Anda di halaman 1dari 22

RESPONSI

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Nama : Chairul Arby Desiyanto, S.ked

NIM : 2015.04.2.0029

I IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. C
Jenis kelamin : Wanita
Umur : 35 tahun
Alamat : Sidoarjo
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tgl. Periksa : 27 Maret 2017

II ANAMNESA
1 Keluhan Utama :
Bercak bercak kemerahan dan bersisik

2 Keluhan tambahan :
Kulit terasa kering pada daerah bercak bercak, gatal, terkelupas.
Nyeri sendi pada kaki kanan dan kiri.

3 Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesa)


Pasien datang ke poli kulit kelamin RSAL Dr. Ramelan
Surabaya pada tanggal 27 Maret 2017 dengan keluhan muncul
kembali bercak bercak kemerahan dan bersisik sejak 2 bulan yang
lalu. Kadang bercak bercak tersebut terasa nyeri. Kadang bercak
bercak tersebut terasa gatal dan digaruk pada tepi luka. Bercak

1
bercak bersisik tersebut hanya muncul pada kaki saja. Dan
mengenai kedua kaki. Menurut penderita, bercak bercak tersebut
muncul terutama saat penderita merasa kelelahan. Pertama kali
penderita mengalami sakit seperti ini sewaktu sebelum menikah.
Dan bercak bercak merah bersisik pertama kali mengenai seluruh
tubuh terkecuali wajah penderita (lengan bawahkanan dan kiri,
kaki kanan dan kiri, punggung, belakang kepala). Pada waktu itu
hanya muncul bercak kecil pada area tangan bersisik berwarna
putih, bercak tersebut gatal yang kemudian bercak tersebut
muncul lagi yang baru pada daerah kaki, kemudian rata seluruh
tubuh terkecuali wajah. Karena saat itu bercaknya cukup gatal,
maka pasien menggaruk. Karena garukan terus menerus hingga
suatu ketika bercaknya berdarah.Sewaktu itu penderita berobat ke
dokter umum dan oleh dokter umum tersebut diberikan obat
dexamethasone. Pada awalnya pasien merasa ada perbaikan
dengan menggunakan obat itu. Namun lama kelamaan karena
penyakitnya sembuh kemudian muncul lagi, dengan pemberian
dexamethasone tidak lagi menimbulkan regresi dari bercak bercak
tersebut. Lalu penderita berobat ke RSAL dan oleh dokter kulit
RSAL diberikan terapi Methotrexate dan pasien mengatakan
bahwa cocok dengan obat tersebut.
Bercak bercak saat ini kadang terasa gatal dan terkadang
saja terasa nyeri. Pasien mengeluhkan adanya gangguan
kosmetik pada bercak tersebut. Sisa bercak bercak yg dulu masih
ada pada area kaki berwarna kecoklatan. Karena takutnya
bercaknya semakin meluas maka penderita membawanya ke
RSAL.
Pasien menyangkal merasakan nyeri sendi pada kedua
tangan maupun kakinya Pasien menyangkal mengalami sakit
radang tenggorokan akhir akhir ini. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, kolestrol,
dan asam urat. Kuku dan lidah pasien tampak normal. Demam
disangkal.

2
4 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pernah mengalami penyakit serupa sejak masih
remaja sebelum menikah dan cenderung hilang timbul.
Riwayat penyakit sistemik seperti diabetes militus, hipertensi,
kolestrol, asam urat disangkal.
Riwayat alergi makanan dan obat-obatan disangkal.
Riwayat trauma disangkal.

5 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga penderita, yaitu adiknya juga saat ini mengalami sakit
yang sama seperti pasien namun belum diperiksakan ke dokter.

6 Riwayat Psikososial
Pasien mandi teratur sehari dua kali sehari
Pasien tidak bergantian handuk dengan anggota keluarga yang
lain.
Pasien saat ini masih merawat anak yang berusia 3 tahun
Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol

7. Riwayat Obat
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat menggunakan dexamethasone, methotrexate,
sandimun

III PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Baik
BB : 50 kg
TB : 155 cm
Tekanan Darah : 110/70
Nadi : 84x per menit
Respiratory rate : 18x per menit
Temperatur : 36,3C
Kepala dan Leher :
A/I/C/D : -/-/-/-
Pembesaran stroma (-)
Pembesaran KGB (-)
Thorax : Dalam batas normal

3
Abdomen : Dalam batas normal
Extremitas : Lihat status dermatologis

Status Dermatologi
Pada Regio Cruris Dextra
Terdapat Plak eritematous multiple, tampak mengkilap,
tertutup skuama dengan batas jelas. Tampak gambaran
macula kecoklatan dengan batas tegas mengenai sebagian
besar area cruris hingga area genu dextra. Tidak terdapat
tanda bekas adanya garukan. Likenifikasi tidak ada.
Pada Regio Cruris Sinistra
Tampak gambaran plak eritematous, tampak mengkilap
tertutup skuama putih pada area sekitar pedis sinistra. Tidak
tampak adanya likenifikasi.

