdapat 16
orang S1 Keperawatan dan 2 orang D3 Keperawatan sebagai perawat
klinik.
Penanggung jawab ruang IRNA lantai 3 mengatakan model asuhan
keperawatan yang digunakan adalah MAKP case management dengan
pembagian job description sudah dipahami oleh semua perawat dari semua
anggota tim dan pendokumentasian antar profesi terlaksana cukup baik
karena setiap pergantian shift, anggota tim melakukan pendokumentasian
dan timbang terima.
Penerapan case management di IRNA Lantai 3 Rumah Sakit
Universitas Airlangga ini terkadang masih belum optimal. Hal ini
dikarenakan jika pasien overload disalah satu kasus sedangkan di kasus
lain terjadi penurunan pasien, maka pasien tersebut akan dilimpahkan ke
case manager yang tidak sesuai dengan job description. Pada penerapan
MAKP harus mampu memberikan asuhan keperawatan profesional, untuk
itu diperlukan penataan tiga komponen utama yaitu, ketenagaan perawat,
metode pemberian asuhan keperawatan, dokumentasi keperawatan.
b. Penerimaan Pasien Baru
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengumpulan data yang
dilakukan pada 2-5 mei 2017 didapatkan data bahwa proses penerimaan
pasien baru yang datang di ruangan ini sudah dilakukan sesuai standar, dan
Ruang Rawat Inap Lantai 3 RS UNAIR hampir setiap hari mendapatkan
pasien baru. Pasien baru dari IGD atau poli, dan ICU, maka perawat IGD
atau poli dan ICU menghubungi customer care tersentral untuk
menanyakan kamar kosong, selanjutnya customer care yang memastikan
ke ruangan IRNA lantai 3 apakah terdapat kamar kosong. kemudian
perawat ruangan mempersiapkan kamar, setelah kamar siap maka perawat
34
akan menghubungi kembali customer care. Kemudian perawat IGD atau
Poli mengantar pasien ke ruangan.
Jika pasien dari OK, maka perawat rungan irna lantai 3 via telepon
untuk menginformasikan bahwa pasien sudah selesai operasi dan bisa
kembali ke ruangan. Kemudian perawat ruangan menjemput pasien ke
OK.
Setelah pasien datang, pasien diterima oleh perawat CM maka
pasien akan di letakkan di pit stop dan dilakuakn observasi tanda-tanda
vital. Perawat yang mengirim pasien (perawat IGD maupun perawat Poli)
mengadakan timbang terima yang berisi SBAR dengan perawat yang
bertugas di IRNA Lantai 3 RS UNAIR. Kemudian perawat yang bertugas
di ruangan melakukan penjelasan mengenai poin-poin yang ada di lembar
penerimaan pasien baru kepada pasien dan keluarga, dan setelahnya pasien
ataupun keluarga pasien menandatangani lembar tersebut. Pasien yang
baru pertama kali datang dan rawat inap akan dijelaskan dengan welcome
book oleh CM yang berisi tentang : Visi Misi, Parking Area, Peraturan
Pengunjung, Hak Pasien dan Kewajiban Pasien, Failitas Rawat Inap, Poli
RS UNAIR, Jenis Pembayaran, Syarat Pembayaran, 6 Langkah cuci
tangan. Kemudian setelah keluarga dan pasien dijelaskan, keluarga pasien
menandatangani lembar tersebut.
Adapun sarana prasarana yang telah disediakan dalam penerimaan
pasien baru di IRNA Lantai 3 RS UNAIR yaitu:
(1) Lembar tata tertib pasien dan pengunjung ruangan
(2) Lembar pasien masuk RS
(3) Lembar format pengkajian pasien
(4) Tempat tidur pasien baru
(5) Nursing kit, alat kesehatan
(6) Paket MRS
(7) Kartu penunggu
(8) Welcome book
Telah tersedia juga tata tertib pasien dan pengunjung ruangan di
Rawat Inap Lantai 3 RS UNAIR. Sehingga, pada pelaksanaannya keluarga
35
pasien dapat mengikuti aturan disiplin agar para perawat dapat
memberikan pelayanan secara maksimal.
Dalam penerimaan pasien baru, terdapat format khusus berupa
check list orientasi pasien dan keluarga pasien tentang perkenalan diri tim
kesehatan yang akan merawat pasien, orientasi ruangan, peraturan rumah
sakit, serta penjelasan menyenai penyakit pasien, setelah di jelaskan pasien
langsung menuju kamar yang telah disediakan. Namun dalam
pelaksanaannya masih ada beberapa hal yang kurang maksimal,
diantaranya: orientasi rungan hanya dilakukan pada pasien baru, tetapi jika
yang masuk adalah pasien yang pernah MRS maka tidak dilakuakn
orentasi. Orientasi rungan hanya ditujukan untuk rungan tertentu, seperti: kamar
mandi, farmasi dan musollah saja belum secara keseluruhan. Orientasi teman
sekamar juga belum dilakukan.
Menyambut kedatangan pasien
Case
Orientasi ruangan, jenis pasien,
Manag
peraturan & denah ruangan
Pasien er /
MRS Memperkenalkan pasien dengan teman delegas
sekamar, perawat, dokter & tenaga i PK
kesehatan
Jadwal Case
kontrol Manag
er
Lain-lain
Penyelesai
an
Administra
si 36
Gambar 2.7 Gambar Alur Penerimaan Pasien Baru IRNA RS Unair Lantai 3
c. Pengelolaan Sentralisasi Obat
Berdasarkan hasil observasi dan pengumpulan data yang dilakukan
pada tanggal 2-5 mei 2017 melalui proses wawancara dengan perawat
ruangan di ruang IRNA lantai 3 RS UNAIR sudah dilakukan sesuai
MAKP Case Manager sentralisasi obat. Pengelolaan dilakukan dengan
system
ODD (One Day Dose) pada jenis obat oral, injeksi dan supositorial
untuk semua pasien baik umum, BPJS dan ASKES. Masih belum ada alur
secara tertulis tentang sentralisasi obat, namun alur sentralisasi obat di
ruang IRNA lantai 3 RS UNAIR adalah obat diresepkan oleh dokter dan
menuliskan nya di rekam medis kemudian perawat akan membaca rekam
medis tersebut dan menuliskan di medication chart, namun untuk pasien
umum perawat harus menanyakan ke pasien dulu untuk mendapatkan
persetujuan secara tertulis. Setelah mendapat persetujuan dari keluarga
pasien, perawat menuliskan daftar obat di medication chart, kemudian
pihak farmasi yang ada di rungan akan menyedikan obat pasien di box
pasien, dan setiap kali akan memberikan obat, pihak farmasi akan
menyiapkan obat di kotak obat, setelah itu pihak perawat akan mengecek
kembali kelengkapan obat, kemudian jika sudah benar dan sesuai maka
obat tersebut akan dicampurkan oleh perawat, setelah itu baru diberikan ke
pasien oleh perawat. menyerahkan resep ke farmasi, kemudian farmasi
akan menaruhkan obat tersebut di box obat pasien. Pada saat memberikan
ke pasien, perawat akan melakukan identifikasi pasien, menerapkan
prinsip 6T+1W. Untuk obat emergency atau obat-obat high alert akan
dimintakan tanda tangan (informed consent) kelurga saat pemberian obat,
namun untuk obat harian tidak perlu dimintakan tanda tangan, hanya
diinformasikan secara lisan. Walaupun demikian, masih terjadi salah
paham antar tenaga medis. Karena pihak farmasi tidak mengetahui adanya
tambahan obat yang baru saat dokter memberikan tambahan terapi atau
obat.
37
Proses pemberian obat di RS UNAIR mengedepankan mutu
pelaksanaan keselamatan pasien sehingga proses pencampuran obat
dilaksanakan satu persatu, Hal ini menyebabkan beban kerja perawat juga
meningkat. Sistem pemberian obat juga sebelumnya dilakukan persiapan
dan menggunakan pola double checker, satu perawat akan menyiapkan
obat kemudian akan dicek kesesuaiannya oleh perawat lainnya, setelah
persiapan obat sesuai kemudian perawat akan memberikannya ke pasien
dan pasien atau keluarga pasien akan menandatangani kalau obat sudah
diberikan. Pada Medication chart yang terbaru terdapat empat kode P
(prepare), C (Checker) G (Giver) F (Family). Kode P menunjukkan
persiapan sebelum pemberian obat sedangkan kode C merupakan tanda
tangan yang melihat pemberian obat.
Diruang IRNA Lantai 3 RS UNAIR tidak ada format dokumentasi
untuk sentralisasi obat. Untuk pasien yang pulang atau meninggal seluruh
obat yang dimiliki pasien akan dikembalikan ke pihak farmasi untuk
diretur.
38
Gambar 2.8. Gamabar Alur Sentralisasi Obat
d. Ronde Keperawatan
Perawat kepala ruangan Lantai 3 RS UNAIR mengatakan kalau
sistem manajemen keperawatan yang dulu juga melaksanakan ronde
keperawatan dengan metode tidak langsung. Ronde keperawatan dengan
metode tidak langsung di ruangan sering disebut dengan istilah dead case.
Dead case di sini hampir sama dengan ronde keperawatan, terdapat
perawat beserta tenaga kesehatan profesional lainnya seperti dokter dan
ahli gizi. Pelaksanaan dead case dikarenakan sedikit kasus yang kronis/
kompleks yang ditemukan di ruangan dan kasus-kasus tersebut dapat
terselesaikan dengan dead case tersebut. Akan tetapi metode pelaksanaan
ronde keprawatan pada case manager tidak jauh berbeda dengan model
keperawatan moduler.
Hasil dari pengkajian didapatkan dari 10 perawat, 100%
menyatakan bahwa ruangan IRNA Lantai 3 RS UNAIR mendukung
39
adanya kegiatan ronde keperawatan secara murni, 100% perawat mengerti
mengenai apa itu ronde keperawatan. 80% perawat menyatakan kegiatan
ronde keperawatan yang dilakukan di ruangan masih belum optimal.
