Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS

DERMATITIS KONTAK IRITAN

Disusun oleh :

Latifa Syifa Safitri 41181396100046

Pembimbing :
dr. Retno Sawitri, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.CHASABULLAH
ABDUL MAJID KOTA BEKASI
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus ini. Shalawat serta salam tak lupa
kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad beserta keluarga, para sahabat, dan
umatnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillahirabbil’alamin, selesainya presentasi kasus berjudul “Dermatitis


Kontak Iritan” tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang senantiasa memberi
bimbingan, petunjuk, serta motivasi kepada saya. Oleh sebab itu saya menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Retno Sawitri, Sp.KK selaku pembimbing selama di kepaniteraan klinik ilmu
penyakit kulit dan kelamin RSUD dr. Chasabullah Abdul Majid Kota Bekasi yang
telah memberikan banyak ilmu, waktu, dan selalu sabar dalam membimbing.

2. Seluruh staf pengajar dan staf lainnya di RSUD Dr. Chasabullah Abdul Majid Kota
Bekasi.

3. Seluruh pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pengerjaan
makalah presentasi kasus ini yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga presentasi
kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya terutama untuk
proses kemajuan pendidikan selanjutnya.

Bekasi, 7 November 2021


i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan inflamasi yang terjadi pada kulit akibat
respons terhadap pajanan bahan iritan, fisik, atau biologis yang kontak pada kulit, tanpa
dimediasi oleh respons imunologis.1 Dermatitis kontak iritan bersifat multifaktorial, dapat
disebabkan oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yang menyebabkan terjadinya
DKI antara lain genetik, jenis kelamin, umur, etnis, lokasi kulit, dan riwayat atopi. Sedangkan
faktor eksogen meliputi sifat-sifat kimia iritan (pH, keadaan fisik, konsentrasi, ukuran
molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan pembawa, dan kelarutan), karakteristik paparan
(jumlah, konsentrasi, durasi, jenis kontak, paparan simultan terhadap iritan lainnya, dan
interval setelah paparan sebelumnya), faktor lingkungan (suhu, dan kelembapan), faktor
mekanik (tekanan, gesekan, atau abrasi), dan radiasi ultraviolet (UV).2

Penatalaksanaan yang diperlukan untuk penderita DKI berupa upaya pencegahan dan
medikamentosa, terapi medikamentosa dibedakan menjadi topikal dan sistemik, obat-obatan
yang biasa digunakan berupa golongan kortikosteroid, antihistamin dan antibiotik. Upaya
pencegahan dapat dilaksanakan dengan menghindari paparan dari bahan iritan yang
menyebabkan terjadinya DKI dan menggunakan alat pelindung diri saat melakukan pekerjaan
yang beresiko.3

1
BAB II

KASUS

2.1 Identitas Pasien

No. RM

Nama : Ny. SU

Tgl Lahir : 1-5-1987

Umur : 34 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

2.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 06 November 2021 di


Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD dr. Chasabullah Abdulmajid Kota Bekasi pukul
11.00 WIB.

2.2.1 Keluhan utama

Gatal dan perih di telapak tangan dan jari-jari tangan sejak 1 bulan sebelum
datang ke rumah sakit.

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Ny. SU, 34 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD dr. Chasbullah
Abdulmajid Kota Bekasi dengan keluhan gatal dan perih pada telapak tangan dan jari-
jari tangan sejak 1 bulan sebelum datang ke rumah sakit. Gatal dikeluhkan setelah
pasien memberikan minyak telon atau minyak kayuputih ke anak pasien yang masih
bayi. Awalnya pasien merasakan panas di telapak tangan, tidak lama kemudian
keluhan berubah menjadi gatal dan perih.

Pasien baru pertama kali merasakan keluhan seperti ini. Pasien tidak berani
meminum obat untuk mengurangi keluhannya karena pasien sedang menyusui.

2
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki alergi obat, makanan, atau reaksi gatal-gatal di kulit
sebelumnya. Riwayat penyakit kulit lainnya juga tidak pernah diderita oleh pasien.

