Anda di halaman 1dari 15

GANGGUAN FUNGSI INTEGUMEN

PADA LANSIA

DISUSUN OLEH:
TEDY BUANA PUTRA
AMELIA SHARON OHOILULIN
SRI MULIASNI ISAR

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2020/2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi peningkatan jumlah
populasi orang-orang yang berumur lebih dari 45 tahun. Meskipun penyakit
kulit tidak berperan penting dalam angka kematian pada lansia, namun
permasalahan kulit yang dihadapi kelompok umur ini cukup banyak.Data dari
WHO (2005) populasi lansia Indonesia pada tahun 2000 sekitar 16 juta orang
dan prediksi seperti tertera pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 1999
tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab I Pasal 1 Ayat 2 (DEPSOS, 2008).
Perubahan struktur, fisiologik, dan penurunan fungsi pada kulit lansia
mendasari berbagai kelainan kulit geriatrik. Penuaan kulit harus dibedakan
dengan kulit pada lansia dan penuaan kulit dini (premature aging) yang dapat
disebabkan berbagai faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar seperti
lingkungan (sinar matahari), pengaruh hormonal, genetik, proses metabolisme
dan penyebab lainnya. Beberapa faktor dapat dihindari atau dikurangi,
sedangkan beberapa tidak. (Kabulrachman,2006).
Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia mebungkus otot-
otot dan organ dalam. Kulit berfungsi melindungi tubuh dari trauma dan
merupakan benteng pertahanan terhadap bakteri. Kehilangan panas dan
penyimpanan panas diatur melalui vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah
kulit atau sekresi kelenjar keringat. Organ-organ adneksa kulit seperti kuku
dan rambut telah diketahui mempunyai nilai-nilai kosmetik. Kulit juga
merupakan sensasi raba, tekan, suhu, nyeri, dan nikmat berkat jalinan ujung-
ujung saraf yang saling bertautan. Secara mikroskopis kulit terdiri dari tiga
lapisan: epidermis, dermis, dan lemak subkutan. Epidermis, bagian terluar dari
kulit dibagi menjadi dua lapisan utama yaitu stratum korneum dan stratum
malfigi. Dermis terletak tepat di bawah epidermis, dan terdiri dari serabut-
serabut kolagen, elastin, dan retikulin yang tertanam dalam substansi dasar.
Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang
menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh. Juga
terdapat limfosit, histiosit, dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi
dan invasi benda-benda asing. Di bawah dermis terdapat lapisan lemak
subcutan yang merupakan bantalan untuk kulit, isolasi untuk pertahankan suhu
tubuh dan tempat penyimpanan energi.

B. Perubahan terkait usia pada fungsi integumen

1. Kulit

2. Rambut

a. Pertumbuhan menjadi lambat, lebih halus dan jumlahnya sedikit.

b. Rambut pada alis, lubang hidung dan wajah sering tumbuh lebih
panjang

c. Rambut memutih.

d. Rambut banyak yang rontok

3. Kuku

a. Pertumbuham kuku lebih lambat, kecepatan pertumbuhan menurun 30-


50% dari orang dewasa.

b. Kuku menjadi pudar.

c. Warna kuku agak kekuningan.

d. Kuku menjadi tebal, keras tapi rapuh.

e. Garis-garis kuku longitudinal tampak lebih jelas. Kelainan ini


dilaporkan terdapat pada 67% lansia berusia 70 tahun.

C. Faktor-faktor resiko
Terdapat Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Integumen
Beberapa Faktor Tersebut Antara Lain : Dermatitis atopic, dermatitis kontak,
dermatitis nummular , dermatitis statis, herpes zoster (cacar), aknes vulgaris
(jerawat), vericella (cacar air),dan kusta (lepra).

