Pembimbing
dr. Lukman A., Sp. KK
Penyusun :
Fifin Yuliya candra pangestika 20190420019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
RUMAH SAKIT UMUM HAJI SURABAYA
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan responsi yang
berjudul “TINEA PEDIS” sebagai tugas kepaniteraan klinik di RSAL dr.
Ramelan Surabaya.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Lukman A., Sp. KK. selaku dokter
pembimbing yang memberi arahan serta masukan kepada penulis
sehingga penulis mampu menyelesaikan responsi ini.
Dalam penulisan responsi ini penulis menyadari adanya
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga
responsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran sangat diperlukan untuk kesempurnaan responsi ini. Akhir kata,
semoga responsi ini berguna bagi kita semua. Atas perhatiannya, penulis
mengucapkan terima kasih.
Penulis
i
LEMBAR PEGESAHAN RESPONSI
TINEA PEDIS
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
LEMBAR PEGESAHAN RESPONSI..................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB 1 LAPORAN KASUS..............................................................................1
1.2 SUBYEKTIF..............................................................................................1
1.4 RESUME...................................................................................................2
1.5 DIAGNOSIS..............................................................................................3
1.6 PLANNING................................................................................................3
2.1 Definisi......................................................................................................6
2.2 Epidemiology............................................................................................6
2.6 Diagnosis................................................................................................11
2.9 Penatalaksanaan....................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................15
iii
BAB 1
LAPORAN KASUS
1.2 SUBYEKTIF
Keluhan Utama
kulit kaki terasa tebal dan pecah - pecah
KT
Kadang disertai gatal
RPS
Pasien mengeluh kulit telapak kakinya terasa tebal dan pecah –
pecah sejak sekitar 2 tahun yang lalu mulai dari jari - jari kakinya
sampai dengan tumit, terkadang disertai gatal tetapi jarang sekali
dan kalau sudah timbul pecah – pecah terasa perih, pasien
memiliki kebiasaan kalau selesai mandi selalu menggosok telapak
kakinya dengan sikat baju menggunakan deterjen, pasien juga
memiliki kebiasan kebersihan yang buruk sepeti kaos kaki yang di
pakai sehari – hari jarang di cuci sehingga menyebabkan
kelembapan pada kakinya.
RPD:
HT : (-) DM : (-)
Asma : (-) Alergi : (-)
Riwayat penyakit serupa : (-)
1
RPK:
HT : (-) DM : (-)
Asma : (-) Alergi : (-)
Riwayat penyakit serua (-)
Riwayat Pengobatan : Pasien sempat kontrol ke poli akan tetapi
lupa obat apa yang di beikan
Riwayat Psikososial
Pada saat beraktivitas di luar rumah pada siang hari pasien sering
menggunakan sepatu yang tertutup.
2
Status Dermatologis :
1.4 RESUME
Subjektif
- Kulit telapak kaki terasa tebal dan pecah – pecah
- Sempat gatal tetapi jarang sekali
- Memiliki kebiasaan sehabis mandi telapak kakinya digosok dengan
sikat baju dengan menggunakan deterjen
- Kaos kaki yg jarang dicuci
3
Objektif
- Lokasi : regio pedis
- Effloresensi : tampak lesi hiperkeratotik pada regio plantar
pedis dekstra et sinistra disertai dengan fisura, lesi hiperkeratotik
pada interdigiti 1,2,3,4 disertai dengan fisura.
1.5 DIAGNOSIS
Diagnosis
Tinea Pedis
Diagnosis Banding:
Dermatitis Kontak Iritan
keratoderma
1.6 PLANNING
Diagnostik : Pemeriksaan KOH
Terapi
Medikamentosa
Obat topikal :
Ketokonazole cream 2x/hari
Obat Sistemik
Loratadine tab 10mg 1x/hari
Griseofulvin 500mg 1x/hari
Non-medikamentosa
Menjaga kebersihan (Hygiene)
Menjaga daerah lesi selalu kering
Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang menyerap
keringat
Ganti kaos kaki secara rutin
Jangan menggunakan sepatu terlalu ketat
Monitoring
Mengevaluasi perkembangan perluasan lesi. Lesi meluas
atau menetap atau mulai berkurang
Mengevaluasi adanya infeksi sekunder
4
Mengevaluasi efek samping obat
Mengevaluasi kepatuhan berobat
Edukasi
5
RSAL dr.RAMELAN SURABAYA
dr. Xxxx
SIP. 1234567890
∫1dd1
∫1dd1
Pro :
Usia :
Alamat :
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kusta adalah penyakit kronik yang pertama kali menyerang susunan
saraf perifer, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran
pernapasan bagian atas, kemudian dapat keorgan lain kecuali susunan saraf
pusat. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama
7
yang menemukannya yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874
sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen (Tiarasari, 2014).
2.2 Epidemiology
Tinea pedis dan tinea manus adalah bentuk dermatofitosis yang
paling umum. Hampir semua orang dalam populasi umumnya terkena jamur
yang menyebabkan Tinea pedis. Sistem kekebalan tubuh masing-masing
orang menentukan apakah hasil infeksi dari eksposur tersebut. Sebagai
orang usia dewasa, retak kecil berkembang di kulit kaki, meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi tinea.
Prevalensi Tinea pedis sekitar 10%, terutama disebabkan oleh
penggunaan alas kaki yang oklusif di masa modern. Indonesia termasuk
wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga dapat ditemukan
hampir di semua tempat. Insidensi penyakit jamur yang terjadi diberbagai
rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%,
meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum. Insidensi tinea
pedis lebih tinggi pada penggunaan secara rutin kamar mandi dan kolam
renang yang dipakai secara bersama – sama (Djuanda A, 2013).