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang mengalami keluhan serupa di keluarga.

2.2.5 Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sehari-hari pasien mengurus anaknya
yang masih balita dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci baju
dengan tangan serta mencuci piring. Pasien mandi 2 kali sehari, namun terkadang
sehari satu kali. Pasien mengatakan rutin mengganti pakaian 2 kali dalam sehari.
Rumah pasien cukup lembab dan kurang pencahayaan matahari.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 06 November 2021 di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD dr. Chasbullah Abdulmajid Kota Bekasi pukul 11.00 WIB

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan


Status Gizi
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 155 cm
IMT : 22,9 (Normoweight)

Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit, isi cukup, reguler
Nafas : Tidak dinilai
Suhu : Tidak dinilai

Status Generalis

3
Kepala Tidak dinilai
THT Telinga : Tidak dinilai
Hidung : Tidak ada
deviasi, secret (-)
Mulut : Bibir dan mukosa
lembab
Tenggorok : Tidak dinilai
Leher Tidak dinilai
Paru Tidak dinilai
Jantung Tidak dinilai
Abdomen Tidak dinilai
Genitalia Tidak dinilai
Ekstremitas Tidak dinilai
Status Lokalis/ Dermatologis
1. Telapak Tangan Pada regio palmaris terdapat plak disertai
vesikel dasar eritematosa, multiple,
berbatas tegas, berbentuk kotak,
berukuran masingmasing 5x7 cm, 4x6
cm, dan 7x9 cm dengan skuama halus di
atasnya.

4
2. Jari-Jari Tangan

Pada regio tibialis posterior dextra terdapat


plak eritematosa, soliter, berbatas tegas, berbentuk
kotak, berukuran 4x4 cm.

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

2.5 Resume

2.6 Diagnosis

2.6.1 Diagnosis Kerja : Dermatitis Kontak Iritan

2.6.2 Diagnosis Banding : Dermatitis Kontak Alergika, skabies

2.7 Tatalaksana

2.7.1 Non Medikamentosa

- Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan iritan


- Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan
penyakit yang akan lama walaupun dalam terapi, perawatan kulit
- Bila gatal jangan digaruk karena akan memperburuk penyakit
- Keringkan bagian yang gatal bila basah
- Ganti pakaian dengan yang kering bila lembab

5
2.7.2 Medikamentosa

1. Klorfeniramin maleat tab tiap 4-6 jam x 4 mg, diminum jika gatal

2. Desoksimetason 0,05% 2x sehari, sesudah mandi, selama 7 hari

3. Vaselin (pelembab)

2.8 Prognosis

Ad Vitam : Bonam

Ad Sanasionam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : Bonam

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, dan likenifikasi) dan keluhan
gatal. Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Sedangkan dermatitis kontak adalah
dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Terdapat dua
jenis dermatitis kontak , yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergika.4

Penegakkan diagnosis kasus DKI memerlukan beberapa tahapan seperti anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Informasi yang perlu diketahui saat
anamnesis berupa gejala utama (nyeri, gatal, eritema, rasa terbakar, menyengat, dan ketidak
nyamananan), onset gejala, riwayat alergi, riwayat pekerjaan, riwayat terpapar faktor iritan,
dan riwayat pengobatan.3 Kerusakan epidermis adalah temuan utama pada dermatitis iritan,
berbeda dengan dermatitis kontak alergi yang menampilkan lebih banyak inflitrat dan
inflamasi pada dermis.2 Bedasarkan efloresensi kulit dapat terlihat seperti adanya makula
eritema berbatas tegas, hyperkeratosis, fisura, vesikel, penampilan epidermis yang mengkilap,
kering atau melepuh. Pemeriksaan penunjang pada kasus DKI bertujuan untuk menyingkirkan
diagnosis banding yaitu Dermatitis Kontak Alergika dengan melakukan tes tempel.3

Penatalaksanaan dermatitis kontak iritan berupa penatalaksanaan nonmedikamentosa


dan medikamentosa.

Nonmedikamentosa:

1. Identifikasi dan penghindaran terhadap bahan iritan tersangka

2. Anjuran penggunaan alat pelindung diri (APD), misalnya sarung tangan apron,
sepatu bot. Pada beberapa kondisi oklusif akibat penggunaan sarung tangan terlalu
lama dapat memperberat gangguan sawar kulit

3. Edukasi mengenai prognosis, informasi mengenai penyakit, serta perjalanan


penyakit yang akan lama walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan
pekerjaan, perawatan kulit
Medikamentosa:

7
1. Sistemik: simtomatis, sesuai gejala dan sajian klinis Derajat sakit berat: dapat
ditambah kortikosteroid oral setara dengan prednison 20 mg/hari dalam jangka
pendek (3 hari). Antihistamin diberikan untuk mendapatkan efek sedatif guna
mengurangi gejala gatal
2. Topikal: Pelembap setelah bekerja/after work cream. Disarankan pelembap yang
kaya kandungan lipid

Sesuai dengan sajian klinis


• Basah (madidans): beri kompres terbuka (2-3 lapis kain kasa) dengan larutan NaCl
0,9%
• Kering: beri krim kortikosteroid potensi sedang, misalnya flusinolon asetoid 0,025%
atau desoksimetason 0,05%2
• Bila dermatitis berjalan kronis dapat diberikan mometason fuorate intermiten
3. Pada kasus yang berat dan kronis, atau tidak respons dengan steroid bisa diberikan
inhibitor kalsineurin atau fototerapi dengan BB/NB UVB atau obat sistemik
misalnya azatioprin atau siklosporin. Bila ada superinfeksi oleh bakteri: antibiotika
topikal/sistemik.1
Pada kasus dermatitis kontak ringan, prognosis sangat bergantung pada kemampuan
menghindari bahan iritan penyebab. Pada kasus dermatitis kontak yang berat diakibatkan
pekerjaan, keluhan dapat bertahan hingga 2 tahun walaupun sudah berganti pekerjaan.3

Gambar 3.1 Alur Tatalaksana Dermatitis Kontak Iritan

Sumber: Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia.
PERDOSKI. 2017

8
BAB IV

ANALISIS KASUS

Ny. RA, 28 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD dr. Chasbullah
Abdulmajid Kota Bekasi dengan keluhan gatal dan perih pada punggung dan betis kaki sejak
2 hari sebelum datang ke rumah sakit. Gatal dikeluhkan setelah pasien memakai koyo
bermerk “salonpas hot” pada daerah tersebut selama 24 jam karena merasa pegal-pegal.
Keluhan awal dirasakan pasien berupa kemerahan pada daerah bekas koyo, tidak lama
keluhan berubah menjadi gatal dan perih.

Koyo merupakan obat analgetik topikal berbentuk patch yang dapat menghilangkan
pegal pegal melalui penempelan di kulit. Analgetik topikal sendiri memiliki beberapa sediaan,
yakni patch, gel, krim, liniment, dan spray. Masing-masing sediaan memiliki bahan aktif dan
obat analgetiknya berupa methyl salisilat. Kandungan aktif koyo merk tersebut tiap 100g
patchnya berupa Methyl Salicylate 2,76g dan Capsicum Extract 4,61g. Diduga kandungan
Capsicum atau ekstrak cabai inilah sebagai kandungan aktif yang mengiritasi kulit pasien,
atau bahan perekat yang digunakan untuk menempelkan koyo ke kulit.

Gejala klinis tergantung pada apakah dermatitis sedang akut atau kronis, serta pada
jenis iritan, jenis kontak, patomekanisme, dan lokasi. Tampilan klinis dermatitis kontak iritan
akut ditandai dengan onset cepat (dalam beberapa jam) setelah pajanan yang umumnya
mudah diidentifikasi, perjalanan klinis yang cepat, dan biasanya juga mencapai resolusi
dengan cepat. sangat bervariasi dan bahkan mungkin tidak dapat dibedakan dari jenis alergi.
Gejala klinis monomorfik dan klinis lain yang intensif seperti nekrosis kulit. Gejala subyektif
yang dirasakan pasien adalah rasa nyeri terbakar daripada gatal, dan jelas lokasinya hanya
sebatas area paparan kontak bahan iritan dan tidak ada penyebaran.5 Dermatitis kontak iritan
tidak menunjukkan gambaran polimorfik yang khas seperti dermatitis kontak alergika berupa
makula, papula, dan vesikel. Lesi ini berkembang satu demi satu selama beberapa hari
(polimorfisme metakronik).6 Gejala kronis terjadi jika kulit terus terpajan bahan iritan
sehingga tidak dapat mengalami penyembuhan spontan, atau ketika dermatitis bertahan
bahkan tanpa terpajan bahan iritan. Untuk morfologinya terdapat hiperkeratosis, fisura, dan
likenifikasi.5

