Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

KANDIDIASIS

Disusun
Oleh: Ling
Ling
I4061211023

Pembimbing:
dr. Retno Mustikaningsih, M.Kes, Sp. KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOEDARSO
PONTIANAK
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:


Kandidiasis

Disusun oleh:
Ling Ling
I4061211023

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan


Klinik Stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Telah disetujui,
Pontianak, 7 November 2021
Pembimbing Laporan Kasus Penulis

dr. Retno Mustikaningsih, M.Kes, Sp.KK Ling Ling


I4061211023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Kandidiasis”. Tugas laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas pada
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura di RSUD Dr. Soedarso serta diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi para pembacanya.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Retno
Mustikaningsih, M.Kes, Sp. KK selaku pembimbing atas bantuan, masukan, dan
bimbingan beliau sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada laporan kasus ini karena
keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, atas perhatian dan dukungannya, penulis
mengucapkan terima kasih.

Pontianak, 7 November 2021


Penulis

Ling Ling
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia. Kulit adalah
organ terbesar pada tubuh manusia, dengan berat sekitar 5 kg dan luas 2 m 2
pada seseorang dengan berat badan 70 kg. Berbeda dengan organ lain, kulit
yang terletak pada sisi terluar manusia ini memudahkan pengamatan, baik
dalam kondisi normal maupun sehat.1 Infeksi kulit dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur, dan parasit.
Kandidiasis adalah infeksi jamur oleh genus Candida. Genus Candida
berproliferasi pada tubuh inang, bersifat dimorfik, dan memiliki kemampuan
membentuk biofilm. Jamur ini merupakan flora normal yang terdapat pada
manusia dan dapat bersifat patogenik oportunistik jika inang mengalami
gangguan atau penekanan kekebalan atau imunosupresi.2,3 Pertumbuhan jamur
ini sangat dipengaruhi oleh faktor suhu, cahaya, udara, dan pH. 4 infeksi dapat
mengenai kulit, kuku, membran mukosa, traktus gastrointestinal, juga dapat
menyebabkan kelainan sistemik. Kandidiasis terdapat pada di seluruh dunia,
dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. Sumber
agen penyebab utama adalah pasien, namun transmisi dapat terjadi melalui
kontak langsung dan fomites.1
BAB II
PENYAJIAN KASUS

2.1 Keterangan Umum


Nama : Nn. RUA
Usia : 18 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Status Marital : Belum menikah
Alamat : Sungai Ambawang
Tanggal Pemeriksaan : Sabtu, 6 November 2021

2.2 Anamnesa
2.2.1 Keluhan Utama
Gatal pada daerah selangkangan, perut, dan bokong.

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan gatal sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan
muncul di selangkangan, perut, dan bokong. Pasien merasakan gatal awalnya
di selangkangan, kemudian menyebar ke bokong dan perut. Keluhan gatal
hilang timbul dan sering digaruk hingga luka dan perih. Pasien mengaku rasa
gatal diperberat saat malam hari. Pasien sebelumnya belum pernah berobat ke
dokter untuk keluhan yang dirasakan, pasien sempat menggunakan salep
cinolon yang dianjurkan oleh keluarganya dan sempat kering namun tidak
membaik.
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya
Riwayat alergi (-)
Riwayat operasi usus buntu saat usia 9 tahun

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa

2.2.5 Riwayat Pengobatan Sebelumnya


Pasien sebelumnya memiliki riwayat menggunakan salep cinolon yang
mengandung neomycin sulphate dan flucinolon acetonide

2.2.6 Riwayat Sosio Ekonomi dan Kebiasaan


Pasien adalah mahasiswa tingkat pertama yang sering beraktivitas di
luar ruangan dan selalu menggunakan pakaian tebal

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital
 TD : 110/70
 Nadi : 80 x / menit
 Respirasi : 18 x / menit
 Suhu : 36,5°C
d. Hygiene : Baik
e. Kepala : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Thoraks : Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
i. Ekstremitas : Tidak dilakukan pemeriksaan

2.3.2 Status Dermatologis

Gambar 2.1 Persebaran lesi kulit pasien pada kasus

Gambar 2.2 Lesi kulit pasien pada kasus


Lokasi
a. Regio pubis
b. Regio gluteus dextra sinistra
c. Regio lumbar dextra
Efloresensi
Bercak eritematosa berbatas tegas, bersisik, dan basah. Lesi dikelilingi satelit
berupa vesikel-vesikel kecil dan pustul-pustul kecil yang pecah meninggalkan
daerah erosif dengan pinggir kasar dan berkembang seperti lesi primer

2.4 Resume
Pasien datang dengan keluhan gatal sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan muncul
di selangkangan, perut, dan bokong. Pasien merasakan gatal awalnya di
selangkangan, kemudian menyebar ke bokong dan perut. Keluhan gatal hilang
timbul dan sering digaruk hingga luka dan perih. Pasien mengaku rasa gatal
diperberat saat malam hari. Pasien sebelumnya belum pernah berobat ke
dokter untuk keluhan yang dirasakan, Pasien sebelumnya memiliki riwayat
menggunakan salep cinolon yang mengandung neomycin sulphate dan
flucinolon acetonide yang dianjurkan oleh keluarganya dan sempat kering
namun tidak membaik. Status dermatologis tampak Bercak eritematosa
berbatas tegas, bersisik, dan basah. Lesi dikelilingi satelit berupa vesikel-
vesikel kecil dan pustul-pustul kecil yang pecah meninggalkan daerah erosif
dengan pinggir kasar dan berkembang seperti lesi primer pada regio pubis,
regio gluteus dextra sinistra, dan regio lumbar dextra.

2.5 Diagnosis Banding


a. Eritrasma
b. Tinea cruris
c. Dermatitis intertriginosa
2.6 Usulan Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan langsung dan pemeriksaan biakan

2.7 Diagnosis Kerja


Kandidiasis kutis dan selaput lendir genital

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Terapi Non-medikamentosa
a. Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan, sering mengganti pakaian yang
sudah berkeringat
b. Edukasi pasien untuk memakai pakaian yang dapat menyerap keringat
c. Mandi 2/3 kali sehari
d. Edukasi pasien untuk tidak berbagi handuk atau alat pribadi lainnya
dengan orang lain

2.8.2 Terapi Medikamentosa


a. Mikonazol topikal 2% 2 x 1
b. Itrakonazol 200 mg x 1 dosis tunggal

2.9 Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kandidiasis
3.1.1 Definisi
Kandidiasis adalah infeksi oportunistik akibat Candida, yang dapat
menyerang rongga mulut, vagina, penis, atau bagian tubuh lainnya. Infeksi
Candida yang tidak diobati membawa risiko menyebabkan infeksi sistemik di
mana organ lain dapat terlibat dan dapat menyebabkan sepsis.5

3.1.2 Epidemiologi
Kandidiasis terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur,
baik laki-laki maupun perempuan. Sumber agen penyebab utama adalah
pasien, namun transmisi dapat terjadi melalui kontak langsung dan fomites.1

3.1.3 Etiologi
Jamur Candida hidup sebagai saprofit, terutama terdapat di traktus
gastrointestinal, selain itu di vagina, uretra, kulit, dan di bawah kuku. Agen
penyebab tersering untuk kelainan di kulit, genital, dan mukosa oral adalah
Candida albicans, sedangkan spesies non-albicans yang sering menimbulkan
kelainan adalah Candida dubliniensis, Candida glabrata, Candida
guillermondii, Candida krusei, Candida lusitaniae, Candida parapsilosis,
Candida pseudotropicalis, dan Candida tropicalis.1

3.1.4 Patofisiologi6
Kemampuan C. albicans untuk menginfeksi inang yang beragam
didukung oleh berbagai faktor virulensi, termasuk transisi morfologis antara
ragi dan bentuk hifa, ekspresi adhesin dan invasin pada permukaan sel,
tigmotropisme, pembentukan biofilm, peralihan fenotipik dan sekresi enzim
hidrolitik dianggap sebagai faktor virulensi. Selain itu, adaptasi cepat terhadap
fluktuasi pH lingkungan, fleksibilitas metabolisme, sistem akuisisi nutrisi yang
kuat, dan mesin respons stres yang kuat juga merupakan factor yang
mendukung infeksi kandidiasis.6