IRNA Lantai 3 RS UNAIR belum membudayakan penggunaan standar
operasional prosedur ronde keperawatan dan alur ronde keperawatan sejak
menggunakan case manager.
e. Timbang Terima
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui observasi, dan
wawancara yang dilakukan pada 2-5 mei 2017 kepada perawat ruang
rawat inap Lantai 3 Rumah Sakit Universitas Airlangga didapatkan
timbang terima dilaksanakan 3 kali dalam sehari yaitu pada pergantian
shift pagi ke shift sore (pukul 13.30), shift sore ke shift malam (pukul
20.30), dan shift malam ke shift pagi (pukul 07.00). Timbang terima
dilakukan di ruang diskusi, dipimpin oleh PJ Unit pada shift pagi dan NIC
(Nursing In Charge) pada shift sore, shift malam serta hari libur, dihadiri
oleh seluruh perawat yang telah dan akan bertugas. Perawat menyatakan
timbang terima dilaksanakan setiap shift, dihadiri oleh semua perawat
yang berkepentingan, pelaksanaan dipersiapkan sebelumnya, semua
perawat mengetahui hal-hal yang harus disampaikan saat timbang terima,
tersedianya buku catatan hasil timbang terima, mengetahui teknik
pelaporan timbang terima, dan adanya interaksi antara pasien dengan
perawat saat timbang terima berlangsung, waktu untuk mengunjungi
masing-masing pasien 4-5 menit, perawat shift pengganti dievaluasi
kesiapannya oleh PJ unit/NIC.
Berdasarkan prinsip timbang terima di ruang rawat inap Lantai 3
sudah sesuai dengan prosedur timbang terima yaitu semua pasien yang
dirawat dioperkan dan dilanjutkan dengan validasi ke pasien. Timbang
terima juga diikuti oleh mahasiswa yang sedang dinas di ruangan.
Timbang terima dimulai dengan pembukaan dan doa oleh PJ unit IRNA
lantai 3 atau NIC kemudian dilanjutkan dengan melaporkan M1-M5
(Sumber daya manusia, sarana dan prasarana, metode asuhan keperawatan,
keuangan dan mutu pelayanan) dilanjutkan dengan pembuatan grup
40
diskusi kecil berdasarkan CM (Case Manager) masing-masing dan
Perawat Klinis yang berada di bawahnya.
CM menyampaikan data pasien dengan metode komunikasi SBAR
(situation, background, assesment, recommendation). Situation meliputi
nama pasien, usia, diagnosa medis, nama dokter yang menangani, hari
rawat dan masalah keperawatan. Background meliputi perkembangan
pasien saat ini, seperti kemajuan tingkat kesadaran, mobilisasi, dll.
Assesment meliputi keadaan umum, tanda-tanda vital, kesadaran, hasil
laboratorium, serta informasi klinik yang mendukung. Recommendation
meliputi intervensi yang perlu dilakukan, seperti terapi dan pemeriksaan
penunjang yang telah dan akan dilakukan.
Pelaksanaan timbang terima pada setiap CM dan PK yang bertugas
dilanjutkan dengan validasi ke pasien, validasi setiap pasien 3-5 menit.
Saat ke pasien dilakukan klarifikasi dan tanya jawab pada pasien serta
penyampaian bahwa ada perubahan perawat yang bertanggung jawab.
Sebagian perawat telah memperkenalkan dirinya saat validasi sehingga
pasien tidak bingung untuk mencari perawatnya saat membutuhkan
bantuan.
Pelaksanaan timbang terima didokumentasikan di buku timbang
terima (hand over) yang sudah disediakan oleh ruangan, terdapat 1 buku
untuk tiap Case Manager. Tanda tangan yang tercantum dalam buku
timbang terima (hand over) adalah tanda tangan NIC yang telah berdinas
dan akan berdinas. Dalam buku catatan timbang terima disertakan nama
perawat yang berdinas, jumlah pasien, pasien KRS, pasien MRS pada
M1(Man). Pada M2 (Material) dimasukkan data terkait sarana prasarana.
Pada M3 (Methode) terdapat data terkait metode asuhan keperawatan yang
diberikan. Pada M4 (Money) terkait keuangan dan M5 (Mutu) disertakan
mutu pelayanan yang terdiri dari kejadian plebitis, kejadian dekubitus,
pasien jatuh, medication error, salah pemberian obat dan kepuasan pasien.
Hasil wawancara ditemukan bahwa prinsip timbang terima sudah
sesuai dengan prosedur timbang terima, yaitu semua pasien yang dirawat
dioperkan dan dilanjutkan dengan validasi ke pasien, data yang
41
disampaikan sudah sesuai, serta masalah keperawatan sudah benar.
Meskipun masih ada kekurangan dari pelaksanaan timbang terima seperti
timbang terima tidak selalu dipimpin PJ unit, pelaksanaan timbang terima
tidak selalu tepat waktu (khususnya pergantian shift pagi ke sore dan shift
sore ke malam), masih terdapat sebagian perawat yang tidak
memperkenalkan dirinya saat validasi ke pasien terkait perubahan perawat
yang bertanggung jawab sehingga pasien kebingungan saat mencari
bantuan, dengan Model Praktik Keperawatan Profesional Case operan
pasien dilakukan pada CM masing-masing sehingga ide atau masukan
yang diterima oleh perawat hanya didapat dari tim Case Manager tersebut.
f. Supervisi Keperawatan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan PJ unit,
kegiatan supervisi yang dilakukan oleh IRNA lantai 3 RS UNAIR ini
belum terjadwal secara periodik atau masih insidental. Belum ada format
supervisi dan format penilaian yang jelas. Supervisi yang sudah ada di
IRNA lantai 3 ini terdiri dari supervisi langsung dan tidak langsung.
Supervisi tidak langsung biasanya dilakukan melalui laporan lisan pada
saat timbang terima atau melalui pengecekan rekam medis. Sedangkan
supervisi langsung yang berjalan di ruangan pernah dilakukan secara
incidental yang dilaksanakan untuk pegawai baru yang masuk
preceptorship, supervisi ini dilakukan selama 2 minggu sampai ± 3 bulan.
dimana pegawai baru ini diberi buku yang berisi tentang kompetensi rawat
jalan, rawat inap dan critical care. PJ ruangan melakukan supervisi dan
menandatangani buku preceptorship setiap kali preceptee melakukan
kompetensi tersebut.
g. Discharge Planning
Discharge planning dilakukan mulai pasien masuk, selama
perawatan, dan saat akan pulang. Proses discharge planning pada saat
pasien masuk , selama perawatan, dan saat akan pulang dilakukan oleh
perawat yang bertanggung jawab pada pasien tersebut (Case Manager) /
delegasi perawat klinis, Monitoring pasien yang sudah pulang dilakukan
oleh untuk petugas kesehatan yang lain seperti gizi diikutkan dalam proses
42
tersebut secara on demand apabila pasien memang membutuhkan
pemantauan terutama terhadap gizi ketika sudah meninggalkan rumah
sakit.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara sementara yang telah
dilakukan pada tidak ditemukan adanya alur discharge planing secara
tertulis tetapi sudah ada SPO Discharge planning untuk pasien yang MRS
maupun pasien yang akan KRS. Format instrument discharge planning
yang digunakan untuk pasien yang akan KRS telah ada dengan isi sesuai
dengan standar, yaitu: Identitas pasien, tanggal MRS, diagnosa MRS,
tanggal KRS, diagnosa KRS, status keadaan pasien saat dipulangkan,
waktu dan tempat kontrol, perawatan luka di rumah, aturan diet/nutrisi,
obat, aktifitas dan istirahat, perawatan umum, dan hasil pemeriksaan yang
dibawa pulang. Ditemukan pula format resume untuk discharge planning
yang telah dilaksanakan kepada pasien. Dalam pelaksanaan discharge
planning perawat belum memberikan brosur atau leaflet yang bisa dibawa
pulang oleh pasien sehingga memungkinkan pasien untuk lupa terhadap
edukasi yang sudah diberikan perawat. Keseluruhan proses discharge
planning didokumentasikan oleh perawat dalam format discharge planning
yang ada dalam rekam medis pasien.
4. Money (M4)
a. Sistem Gaji dan Remunerisasi SDM
Sumber dana untuk gaji pegawai golongan PNS di Ruang lantai 3
RS Unair berasal dari pemerintah. Sedang kan sumber dana untuk gaji
pegawai Non-PNS (honorer) dan kontrak berasal dari rumah sakit itu
sendiri.
b. Sumber Pendapatan Ruangan
Sumber pendapatan Ruang Ruang lantai 3 RS Unairberasal dari
Pemerintah yang diatur oleh rumah sakit untuk dibagikan ke setiap
ruangan di rumah sakit sesuai kebutuhannya yang tersentralisasi dari
instalasi watnap.
c. Anggaran Pengadaan Alat dan Renovasi
43
Pengajuan anggaran pengadaan alat dan renovasi, ruang teratai
tidak mendapatkan anggaran berupa dana tunai melainkan langsung
berupa logistik dan alat dari Rumah Sakit pusat. Untuk hal yang bersifat
insidentil dan mendesak, ruangan melalui Kepala Ruangan dapat
mengajukan rencana barang-barang yang dibutuhkan setiap bulan yang
kemudian akan ditindaklanjuti oleh pihak Rumah Sakit.
d. Tarif Rawat Inap
Tarif rawat inap di ruang Ruang lantai 3 RS Unairditentukan oleh
instalasi rawat inap pusat. Untuk pasien yang berasal satuan TNI, biaya
diambil dari gaji dan buka menjadi urusan ruangan. Sementara pasien
swasta ditentukan sebagai berikut:
Tabel 2.11. Tarif rawat inap di ruang Ruang lantai 3 RS Unair
Kelas 3 Kelas 2 Kelas 1 VIP
Sewa Kamar Rp. 150.000 Rp. 250.000 Rp. 400.000 Rp. 600.000
Vicite Dokter Rp. 75.000 Rp.100.000 Rp. 150.000 Rp. 200.000
Trif Privat Rp.150.000 Rp.250.000 Rp. 300.000 Rp. 400.000
Jasa Rp. 30.000 Rp. 50.000 Rp. 80.000 Rp. 120.000
Keperawatan
Sewa kamar termasuk makan, loundry, dan fasilitas yang tersedia dikamar.