Berikur beberapa penjelasan dari masing-masing faktor tersebut :


1. Dermatitis atopic
Salah satu jenis dermatitis yang sering dijumpai dan penyakit turunan,
umumnya dimulai ketika bayi dengan gejala gatal, radang kulit, terkadang
timbul asma dan demam.
2. Dermatitis kontak
Merupakan dermatitis kontak alergi dan iritasi, beberapa penyebabnya
penggunaan parfum.
3. Dermatitis nummular
Beberapa plak dermatitis yang biasanya berhubungan dengan kulit
kering dan terjadi pada kulit kaki tengah dan lengan.
4. Dermatitis statis
Dermatitis kronis pada bagian bawah kaki bagian dalam yang
berkaitan dengan varises.
5. Herpes zoster (cacar ular)
Merupakan penyakit yang disebabkan infeksi virus varicella zoster
yang menyerang kulit dan mukosa. Masa inkubasi penyakit kulit ini antara
7 sampai 12 hari.
6. Aknes vulgaris (jerawat)
Merupakan penyakit kulit akibat peradangan kronik folikel
pylosebaseae dermis sehingga menimbulkan kantum nanah yang
meradang.
7. Vericella (cacar air)
Merupakan infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang
menyerang kulit dan mukosa disebut juga chikon prog. Masa inkubasi
penyakit ini antar 2 sampai 3 minggu.
8. Kusta (lepra)
Merupakan sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium leprae menyerang saraf tepi, mucosa, kerusakan anggota
gerak dan mata. Mata inkubasi antara 2 sampai 5 tahun.

D. Konsekuensi fungsional
Konsekuensi fungsional negative akibat dari resiko kerusakan fungsi
Integumen adalah beberapa penyakit radang seperti dermatitis dan herper
zoster dapat menyebabkan jaringan parut dan pengerusakan, gejala-gejala
penyakit kulit pun perlu dirawat untuk mengontrol tingkat keparahan dan
perkembangannya. Sedangkan konsekoensi fungsional positif dari kerusakan
fungsi integumen adalah lansia dapat memodifikasi perilaku sehari-harinya
yaitu lansia dapat beraktivitas fisik, makan sayur dan buah untuk
meningkatkan fungsi integumen, pendidikan kesehatan terkait masalah risiko
fungsi integumen sehingga lansia memahami hal positif yang dapat
dilakukannya.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian secara umum :
a. Identitas pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain : nama,
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, status mental,
suku, keluarga/orang terdekat, alamat, nomoer registrasi.
b. Keluhan utama : Nyeri, Gelisah, Gatal dan Kerusakan intergitas kulit
c. Pemeriksaan Fisik : Tekanan Darah, Nadi, Pernafasan, Suhu, Skala
Nyeri.
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang : Tanyakan sejak kapan pasien
merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya :
Klien merasa nyeri, Terdapat Vesikel/ bula  pada Kulit Klien dan
Gatal dan Lesi.
2) Riwayat kesehatan dahulu : Apakah pasien dulu pernah menderita
penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya : Penyakit yang
sama : Pasien Pernah Mengalami Penyakit yang sama sebelumnya,
Apakah klien pernah mengalami penyakit kulit sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga : Apakah ada keluarga yang pernah
menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya : Apakah
terdapat keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dan
Apakah ada keluarga klien mengalami penyakit Kulit.
4) Riwayat psikososial : Apakah pasien merasakan kecemasan yang
berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang
berkepanjangan : Cara klien menyelesaikan stressor, Perasaan klien
saat ini, Respon pasien terhdap penyakitnya dan Tingkat
kecemasaan pasien.
5) Riwayat penggunaan obat-obatan : Apakah pasien pernah
menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah
pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat : Pemakaian obat
sebelumnya dan pasien pernah alergi terhadap obat.