8
keseluruhan dan dapat menurunkan imunitas dan meningkatkan terjadinya
tinea pedis. Diabetes melitus itu sendiri dikategorikan sebagai penyebab
infeksi, pasien dengan penyakit ini 50% akan terkena infeksi jamur. Secara
histologi, hiperkeratotis tinea pedis memiliki karakteristi berupa akantosis,
hiperkeratosis, dan infiltrasi perivaskular yag dangkal, kronik dan dapat
menyebar pada dermis. Bentuk vesicle-bula menampilkan spongiosis,
parakeratosis, dan subkornea atau spongiosis intraepitel vesiculasi dengan
kedua tipe, foci dari neutrofil biasanya dapat dilihat pada daerah stratum
korneum. PAS atau pewarnaan silver methenamine menampilkan organisme
jamur (Chamlin L et al, 2008 dan Kumar V et al, 2011).
9
Sering terlihat maserasi. Aspek klinis berupa kulit putih dan rapuh.
Dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi
selulitis, limfangitis, limfadenitis, dan dapat pula terjadi erisipelas
(Al Hasan, 2004).
10
Moccasin Foot
Pada seluruh kaki, dari telapak kaki, tepi sampai punggung kaki,
terlihat kulit menebal dan bersisik halus dan seperti bedak
Eritema biasanya ringan dan terlihat pada bagian tepi lesi
Tepi lesi dapat dilihat papul dan kadang-kadang vesikel (Al
Hasan, 2004).
Vesiculo bulosa
Diakibatkan karena T.mentagrophytes
Diameter vesikel lebih besar dari 3mm
Jarang pada anak-anak, tapi etiologi yang sering terjadi pada
anak-anak adalah T.rubrum
Vesikel pustul atau bula pada kulit tipis ditelapak kaki dan area
periplantar (Al Hasan, 2004).
11
Gambar 2.4 Tinea pedis tipe vesiculobulosa
12
2.6 Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
mikroskopis, kultur, dan pemeriksaan menggunakan lampu wood (William et
al., 2016).
KOH
Diagnosis klinis infeksi dermatofita dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan mikroskopik, tetapi pemeriksaan mikroskopis tidak dapat
mengidentifikasi agen infeksius. Sampel kulit diambil dengan kerokan
dari telapak kaki, tumit, dan sisi kaki. Pada pemeriksaan ini, dermatofit
memiliki septa serta cabang hifa pada preparat KOH 10-20% (William
et al., 2016).
14
menggunakan sepatu dengan aliran udara yang baik dan tidak ketat (William
et al., 2016).
2.9 Penatalaksanaan
Topikal
Indikasi: lesi tidak luas pada tinea pedis ringan
Salep Whitfield 2x/ hari (AAV I asidum salisilikum 3% + asidum
benzoikum 6%) (AAV II asidum salisilikum 6% + asidum benzoikum
12%)
Salep 2-4 / 3-10 2x/ hari (asidum salisilikum 2-3% + sulfur presipitatum
4-10%)
Krim Mikonasol 2x/ hari
Krim ketoconazole 2x/hari
Pengobatan umumnya minimal selama 3 minggu (2 minggu sesudah KOH
negatif atau klinis membaik), untuk mencegah kekambuhan pada obat
fungistatik (Dwi, 2009)
Sistemik
Indikasi: tinea pedis luas/sering kambuh/tidak sembuh dengan obat topikal
Griseofulvin
o Bersifat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur
dengan mengikat mikrotubuler dalam sel
o Dosis dewasa 500 mg selama 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas
atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan.
o Dosis anak 10-25 mg/kg/hari
o Efek samping berupa sepalgia (15%), nausea, vomiting,
fotosensitif, dan gangguan fungsi hepar (Djuanda A, 2013).
Ketoconazole
15
o Merupakan turunan imidazole, obat anti jamur oral berspektrum
luas.
o Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin.
o Bersifat fungistatik. diberikan 200mg/hari selama 2-4 minggu pagi
hari setelah makan.
o Bersifat hepatotoksik (Djuanda A, 2013).
Itrakonazol
o Merupakan turunan tiazole, obat anti jamur oral berspektrum luas
yang menghambat pertumbuhan jamur dengan menghambat
sitokrom p450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan
komponen penting pada dinding sel jamur.
o Sebagai pengganti ketoconazole yang hepatotoksik.
o Dosis dewasa 200 mg selama 1 minggu , dosis dapat dinaikkan
100 mg bila tidak ada perubahan tapi tidak boleh melebihi 400 mg/
hari.
o Dosis anak 5 mg/kgBB/hari selama 1 minggu (Djuanda A, 2013).
Terbinafine
o Bersifat fungisidal, sebagai ganti griseofulvin.
o Dosis 62,5-250 mg/hari tergantung berat badan selama 2 – 3
minggu
Anak : 3-6mg/kgBB/hari
12-20kg : 62,5 mg/hari
20-40kg : 125 mg/hari
dewasa : 250 mg/hari (Djuanda A, 2013).
Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder (Budimulja, 2015).
16
DAFTAR PUSTAKA
James WD, Berger TG, Elston DM. 2010. Andrew’s Diseases of the Skin
Clinical Dermatology 10th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Menaldi, Sri Linuwih S. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, ed ketujuh.
Jakarta: Badan penerbit FKUI.
17