Gambar 3.1 Patofisiologi Candida albicans


Sel ragi menempel pada permukaan sel inang dengan ekspresi adhesin.
Kontak dengan sel inang memicu transisi ragi ke hifa dan mengarahkan
pertumbuhan melalui tigmotropisme. Ekspresi invasin memediasi penyerapan
jamur oleh sel inang melalui endositosis yang diinduksi. Adhesi dan sekresi
hidrolase jamur memfasilitasi mekanisme invasi kedua, yaitu penetrasi aktif
yang digerakkan oleh jamur ke dalam sel inang dengan menghancurkan
penghalang. Perlekatan sel ragi pada permukaan abiotik (misalnya, kateter)
atau biotik (sel inang) dapat menimbulkan pembentukan biofilm dengan sel
ragi di bagian bawah dan sel hifa di bagian atas biofilm. Plastisitas fenotipik
(switching) mempengaruhi antigenisitas dan pembentukan biofilm dari
Candida albicans. Selain faktor virulensi ini, beberapa factor seperti respons
stres yang kuat yang dimediasi oleh heat shock proteins (Hsps); auto-induksi
pembentukan hifa melalui penyerapan asam amino, ekskresi amonia (NH3)
dan
alkalinisasi ekstraseluler secara bersamaan; fleksibilitas metabolik dan
penyerapan senyawa yang berbeda sebagai sumber karbon (C) dan nitrogen
(N); dan penyerapan logam penting, misalnya besi (Fe), seng (Zn), tembaga
(Cu) dan mangan (Mn) juga mempengaruhi patogenisitas dari jamur.

3.1.5 Klasifikasi1
Infeksi Candida dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kandidiasis oral
a. Kandidiasus oral (oral thrush)
b. Parleche (keilitis angular atau kandidal keilosis
2. Kandidiasis kutis dan selaput lender genital
a. Lokalisata
1. daerah intertriginosa
2. daerah perianal dan scrotal
b. Vulvovaginitis
c. Balanitis atau balanopostitis
d. Diaper candidosis
e. Kandidosis kutis granulomatos
3. Paronikia candida dan onikomikosis candida
4. Kandidiasis kongenital
5. Kandidiasis mukokutan kronik
6. Reaksi id

3.1.6 Manifestasi Klinis1


1. Kandidiasis oral
a. Kandidiasus oral (oral thrush)
Biasanya mengenai bayi, pasien terinfeksi HIV dan AIDS. Tampak
pseudomembran putih coklat muda kelabu yang menutup lidah,
palatum molle, pipi bagian dalam, dan permukaan rongga mulut yang
lain. Lesi dapat terpisah-pisah, dan tampak seperti kepala susu pada
rongga mulut.
Bila pseudomembran terlepas dari dasarnya tampak daerah yang basah
dan merah.
b. Parleche
Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami maserasi, erosi,
basah, dan dasarnya eritematosa. Faktor predisposisinya antara lain
adalah defisiensi riboflavin dan kelainan gigi.
2. Kandidiasis kutis dan selaput lendir genital
a. .Lokalisata
1. daerah intertriginosa
Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, genitokrural, intergluteal, lipat
payudara, interdigital, dan umbilikus, serta lipatan kulit dinding
perut berupa bercak yang verbatas tegas, bersisik, basah, dan
eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-
vesikel dan pustulpustul kecil atau bula yang bila pecah
meninggalkan daerah erosif, dengan pinggir yang kasar dan
berkembang seperti lesi primer.
2. daerah perianal dan scrotal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah.
Penyakit ini menimbulkan pruritus ani.
b. Vulvovaginitis
Biasanya sering terdapat pada penderita diabetes mellitus karena kadar
gula darah dan urin yang tinggi dan pada perubahan hormonal
(kehamilan dan siklus haid). Rekurensi dapat terjadi juga karena
penggunaan cairan pembersih genital, antibiotik, imunosupresi.
Keluhan utama ialah gatal di daerah vulva. Pada yang berat terdapat
pula rasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dispareunia. Pada
pemeriksaan yang ringan tampak hiperemia pada labia minora,
introitus vagina, dan vagina terutama bagian 1/3 bagian bawah. Sering
pula terdapat kelainan khas ialah bercak-bercak putih kekuningan.
Pada kelainan yang berat juga terdapat edema pada labia minora dan
ulkus-
ulkus yang dangkal pada labia minora dan sekitar introitus vagina.
Fluor albus pada kandidosis vagina berwarna kekuningan. Tanda yang
khas ialah disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu berwarna
putih kekuningan.
c. Balanitis atau balanopostitis
Faktor predisposisi adalah kontak seksual dengan pasangan yang
rnenderita vulvovaginitis, diabetes mellitus dan kondisi nonsirkurnsisi.
Lesi berupa erosi, pustula dengan dindingnya yang tipis, terdapat pada
glans penis dan sulkus koronarius glandis.
d. Diaper candidosis
Kelainan dipicu oleh adanya kolonisasi ragi di traktus gastrointestinal.
lnfeksi dapat terjadi karena oklusi kronik area popok oleh popok yang
basah. Lesi berawal dari area perianal meluas ke perineum dan lipat
inguinal berupa eritema cerah.
e. Kandidosis kutis granulomatous
Penyakit ini sering diderita menyerang anak-anak, lesi berupa papul
kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan
melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menirnbul seperti tanduk
sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku,
badan, tungkai, dan larings.
3. Paronikia candida dan onikomikosis candida
Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan
air, bentuk ini tersering didapat. Lesi berupa kemerahan, pembengkakan
yang tidak bemanah dan nyeri di area paronikia disertai retraksi kutikula
ke arah lipat kuku proksimal. Kelainan kuku berupa onikolisis, terdapat
lekukan transversal dan berwama kecoklatan. Penyebab onikomikosis
kandida umumnya adalah C. albicans dengan kelainan di kuku berupa
distrofi total menyerupai onikomikosis yang disebabkan oleh jamur
golongan dermatofita.
4. Kandidiasis kongenital
Ditemukan kelainan pada kulit dan selaput lendir bayi baru lahir, lesi khas
berupa vesikel atau pustul dengan dasar eritematosa pada wajah, dada
yang meluas generalisata.
5. Kandidiasis mukokutan kronik
Penyakit ditandai oleh sindrom klinis berupa infeksi kandida superfisial
pada kulit, kuku dan orofaring, bersifat kronis, dan resisten terhadap
pengobatan. Pada banyak kasus kelainan imunitas dapat spesifik pada
sistem imun selular atau bersifat global.
6. Reaksi id
Reaksi terjadi karena reaksi alergi terhadap jamur atau antigen lain yang
terbentuk selama proses inflamasi, klinisnya berupa vesikel eritematosa
yang bergerombol, terdapat pada lateral jari dan telapak tangan. Bila
infeksi diobati, kelainan akan menyembuh.

Gambar 3.2 Gambaran infeksi kandidiasis7


3.1.7 Diagnosis1
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH
20% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau
hifa semu.
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol)
untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam
suhu kamar atau lemari suhu 3TC, koloni tumbuh setelah 2-5 hari,
berupa koloni mukoid putih.

3.1.8 Diagnosis Banding


Beberapa kelainan dengan klinis yang mirip dan perlu dibedakan dari
striae, antara lain sebagai berikut.1
a. Eritrasma
b. Tinea cruris
c. Dermatitis intertriginosa

3.1.9 Tatalaksana
1. Non-medikamentosa
 Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain
 Cuci handuk yang kemungkinan terkontaminasi
 Daerah yang terkena harus dijaga tetap kering dan tidak lembab
 Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan, sering mengganti pakaian
yang sudah berkeringat
 Edukasi pasien untuk memakai pakaian yang dapat menyerap keringat
2. Medikamentosa
Rekomendasi pedoman dari Infectious Diseases Society of
America (IDSA) untuk pengobatan kandidiasis orofaringeal dirangkum
dalam Tabel 3.1. Terapi topikal (misalnya klotrimazol troches atau
suspensi nistatin atau pastiles) direkomendasikan sebagai pengobatan lini
pertama untuk pasien dengan episode awal penyakit ringan. Pengobatan
awal yang direkomendasikan untuk penyakit sedang hingga berat adalah
flukonazol oral 100-200 mg (3 mg/kg) sekali sehari selama 7-14 hari.
Untuk kandidiasis esofagus, terapi antijamur sistemik selalu diperlukan,
dan flukonazol oral 200-400 mg (3-6 mg/kg) setiap hari selama 14-21 hari
dianjurkan.8

Tabel 3.1 Rekomendasi guideline IDSA tatalaksana kandidiasis oral


Pada kandidiasis kutis, pedoman IDSA merekomendasikan triazol
topikal dan poliena (misalnya klotrimazol, mikonazol, dan nistatin) untuk
pengobatan kandidiasis kulit. Daerah yang terkena harus dijaga tetap
kering dan, jika perlu, kompres larutan Burrow dapat digunakan sebagai
bahan pengering.9
Pada kandidiasis vulvovaginitis, pedoman IDSA
merekomendasikan pengobatan dengan agen antijamur topikal (Tabel 3.2)
atau flukonazol oral 150 mg dosis tunggal. Pada kandidiasis
vulvovaginitis parah dan berulang, pengobatan dengan terapi topikal yang
diberikan secara intravaginal setiap hari selama kurang lebih 7 hari, atau
beberapa dosis flukonazol oral (150 mg setiap 72 jam untuk tiga dosis).
Untuk VVC berulang, didefinisikan sebagai empat atau lebih episode
gejala dalam periode 1 tahun, pedoman IDSA merekomendasikan 10-14
hari terapi induksi dengan triazol topikal atau oral, diikuti oleh flukonazol
150 mg sekali seminggu selama 6 bulan.8

Gambar 3.2 Tatalaksana intravaginal pada kandidiasis vulvovaginal


Pada balanitis, direkomendasikan pengobatan dengan krim
klotrimazol 1% yang dioleskan dua kali sehari sampai gejala hilang atau,
jika gejalanya parah, flukonazol oral 150 mg sekali sehari. Jika diduga
resisten atau alergi terhadap imidazol, krim nistatin (100.000 unit/g) juga
direkomendasikan. Imidazol topikal dengan hidrokortison 1% dapat
digunakan jika terdapat peradangan.10
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan gatal sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan muncul
di selangkangan, perut, dan bokong. Pasien merasakan gatal awalnya di
selangkangan, kemudian menyebar ke bokong dan perut. Hal ini sesuai dengan gejala
gatal pada kandidiasis dan lokasi distribusi kandidiasis kutis lokalisata regio
intertriginosa yaitu lesi di daerah lipatan kulit ketiak, genitocrural, intergluteal, lipat
payudara, interdigital, dan umbilical, serta lipatan kulit dinding perut berupa bercak
berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritemastosa.1 Pasien merupakan mahasiswa yang
sering beraktivitas di luar ruangan dan pasien selalu memakai pakaian tebal saat
berada di luar ruangan sehingga banyak berkeringat dan membuat kulit terutama di
sekitar lipatan menjadi lembab, hal ini juga sesuai dengan faktor risiko terjadi
kandidiasis pada kulit yang lembab.6
Pasien sempat mencoba mengobati keluhannya dengan obat topical yang
disarankan oleh keluarganya dengan merk dagang cinolon yang memiliki kandungan
neomycin sulphate dan flucinolon acetonide, neomycin sulphate merupakan antibiotic
yang bekerja dengan menghambat pertumbuhan bakteri, flucinolon acid merupakan
kortikosteroid yang membantu meredakan bengkak, gatal, dan kemerahan pada kulit.
Namun, tidak membaik karena obat topical tersebut hanya bekerja pada bakteri,
sedangkan infeksi kandidiasis disebabkan oleh spesies Candida yang merupakan
jamur.11
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan lesi eritematosa sirkumskrip,
hiperpigmentasi, dan dikelilingi lesi satelit. Lesi satelit merupakan penampakan yang
khas pada pasien dengan kandidiasis.12
Pasien diberikan terapi antijamur topical berupa mikonazol 2%. Mikonazol
merupakan antijamur golongan imidazole. Pasien juga diberikan antijamur oral
berupa itrakonazol 200 mg dosis tunggal. Itrakonazol merupakan antijamur golongan
azol. Pada pasien juga diedukasi untuk menjaga kebersihan, sering mengganti
pakaian yang sudah berkeringat, mandi 2-3 kali sehari, memakai pakaian yang dapat
menyerap keringat, dan tidak berbagi handuk atau alat pribadi lainnya dengan orang
lain.
BAB V
KESIMPULAN

Nn. RUA berusia 18 tahun di diagnosis kandidiasis kutis dan selaput lendir
genital pada regio pubis, regio gluteus dextra sinistra, dan regio lumbar dextra.
Tampak lesi eritematosa, sirkumskrip, bersisik, basah, dan dikelilingi lesi satelit.
Pasien diberikan terapi mikonazol topical 2% dan itrakonazol 200 mg dosis tunggal.
Pasien diedukasi untuk menjaga kebersihan, sering mengganti pakaian yang sudah
berkeringat, mandi 2-3 kali sehari, dan memakai pakaian yang dapat menyerap
keringat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Adhi, Djuanda,2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 7 Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
2. Spampinato C, Leonardi D. Candida infections, causes, targets, and resistance
mechanisms: traditional and alternative antifungal agents. BioMed Research
International. 2013. p. 1–13. 2.
3. Tsui C, Kong EF, Jabra R, Mary A. Pathogenesis of candida albicans biofilm.
Vol. 74, Pathogens and disease. 2016. 3.
4. Jiwintarum Y, Urip, Wijaya AF, Diarti MW. Media alami untuk pertumbuhan
jamur candida albicans penyebab kandidiasis dari tepung biji kluwih
(artocarpus communis). J Kesehat Prima. 2017;11(2):158–70.
5. Palese, Enzo, Maurizio Nudo, Grazia Zino, Valeria Devirgiliis, Mattia
Carbotti et al. Cutaneous candidiasis caused by Candida albicans in a young
non- immunosuppressed patient: an unusual presentation. Int J Immunopathol
Pharmacol; 2018.
6. Mayer, Francois L, Wilson Duncan, dan Bernhard Hube. Candida albicans
pathogenicity mechanism. Virulence. 2013; 4(2): 119-128
7. Vaginal thrush. Biophoto Associates/Science Photo Library. Available at:
http://www.sciencephoto.com/. Accessed 2 Sept 2015.
8. Rex JH, Walsh TJ, Sobel JD, Filler SG, Pappas PG, Dismukes WE, et al.
Practice guidelines for the treatment of candidiasis. Infectious Diseases
Society of America. Clin Infect Dis. 2000;30:662–678. doi: 10.1086/313749.
9. Pappas PG, Kauffman CA, Andes D, Benjamin DK, Jr, Calandra TF, Edwards
JE, Jr, et al. Clinical practice guidelines for the management of candidiasis:
2009 update by the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis.
2009;48:503–535. doi: 10.1086/596757.
10. Edwards S, Bunker C, Ziller F, van der Meijden WI. 2013 European guideline
for the management of balanoposthitis. Int J STD AIDS. 2014;25:615–626.
11. American Society for Microbiology. Neomycin Sulfate Improves the
Antimicrobial Activity of Mupirocin-Based Antibacterial Ointments.
Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 2016; 60(2).
12. Kalra, Monica D, Kim E Higgins, dan Bruce S. Kinney. Intertrigo and
secondary skin infections. Am Fam Physician. 2014; 89 (7): 569-573.

Anda mungkin juga menyukai