B. Diagnosa keperawatan
1. Ganguan integritas kulit berhubungan dengan Vesikel/bula yang pecah
2. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan body image
3. Resiko infeksi
C. Intervensi keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN / INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
Ganguan integritas kulit Setelah dilakukan Manejemen pruritus :
berhubungan dengan tindakan 1. Lakukan inspeksi
Vesikel/bula yang keperawatan selama lesi setiap hari
pecah 3 x 6 jam, integritas 2. Pantau adanya
kulit kembali utuh, tanda-tanda infeksi
dengan kriteria 3. Ubah posisi pasien
hasil : tiap 2-4 jam
 Kulit utuh, 4. Bantu mobilitas
eritema dan pasien sesuai
skuama hilang kebutuhan
 Krusta 5. Pergunakan sarung
menghilang tangan jika merawat
 Daerah axilla lesi
dari inguinal 6. Jaga agar alat tenun
tidak mengalami selau dalam
maserasi keadaan bersih dan
kering
Gangguan konsep diri Setelah dilakukan 1. Berikan support
berhubungan dengan tindakan pada pasien untuk
perubahan body image keperawatan selama menerima
3 x 6 jam, Pasien keadaannya
tidak mengalami 2. Kaji persepsi
gangguan konsep diri pasien tentang
body image, dengan gambaran dirinya
kriteria hasil : 3. Jaga komunikasi
yang baik dengan
 Pasien tidak
pasien dan bantu
menarik diri dari
pasien untuk
kontak social
berkomunikasi
 Pasien mau
dengan orang lain
berpartisipasi
4. Catat adanya
dalam perawatan
tingkah laku non-
dirinya
verbal atau tingkah
 Ekspresi wajah
laku negative
pasien tidak
5. Libatkan keluarga
menunjukkan
untuk
tanda berduka
meningkatkan
konsep diri pasien
Resiko infeksi Setelah dilakukan 6610 identifikasi resiko,
tindakan 1. Lakukan teknik
keperawatan selama aseptic dan
3 x 6 jam, tidak antiseptic dalam
terjadi infeksi: melakukan
dengan kriteria tindakan pada
hasil : pasien.
 Hasil pengukuran 2. Ukur tanda vital
tanda vital dalam tiap 4-6 jam.
batas normal. 3. Observasi adanya
- RR :16-20 tanda-tanda infeksi.
x/menit 4. Batasi jumlah
- N : 70-82 pengunjung.
x/menit 5. Kolaborasi dengan
- T : 37,5 C ahli gizi untuk
- TD : 120/85 pemberian diet
mmHg TKTP.
 Tidak ditemukan 6. Libatkan peran
tanda-tanda serta keluarga
infeksi dalam memberikan
(kalor,dolor, bantuan pada klien
rubor, tumor, 5602 pengajaran :
infusiolesa) proses penyakit.
1. Kaji tingkat
pegetahuan pasien
terkait dengan
proses penyakit
yang spesifik
2. Jelaskan
patofisiologi
penyakit dan
bagaimana
hubungannya
dengan anatomi
dan fisiologi
3. Jelaskan tanda dan
gejala yag umum
dari penyakit
4. Identifikasi
kemungkinan
penyebab
5. Identifikasi
perubahan kondisi
fisik pasien
6. Jelaskan proses
penyakit
7. Jelaskan
kemungkinan
komplikasi kronik
8. Instruksikan pada
pasien untuk
melaporkan tanda
dan gejala yang
dialami pada
pemberi
pelayanan.
9. Jelaskan
komplikasi kronik
yang mungkin ada
10. Instruksikan
pasien mengenai
tindakan untuk
mencegah atau
meminimalkan
efek samping
penanganan dari
penyakit.
11. Edukasi pasien
mengenai tanda
dan gejala yang
harus dilaporkan
kepada petugas.

D. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat proses
keperawatan yanag dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan
(potter & perry,2013). Pada Tahap ini perawat akan mengimplementasikan
intervensi yang telah direncanakan berdasarkan hasil pengkajian dan
penegakan diagnosis yang diharapkan dapat menvpai tujuan dan hasil sesuai
yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien.
Penerapan implementasi keperawatan yang dilakukan perawat harus
berdasarkan intervensi berbasis bukti atau telah ada penelitian yang dilakukan
terkait intervensi tersebut. Hal ini dilakukan agar menjamin bahwa intervensi
intervensi yang diberikan aman dan efektif bagi lansia ( Miller, 2012). Dalam
tahap implementasi perawat juga harus kritis dalam menilai dan mengevaluasi
respon lansia terhadap pengimplementasian intervensi yang diberikan.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan . tahap ini
sangat penting untuk mennentukkan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan klien (Perry & Potter,2013). Hal yang perluy diingat adalah
bahwa evaluasi merupakan proses kontinu yang terjadi saat perawat
melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi perawat membuat
keputusan-keputusan klinis dan secara terus - menerus mengarah kembali ke
asuhan keperawatan . Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien
menyelesaikan masalah kesehatan actual, mencegah terjadinya masalah risiko
dan mempertahankan status kesehatan sejahtera. Proses evaluasi menentukan
keefektivan asuhan keperawatan yang diberikan.’
Pada klien lansia perawat harus kritis dan cermat menilai dan
mengevaluasi respon klien terhadap intervensi yang diberikan. Hal ini di
karenakan pada lansia terjadi proses penuaan yang mengakibatkan adanya
perubahan biologis yang mempengaruhi fungsi organ dan fungsional lansia itu
sendiri . (Touhy &Jen,2014). Perawat dapat menggunakan format evaluasi
SOAP untuk mengevaluasi hasil intervensi yang dilakukan. Poin S merujuk
pada respon subjektif lansia setelah diberikan intervensi. Poin O melihat pada
respon objektif yang dapat diukur pada lansia setelah dilakukannya intervensi.
Point A adalah analisis perawat terhadap intervensi yang dilakukan . point P
adalah perencanaan terkait tindakan selanjutnya sesuai analisis yang telah
dilakukan sebelumnya.
LAMPIRAN :

KONSEKUENSI FUNGSIONAL PADA DERMATITIS

Etiologic :
Factor resiko :
1. Faktor luar (eksogen ) misalnya bahan kimia :
deterjen,oli, semen, asam dan basa) 1. Penurunan aktivitas
2. Fisik (sinar dan suhu) 2. Usia
3. Mikroorganisme (bakteri dan jamur) 3. Genetic
4. Faktor dalam (endogen) seperti dermatitis 4. Kondisi emosional
atopic

Konsekuensi fungsional negative :

1. Ganguan integritas kulit


2. Gangguan konsep diri
3. Resiko infeksi

Intervensi yang dapat dilakukan yaitu

1. Ganguan integritas kulit : manajemen pruritus,


perawatan luka
2. Gangguan konsep diri : Memberikan motivasi pada
pasien
3. Resiko infeksi : identifikasi resiko, pengajaran proses
penyakit.
1. Lansia mengatakan tidakPUSTAKA
DAFTAR gatal
2. Percaya diri
3. Lansia mampu mengegetahui dan mencegah
resiko infeksi .DAFTAR PUSTAKA

Kabulrachman. Problema dermatologik pada usia lanjut. Boedi D, Hadimartono.

Buku ajar geriatri. Balai penerbit FK UI, Jakarta. 2006.

Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S editor. Ilmu Penyakit Kulit dan

kelamin. Edisi kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia,1993.

Doenges,Marlyn. E dkk.2001. Rencana asuhan keperawatan. Edisi:3. Jakarta:

penerbit buku kedokteran,EGC.

Leung DYM, Tharp M, Boguniewi CZ. Atopic Dermatitis. Dalam: Friedbergin,

Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrik TB,

ads. Fitzpatrik’s Dermatology In General Medicine. New York Mc Graw-

Hill, 1999: 1464-80

Kapita selekta kedokteran II.2001.Edisi 3.Jakarta:Media Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai