Disusun oleh :
Velica Kressentia Yunus 42190336
Chatarina Triskawardani Kusumaningrum 42190337
Brahmastra Megasakti 42190338
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. A. I. A.
No. Rekam Medis : 00-XX-XX-XX
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 39 tahun
Tanggal Lahir : 17 Juli 1981
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Kristen
Status Pekawinan : Belum Kawin
Alamat : Yogyakarta
Tgl. Masuk ke RS Bethesda : 12 Maret 2021 pukul 09.30 WIB
DPJP : dr. Gabriel Erny Widyanti, M. Kes, Sp. KK
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis.
1. Keluhan Utama
Pada permukaan kulit ibu jari tangan kiri bintil kemerahan yang berisi
cairan kuning dan bekas bintil yang sudah pecah, kulit yang terkelupas dan
lecet pada sekitar bintil. Bintil mulai muncul sejak 7 hari yang lalu. Awalnya
bintil hanya berukuran sebesar jarum pentul dan muncul pada jari telunjuk saja,
bintil pecah sendiri, keluar cairan bening, lalu mengering. Kemudian bintil
muncul pula pada ibu jari dengan ukuran seperti biji jagung. Bintil tidak
menyebar ke bagian tangan lainnya.
Awalnya kulit jari pasien terasa kasar, panas, dan gatal, disertai dengan
kulit tangan yang terkelupas. Keluhan ini terasa hampir setiap saat, paling
mengganggu terutama saat dan setelah mencuci tangan dengan sabun, air
mengalir, dan hand sanitizer.
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
5. Riwayat Pengobatan
Living Condition
Pasien tinggal di rumah dengan keluarga, kebersihan rumah baik, tidak
lembab, ada ventilasi udara. Tidak pernah ada orang yang datang menginap atau
berkunjung di tempat tinggal pasien selain keluarga pasien. Tidak ada keluarga
yang mengalami gejala serupa.
Daily Activity
Kegiatan pasien sehari-hari adalah bekerja sebagai pegawai swasta, sudah
kembali WFO sejak 1 bulan yang lalu. Pasien jarang keluar rumah jika bukan
untuk keperluan mendesak. Pasien tidak mengetahui apakah ada rekan kerja di
kantor yang mengalami gejala serupa.
Physical Excercise
Aktivitas fisik pasien sedang, meskipun jarang berolah-raga namun
pasien sering berjalan kaki setiap harinya di tempat kerja.
Personal Hygiene
Pasien mandi 2x sehari (sebelum dan sepulang dari bekerja), mengganti
pakaian 2x sehari, kualitas air mandi pasien baik. Saat berada di luar rumah dan
di kantor sangat sering mencuci tangan dengan hand sanitizer dan sabun dan
membilasnya hingga bersih, terutama karena mematuhi potokol kesehatan
secara ketat di masa pandemic Covid-19.
Diet
Pola makan bergizi seimbang, 2x sehari dengan variasi menu yang
dikonsumsi cukup bervariasi, yaitu nasi, lauk, sayur, namun jarang
mengonsumsi buah dan air putih. Riwayat alergi makanan disangkal.
Social Economy
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Sehari-hari pasien
bersosialisasi dengan keluarga dan rekan kerja di kantor. Keadaan ekonomi
pasien cukup baik, segala kebutuhan sehari-hari dapat tepenuhi.
Relationship
Pasien belum menikah dan sedang tidak memiliki pasangan.
Sexual Activity
Pasien tidak aktif berhubungan seksual.
.
