Anda di halaman 1dari 8

BAB I

REFLEKSI KASUS
STATUS PASIEN

Herpes Zoster
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. RA
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Yogyakarta
Tanggal Periksa : 25 Februari 2021

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Bintik berair di dada kiri

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Awalnya pasien sempat demam sejak 3 hari SMRS dan sulit untuk tidur karena
terasa nyeri pada dada kiri. Kemudian 1 hari SMRS muncul bintik berair pada bagian
Disusun Oleh:
dada kiri terasa gatal dan perih. Penggunaan barang-barang iritan pada bagian lesi
Yemima Kenia Atmaja
disangkal. Pasien sempat memberikan salep Acyclovir pada area bintik tetapi tidak ada
42190343
perbaikan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


• Keluhan serupa : (-)
Dosen Pembimbing:
• Hipertensi : (-)
dr. Fajar Waskita, M.Kes, Sp.KK (K)
• Diabetes melitus : (-)
• Asma : (-)
• Penyakit jantung : (-)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN • Asam urat : (-)

RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA • Cacar air / Varicella : (+) 30 tahun yang lalu

PERIODE 21 FEBRUARI 2021 - 20 MARET 2021


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA 4. Riwayat Penyakit Keluarga

YOGYAKARTA • Keluhan serupa : (-)

2021 • Diabetes melitus : (-)


• Hipertensi : (-)
• Penyakit jantung : (-)
• Asma : (-)
• Asam urat : (-)

5. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun alergi makanan.
UKK
Tampak lesi berupa vesikel eritem, multiple, berbatas tegas dengan dasar eritem,
6. Riwayat Pengobatan
berkelompok herpetiformis unilateral dermatomal pada thorakalis 5 sinistra.
Pasien tidak mengonsumsi obat rutin. Sebelumnya untuk keluhan ini, pasien telah
menjalani pengobatan dengan paracetamol dan acyclovir.
Abdomen : Tidak terdapat lesi
Ekstremitas atas : Tidak terdapat lesi
7. Gaya Hidup
Ekstremitas bawah : Tidak terdapat lesi
Pasien merupakan seorang pegawai swasta dan sudah menikah. Aktivitas
Genitalia : Tidak terdapat lesi
sehari-hari sebagai pegawai swasta disalah satu perusahaan swasta. Pasien bekerja
Anus : Tidak terdapat lesi
setiap hari, dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Pola makan rutin tiga kali sehari, minum
dan makan cukup. Pasien mengaku tidak mengkonsumsi alkohol, rokok, dan obat-
D. Diagnosis Banding
obatan tertentu. Pasien tinggal di rumah bersama suami dan kedua anaknya. Pasien
1. Herpes Zoster
mengaku rutin mandi dua kali sehari namun pasien mengaku mengganti pakaian dalam
2. Dermatitis Herpetiformis
(bra) 2 hari sekali. Pasien jarang berolahraga selama pandemi.
3. Dermatitis Kontak

C. Pemeriksaan Fisik
E. Pemeriksaan Penunjang
Status Generalis
Tidak dilakukan
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis, E4 V5 M6
F. Diagnosis Kerja
Gizi : Baik
Herpes Zoster Thorakalis 5 Sinistra