Pada pasien ini keluhan terjadi setelah pasien memakai koyo selama 24 jam, dan
keluhan langsung timbul berupa kemerahan pada kulit di tempat bekas penempelan koyo. Hal
ini sama dengan teori yang mengatakan bahwa pada dermatitis kontak iritan onset cepat,
9
perjalanan klinis cepat, dan lesi kulit hanya sebatas area yang kontak dengan bahan iritan dan
tidak ada penyebaran. Keluhan sukyektif pada pasien juga berupa gatal dan rasa perih pada
lokasi lesi.

Pada status dermatologis didapatkan pada regio punggung belakang dan tibialis
posterior dextra terdapat plak disertai vesikel dasar eritematosa, multiple, berbatas tegas,
berbentuk kotak, berukuran masing-masing 5x7 cm, 4x6 cm, 7x9 cm, dan 4x4 cm dengan
skuama halus di atasnya Hal ini sama dengan teori bahwa lesi pada dermatitis kontak iritan
lebih berupa monomorfik dan epidermis lebih banyak terlibat. Lesi pada pasien berupa plak
eritematosa dan papul eritematosa.

Gambar 4.1 Gambaran pada dermatitis kontak iritan


Sumber : Clinical Aspect or Irritan Contact Dermatitis in: Contact Dermatitis. 2011

Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan
kulitnya ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vehikulum, dan faktor
lainnya. Faktor yang dimaksud adalah: lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau
berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, trauma fisik, suhu, dan
kelembaban lingkungan. Faktor individu yang berperan pada dermatitis kontak iritan adalah
adanya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas,

10
usia (anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras, jenis kelamin, dan
penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami.4
Faktor yang dapat mencetuskan keluhan pada pasien adalah setelah pemakaian koyo
yang dapat menyebabkan iritasi. Faktor lainnya adalah lamanya pajanan pada bahan iritasi,
yakni pasien memakai koyo selama 24 jam. Faktor individu yang dapat berpengaruh adalah
ketebalan kulit, ras, jenis kelamin, dan keluhan kulit sebelumnya. Kondisi yang memperparah
keluhan pasien adalah pemberian minyak kayu putih, sehingga semakin perih dan timbul
bintil- bintil kecil.
Diagnosis banding pada kasus ini yaitu dermatitis kontak alergika yang mempunyai
gambaran lesi hampir sama, dermatitis kontak alergika memiliki gambaran yang polimorfik
berupa makula, plak, papul, atau vesikel, dan lesi dapat meluas ke daerah sekitarnya. Keluhan
pada dermatitis kontak alergi muncul lebih lama, karena secara mekanisme merupakan
hipersensitivitas tipe IV yakni delay hipersensitivity. Keluhan subyektif yang dominan pada
dermatitis kontak alergi adalah gatal, dan jarang terjadi perih atau rasa nyeri terbakar. Untuk
perbedaannya akan dijelaskan seperti pada gambar.2