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
1. Keadaan Umum (KU) : Baik
2. Kesadaran : CM, E4 V5 M6
3. VAS :
VII. TATALAKSANA
Farmakoterapi
R/ NaCl 0,9% 100 ml Plabott No. I
S.2.d.d.u.e.m.et.v. (setelah mandi, tutul dengan kasa steril)___ V
R/ Asam Fusidat 2% Cr 5 g
Mometasone Furoate 0,1% Cr 5 g
m.f.l.a.Cr.da in tube. No. I
S.2.d.d.u.e.m.et.v. (setelah mandi)______________________ V
R/ Asam Mefenamate Tab 500 mg No. X
S.p.r.n.2.Tab I.p.c. (jika nyeri)_________________________ V
VIII. EDUKASI
Minimalisir kontak dengan iritan atau bahan kimia
Gunakan sabun dan hand sanitizer yang lembut di kulit
Gunakan krim pelembab kulit
IX. PLANNING
- Kontrol 1 minggu lagi untuk follow up perkembangan penyembuhan lesi
X. PROGNOSIS
Quo Ad vitam : bonam
Quo Ad functionam : bonam
Quo Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Dermatitis kontak merupakan istilah yang diberikan terhadap reaksi inflamasi baik
akut maupun kronis terhadap substansi yang terkena pada kulit. Dermatitis Kontak Iritan
(DKI) adalah inflamasi pada kulit, akibat respon terhadap pajanan bahan iritan, fisik, atau
biologis yang kontak pada kulit tanpa dimediasi oleh respon imunologis sehingga
kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses pengenalan/sensitisasi (Sularsito
dan Sobaryo, 2019), sedangkan Dermatitis Kontak Alergi (DKA) disebabkan antigen
(allergen) yang dimediasi reaksi hipersensitivitas tipe IV (PERDOSKI, 2017).
Bentuk akut dari DKI terjadi setelah paparan pertama terhadap agen yang bersifat
toksik terhadap kulit (minyak, phenol, kerosene, organic solvent, sodium dan potassium
hidoksida, asam jeruk) dan pada kasus yang parah menyebabkan nekrosis tergantung dari
konsentrasi paparan dan ketebalan kulit. DKI merupakan penyakit yang terlokalisasi pada
area yang terpapar iritan. Selain dermatitis, respons kontak iritan pada kulit meliputi:
iritasi subyektif, reaksi iritan sementara, reaksi iritan persisten, luka bakar toksik
(kaustik). Respon kontak iritan pada pelengkap kulit dan sistem pigmen meliputi: erupsi
folikel dan akneiformis, miliaria, perubahan pigmen (hipo- dan hiperpigmentasi), reaksi
granulomatosa, dan alopecia (Wolf et al, 2011).
II. EPIDEMIOLOGI
DKI dapat dialami oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis
kelamin. Jumlah orang yang mengalami DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang
berbuhubungan dengan pekerjaan namun angka secara tepat sulit diketahui dikarenakan
banyak pasien dengan kelainan ringan tidak datang berobat atau bahkan tidak merasakan
adanya (Sularsito dan Sobaryo, 2019).
Menurut Wolf et al (2011), DKI merupakan penyakit terkait okupasi yang paling
sering mengenai kulit, meskipun DKI tidak harus disebabkan karena okupasi dan dapat
terjadi pada siapapun yang terpapar iritan pada kulit. Beberapa jenis okupasi yang
beresiko tinggi terkena DKI, yaitu pembersih rumah, penata rambut, tenaga medis umum,
gigi, dan dokter hewan, cleaning service, pekerja di bidang pertanian, kehutanan, bagian
penyiapan makanan dan catering, percetakan, pekerja logam, teknik mesin, perawatan
mobil, bagian konstruksi, dan nelayan.
Di AS, prevalensi okupasi dermatitis pada tangan ditemukan 55,6% di ICU dan
69,7% pada pekerja yang lebih sering terpapar. Seringnya mencuci tangan >35 kali setiap
jaga yang menyebabkan terjadinya hal tersebut. DKI lebih sering terjadi pada wanita
dibanding pria dikarenakan faktor lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja sebagai
asisten rumah tangga. Berdasarkan umur kebanyakan kasus terjadi pada bayi karena
kontak dengan urin dan feses dan pada lansia yang memiliki kulit yang lebih tipis dan
kering (Aneja, 2020).
Di Indonesia, 97% di antara 389 kasus PKAK adalah dermatitis kontak, yang
66,3% di antaranya adalah dermatitis kontak iritan (DKI) dan 33,7% adalah dermatitis
kontak alergi (DKA) (Hudyono, 2002) Insidens DKI pada tenaga kesehatan sebesar
44,4% dan DKA 16,5% dengan alergen tersering berupa nikel, benzalkonium klorida,
glutaraldehide, dan karet (Fisher, 2008).