5. M5 (Marketing)
Rumah Sakit Universitas Airlangga pempromosikan berbagai produknya
melalui berbagai media, diantaranya :
1. Website Rumah Sakit Universitas Airlangga
2. Media Massa Elektronik Radio
3. Media Massa Elektronik Cetak
4. Berbagai kegiatan promosi
5. Kerjasama dengan berbagai pihak
6. Promosi dari pelayanan yang didapatkan pasien
Selain melalui berbagai media untuk keterjangkauan pasien
mendapatkan informasi terkait pelayanan Rumah Sakit Universitas Airlangga,
kualitas pelayanan menjadi salah satu indikator utama pasien mempercayakan
kesembuhan dan kesehatannya pada Rumah Sakit Universitas Airlangga, Hal
ini yang membuat Rumah Sakit Universitas Airlangga menjaga dan
44
menetapkan beberapa indikator mutu pelayanan. Berikut hasil indikator Mutu
Rawat Inap Lantai 4 Rumah Sakit Universitas Airlangga :
1. Kejadian Pasien Jatuh
45
Rawat Inap Lantai 4 di dapatkan tidak ada kejadian dekubitus baru pada
seluruh pasien dengan ketergantungan total dan parsial.
3. Kejadian Kesalahan Pemberian Obat
46
Pemenuhan kebutuhan dasar manusia adalah tugas utama seorang
perawat, diantaranya adalah kebersihan diri seoarang pasien. Berdasarkan
hasil laporan indikator mutu Rawat Inap Lantai 4 di dapatkan seluruh pasien
terpenuhi kebutuhan personal hygine dengan bantuan perawat pada pasien
ketergantungan parsial dan total.
5. Kesalahan transfusi, Pemberian Trombolitik pada pasien Stoke
Trombolitik, dan Pemasangan gelang pasien
Pada bulan April terdapat beberapa indikator mutu baru yang
diterapkan di Rawat Inap Lantai 4, berikut tiga indikator baru yang
diterapkan :
47
2.5 Standart KARS
Tabel 2.12 Tabel Standart KARS
48
keluhan, konflik dan perbedaan pendapat tentang pelayanan
pasien dan hak pasien untuk berpartisipasi dalam proses ini.
49
(Kualifikasi dan Rumah sakit menetapkan pendidikan, ketrampilan, pengetahuan 1. Stuktur organisasi
pendidikan staf) dan persyaratan lain bagi seluruh staf.
50
dikomunikasikan antara praktisi medis, keperawatan dan praktisi
kesehatan lainnya pada waktu setiap kali penyusunan anggota
regu kerja /shift maupun saat pergantian shift.
51
pengurangan infeksi terkait pelayanan kesehatan.
52
Pendidikan pasien dan keluarga termasuk topik-topik berikut ini, 2. Form Edukasi terintegrasi
terkait dengan pelayanan pasien : penggunaan obat yang aman,
penggunaan peralatan medis yang aman, potensi interaksi antara
obat dengan makanan, pedoman nutrisi, manajemen nyeri dan
teknik-teknik rehabilitasi.
53
Standar SKP.IV. Dokumen yang terkait : Belum adanya :
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk 1.
Kebijakan / Panduan / SPO
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi. pelayanan bedahuntukuntuk
memastikan tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan
tindakan pengobatan gigi / dental
2. SPO penandaan lokasi operasi
3. Dokumen pra operasi
Standar SKP.V. Dokumen yang terkait : Belum adanya :
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk 1. Kebijakan / Panduan Hand hygiene
mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. 2. SPO Cucitangan
3. SPO lima momencucitangan
54
Standar AP.2 Dokumen yang terkait : Belum adanya :
Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas 1. Panduan Assesment awal dan
dasar kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respons terhadap ulang pasien
pengobatan dan untuk merencanakan pengobatan atau untuk
pemulangan pasien.
55
Pelayanan anestesia pada setiap pasien direncanakan dan 1. Form Persetujuan anastesi
didokumentasikan di rekam medis pasien
56
pemberian darah dan komponen
darah
7. Kebijakan/ Panduan/ prosedur
pelayanan pasien tahap terminal
8. Kebijakan/ Panduan/ prosedur
pelayanan pasien dengan alat
pengikat (restraint)
Standar PP.4 Dokumen yang terkait : Belum adanya :
Pilihan berbagai variasi makanan yang sesuai dengan status gizi 1. Kebijakan/ Panduan/ prosedur
pasien dan konsisten dengan asuhan klinisnya tersedia secara pelayanan gizi
reguler. 2. Form asesment gizi
57
2.7 Pathway
58
59
2.8 PICOT
No. Pasien Intervensi Comparation Outcome Teori
1. Ny. A (Ulkus Pemberian edukasi secara lisan Pemberian edukasi Skor kecemasa dengan Pendidikan perioperative digunakan untuk
Pedis) terkait prosedur operasi menggunakan metode APAIS scale yaitu 12 memperbaiki informasi tentang perawatan
ceramah kesehatan, mekanisme koping dan dukungan
psikologis sebelum pembedahan (Kruzik, 2009)
2. Ny. K (CKD AV Pemberian edukasi secara lisan Pemberian edukasi Skor kecemasa dengan Pendidikan perioperative digunakan untuk
Shunt) terkait prosedur operasi menggunakan metode APAIS scale yaitu 12 memperbaiki informasi tentang perawatan
ceramah kesehatan, mekanisme koping dan dukungan
psikologis sebelum pembedahan (Kruzik, 2009)
3. Ny. H (Open Pemberian edukasi secara lisan Pemberian edukasi Skor kecemasa dengan Pendidikan perioperative digunakan untuk
Fraktur Humerus terkait prosedur operasi menggunakan metode APAIS scale yaitu 11 memperbaiki informasi tentang perawatan
Dextra) ceramah kesehatan, mekanisme koping dan dukungan
psikologis sebelum pembedahan (Kruzik, 2009)
4. Ny. F (STT Pemberian edukasi secara lisan Pemberian edukasi Skor kecemasa dengan Pendidikan perioperative digunakan untuk
Punggung elektif) terkait prosedur operasi menggunakan metode APAIS scale yaitu 16 memperbaiki informasi tentang perawatan
ceramah kesehatan, mekanisme koping dan dukungan
psikologis sebelum pembedahan (Kruzik, 2009)
5. Ny. M (Varises Pemberian edukasi secara lisan Pemberian edukasi Skor kecemasa dengan Pendidikan perioperative digunakan untuk
Gr. III_IV terkait prosedur operasi menggunakan metode APAIS scale yaitu 8 memperbaiki informasi tentang perawatan
ceramah kesehatan, mekanisme koping dan dukungan
psikologis sebelum pembedahan (Kruzik, 2009)
60
6. Tn R (Fraktur Pemberian edukasi secara lisan Pemberian edukasi Skor kecemasa dengan Pendidikan perioperative digunakan untuk
Cruris) terkait prosedur operasi menggunakan metode APAIS scale yaitu 13 memperbaiki informasi tentang perawatan
ceramah kesehatan, mekanisme koping dan dukungan
psikologis sebelum pembedahan (Kruzik, 2009)
7. Tn. S (Pre DSA Pemberian edukasi secara lisan Pemberian edukasi Skor kecemasa dengan Pendidikan perioperative digunakan untuk
Neurofriboma) terkait prosedur operasi menggunakan metode APAIS scale yaitu 4 memperbaiki informasi tentang perawatan
ceramah kesehatan, mekanisme koping dan dukungan
psikologis sebelum pembedahan (Kruzik, 2009)
61
2.9 Justifikasi Masalah
Berdasarkan analisis masalah yang ada di ruang lantai 3, diagnosa medis
terbanyak dalam 3 bulan terakhir yaitu Pre Diagnostic Coronary Angiogragraphy
(DCA) dan Penyakit Jantung Koroner. Pre Diagnostic Coronary Angiogragraphy
(DCA) merupakan suatu pelayanan yang di lakukan di laboratorium kateterisasi
jantung & menentukan Diagnostik penyakit jantung, selain itu penggunaan DCA
adalah sebagai bentuk intervensi pada pasien dengan gangguan pembuluh darah.
Hal tersebut sejalan dengan ruang irna lantai 3 yang lebih berfokus pada pasien
perioperatif.
62
Gambar 2.14
63
Identifikasi pasien dengan tingkat kecemasan preoperatif dapat digunakan oleh
perawat untuk mengantisipasi peningkatan kejadian nyeri pasca bedah. Pada
Pasien dengan tingkat kecemasan yang lebih tinggi, persepsi akan nyeri juga
meningkat karena pasien fokus terhadap rasa nyeriyang dialami (Kim, 2010).
64
BAB 3
PROYEK INOVASI
3.1 Pre Operative
1) Pengertian
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh
(Smeltzer and Bare, 2002). Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk
menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan
ke meja operasi ( Smeltzer and Bare, 2002 ).
2) Tipe Pembedahan
a. Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry ( 2005 ) membagi menjadi:
1) Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi
2) Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom
3) Reparatif : memperbaiki luka multiple
4) Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.
5) Paliatif : menghilangkan nyeri,
6) Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau
struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
b. Sedangkan Smeltzer and Bare ( 2001 ), membagi operasi menurut tingkat
urgensi dan luas atau tingkat resiko.
1) Kedaruratan
Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang
diakibatkannya diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau
kecacatan fisik), tidak dapat ditunda.
2) Urgen
Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 – 30 jam.
3) Diperlukan
Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa
minggu atau bulan.
4) Elektif
Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan
jika tidak dilakukan.
5) Pilihan
65
Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan
pribadi klien).
c. Menurut Luas atau Tingkat Resiko :
1) Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai
tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
2) Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko
komplikasi lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.