11
Gambar 4.2 Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergika
Sumber : Fitzpatrick’s ed 9, 2019

Gambar 4.3 Dermatitis Kontak Alergika


Sumber : Fitzpatrick’s ed 9, 2019

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan bila tidak dapat membedakan pada
pasien dermatitis kontak adalah uji tempel. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menghilangkan
kecurigaan terhadap dermatitis kontak alergi. Uji tempel ini menggunakan bahan yang diduga
menjadi penyebab alergi. Bahan iritan seperti deterjen hanya boleh diberikan jika diduga
karena penyebab alergi. Melakukan uji tempel juga harus dilaksanakan saat dermatitis sudah
tenang atau sudah sembuh, kemudian tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah
pemakaian kortikosteroid sistemik dan topikal dihentikan. Uji tempel dilakukan selama 48
jam, kemudian dibaca hasilnya setelah 15-30 menit dilepas agar efek tekanan bahan uji telah
menghilang atau minimal.4 Namun pada literatur menyebutkan bahwa pemeriksaan uji tempel
pada wanita hamil sebaiknya tidak dilakukan. Alasan pernyataan ini masih belum jelas,
namun disebutkan bahwa adanya alasan etis atau karena ketidakstabilan hormon selama
kehamilan dapat menyebabkan hasil tes yang tidak dapat diandalkan.7

12
Gambar 4.4 Perbedaan Uji Tempel yang disebabkan oleh Sarung Tangan
Sumber : Fitzpatrick’s ed 9, 2019
Penatalaksanaan dermatitis kontak iritan yang paling penting adalah menghindari
pajanan bahan iritan dan menyingkirkan faktor yang memperberat. Dermatitis harus diobati
segera setelah diketahui, karena dermatitis kronis memiliki prognosis yang lebih buruk
daripada dermatitis akut. Semua iritasi harus dihindari selama berminggu-minggu meskipun
lesi di kulit sudah mengalami perbaikan.2 Jika hal ini dapat dilakukan dan tidak terjadi
komplikasi, dermatitis akan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin
cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering. 4 Pemberian edukasi mengenai
cara pemakaian alat pelindung diri saat bekerja, cara perawatan kulit, dan prognosis penyakit
juga perlu dilakukan. Untuk pengobatan medikamentosa perlu diberikan sesuai gejala klinis.
Jika klinis berat, dapat diberikan kortikostreroid oral berupa prednison 20mg/hari selama 3
hari. Pemberian obat topikal juga perlu dilakukan untuk mengurangi inflamasi, yakni dengan
krim kortikosteroid potensi sedang.1,8

Gambar 4.5 Penggunaan Kortikosteroid pada Penyakit Kulit Sumber


: Fitzpatrick’s ed 9, 2019

Meskipun kortikosteroid topikal sering digunakan, tetapi penggunaan jangka panjang


dapat merusak fungsi barier dari epidermis. 2 Pelembab juga diperlukan untuk menjaga
kelembaban kulit.1 Beberapa kortikosteroid topikal sebagai pilihan terapi untuk dermatitis
kontak iritan seperti pada gambar.

13
Gambar 4.6 Potensi Kortikosteroid Topikal
Sumber : Fitzpatrick’s ed 9, 2019
Pada pasien diberikan tatalaksana salep topikal kortikosteroid potensi sedang yakni
Desoksimetason 0,05% 2 kali sehari.2 Pemberian salep topikal ini pada ibu hamil masih
terbilang aman karena pada beberapa studi menunjukkan kurangnya hubungan antara
penggunaan kortikosteroid topikal dengan kejadian cacat lahir, kelahiran prematur, dan
kematian janin. Namun disebutkan juga penggunaan kortikosteroid topikal yang poten atau
sangat poten seharusnya digunakan sebagai terapi lini kedua dan dengan waktu yang
sesingkat mungkin.9 selanjutnya untuk mengatasi keluhan gatal, pasien diberikan terapi
antihistamin oral generai I berupa klorfeniramin maleat 4mg tiap 4-6 jam sehari. Pilihan obat
ini relatif lebih aman untuk ibu hamil dibanding dengan antihistamin generasi II.10

Pada kasus dermatitis kontak ringan, prognosis sangat bergantung pada kemampuan
menghindari bahan iritan penyebab. Pada kasus dermatitis kontak yang berat diakibatkan
pekerjaan, keluhan dapat bertahan hingga 2 tahun walaupun sudah berganti pekerjaan. 1 Pada
pasien ini prognosisnya adalah bonam untuk ad vitam, dubia ad bonam untuk ad sanasionam,
dan bonam untuk ad fungsionam.