III. ETIOLOGI
DKI disebabkan oleh bahan abrasif, bahan pembersih, zat pengoksidasi (misalnya,
natrium hipoklorit); agen pereduksi, enzim tumbuhan dan hewan, sekresi; bubuk
dessicant, debu, tanah; paparan air yang berlebihan; sabun, deterjen, pembersih tangan
tanpa air, minyak pelumas, serbuk kayu; asam dan basa: asam fluorida, semen, asam
kromat, fosfor, etilen oksida, fenol, garam logam; Pelarut industri: pelarut tar batubara,
minyak bumi, hidrokarbon terklorinasi, pelarut alkohol, etilen glikol eter, terpentin, etil
eter, aseton, karbon dioksida, DMSO, dioksan, stirena; Tumbuhan: Euphorbiaceae
(spurges, crotons, poinsettia, pohon machneel). Racunculaceae (buttercup), Cruciferae
(mustard hitam), Urticaceae (jelatang), Solanaceae (lada, capsaicin), Opuntia (pir
berduri); Lainnya: fiberglass, wol, pakaian sintetis kasar, kain tahan api, kertas “NCR”
(Wolf et al, 2011).
Lapisan Epidermis
Lapisan luar kulit (epidermis), terdiri dari lapisan matriks sel yang tipis. Pada
manusia, epidermis mengandung empat produk utama: keratinosit, melanosit, sel
Langerhans, dan sel Merkel. Keratinosit, produk utama, berasal dari kumpulan sel
induk yang terletak di basal lapisan epidermis. Sel-sel yang sudah mengalami
pematangan akan bermigrasi ke atas dan membentuk lapisan stratum korneum.
Epidermis manusia memiliki ketebalan rata-rata 50 mikron, dengan kepadatan
permikaan sekitar 50.000 sel berinnti/mm2. Pada saat masih berada di basal lapisan
epidermis, keratinosit yang terdiferensiasi membutuhkan sekitar 14 hari untuk keluar
dari kompartemen berinti dan tambahan 14 hari untuk bergerak melalui stratum
korneum. Keratinosit memiliki kapasitas untuk meningkatkan laju proliferasi dan
pematangan ke tingkat yang lebih besar ketika dirangsang oleh cedera, peradangan,
atau penyakit (Bolognia dkk., 2018).
Gambar 2. Skema representatif dari lapisan epidermis. Lapisan epidermis terdiri dari (1)
stratum korneum, (2) stratum granulosum, (3) stratum spinosum, dan (4) stratum basale. Zona
membran basal merupakan peralihan antara epidermis dan dermis, terdapat sel tambahan
seperti melanosit yang memasok melanin ke keratinosit disekitarnya melalui melanosom; dan
sel Langerhans yang berfungsi sebagai antigen-presenting cells (Bolognia dkk., 2018).
Lapisan Dermis
Dibawah lapisan epidermis, vaskularisasi dari lapisan dermis memberikan
dukungan struktural dan nutrisi. Lapisan dermis terdiri dari gel glikosaminoglikan
yang disatukan oleh matriks berserat yang mengandung kolagen dan elastin. Struktus
pembuluh darah disertai saraf dan sel mast, melalui dermis untuk memberikan
nutrisi, sel resirkulasi, dan sensasi kulit. Tiga sel tambahan, fibroblas, makrofag, dan
sel dendritic dermal, melengkapi daftar struktur yang tersedia di lapisan dermis.
Dalam kondisi seperti peradangan akut, fungsi dan jenis sel dermal berubah secara
substansial, dengan berbagai leukosit yang menginfiltrasi teragregasi melalui jalur
vaskular. Faktanya, komposisi infiltras kulit berbeda, tergantung pada entitas
penyakit yang memberikan petunjuk diagnostic yang berguna bagi dermatopatologi
(Bolognia dkk., 2018).
Gambar 5. Skema representatif dari bagian Dermis. Matriks ekstraseluler dermis terdiri dari
protein struktural (kolagen, elastin) dan zat asar (gel glikosaminoglikan). Terdapat juga
pembuluh darah, pembuluh limfatik, dan serabut saraf. Struktur adneksa terdapat pada lokasi
tubuh, juga sel lain seperti sel mast, fibroblas, makrofag, sel dendritik dermal (Bolognia dkk.,
2018)
VI. PATOFISIOLOGI
Patogenesis dermatitis kontak melibatkan pajanan terhadap alergen dan iritan,
faktor endogen dan lingkungan yang berinteraksi secara dinamis. Secara patofisiologi
dermatitis kontak dibedakan menjadi dermatitis kontak alergik (DKA) yang merupakan
respons kontak terhadap alergen pada individu yang telah tersensitisasi dan dermatitis
kontak iritan (DKI) yang diakibatkan pajanan terhadap iritan. Pada DKI, pajanan pertama
terhadap iritan telah mampu menyebabkan respons iritasi pada kulit. Sel T memori tidak
berperan dalam timbulnya DKI. Terdapat empat mekanisme utama yang saling
berinteraksi dalam kejadian DKI: kehilangan lipid dan substansi pengikat air epidermis,
kerusakan membran sel, denaturasi keratin pada epidermis, dan efek sitotoksik langsung.
Telah dibuktikan bahwa sistem imun nonspesifik berperan dalam patogenesis DKI.
Pajanan terhadap iritan menyebabkan reaksi inflamasi berupa vasodilatasi dan infiltrasi
sel pada dermis dan epidermis akibat pelepasan sitokin proinflamatorik IL-1 sebelum
terjadi kerusakan kulit. Sel-sel yang berperan dalam proses ini adalah keratin, makrofag,
netrofil, eosinofil, dan sel T naïve. Gambaran histologis respons inflamasi DKI berupa
spongiosis dan pembentukan mikrovesikel. Gambaran perbedaan keterlibatan berbagai
sitokin pada DKI dan DKA ditampilkan pada tabel 2.
XI. EDUKASI
Edukasi mengenai prognosis dan proses perjalanan penyakit yang akan lama
walaupun dalam terapi dan sudah modifikasi lingkungan pekerjaan dan perawatan
kulit.
Memilih produk kebersihan tangan yang tidak terlalu menyebabkan iritasi. Produk
kebersihan tangan dapat diganti dengan produk yang lebih tidak mengiritasi, beberapa
produk kebersihan tangan tersedia dalam sediaan dengan pelembap humektan yang
tidak membuat kulit kering dengan memerangkap kelembapan kulit.
Menghindari praktik tertentu yang meningkatkan risiko iritasi kulit
Menggunakan produk perawatan kulit yang melembabkan setelah pembersihan
tangan.
XI. PROGNOSIS
Penyembuhan DKI biasanya terjadi dalam 2 minggu setelah mengidentifikasi dan
menghindari agen penyebab; dalam kasus yang lebih kronis, mungkin diperlukan 6 minggu
atau lebih. Dalam pengaturan DKI okupasional, hanya sepertiga individu yang memiliki
remisi penuh dan dua pertiga mungkin memerlukan alokasi untuk pekerjaan lain; individu
atopik memiliki prognosis yang lebih buruk. Dalam kasus yang lebih kronis, beberapa
pekerja mampu mengembangkan toleransi terhadap pajanan.
Quo Ad vitam : bonam
Quo Ad functionam : bonam
Quo Ad sanationam : bonam
DAFTAR PUSTAKA
Harlim, A. 2019. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
PERDOSKI. 2017. Paduan Praktek Klinis: Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit PP PERDOSKI.
Wolff, K., Goldsmith, L., Katz, S., Gilchrest, B., Paller, AS., & Leffell, D.
(2011). Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine, 8th Edition. McGraw-Hill.
Hudyono. Dermatosis akibat kerja. MKI-JInMA. 2002;49(9):16-23
Fisher A.Occupational dermatitis. Rietschel, Fowler, penyunting. Fisher’s contact
dermatitis 6. Ontario: 2008;h.484-519.
Aneja, Savina. 2020. Irritant Contact Dermatitis. Diakses pada tanggal 12 Maret 2021 di
https://emedicine.medscape.com/article/1049353-overview#a4