3) Gambaran pasien preoperatif
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada
integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun
psikologis. Menurut Long B.C (2001), pasien preoperasi akan mengalami reaksi
emosional berupa kecemasan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan
ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
normal (body image)
c. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
d. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang
mempunyai penyakit yang sama.
e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
g. Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat
mempengaruhi respon fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya perubahan-
perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-
gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah,
menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih.
Persiapan yang baik selama periode operasi membantu menurunkan resiko
operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah. Tujuan tindakan keperawatan
66
preoperasi menurut Luckman dan Sorensen (1993), dimaksudkan untuk kebaikan
bagi pasien dan keluarganya yang meliputi :
a. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik
ungkapan secara verbal maupun ekspresi muka.)
b. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan
setelah tindakan operasi.
c. Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.
d. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh
anestesi.
e. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah tindakan
operasi.
f. Mendapatkan istirahat yang cukup.
g. Menjelaskan tentang prosedur operasi , jadwal operasi serta menanda
tangani inform consent.
h. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung.
3.2 Tindakan Keperawatan Preoperatif
1. Pengertian
Tindakan keperawatan adalah setiap terapi perawatan langsung yang
dilakukan perawat untuk kepentingan klien, terapi tersebut termasuk terapi yang
dilakukan perawat berdasarkan diagnosis keperawatan, pengobatan yang
dilakukan dokter berdasarkan diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting
sehari – hari untuk klien yang tidak dapat melakukannya ( Mc. Closkey dan
Bulechek 1992 ) yang dikutip Barbara J. G ( 2008 ).
Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan oleh
perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan
pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental
sangat diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal
dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan
yang dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak
pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara
masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang
67
optimal, yaitu kesembuhan pasien secara paripurna ( Rothrock, 1999 ).
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan
psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
2. Persiapan Klien di Unit Perawatan
a. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan,
yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai
persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut
Brunner & Suddarth ( 2002 ), antara lain :
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum pembedahan, dilakukan pemeriksaan status kesehatan
secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan
masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara
lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi
ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin
dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi
harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang
cukup untuk perbaikan jaringan. Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka
tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada
kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan
kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam
rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di
antaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar
kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 –
1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi
68
ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi
dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan
seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut, maka operasi
harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali pada kasus-kasus
yang mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan
dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya
puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan
lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan
lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan.
5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut
yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga
mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan
daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis)
dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut
dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi
pemasangan plate pada fraktur femur, dan hemmoroidektomi. Selain terkait
daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada
pemasangan infus sebelum pembedahan.
6) Personal Hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan
69
daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan
memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
8) Latihan pra operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal
ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi
pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada
tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi
antara lain:
a. Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler)
dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. Letakkan tangan di
atas perut, hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan
hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat. Tahan nafas beberapa saat
(3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit
demi sedikit melalui mulut. Lakukan hal ini berulang kali (15 kali).
Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
b. Latihan batuk efektif
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari
tangan dan letakkan melintang di atas incisi sebagai bebat ketika batuk.
Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali).
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan
tidak hanya batuk dengan mengandalkan kekuatan tenggorokan saja
karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan
ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. Ulangi lagi
sesuai kebutuhan.
70
c. Latihan gerak sendi
Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada
saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya
dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk
mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal.
Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of
Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya
dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya
kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
b. Persiapan penunjang
Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap
pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh
pasien). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi
antara lain :
1) Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen,
foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan
(computerized Tomography Scan) , MRI (Magnetic Resonance Imagine),
BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop),
EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo
Grafi), dll.
2) Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin,
angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein
total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida),
CT/BT, ureum, kreatinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada
sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
3) Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan
jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi
biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau
hanya berupa infeksi kronis saja.
4) Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
71
5) Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah
pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan
dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8
pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial).
c. Pemeriksaan status anestesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan untuk
keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi
kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik
yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist).
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya
akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
d. Informed Consent
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung
tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab
terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan
operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko
dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani
surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait
dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan
yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka
pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-
betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka
p enyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang
dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
e. Persiapan Mental/Psikis
Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah
kecemasan. Maka perawat harus mengatasi permasalahan yang sedang
dihadapi klien. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa
digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat
72
perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya
orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support
system.
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat
menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
Pengalaman operasi sebelumnya, Persepsi pasien dan keluarga tentang
tujuan/alasan tindakan operasi, Pengetahuan pasien dan keluarga tentang
persiapan operasi baik fisik maupun penunjang, Pengetahuan pasien dan
keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi.,
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi),
Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi
dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk
efektif, ROM, dll.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan
perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan
mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi,
memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan
hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental menurut Taylor
(1997), dapat dilakukan dengan berbagai cara :
1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami
pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang
waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses
operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll. Dengan mengetahui
berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih
siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak
menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait
dengan operasi yang akan dialami pasien.
2. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan
persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa
yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat
73
akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya
untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan
tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan
pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien
akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.
3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan
tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien
dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke
kamar operasi.
4. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-
hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada
pasien.
5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi,
seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk
menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan
istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar
operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga
membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan
pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien
sampai ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di
ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.
f. Obat-Obatan Premedikasi
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan
obat-obatan premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien
mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi yang
diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis
biasanya diberikan sebelum pasien dioperasi. Antibiotik profilaksis yang
diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan
operasi, antibiotika profilaksis biasanya diberikan 1-2 jam sebelum operasi
dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali (Sjamsuhidayat dan Dejong,
2004 ).
74
3. Jenis – jenis Tindakan Keperawatan Preoperatif
Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai
peran perawat perioperatif antara lain :
a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien untuk
menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi
b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian
c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi
d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi
e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam
f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan
g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi
h. Menerangkan alat – alat yang akan digunakan oleh klien selama operasi.
Sehari sebelum operasi :
i. Memberikan dukungan emosional, menjawab pertanyaan dan memberikan
dukungan spiritual bila diperlukan
j. Melakukan pembatasan diet pre operasi
k. Menyiapkan kebutuhan eliminasi selama dan setelah pembedahan
l. Mencukur dan menyiapkan daerah operasi
Hari pembedahan :
1. Mengecek bahwa bahan dan obat – obatan telah lengkap
2. Mengecek tanda – tanda vital
3. Mengecek inform consent
4. Melanjutkan persiapan nutrisi dan hidrasi
5. Melepaskan protese dan kosmetik
6. Melakukan perawatan mulut
7. Mengosongkan blas dan bowel
8. Mempersiapkan catatan yang diperlukan selama pre operasi
9. Memberikan obat –obatan yang perlu diberikan ( sesuai order dokter )
Sedangkan tindakan preoperasi menurut Kozier dan Erb ( 2009 ), diantaranya:
1. Menjelaskan perlunya dilakukan pemeriksaan preoperasi ( misalnya
laboratorium, sinar –X, dan elektrokardiogram )
2. Mendiskusikan persiapan usus bila diperlukan.
75
3. Mendiskusikan persiapan kulit termasuk daerah yang akan dilakukan
operasi dan mandi ( shower preoperasi ).
4. Mendiskusikan pengobatan preoperasi bila diprogramkan.
5. Menjelaskan terapi individu yang diprogramkan oleh dokter seperti terapi
intravena, pemasangan kateter urin, atau selang nasogastrik, penggunaan
spirometer, atau stoking anti emboli.
6. Menjelaskan kunjungan ahli anestesi
7. Menjelaskan perlunya pembatasan makanan atau minuman oral minimal 8
jam sebelum pembedahan.
8. Menyediakan table waktu yang umum untuk periode preoperasi termasuk
periode pembedahan.
9. Mendiskusikan perlunya melepas perhiasan, menghapus make up dan
melepas semua prosthesis ( misalnya kaca mata,gigi palsu, wig ) segera
sebelum pembedahan.
10. Menginformasikan kepada klien mengenai area operasi serta beritahu lokasi
ruang tunggu bagi individu pendukung.
11. Mengajarkan latihan nafas dalam dan batuk, latihan tungkai, cara mengubah
posisi dan gerak.
12. Melengkapi daftar tilik preoperasi.
Adapun tindakan keperawatan yang perlu diberikan pada pasien preoperatif
menurut Potter & Perry (2005), pada hari pembedahan diantaranya:
1. Memeriksa isi rekam medis dan melengkapi pencatatan, seperti pemeriksaan
penunjang dan inform consent
2. Melakukan pengukuran tanda – tanda vital
3. Melakukan pembersihan pasien
4. Melakukan pemeriksaan rambut dan kosmetik
5. Melakukan pemeriksaan prostese
6. Mempersiapkan usus dan kandung kemih
7. Melakukan pemasangan stoking anti emboli atau alat kompresi
sekuensialMeningkatkan martabat pasien dengan memberikan privasi
terhadap klien
8. Melakukan prosedur khusus seperti pemasangan NGT
76
9. Menyimpan barang – barang berharga pasien
10. Memberikan obat preoperatif
77
Pada kecemasan berat lapangan persepsi menjadi sangat menurun.
Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal
yang lain. Individu tidak mampu berfikir realistis dan membutuhkan
banyak pengarahan, untuk dapat memusatkan pada area lain.
4) Panik
Pada tingkat ini lapangan persepsi sangat sempit sehingga individu
tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa
walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan. Pada keadaan panik
terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain dan kehilangan pemikiran yang rasional.
2. Tanda dan Gejala Kecemasan
Gejala klinis kecemasan menurut Hawari (2006), Keluhan-keluhan yang
sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara
lain:
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah
tersinggung. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
b. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang.
c. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
d. Gangguan konsenterasi dan daya ingat.
e. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
3. Karakteristik Kecemasan
Menurut Asmadi (2009), tiap tingkatan kecemasan mempunyai karakteristik
atau manifestasi yang berbeda satu sama lain. Manifestasi kecemasan yang terjadi
bergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi ketegangan,
harga diri, dan mekanisme koping yang digunakannya.
Tabel 2.1 Tingkat Ansietas dan Karakteristik. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep
dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien
78
meningkat, dapat menjadi motivasi positif
untuk belajar dan menghasilkan kreativitas.
2. Respons fisiologis: sesekali napas pendek,
nadi dan tekanan darah meningkat sedikit,
gejala ringan pada lambung, muka berkerut,
serta bibir bergetar.
3. Respons kognitif: mampu menerima
rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada
masalah, menyelesaikan masalah secara
efektif, dan terangsang untuk melakukan
tindakan.
4. Respons perilaku dan emosi: tidak dapat
duduk tenang, tremor halus pada tangan, dan
suara kadang-kadang meninggi.
79
1. Respons fisiologis: napas pendek, rasa tercekik
Panik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, serta
rendahnya koordinasi motorik.
2. Respons kognitif: gangguan realitas, tidak
dapat berpikir logis, persepsi terhadap
lingkungan mengalami distorsi, dan
ketidakmampuan memahami situasi.
3. Respons perilaku dan emosi: agitasi,
mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-
teriak, kehilangan kendali/kontrol diri
(aktivitas motorik tidak menentu), perasaan
terancam, serta dapat berbuat sesuatu yang
membahayakan diri sendiri dan/ atau orang
lain.
(Sumber : Asmadi, 2009)
Rentang Respon Kecemasan
Rentang respon sehat-sakit dapat dipakai untuk menggambarkan respon
adaptif- maladaptif pada kecemasan.
x x x x x
Skala Kecemasan
Skala menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) terdiri dari 14
item, meliputi (Mirianti, 2011):
a. Perasaan cemas : firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
b. Ketegangan: merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
c. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri
dan takut pada binatang besar dll.
d. Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur
tidak pulas dan mimpi buruk.
e. Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi.
80
f. Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby,
sedih, perasaan tiak menyenangkan sepanjang hari.
g. Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, geretakan gigi, suara tidak
stabil, dan kedutan.
h. Gejala sensori : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah
dan pucat serta merasa lemah.
i. Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri dada, denyut nadi mengeras dan
detak jantung hilang sekejap.
j. Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering
menarik napas panjang dan merasa napas pendek.
k. Gejala gastrointestnal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual
dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas
diperut.
l. Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing,
aminorea, ereksi lemah atau impotensi
m. Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu
roma berdiri, pusing atau sakit kepala.
n. Prilaku sewaktu wawancara : gelisah jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi
atau kening, muka tegang.
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
1. Faktor Eksternal
Beberapa faktor pencetus yang dapat menyebabkan terjadinya
kecemasan antara lain :
a. Ancaman terhadap integritas biologi seperti : penyakit, trauma fisik,
dan pembedahan yang akan dilakukan.
b. Ancaman terhadap konsep diri seperti proses kehilangan, perubahan
peran, perubahan lingkungan atau status sosial ekonomi (Stuart and
Sundeen, 1998, Ann Isaacs, (2005) dalam Bahiroh (2008)).
2. Faktor Eksternal
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada
pasien pre operasi adalah :
1) Umur
81
Ada yang berpendapat bahwa faktor umur muda lebih mudah
mengalami stres daripada yang berumur lebih tua, dimana terlalu banyak
masalah yang sering dialami oleh seseorang pada usia muda. Walau umur
sukar ditentukan karena sebagain besar pasien melaporkan bahwa mereka
mengalami kecemasan selama yang dapat mereka ingat. Tapi seringkali
kecemasan terjadi pada usia 20-40 tahun (Hawari, 2006).
2) Status Pendidikan
Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan tentang pra operasi yang mereka
peroleh. Dari kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan
seseorang agar lebih tanggap dengan adanya masalah kesehatan dan bisa
mengambil tindakan secepatnya (Notoatmodjo, 2002). Adapun pendidikan
dibagi menjadi dua yaitu :
a) Pendidikan Informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di
rumah, di lingkungan sekolah dan di dalam kelas.
b) Pendidikan Formal adalah pendidikan yang mempunyai bentuk
atau organisasi tertentu, seperti yang terdapat di sekolah atau
universitas. Status pendidikan yang kurang pada seseorang akan
menyebabkan orang tersebut lebih mudah mengalami cemas atau
stress dibanding dengan mereka yang status pendidikannya lebih
tinggi.
3) Status Ekonomi (Pendapatan)
Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi seseorang
dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatan dimana tersedianya biaya
untuk melakukan opearsi. Pendapatan merupakan faktor yang paling
menentukan kuantitas maupun kualitas kesehatan sehingga ada hubungan
yang erat antara pendapatan dengan keadaan kesehatan seseorang. Akan
tetapi, pendapatan yang meningkat bukan juga merupakan kondisi yang
menunjang bagi keadaan kesehatan seseorang menjadi memadai (Berg,
1996).
82
3.4 Teori Kecemasan
Cemas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan
sesuatu di luar dirinya dan meknisme diri yang digunakan dalam mengatasi
permasalahan.
Menurut Stuart (2007) ada beberapa teori yang menjelaskan tentang
kecemasan, antara lain :
a. Teori Psikoanalisis
Dalam pandangan psikoanalisis, cemas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan implus primitif seseorang, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma
budaya seseorang. Ego berfungsi mengetahui tuntutan dari dalam elemen
tersebut, dan fungsi ansietas adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Teori Interpersonal
Dalam pandangan interpersonal, cemas timbul dari perasaan takut terhadap
penolakan saat berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga berhubungan
dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan dan perpisahan
dengan orang yang dicintai. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain
atau pun masyarakat akan menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi
cemas, namun bila keberadaannya diterima oleh orang lain, maka ia akan merasa
tenang dan tidak cemas. Dengan demikian cemas berkaitan dengan hubungan
antara manusia.
c. Teori Perilaku
Menurut pandangan perilaku, cemas merupakan produk frustasi yaitu
segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap cemas sebagai suatu dorongan
untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.
Peka tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam
kehidupan dirinya dihadapkan pada ketakutan yang berlebih sering menunjukan
cemas pada kehidupan selanjutnya.
d. Teori Keluarga
83
Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan cemas merupakan hal yang
biasa ditemui dalam suatu keluarga. Adanya tumpang tindih antara gangguan
cemas dan gangguan depresi.
e. Teori biologis
Kajian biologis menujukan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine, reseptor ini mungkin memicu cemas. Penghambatan asam
aminobuitrik-gamma neuroregulator (GABA) juga memungkinkan peran utama
dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana
halnya dengan endorphin. Selain itu telah dibuktikan bahwa kesehatan umum
seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap cemas.
3.5 Konsep Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah proses adaptasi terhadap perasaan individu
dikarenakan masalah tertentu yang mengganggu individu itu sendiri. Dalam
konsep mekanisme koping, membahasa tentang pengertian koping, mekanisme
koping, sumber koping, dan faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping.
1. Pengertian Koping
Koping adalah suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan
merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau
eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki
individu (Sujanto, 2006).
Koping merupakan upaya perilaku dan kognitif seseorang dalam
menghadapi ancaman fisik dan psikososial (Stuart dan Laraia; 2005). Menurut
Hidayat (2004), koping adalah proses atau cara untuk berespon terhadap
lingkungan (stimulus) untuk mencapai kondisi adaptasi.
Dari definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa koping adalah
mekanisme koping yang berhasil, maka seseorang akan dapat beradaptasi
terhadap perubahan atau beban tersebut.
2. Pengertian Koping
Mekanisme koping adalah suatu keadaan dimana seseorang harus
menyesuaikan diri terhadap masalah yang dihadapinya (Stuart & Laraia:2005).
Mekanisme koping merupakan perilaku pemecahan masalah yang bertujuan
untuk merendahkan ketegangan dalam kehidupan individu.
84
Menurut suryani dan widyasih (2008) dalam P. Rini (2012), secara garis
besar mekanisme koping terdiri dari mekanisme koping adaptif dan maladaptif:
1) Mekanisme Koping Adaptif
Koping yang adaptif membantu individu dalam beradaptasi untuk
menghadapi keseimbangan dan menjadikan keadaan yang efektif. Adaptasi
individu yang baik muncul reaksi untuk menyelesaikan masalah dengan
melibatkan proses kognitif, efektif dan psikomotor. Kegunaan koping adaptif
membuat individu akan mencapai keadaan yang seimbang antara tingkat fungsi
dalam memelihara dan memperkuat kesehatan fisik dan psikologi
2) Mekanisme Koping Maladaptif
Penggunaan koping yang maladaptive dapat menimbulkan respon negatif
dengan munculnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh dan respon verbal yang
tidak efektif. Perilaku mekanisme koping maladaptif antara lain perilaku agresi
dan menarik diri. Perilaku agresi yaitu perilaku menyerang terhadap sasaran
atau objek sedangkan perilaku menarik diri yaitu perilaku yang menunjukkan
pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain dan reaksi psikologisnya yaitu
individu menampilkan diri seperti apatis, pendiam dan munculnya perasaan
tidak berminat yang menetap pada individu.
3. Sumber Koping
Sumber daya mengatasi pilihan atau strategi yang membantu apa yang bisa
dilakukan. Mereka memperhitungkan pilihan koping yang tersedia,
kemungkinan bahwa opsi yang diberikan akan mencapai keinginan yang
sesungguhnya dan kemungkinan bahwa orang tersebut dapat menerapkan
strategi tertentu yang efektif. Hubungan anatara kelompok, individu, keluarga,
dan masyarakat adalah model yang sangat penting untuk saat ini. Sumber daya
koping lainnya termasuk kesehatan dan energy, mendukung spiritual, keyakinan
posuitif, kemampuan pemecahan masalah dan sosial. Keyakinan spiritual dan
melihat diri sendri positif dapat berfungsi sebagai dasar harapan dan dapat
mempertahankan usaha seseorang mengatasi dalam kondisi yanhg paling buruk.
(Suart & Laraia:2005).
Menurut Asmadi (2008) mekanisme koping terhadap kecemasan dibagi
menjadi dua kategori :
85
1. Strategi Pemecahan Masalah (Problem Solving Strategic)
Strategi pemecahan masalah ini bertujuan untuk megatasi atau
menanggulangi masalah/ancaman yang ada dengan kemampuan pengamatan
secara realistis. Secara ringkas pemecahan masalah ini menggunakan metode
Source, Trial and Error, Others Play and Patient (STOP).