Status Lokalis
G. Tatalaksana
Kepala : Tidak terdapat lesi
R/ Tab Acyclovir 400mg No. LXX
Wajah : Tidak terdapat lesi
S.5dd Tab 2 p.c
Leher : Tidak terdapat lesi
Thorak : Terdapat lesi sesuai deskripsi UKK
R/ Tab Paracetamol 500mg No. XV
S.prn Tab 1 p.c (nyeri)
H. Edukasi BAB II
1. Memberikan edukasi kepada pasien terkait kondisi yang dialami dan penanganan yang TINJAUAN PUSTAKA
akan dilakukan dan cara penggunaan obat
2. Menjelaskan kemungkinan penyakit dapat menular melalui kontak fisik pada lesi A. Definisi
3. Menjaga kebersihan diri. Herpes zoster, atau dikenal juga sebagai cacar ular dan shingles, adalah penyakit
4. Tidak menggaruk lesi yang disebabkan oleh reaktivasi infeksi laten varicella-zoster virus (VZV). Herpes zoster
5. Istirahat yang cukup adalah infeksi virus akut yang memiliki karakteristik unilateral, nyeri radikuler dan
munculnya tersebar sesuai dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion saraf sensoris.
I. Prognosis Faktor risiko terjadinya HZ adalah usia tua dan disfungsi imunitas seluler.
• Prognosis ad vitam : bonam
• Prognosis ad functionam : bonam B. Epidemiologi
• Prognosis ad sanationam : bonam • Global
Studi sistematik yang dilakukan pada tahun 2014 melaporkan bahwa insidensi
penyakit herpes zoster di Amerika Utara, Eropa, dan Asia-Pasifik sebesar 3-5 per 1.000
orang per tahun, dengan peningkatan insidensi sebesar 6-8 per 1.000 orang per tahun untuk
kelompok usia 60 tahun, dan 8-12 per 1.000 orang per tahun pada usia 80 tahun ke atas.
• Indonesia
Jumlah insidensi dan prevalensi infeksi herpes zoster di Indonesia masih belum
diketahui secara pasti. Pada tahun 2011-2013, terdapat 2.232 pasien herpes zoster pada 13
Rumah Sakit pendidikan di Indonesia, Puncak kasus terjadi pada penderita berusia 45-64
tahun dengan jumlah 851 kasus atau 37,95 persen dari total kasus herpes zoster.
Tahun 2010 sampai 2013, pasien baru HZ yang dirawat di Ruang Kemuning RSUD
Dr. Soetomo Surabaya, dengan lokasi lesi yang terbanyak dijumpai adalah HZ thorakalis
pada 31,4% pasien, diikuti oleh HZ oftalmikus 23,7%.

C. Etiologi
Etiologi herpes zoster adalah infeksi varicella-zoster virus (VZV). Virus ini dapat
menyebabkan dua jenis penyakit yang berbeda yaitu varicella (cacar air) dan herpes zoster
(cacar ular).
Varicella-zoster virus (VZV) merupakan virus DNA bagian dari famili
herpesviridae seperti herpes simpleks virus (HSV), Epstein Barr virus (EBV), dan human
herpes virus (HHV). Genom virus sebesar 125.000 bp, memiliki selubung dan berdiameter
80 -120 nm. VZV dapat mengkode 70 -80 protein. VZV menginfeksi sel limfosit T
teraktivasi, sel epitel, sel epidermal, dan sel neuron. VZV juga dapat membentuk sel bertambah usia, maka risiko terkena herpes zoster semakin tinggi karena adanya
sinsitia dan menyerang secara langsung dari sel ke sel. penurunan imunitas seluler limfosit T terhadap VZV. Selain usia tua, faktor lain yang
Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella Zoster, yakni virus yang juga menyebabkan risiko terjadinya reaktivasi VZV adalah stress, defisiensi imun
menyebabkan cacar air. Penderita herpes zoster adalah mereka yang sebelumnya pernah (immunocompromised) misalnya pada pasien HIV dan penggunaan obat-obatan
mengalami cacar air. Setelah seseorang sembuh dari cacar air, virus Varicella imunosupresan.
Zoster menjadi tidak aktif, namun bertahan dalam saraf selama bertahun-tahun. Virus
selanjutnya dapat aktif kembali dan menimbulkan herpes zoster atau cacar api. Belum E. Diagnosa Banding
dapat dipastikan apa yang menyebabkan virus Varicella Zoster aktif kembali, karena tidak Ada beberapa diagnosis banding herpes zoster, antara lain:
semua yang pernah mengalami cacar air akan mengalami herpes zoster. • Impetigo
Beberapa kondisi yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya herpes zoster Pada impetigo, lesi tidak menyebar sesuai dermatom. Etiologinya yaitu
adalah: Staphylococcus, sehingga harus ditanyakan apakah pasien memiliki riwayat infeksi
• Berusia di atas 50 tahun. Diketahui bahwa risiko mengalami herpes zoster akan semakin sebelumnya, seperti ISPA atau infeksi kulit primer
besar seiring pertambahan usia. • Dermatitis herpetiformis
• Memiliki kekebalan tubuh yang lemah, misalnya karena menderita AIDS, pasca operasi Lesi timbul pada pasien dengan celiac disease, lesi sangat mirip dengan herpes zoster,
transplantasi organ, menderita kanker, atau mengonsumsi obat kortikosteroid dalam tapi bisa saja tidak tersebar sesuai dermatom
jangka waktu lama. • Dermatitis kontak
Lesi timbul saat terjadi kontak dengan bahan iritan atau allergen yang menyebabkan
D. Patofisiologi
reaksi lokal pada area kulit yang terpapar saja.
Patofisiologi herpes zoster adalah melalui infeksi laten dan reaktivasi varicella-
zoster virus (VZV).
F. Diagnosis
• Infeksi Primer VZV
Diagnosis penyakit herpes zoster utamanya dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
Infeksi VZV primer menyebabkan varicella atau cacar air (chickenpox) yang
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dapat membantu menegakkan diagnosis bila
ditandai dengan ruam kulit dan vesikel, yang umumnya bersifat ringan dan self
gejala klinis meragukan terkait dengan adanya variasi klinis dari herpes zoster.
limiting. VZV ditularkan melalui droplet (airborne) atau kontak langsung dengan lesi.
1. Anamnesis
Virus menginfeksi sel epitel dan limfosit di orofaring dan saluran napas atas serta
Penyakit herpes zoster dapat memberikan gejala prodromal dan gejala erupsi
konjungtiva. Virus kemudian masuk ke kulit melalui darah dan menyebar ke sel epitel
kulit.
untuk membentuk ruam dan vesikel. Lesi vesikuler akan berubah menjadi pustular
• Gejala Prodromal
setelah infiltrasi sel radang, kemudian lesi dapat terbuka, kering dan menjadi krusta.
Gejala prodromal dapat berlangsung selama 1-5 hari. Keluhan biasanya diawali
Masa inkubasi VZV adalah 10-20 hari (dengan rata-rata waktu 14 hari).
dengan nyeri pada dermatom sebelum timbul lesi. Karakteristik nyeri pada herpes
• Perkembangan Menjadi Herpes Zoster
zoster bermacam-macam diantaranya parestesia (rasa terbakar atau kesemutan),
Setelah terjadi infeksi primer, VZV dapat hidup secara laten di ganglion dorsalis
disestesia (nyeri bila disentuh), alodinia (nyeri yang berhubungan dengan stimulasi),
nervus atau di nervus kranialis dengan penyebaran virus sesuai dengan dermatom.
atau hiperestesia (nyeri yang berat dan terjadi terus menerus). Selain nyeri, dapat
Reaktivasi VZV di ganglion yang laten dapat turun ke sel epitel kulit melalui akson
timbul gejala lain seperti cegukan dan sendawa. Dapat pula timbul gejala konstitusi
saraf dan bereplikasi sehingga menyebabkan herpes zoster dermatomal. Seiring
seperti malaise, sakit kepala, gejala flu, dan pembesaran kelenjar getah bening
regional. Gejala sistemik dapat hilang setelah lesi kulit muncul.
• Gejala Erupsi Kulit
Lesi kulit diawali dengan ruam merah disertai dengan makula dan papula, yang
kemudian menjadi vesikel dan pustula. Lesi bisa timbul dalam waktu 3 sampai 5
hari. Lesi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya secara jelas terbatas pada satu
daerah yang dipersarafi ganglion sensorik. Lesi paling sering terjadi pada daerah
dermatom ganglion torakalis. Erupsi kulit yang berat dapat menimbulkan gejala sisa
berupa makula hiperpigmentasi dan jaringan parut.
• Faktor Risiko
Faktor risiko harus digali dalam anamnesis seperti usia, riwayat vaksinasi
sebelumnya, penyakit kronis seperti kanker, kondisi immunocompromised seperti Gambar 1. Lesi pada herpes zoster sesuai dengan perjalanan penyakit
infeksi HIV, dan konsumsi obat-obatan imunosupresan seperti steroid dalam jangka
3. Variasi Klinis
panjang. Pada pasien dengan immunocompromised, perjalanan penyakit dan
Pada beberapa kasus herpes zoster, nyeri segmental tidak diikuti adanya erupsi
manifestasi klinis dapat atipikal, berulang, berlangsung lebih lama (6 minggu),
kulit. Kondisi ini disebut sebagai zoster sine herpete. Beberapa variasi klinis lain yang
cenderung kronik persisten, dan dapat menyebar ke organ internal (paru, hati dan
dapat timbul adalah :
otak). Gejala prodromal lebih hebat, erupsi kulit lebih berat, lebih nyeri dan
• Herpes zoster abortif : bila perjalanan penyakit berlangsung singkat dan erupsi kulit
komplikasi sering terjadi.
hanya berupa vesikel dan eritema
• Herpes zoster oftalmikus : mengenai cabang pertama nervus trigeminus. Erupsi kulit
2. Pemeriksaan Fisik
sebatas mata hingga verteks tetapi tidak melalui garis tengah dahi
Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan gambaran berupa lesi pada kulit yang
• Sindrom Ramsay-Hunt : herpes zoster terdapat pada liang telinga atau membran
mungkin timbul dalam bentuk eritema, makula, dan papula, yang dapat berubah
timpani, disertai paresis fasialis yang nyeri , gangguan lakrimasi, gangguan
menjadi vesikel dan pustula. Lesi umumnya bergerombol sesuai dengan dermatom dan
pengecap 2/3 depan lidah, tinitus, vertigo, dan penurunan pendengaran.
hampir selalu unilateral. Pada pasien immunocompromised, lesi kulit dapat berupa
• Herpes zoster aberans : herpes zoster yang disertai vesikel minimal 10 yang melewati
bula, hemoragik, hiperkeratotik, dan nekrotik yang timbul multidermatomal atau
garis tengah tubuh
diseminata.
• Herpes zoster pada kehamilan : biasanya manifestasi klinis ringan, kemungkinan
• Pemeriksaan oftalmologi diperlukan untuk mengetahui apakah ada komplikasi pada
komplikasi sangat jarang, risiko infeksi pada janin dan neonatus juga sangat kecil,
mata, terutama bila lesi kulit terdapat di sekitar wajah.
oleh karena itu jarang memerlukan antiviral
• Pemeriksaan neurologis termasuk pemeriksaan nervus kranialis, pemeriksaan
• Herpes zoster pada neonatus : jarang ditemukan, biasanya ringan, dapat sembuh
sensorik dan motorik diperlukan untuk mengetahui komplikasi pada sistem saraf.
tanpa antivirus, dan dapat sembuh tanpa gejala sisa
• Herpes zoster pada anak: manifestasi umumnya ringan, banyak menyerak area

servikal bawah, dan tidak membutuhkan antivirus.


4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan bila gejala klinis meragukan Antivirus yang dapat digunakan adalah :
diantaranya: § Untuk dewasa diberikan acyclovir 5 x 800 mg /hari per oral selama 7-10 hari,

• Tes Tzanck, pada hasil akan didapatkan perubahan sitologi sel epitel yang penyesuaian dosis dilakukan pada pasien gangguan ginjal
menunjukkan adanya multi nucleated giant cell § Untuk anak < 12 tahun diberikan acyclovir dosis 30 mg/kgBB selama 7 hari

• Tes PCR untuk mengetahui antigen atau asam nukleat VZV. Sensitivitas § Untuk anak > 12 tahun diberikan acyclovir dosis 60 mg/kgBB selama 7 hari

pemeriksaan DNA VZV dengan PCR adalah 95% dengan spesifisitas 100%. § Valasiklovir 3 x 1 gram/hari per oral selama 7 hari

§ Famsiklovir 3 x 500 mg/hari per oral selama 7 hari

G. Penatalaksanaan Antivirus masih dapat diberikan setelah 72 jam bila masih timbul lesi baru atau
Penatalaksanaan herpes zoster adalah menggunakan antiviral disertai terapi untuk ada vesikel yang timbul <3 hari.
nyeri akut dan post herpetik neuralgia. Strategi tatalaksana menggunakan strategi 6A Acyclovir intravena diberikan apabila herpes zoster disertai keterlibatan organ
yaitu attract patient early, assess patient fully, antiviral therapy, analgetic, viseral. Cara penggunaannya adalah dengan melarutkan sediaan injeksi dalam vial
antidepressant/anticonvulsant, dan allay anxiety-counselling. dengan 100 cc NaCl 0,9%, kemudian diberikan dalam 1 jam. Dosis antivirus yang
• Attract patient early: Untuk mendapatkan pengobatan yang optimal, sebaiknya terapi diberikan pada pasien herpes zoster yang immunocompromised adalah acyclovir
dilakukan sedini mungkin dalam waktu 72 jam setelah erupsi kulit muncul. intravena 10 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7-10 hari. Pada kasus yang berat, selain
• Asses patient fully: Perhatikan kondisi pasien dan lakukan pemeriksaan dengan acyclovir intravena dapat ditambahkan interferon alfa 2a. Pengobatan dapat dilanjutkan
seksama untuk menilai komplikasi yang dapat terjadi. dengan terapi supresi terutama bila gejala klinis belum menghilang, dengan
• Antiviral therapy : Penggunaan antiviral dilaporkan dapat menurunkan insidens, beban memberikan acyclovir 2 x 400 mg per hari atau valacyclovir 500 mg per hari.
penyakit, durasi penyakit, serta nyeri berkepanjangan.
• Analgetic : diberikan karena herpes zoster sering kali disertai keluhan nyeri. b) Tatalaksana Nyeri Akut
• Antidepressant/anticonvulsant: dapat diberikan pada pasien dengan nyeri yang berat Untuk penatalaksanaan nyeri yang ringan dapat digunakan paracetamol dan obat
atau pada post herpetik neuralgia antiinflamasi non steroid (OAINS) seperti ibuprofen. Apabila nyeri derajat sedang-
• Allay anxiety-counselling: Memberikan konseling kepada pasien mengenai berat, maka dapat ditambahkan analgesik golongan opioid seperti tramadol dan kodein.
penyakitnya serta mempertahankan kondisi mental supaya tetap optimal. § Non Opioid

Obat analgesik non opioid biasanya digunakan pada nyeri ringan. Contohnya adalah
a) Antivirus Paracetamol 500-1000 mg setiap 6 jam atau Ibuprofen 400-800 mg setiap 6 jam.
Indikasi pemberian antivirus pada herpes zoster adalah : § Opioid

§ Pasien usia > 50 tahun Analgesik opioid yang dapat digunakan adalah :
§ Nyeri sedang atau berat - Oxycodone 5 mg setiap 4 jam, dapat ditingkatkan sesuai respon tetapi tidak
§ Ruam yang berat melebihi 120 mg per hari
§ Keterlibatan wajah atau mata - Tramadol 50 mg sekali atau dua kali per hari, dapat ditingkatkan sesuai respon
§ Herpes zoster oftalmikus, sindrom Ramsay-Hunt, herpes zoster servikal, dan herpes tetapi tidak melebihi 400 mg per hari
zoster sakral
§ Pasien immunocompromised, diseminata, generalisata, atau dengan komplikasi
c) Kortikosteroid H. Komplikasi
Penggunaan kortikosteroid dalam penyakit herpes zoster sederhana masih kontroversi. Terdapat beberapa komplikasi herpes zoster sebagai berikut:
Beberapa uji klinis melaporkan bahwa penggunaan prednisone atau prednisolone dapat
• Komplikasi kutaneus
mengurangi nyeri akut, meningkatkan kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-
Komplikasi kutaneus dapat berupa infeksi sekunder dan gangrene superfisialis.
hari, serta mempercepat masa penyembuhan. Tetapi pemberian prednisone sebaiknya
Infeksi sekunder dapat menghambat oenyembuhan dan pembentukan jaringan parut
tidak diberikan pada pasien hipertensi, diabetes mellitus, penyakit ulkus peptikum, serta
(selulitis, impetigo). Gangrene superfisialis menunjukkan kondisi herpes zoster yang
pada pasien usia tua. Prednison dan terapi antiviral biasanya digunakan pada herpes
berat, yang menyebabkan hambatan penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
zoster dengan komplikasi neurologis seperti Bell’s palsy, atau disebut juga sindrom
• Komplikasi neurologis
Ramsay Hunt. Pilihan yang dapat diberikan adalah prednisone 60 mg/hari selama 7 hari,
Komplikasi neurologis dapat berupa neuralgia paska herpes,
kemudian dikurangi menjadi 30 mg/hari selama 7 hari, dan 15 mg/hari selama 7 hari.
meningoensefalitis, arteritis granulomatosa, myelitis, motor neuropati (deficit
motorik), stroke, dan bell’s palsy. Neuralgia paska herpes (NPH) merupakan kondisi
d) Antikonvulsan
nyeri menetap di dermatom 3 bulan setelah erupsi herpes zoster menghilang. Insidensi
Antikonvulsan dapat diberikan pada pasien dengan nyeri berat atau post herpetik
berkisar 10-40% dari kasus herpes zoster. NPH paling mengganggu pasien secara
neuralgia.
fungsional dan psikososial. Pasien merasa nyeri konstan (terbakar, nyeri berdenyut),
§ Gabapentin 300 mg sebelum tidur atau 100-300 mg tiga kali sehari, dapat
nyeri intermiten (tertusuk), dan nyeri yang dipicu stimulus seperti allodynia (nyeri
ditingkatkan setiap 2 hari sesuai respon pasien dengan dosis maksimal 3600 mg per
yang dipicu stimulus normal seperti sentuhan). Risiko NPH akan meningkat pada usia
hari.
lebih dari 50 tahun, nyeri prodromal lebih lama atau hebat, erupsi kulit luas dan
§ Pregabalin 75 mg sebelum tidur atau 75 mg dua kali sehari, dapat ditingkatkan setiap
berlangsung lama, atau intensitas nyeri lebih berat. Risiko lain yaitu distribusi di daerah
3 hari sesuai respon pasien dengan dosis maksimal 600 mg per hari.
oftalmik, ansietas, depresi, kurangnya kepuasan hidup, wanita, dan diabetes. Meskipun
sudah mendapat terapi antivirus, NPH bisa muncul pada 10-20% pasien herpes zoster
e) Antidepresan Trisiklik
dan sering refrakter terhadap pengobaran meskipun sudah optima, 40% tetap nyeri.
Antidepresan dapat diberikan pada pasien dengan nyeri berat atau post herpetik
• Komplikasi mata
neuralgia. Yang biasa digunakan adalah nortriptyline 25 mg sebelum tidur, dapat
Keterlibatan saraf trigeminal cabang pertama menyebabkan herpes zoster
ditingkatkan setiap 2-3 hari sesuai respons pasien, dosis maksimal 150 mg per hari.
oftalmikus yang bisa menyebabkan kehilangan penglihatan, nyeri menetap lama, dan
luka parut. Komplikasi pada mata juga dapat berupa keratitis, konjungtivitis, uveitis,
f) Tatalaksana Post Herpetik Neuralgia
episkleritis, skleritis, koroiditis, neuritis optika, retinitis, retraksi kelopak, ptosis, dan
Modalitas tatalaksana post herpetik neuralgia mirip dengan penatalaksanaan nyeri akut.
glaukoma.
Tujuan tatalaksana adalah agar pasien dapat segera melakukan aktivitas sehari-hari.
• Komplikasi THT
§ Lini Pertama : Gabapentin 3 x 100 mg dapat ditingkatkan setiap 5 hari, maksimal
Sindroma Ramsay Hunt, atau yang sering disebut herpes zoster otikus
3600 mg perhari. Atau Pregabalin 2 x 75 mg dapat ditingkatkan setiap minggu
merupkaan komplikasi yang jarang tapi serius. Sindrom ini disebabkan oleh reaktivasi
hingga 2 x 150 mg.
varisela zoster di ganglion genikulata saraf fasialis. Tanda dan gejala berupa herpes
§ Lini Kedua : Tramadol 50 mg per hari dapat ditingkatkan setiap 3-4 hari hingga 100-
zoster di liang telinga luar atau membrane timpani, disertai paresis fasialis yang nyeri,
400 mg perhari dalam dosis terbagi.
gangguan lakrimasi, gangguan pengecapan 2/3 bagian depan lidah, tinitus, vertigo, dan DAFTAR PUSTAKA
tuli. Banyak pasien yang tidak pulih dengan sempurna.
• Komplikasi visceral Brisson M, Gay NJ, Edmunds WJ, Andrews NJ. Exposure to varicella boosts immunity to herpes-zoster:

Komplikasi visceral dipertimbangkan jika ada nyeri abdomen dan distensi Implications for mass vaccination against chickenpox. Vaccine 2002;20:2500-7

abdomen. Komplikasi visceral pada herpes zoster jarang terjadi. Komplikasi yang bisa Cohen JI. Herpes zoster. N Engl J Med. 2013; 369:255-63.
De Jong MD, Weel JF, van Oers MH, Boom R, Wertheim-van Dillen PM. Molecular diagnosis of
terjadi yaitu hepatitis, miokarditis, dan pericarditis.
visceral herpes zoster. Lancet 2001;357:2101-2.
Gabutti G, Franco E, Bonanni P, Conversano M, Ferro A, Lazzari M, et al. Reducing the burden of
I. Edukasi
herpes zoster in italy. Hum Vaccin Immunother 2015;11:101-7
• Memulai pengobatan sesegera mungkin
Gilden D, Cohrs RJ, Mahalingam R, Nagel MA. Varicella zoster virus vasculopathies: diverse clinical
• Istirahat hingga stadium krustasi manifestations, laboratory features, pathogenesis, and treatment. Lancet Neurol 2009;8:731-40.
• Tidak menggaruk lesi Kelompok Studi Herpes Indonesia. Buku Panduan Herpes Zoster di Indonesia. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2014.
J. Prognosis Liesegang TJ. Herpes zoster ophthalmicus natural history, risk factors, clinical presentation, and

Lesi kulit biasanya menyembuh dalam 2-4 minggu, tetapi penyembuhan sempurna morbidity. Ophthalmology 2008;115:S3-12.
Rimland D, Moana A. Increasing incidence of herpes zoster among veterans. Clin Infect Dis
membutuhkan waktu >4 minggu. Prognosis pada pasien yang berusia lebih muda serta
2010;50:1000-5.
imunokompeten pada umumnya lebih baik, sementara pasien usia lanjut dan
imunokompromais membutuhkan waktu lebih lama untuk resolusi. Orang yang lebih tua
memiliki risiko lebih tinggi mengalami komplikasi. Pada lesi yang menyerang organ
internal terutama pasien kemoterapi mortalitas mencapai 30%.
Prognosis tergantung usia:
• Usia <50 tahun
Ad vitam bonam
Ad functionam bonam
Ad sanationam bonam
• Usia >50 tahun
Ad vitam bonam
Ad functionam dubia ad bonam
Ad sanationam dubia ad bonam

Anda mungkin juga menyukai