14
BAB V

KESIMPULAN

Dermatitis kontak iritan atau DKI merupakan peradangan pada kulit akibat efek
sitotosik langsung dari bahan kimia, fisik, atau agen biologis pada sel-sel epidermis tanpa
adanya produksi dari antibodi spesifik.3 Tampilan klinis dermatitis kontak iritan akut ditandai
dengan onset cepat (dalam beberapa jam) setelah pajanan yang umumnya mudah
diidentifikasi, perjalanan klinis yang cepat, dan biasanya juga mencapai resolusi dengan
cepat. sangat bervariasi dan bahkan mungkin tidak dapat dibedakan dari jenis alergi. Gejala
klinis monomorfik dan klinis lain yang intensif seperti nekrosis kulit.5

Ny. RA, 28 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD dr. Chasbullah
Abdulmajid Kota Bekasi dengan keluhan gatal pada punggung dan betis kaki sejak 2 sebelum
datang ke rumah sakit. Gatal dikeluhkan setelah pasien memakai koyo bermerk “salonpas
hot” pada daerah tersebut selama 24 jam. Keluhan awal dirasakan pasien berupa kemerahan
pada daerah bekas koyo, tidak lama keluhan berubah menjadi gatal dan perih. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pada regio punggung belakang dan tibialis posterior dextra
terdapat plak disertai vesikel dasar eritematosa, multiple, berbatas tegas, berbentuk kotak,
berukuran masing-masing 5x7 cm, 4x6 cm, 7x9 cm, dan 4x4 cm dengan skuama halus di
atasnya.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis pada


pasien ini adalah dermatitis kontak iritan. Tatalaksana yang dapat diberikan adalah
menghindari pajanan bahan iritan dan menyingkirkan faktor yang memperberat, pemberian
kortikosteroid topikal, dan antihistamin oral.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Dermatitis


Kontak Iritan dalam: Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
Indonesia. Jakarta: PERDOSKI. 2017. Halaman 207-212
2. Neodorost, Susan T. Irritant Dermatitis in : Fitzpatrick’s dermatology in general
medicine. 9th Edition. New York: McGraw Hill; 2019. Page : 414-427
3. Wijaya, I Putu Gilang Iswara., Darmada, IGK., Rusyati, Luh Made Mas. Edukasi dan
Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Iritan Kronis di RSUP Sanglah Denpasar Bali
Tahun 2014/2015. Bali: E-Jurnal Medika. 2016
4. Sularsito, Sri Adi., Soebaryo, Retno W. Dermatitis Kontak dalam: Menaldi, Sri Linuwih
SW. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia; 2017. Halaman : 157-161
5. Brasch, Jochen., Becker, Detlef., Abere, Werne., Bircher, Andreas., etc. Guidline
Contact Dermatitis. Allergo J Int. 2014; 23; 126-38
6. Frosch, Peter J., John, Swen Malte. Clinical Aspect or Irritan Contact Dermatitis in:
Contact Dermatitis. Berlin: Springer-Verlag Heidelberg. 2011. Halaman: 255-288
7. Ingber, Arieh. Contact Dermatitis and Patch Test in Pregnancy. New York: Spinger
Science+ Business Media. 2014
8. Caplan, Avrom., Fett, Nicole., Wert, Victoria. Glucocorticoids in : Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. 9th Edition. New York: McGraw Hill; 2019. Page :
3382-3390
9. Chi, C., Kirtsching, G., Aberer, W., Gabbud, JP., Lipozencic, J., etc. Guidlines Updated
Evidence-based European Dermatology Forum Guidline on Topical Corticosteroids in
Pregnancy. European Academy of Dermatology and Venereology. 2017
10. Kar, Sumit., Krishnan, Ajay., Preetha, K., Mohankar, Atul. A Riview of Antihistamin
Used During Pregnancy. J Pharmacol Pharmacother. 2012 Apr-Jun; 3(2): 105–108.

16

Anda mungkin juga menyukai