2. Mekanisme Pertahanan Diri (Defence Mekanism)
Mekanisme pertahanan diri ini merupakan mekanisme penyesuaian ego
yaitu usaha untuk melindungi diri dari perasa tidak adekuat. Beberapa ciri
mekanisme pertahanan diri antara lain:
a. Bersifat hanya sementara karena berfungsi hanya melindungi atau bertahan
dari hal-hal yang tidak menyenangkan dan secara tidak langsung
mengatasi masalah.
b. Mekanisme pertahanan diri terjadi di luar kesadaran, individu tidak
menyadari bahwa mekanisme pertahanan diri tersebut sedang terjadi.
c. Seringkali tidak berorientasi pada kenyataan.
Mekanisme pertahanan diri menurut Stuart (2007) yang sering digunakan
untuk mengatasi kecemasan, antara lain:
1) Rasionalisasi : suatu usaha untuk menghindari konflik jiwa dengan
memberi alasan yang rasional.
2) Displacement : pemindahan tingkah laku kepada tingkah laku yang
bentuknya atau obyeknya lain.
3) Identifikasi : cara yang digunakan individu untuk menghadapi orang lain
dan membuatnya menjadi bagian kepribadiannya, ia ingin serupa orang
lain dan bersifat seperti orang itu.
4) Over kompensasi / reaction fermation : tingkah laku yang gagal mencapai
tujuan, dan tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan melupakan dan
melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya berlawanan dengan tujuan
yang pertama.
5) Introspeksi : memasukan dalam pribadi sifat-sifat dari pribadi orang lain.
6) Represi : konflik pikiran, impul-impuls yang tidak dapat diterima dengan
paksaan, ditekan ke dalam alam tidak sadar dan sengaja dilupakan.
86
7) Supresi : menekan konflik, impul-impuls yang tidak dapat diterima dengan
secara sadar. Individu tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang
menyenangkan dirinya.
8) Denial : mekanisme perilaku penolakan terhadap sesuatu yang tidak
meyenangkan dirinya.
9) Fantasi : apabila seseorang, menghadapi konflik-frustasi, ia menarik diri
dengan berkhayal atau fantasi dan melamun.
10) Negativisme : perilaku seseorang yang selalu bertentangan atau menentang
otoritas orang lain dengan tingkah laku tidak terpuji.
11) Regresi: kemunduran karakterstik perilaku dari tahap perkembangan yang
lebih awal akibat stress.
12) Sublimasi : penerimaan tujuan pengganti yang diterima secara sosial
karena dorongan yang merupakan saluran normal ekspresi terhambat.
13) Undoing : tindakan atau komunikasi yang sebagian meniadakan yang
sudah ada sebelumnya, merupakan mekanisme pertahanan primitif.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Strategi Koping
Menurut Mu’tadin (2002), cara individu menangani situasi yang
mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi
kesehatan fisik atau energy, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan
sosial, dan materi.
a. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stress atau kecemasan individu di tuntut untuk dapat mengerahkan
tenaga yang cukup besar.
b. Keyakinan Atau Pandangan Yang Positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib yang mengerhkan individu pada penilaian
ketidakberdayaan yang akan menurunkan kemampuan strategi koping .
c. Keterampilan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk
menghasilkan alternative tindakan kemudian mempertimbangkan alternative
87
tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya
melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
d. Keterampilan Sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai nilai sosial yang
berlaku dimasyarakat.
e. Dukungan Sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi
dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-baranga
atau layanan yang biasanya dapat dibeli.
3.6 Edukasi Pre operasi
Edukasi merupakan salah satu peran keperawatan yang penting. Edukasi
akan lebih baik dilakukan sejak 1 atau dua hari sebelum pembedahan, karena
pasien akan dapat mempelajarinya dengan baik (Potter & Perry, 2006). Rasa
cemas dan takut adalah hambatan belajar, kedua emosi ini akan semakin
meningkat jika waktu pembedahan semakin dekat (Potter & Perry, 2006).
Beberapa ahli telah melakukan penelitian tentang edukasi preoperasi dengan
variasi materi, metode, media maupun waktu untuk pembelajaran.
Definisi edukasi kesehatan mengacu pada NIC (NursingInterventions
Classification) adalah mengembangkan dan menyediakan instruksi dan
merupakan pengalaman belajar untuk memfasilitasi adaptsi terkontrol pada
perilaku yang konduif untuk hidup sehat, pada individu, keluarga, group atau
komunitas (Dotchterman & Bulecheck, 2008). Menurut Smeltzer dan Bare (2002)
tujuan utama dari edukasi ini adalah menghilangkan ansietas preoperatif dan
peningkatan pengetahuan tentang persiapan operasi dan harapan post operasi.
3.7 Standar Edukasi
Pada tatanan pelayanan kepeerawatan, edukasi merupakan bagian dari
standar praktik kepearawatan profesional. Seluruh peraturan keperawatan di
negara bagian Amerika Serikat mengakui bahwa edukasi merupakan cakupan
88
praktik keperawatan (Bastable, 2006). The Joint Commision (TJC 2006 dalam
Potter & Perrt, 2009) memberikan standar bagi edukasi pasien dan keluarga.
Standar ini mewajibkan perawat dan tim kesehatan untuk menilai kebutuhan
pembelajaran pasien dan menyediakan edukasi tentang berbagai topik. Pencapaian
yang berhasil membutuhkan kolaborasi antar profesi kesehatana dan
meningkatkan pemulihan pasien. Usaha edukasi harus menyertakan nilai
psikososisal, spiritual dan buadaya yang dimiliki pasien (Potter & Perry, 2009).
3.8 Metode Edukasi
Metode edukasi harus sesuai dengan sasarn, sehingga dapat dibagi menjadi
3 kelompok metode: metode edukasi untuk individual, kelompok, dan untuk
massa.
1. Metode edukasi individu diapakai untuk memotivasi perilaku baru atau
membina individu agar tertarik kepeda suatu perubahan perilaku atau
inovasi. Bentuk pendekatan ini antara lain (Notoatmodjo, 2007):
1) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Councelling). Pda metode
pendekatan ini terjadi kontak antar perawat dengan pasien lebih
intensif, pasien dibantu dalammenyelesaikan masalahnya. Perubahan
perilaku pada pasien akan terjadi dengan sukarela dan kesadaran
penuh
2) Wawancara (interview). Pada metode pendekatan ini terjadi dialog
antar perawat dan pasien untuk menggali informasi tentang
penerimaan pasien terhadap perubahan, ketertarikannya terhadap
perubahan serta sejauh mana pengertian dan kesadaran pasien dalam
mengadopsi perubahan perilaku
2. Metode edukasi kelompok perlu memperhatikan besarnya kelompok sasaran
dan tingkat pendidikan sasaran. Berikut ini metode yang bisa diterapkan
1) Ceramah, lebih tepat digunakan untuk kelompok besar yang perlu
diperhatikan dari metode ini pertama adalah penguasaan materi yang
disampaikan dan penyampaian menarik serta tidak membosankan.
Sebaiknya menggunakan alat bantu lihat Audio Visual
2) Diskusi, lenih tepat untuk kelompok kecil, kelompok dapat bebas
berpartisipasi dalam diskusi
89
3) Curah pendapat, peserta diberikan satu masalah dan kemudian
dilakukan curah pendapat
3.9 Video preopertif
Video adalah teknologi pengiriman sinyal elektronik dari suatu gambar
bergerak. Aplikasi umum dari sinyal video adalah televisi, tetapi dia dapat juga
digunakan dalam aplikasi lain di dalam bidang teknik, saintifik, produksi dan
keamanan. Pemberian video praoperatif merupakan suatu metode alternatif yang
digunakan selama perawatan praoperatif dan masih sedikit dieksplorasi, seperti
bantuan audiovisual. Pasien mendapat orientasi dari staf rumah sakit, menonton
video tentang pembedahan, dan presentasi mengenai informasi komplementer dan
pemulihan pasien (Oliviera, 2016).
Secara umum, pengajaran pra operasi harus mencakup informasi yang
signifikan tentang operasi dan masalah yang diantisipasi pasien untuk menghadapi
periode perioperatif dan pasca operasi. Prosedur bedah menghadapkan pasien
pada rasa sakit, luka tubuh, dan kematian potensial. Pengajaran operasional
dengan mudah dan efektif memungkinkan pasien untuk mengatasi pembedahan
mereka, mengurangi durasi perawatan di rumah sakit, meningkatkan kepuasan,
meminimalkan komplikasi pascaoperasi, dan meningkatkan kesejahteraan
psikologis pasien. Pengajaran pra operasi telah diberikan dengan berbagai cara
dan format: Instruksi verbal, leaflet, demonstrasi, dan kaset video. Faktor-faktor
seperti tingkat perhatian, kemampuan emosional, tingkat intelektual,
ketidakmampuan belajar, dan hambatan bahasa atau budaya dapat mempengaruhi
kemampuan pasien untuk mengasimilasi informasi. Proyek evidence base yang
mencakup pengembangan informasi operasi bisa menggunakan video digital
(Ong, J., & Miller, P. S., 2009).
90
Hasil Review Jurnal
Hasil
Penulis,
No Judul Perlakuan Kontrol Sampel Metode
Tahun Yang Temuan
Diukur
1. Effectiveness of Ruffineng Pasien cardiovaskuler pro Pasien di 45 Randomised Mengetahui Pengguan video
an informative o, Versino coronarygraphy di informasi kontrol controlled efektifitas sebagai alat edukasi
video on & Renga, informasikan dengan video kan grup trial penggunaan dan informasi dapat
reducing 2008 assisted selama 5-10 menit. dengan 48 video dijadikan saran
anxiety levels in standart perlakua sebagai tools instrument untuk
patients Video berisi : care n grup edukasi dan mengurangi ansietas
undergoing Detail informasi indikasi informasi pada pasien
elective tindakan, Persiapan pre op, untuk coronarygraphy.
coronarography Prosedur saat operasi mengurangi
: An RCT operasi, Tindakan setelah ansietas
operasi, Resiko Dan
manfaat
-
2 The effects of West, - Pasien berbahasa Pasien 20 orang Randomized - Ansietas Ada penurunan yang
preoperative, M.A, dkk Spanyol tidak dewasa, controlled - Pengetahu signifikan dalam
video-assisted (2013) - Dijadwalkan untuk diberikan ASA status trial, an skor ansietas pada
anesthesia prosedur bedah yang intervensi fisik 1, 2, nonblinded - Kepuasan pasien yang melihat
education in membutuhkan umum video dan 3 video dibandingkan
Spanish on anestesi. instruksio pasien, dengan mereka yang
Spanish- - Tujuh puluh persen nal dijadwalkan tidak (median
speaking subyek penelitian sebanyak untuk reduction 2 vs 0; P =
patients’ sebelumnya telah 8 orang operasi 0,02). Terjadi
anxiety, menerima informasi elektif peningkatan skor
91
knowledge, mengenai anestesi (ginekologi, kepuasan dalam
and mereka selama ortopedi, kelompok video
satisfaction: a kunjungan ke Area dan (median meningkat
pilot study Pengujian Pra- Operasi 2 vs 0;
Pendaftaran (PATA) intrabdomin P = 0,046). Tidak
- 30% menerima al) selama ada perbedaan dalam
informasi ini pada hari anestesi skor peningkatan
operas umum pengetahuan yang
- Jumlah partisipant 12 dipelajari. dilaporkan antara
orang kedua kelompok
Dengan skeneraio video tersebut
sebagai berikut (3,5 vs 4; P = 0,908)
- Penjelasan area induksi
dan anggota tim
- Wawancara dengan
perawat dan ahli bedah,
penjelasan menandai
lokasi bedah
- Penjelasan proses
penandatanganan bentuk
persetujuan operasi
- Penjelasan ketersediaan
tenaga medis terlatih -
secara langsung atau
telepon
- Penjelasan wawancara
preanestesi dengan ahli
anestesi
92
- Proses penandatanganan
izin anestesi dijelaskan.
- Penjelasan penempatan
IV dan potensi
ketidaknyamanan
- Penjelasan Operasi
teater, penempatan
monitor noninvasif,
penyerahan oksigen
Melalui masker wajah
- Perkenalan ruang
pemulihan
diperkenalkan
- Penjelasan tentang obat-
obat untuk meringankan
nyeri, mual, muntah
- Pasien diberi tahu
bahwa juru bahasa yang
terlatih secara medis
tersedia di ruang
pemulihan.
- Pasien diberi tahu
bahwa dia akan dibawa
ke kamar perawatan
mereka setelah sembuh
3 Preoperative Mary Memberikan pendidikan protokol populasi Quasy Ansietas Hasil signifikansi
patient Deyirmenj pada pasien pada rumah pasien yang eksperimen dinilai statistik Borderline
education for ian a,, pemulihan populasi sakit dirawat di menggunaka tercatat untuk
93
open-heart Nadim Lebanon yang sedang rutin, unit operasi n Beck kelompok
patients: A Karam b, menjalani operasi jantung yang jantung Anxiety eksperimen dalam
source of Pascale terbuka meliputi untuk Inventory hal ansietas pra
anxiety? Salameh hampir koroner sementara operasi dan pasca
b.2006 tidak ada n pemulihan operasi. Kelompok
pendidika eksperimen: diukur eksperimen memiliki
n pra 57 dengan hasil waktu yang lebih
operasi n kontrol:53 fisiologis, pendek dari
atau tur hari tinggal kebangkitan
di rumah ekstubasi
sakit, dan
adanya
komplikasi
4 Effect of Ramesh, Metode dimana petugas - 563 pasien Retrospektif Ansietas Pendidikan
Preoperative C. Dkk. kesehatan memberikan dengan ICH A meta- pada pasien preoperasi efektif
Education on 2016 informasi spontan analysis- preoperasi dapat mengurangi
Postoperative Kepada pasien untuk 2010-2014 jantung ansietas secara
Outcomes membantu mereka efektif.
Among Patients mengerti
Undergoing Tentang operasi dan
Cardiac meminimalkan
Surgery: A kekhawatiran dan Ansietas
Systematic mereka
Review and
Meta-Analysis
5 Education, and Gianluca, 50 Pasien umur 19-45 50 Pasien 100 pasien Quasi Pasien umur Pasien dengan
obtaining of 2008 tahun dengan umur 19- dengan Experiment 19-45 tahun edukasi dan inform
informed Pemberian Edukasi dan 45 tahun rentang dengan consent dengan
94
consent, using inform consent dengan dengan umur 19-45 rencana penggunaan
multimedia penggunaan multimedia, rencana tahun tindakan multimedia dapat
before adults dengan rencana tindakan tndakan dengan transcatheter menurunkan ansietas
with transcatheter intervention trancathet rencana dan Heart
congenitally er tindakan ratedengan Nilai p
malformed interventi transcatheter 0.03
hearts are on, tanpa intervention
submitted to pemberia s
transcatheter n
interventions intervensi
edukasi
dan
inform
consent
multimed.
6 A preoperative Ping Guo Edukasi Perioperative Perawata Perawatan 153 Pasien Hospital Pada kelompok
education a,b, Linda n biasa biasa dan dibagi Anxiety and perlakuan dengan
intervention to East a, edukasi menjadi 2 Depression menggunakan
reduce anxiety Antony Perioperativ kelompok, Scale edukasi leaflet dan
and improve Arthur, e dengan yaitu (HADS), lisan mengalami
recovery among 2012. menggunaka kelompok Brief Pain penurunan ansietas
Chinese cardiac n leaflet dan perlakuan Inventory- score dengan mean
patients: A lisan. dan short form difference _3.6
randomized kelompok (BPI-sf). points, 95%
controlled trial control. confidence interval
Kelompok _4.62 to _2.57; P <
perlakukan 0.001) dan
mendapatka penurunan depresi
95
n perawatan score dengan mean
biasa, difference _2.1
sedangkan points, 95% CI
kelompok _3.19 to _0.92;
perlakuan P < 0.001.
menggunak
an
perawatan
biasa dan
edukasi
perioperatif
dengan
leaflet serta
lisan.
Pengukuran
dengan
Hospital
Anxiety and
Depression
Scale
(HADS),
Brief Pain
Inventory-
short form
(BPI-sf)
dilakukan
sebelum
tindakan
96
operasi dan
7 hari
setelah
perawatan.
97
Secara umum, pengajaran pra operasi harus mencakup informasi yang
signifikan tentang operasi dan masalah yang diantisipasi pasien untuk menghadapi
periode perioperatif dan pasca operasi. Prosedur bedah menghadapkan pasien
pada rasa sakit, luka tubuh, dan kematian potensial. Pengajaran operasional
dengan mudah dan efektif memungkinkan pasien untuk mengatasi pembedahan
mereka, mengurangi durasi perawatan di rumah sakit, meningkatkan kepuasan,
meminimalkan komplikasi pascaoperasi, dan meningkatkan kesejahteraan
psikologis pasien. Pengajaran pra operasi telah diberikan dengan berbagai cara
dan format: Instruksi verbal, leaflet, demonstrasi, dan kaset video. Faktor-faktor
seperti tingkat perhatian, kemampuan emosional, tingkat intelektual,
ketidakmampuan belajar, dan hambatan bahasa atau budaya dapat mempengaruhi
kemampuan pasien untuk mengasimilasi informasi. Proyek evidence base yang
mencakup pengembangan informasi operasi bisa menggunakan video digital
(Ong, J., & Miller, P. S., 2009).
Seperti pada penelitian Ruffinengo, Versino & Renga, 2008 yang berjudul
Effectiveness of an informative video on reducing anxiety levels inpatients
undergoing elective coronarography: An RCTdimana untuk Mengetahui
efektifitas penggunaan video sebagai tools edukasi dan informasi untuk
mengurangi ansietas pada pasien cardiovaskuler pro coronarygraphy, yang
hasilnya Penggunaan video sebagai alat edukasi dan informasi dapat dijadikan
saran instrument untuk mengurangi ansietas pada pasien coronarygraphy.
Sama halnya dengan penelitian West, M.A, dkk (2013) yang berjudul The effects
of preoperative, video-assisted anesthesia education in Spanish on Spanish-
speaking patients’ anxiety, knowledge,and satisfaction: a pilot studydimana
hasilnya Ada penurunan yang signifikan dalam skor ansietas pada pasien yang
melihat video dibandingkan dengan mereka yang tidak (median reduction 2 vs 0;
P = 0,02). Terjadi peningkatan skor kepuasan dalam kelompok video (median
meningkat 2 vs 0;P = 0,046). Tidak ada perbedaan dalam skor peningkatan
pengetahuan yang dilaporkan antara kedua kelompok tersebut (3,5 vs 4; P =
0,908).
Menurut Mary Deyirmenjian a,, Nadim Karam b, Pascale Salameh b.2006
dalam penelitian yang berjudul Preoperative patient education for open-heart
98
patients: A source of anxiety yang dilakukan pada populasi pasien yang dirawat di
unit operasi jantung untuk koroner dengan pembagian kelompok intervensi: 57
dan kelompok kontrol:53, Dengan hasil penelitian signifikansi statistik Borderline
tercatat untuk kelompok eksperimen dalam hal ansietas pra operasi dan pasca
operasi. Kelompok eksperimen memiliki waktu yang lebih pendek dari
kebangkitan ekstubasi.
Hasil yang sama ditunjukkan pada penelitian Ramesh, C. Dkk. 2016 yang
berjudul Effect of Preoperative Education on Postoperative Outcomes Among
Patients Undergoing Cardiac Surgery: A Systematic Review and Meta-Analysis
Pendidikan preoperasi efektif dapat mengurangi ansietas secara efektif.
Menurut Gianluca, 2008 Pasien dengan edukasi dan inform consent
dengan penggunaan multimedia dapat menurunkan ansietas dan Heart rate
dengan Nilai p 0.03.
Menurut Ping Guo a,b, Linda East a, Antony Arthur, 2012, Pada kelompok
perlakuan dengan menggunakan edukasi leaflet dan lisan mengalami penurunan
ansietas score dengan mean difference _3.6 points, 95% confidence interval _4.62
to _2.57; P < 0.001) dan penurunan depresi score dengan mean difference _2.1
points, 95% CI _3.19 to _0.92;P < 0.001.
99
3.10 SPO Video Preoperasi
100
13. Perbaiki harapan pasien yang tidak realistik
14. Berikan waktu kepada pasien untuk menjelaskan
kembali peristiwa yang akan terjadi
15. Libatkan keluarga dan orang terdekat.
VI. UNIT Instalasi Rawat Inap
TERKAIT : Instalasi Rawat Jalan
ICU
IGD
IBS
101
peneliti menggunakan desain penelitian pra experiment dengan pendekatan one-
group pra-post test design.
Penelitian one-group pra-post test design merupakan suatu penelitian yang
mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok
subyek. Kelompok subyek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian
dilakukan lagi setelah intervensi (Nursalam, 2008: 85).
Suatu kelompok diberi pra test kemudian setelah perlakuan dilakukan
pengukuran lagi untuk mengetahui akibat dari perlakuan. Pengujian sebab akibat
dilakukan dengan cara membandingkan hail pra test denagn pasca test.
Tabel 4.1: Desain penelitian pra experiment dengan pendekatan one-group pra-
post test design.
Keterangan:
K : Subjek
O : Observasi sebelum perlakuan
I : Intervensi
O2 : Observasi setelah perlakuan
3.11.3 Kerangka Kerja
Kerangka kerja dalam proses penelitian yang akan dilakukan terkait inovasi
keperawatan tentang edukasi pre-operative menggunakan media audio visual yang
rencananya akan dilakukan di ruang IRNA Lantai 3 Rumah Sakit Universitas
Airlangga adalah sebagai berikut:
102
Populasi
Seluruh pasien yang dirawat di IRNA lantai 3 Rumah Sakit Universitas
Airlangga yang akan menjalani prosedur operasi.
Sample
Pasien yang dirawat di IRNA lantai 3 Rumah Sakit Universitas Airlangga
yang akan menjalani prosedur operasi sesuai pertimbangan criteria inklusi
seluruh
dan santriwati
eksklusi denganSLTA Asrama
teknik Hurun ‘Inn
pengambilan pondok
sampling pesantrensampling.
Accidental darul
‘ulum
Pre test: pengukuran ansietas menggunakan
kuisiner APAIS
103
3.12.2 Sampel
Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai
subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008: 91). Sampel dalam dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien yang dirawat di IRNA lantai 3 Rumah Sakit
Universitas Airlangga dengan gangguan jantung yang akan menjalani prosedur
operasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Adapun
criteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus
menjadi pedoman dalam menentukan kriteria inklusi (Nursalam, 2008: 92).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Usia pasien ≥ 18 Tahun yang dirawat di IRNA Lantai 3
b. Pasien akan menjalani prosedur operasi
c. Pasien menunjukkan tanda dan gejala ancietas
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2008: 92).
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
a. Pasien dengan komplikasi penyakit penyerta
3.12.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk
dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang
ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang
benar-benar sesuai dengan keseluruhan subyek penelitian (Nursalam,
2008: 93). Penelitian ini menggunakan teknik Non Probability
Sampling dengan metode sampling Accidental Sampling. Accidental
Sampling adalah teknik penentuan sampel diambil atas dasar seadanya
sesuai kriteria penelitian, tanpa ditentukan jumlah sampel. Peneliti
mengambil sampel berdasarkan kriteria penelitian dengan pasien yang
seadanya di sedang di rawat di IRNA Lantai 3 Universitas Airlangga.
104
3.13 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
3.13.1 Identifikasi Variabel
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu :
1. Variabel Independen
Variabel Independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain
(Nursalam, 2008). Penelitian ini variabel independenya adalah edukasi pre
operatif menggunakan audio visual
2. Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain
(Nursalam, 2008). Dalam Penelitian ini variabel dependenya adalah
penurunan ansietas.
3.13.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari
sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang diukur itulah yang
merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya memungkinkan
peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain
(Nursalam, 2008).
105
Ancietas menggunakan 20. 20
Skala Informasi
dan Ansietas
Praoperasi
Amsterdam
(APAIS)
106
3.16 Analisa Data
Menganalisa pengaruh edukasi pre-operative menggunakan media audio visual
terhadap penurunan ansietas dengan menggunakan uji statistic paired sampel “t-
test”. Dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.
Bila hasil yang diperoleh < 0,05 maka H0 ditolak berarti adanya pengaruh edukasi
pre-operative menggunakan media audio visual terhadap penurunan Ansietas pada
pasien perioperative di Ruang IRNA lantai 3 Rumah Sakit Universitas Airlangga
Surabaya.
3.17 Etika Penelitian
Melakukan penelitian ini, peneliti mendapat rekomendasi dari Akademik dan CI
Rumah Sakit Universitas Airlangga. Kemudian meminta izin kepada Badan Diklat
Rumah sakit Universitas Airlangga untuk melakukan penelitian dan izin kepada
responden untuk diteliti. Setelah mendapatkan persetujuan, barulah melakukan
penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi :
3.17.1 Informed consent (lembar persetujuan)
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti, peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang mungkin terjadi
selama dan sesudah pengumpulan data, jika subyek menolak untuk diteliti tidak
akan memaksa dan tetap menghormati hak responden.
3.17.2 Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan namanya
pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi nomer pada masing-
masing lembar tersebut.
3.17.3 Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti hanya kelompok data tertentu saja
yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
107
DAFTAR PUSTAKA
Arfian. 2013. KTI Ansietas BAB II. (http://liyanzaruki.blogspot.com/2013/01/kti-
ansietas-bab 2. html, diakses 23 Januari 2013).
Asmadi. (2009). Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Asilioglu, K., & Senol, S. (2004). The effect of preoperative education on anxiety
of open cardiac surgery patients, 53, 65–70. https://doi.org/10.1016/S0738-
3991(03)00117-4
Baradero, Dayrit, Siswadi. 2009. Seri Asuhan Keperawatan: Klien Gangguan
Ginjal. Jakarta: EGC
Barbara, Kozier. 2008. Fundamental of Nursing. Seventh Edition, Vol.2, Jakarta:
EGC
Bfa, A. M. W., Candidate, M. E., & Bittner, E. A. (2014). The effects of
preoperative , video-assisted anesthesia education in Spanish on Spanish-
speaking patients ’ anxiety , knowledge , and satisfaction : a pilot study ☆ ,
☆☆. Journal of Clinical Anesthesia, 26(4), 325–329.
https://doi.org/10.1016/j.jclinane.2013.12.008
Berman, Snyder, Kozier, Erb, (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier
& Erb. Edisi 5. Jakarta: EGC
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi. 8
volume 2. Jakarta : EGC
Bulechek, M.G., et al, 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Ed 6.
Elsevier: United Kingdom
Deyirmenjian, M., Karam, N., & Salameh, P. (2006). Preoperative patient
education for open-heart patients : A source of anxiety ?, 62, 111–117.
https://doi.org/10.1016/j.pec.2005.06.014
Firdaus, F.M. 2014. Uji Validitas Konstruksi dan Reliabilitas Instrumen The
Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS) Versi
Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Guo, P., East, L., & Arthur, A. (2012). International Journal of Nursing Studies A
preoperative education intervention to reduce anxiety and improve recovery
among Chinese cardiac patients : A randomized controlled trial §.
International Journal of Nursing Studies, 49(2), 129–137.
https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2011.08.008
Hawari D, 2006, Manajemen Stress, Cemas, Depresi, Jakarta,:FKUI .
Jawaid M, et al. 2007. Preoperative Anxiety Before Elective Surgery.
Neurosciences.
Logan, Rebecca. (2012). Using YouTube in Perioperative Nursing Education.
AORN Journal; 2012
Olivier, O. (2016). Effectiveness of video resources in nursing orientation before
cardiac heart surgery, 62(8), 762–767.
Ong, J., & Miller, P. S. (2009). Effec t of a Pre operative I nstruc tional Digital
Vide o Disc on Patient Knowle dge a nd Prepare dness for Engaging in
Postop erative C are Ac tivities, 44, 103–115.
https://doi.org/10.1016/j.cnur.2008.10.014
108
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta
Ramesh, C., Nayak, B. S., Pai, V. B., Patil, N. T., George, A., George, L. S., &
Devi, E. S. (2016). Effect of Preoperative Education on Postoperative
Outcomes Among Patients Undergoing Cardiac Surgery : A Systematic
Review and Meta-Analysis. Journal of PeriAnesthesia Nursing, 1–12.
https://doi.org/10.1016/j.jopan.2016.11.011
Rigatelli, G., Magro, B., Ferro, S., Bedendo, E., Cominato, S., Mantovan, R., …
Cardaioli, P. (2009). Education, and obtaining of informed consent, using
multimedia before adults with congenitally malformed hearts are submitted
to transcatheter interventions, (December 2008), 60–63.
https://doi.org/10.1017/S1047951108003417
Ruffinengo, C., Versino, E., & Renga, G. (2009). Effectiveness of an informative
video on reducing anxiety levels in patients undergoing elective
coronarography : An RCT ☆. European Journal of Cardiovascular Nursing,
8(1), 57–61. https://doi.org/10.1016/j.ejcnurse.2008.04.002
Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
EGCSmeltzer, C.S. & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner and Suddart. Vol.1 Edisi 8. Jakarta: EGC
Stuart G, Sundeen S, 1998, Keperawatan Jiwa, Jakarta:EGC .
Taylor dan Carol. (1997). Fundamental of Nursing; The Art and Science of
Nursing Care 3rd Edition. Philadelphia: Lippinchott
109