Pemeriksaan Kulit

Karsvlek Phenomenon tidak dilakukan

Auspitz Sign Tidak Dilakukan

Koebner Phenomenon Tidak Dilakukan

IV RESUME
Anamnesa
Pasien Ny C. B, pria 35 tahun, datang ke poli kulit kelamin
RSAL Dr. Ramelan Surabaya pada tanggal 27 Maret 2017 dengan
keluhan muncul bercak bercak merah dan bersisik. Kadang bercak
tersebut gatal dan terkadang terasa nyeri pada bercak tersebut.
Bercak bercak tersebut muncul mulai 2 bulan yang lalu. Dan bercak
tersebut sering kumat-kumatan. Pertama kali menderita sakit
seperti ini adalah sejak sebelum menikah. Dan bercak bercak
tersebut rata seluruh tubuh kecuali muka. Bercak bercak bersisik
tersebut sering muncul ketika pasien merasa kelelahan. Pasien
menyangkal nyeri pada sendi sendi tangan maupun kaki dan

4
menyangkal beberapa hari terakhir sebelum muncul bercak ada
sakit tenggorokan. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit diabetes
militus, hipertensi, kolestrol, dan asam urat. Riwayat pernah
mengalami penyakit serupa sejak masih remaja sebelum menikah
dan cenderung hilang timbul. Keluarga penderita, yaitu adiknya
juga saat ini mengalami sakit yang sama seperti pasien namun
belum diperiksakan ke dokter.

Status Dermatologis :
Pada Regio Cruris Dextra
Terdapat Plak eritematous multiple, tampak mengkilap,
tertutup skuama dengan batas jelas. Tampak gambaran
macula kecoklatan dengan batas tegas mengenai sebagian
besar area cruris hingga area genu dextra. Tidak terdapat
tanda bekas adanya garukan. Likenifikasi tidak ada.
Pada Regio Cruris Sinistra
Tampak gambaran plak eritematous, tampak mengkilap
tertutup skuama putih pada area sekitar pedis sinistra. Tidak
tampak adanya likenifikasi.

V DIAGNOSA KERJA
Psoriasis Vulgaris

VI DIAGNOSA BANDING
Dermatofitosis superficial

Pityriasis rosea

Dermatitis seboroik

VII PLANNING

5
DIAGNOSA
Pemeriksaan Histopatologi

TERAPI
Non medikamentosa:
Edukasi kepada pasien tentang penyakitnya
Edukasi pasien untuk menghindari stress
Edukasi pasien untuk meminum obat secara teratur
Edukasi pasien untuk tidak menggaruk dan memanipulasi
lesi.
Medikamentosa:
Sistemik
Methotrexate 3 x 2,5 mg (2x seminggu)
Asam Folat 2x1
Loratadine 10 mg 1x1
Topikal
Desoksimethason 0.25% 2x sehari

MONITORING
Perkembangan perluasan bercak dan penambahan bercak baru

VIII PROGNOSIS
Bersifat residif sehingga pemakaian obat dapat berlangsung
seumur hidup.

6
TINJAUAN PUSTAKA

I Definisi
Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan
karakteristik berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar,
berlapis, dan berwarna putih keperakan terutama pada siku, lutut,
scalp, punggung, umbilikus dan lumbal (Gudjonsson dan Elder, 2012).

II Epidemiologi
Psoriasis dijumpai di seluruh dunia dengan prevalensi yang
berbeda-beda dipengaruhi oleh ras, geografis, dan lingkungan. Di
Amerika Serikat terjadi pada 2% dari populasi atau sekitar 150.000
kasus baru per tahun. Insiden tertinggi di Denmark (2,9%) sedangkan
rerata di Eropa Utara sekitar 2% (Gudjonsson dan Elder, 2012).
Insiden psoriasis pada laki- laki dan perempuan hampir sama, namun
Shbeeb dkk. (2000) melaporkan insiden lebih sering pada perempuan
dibandingkan laki-laki dan meningkat sesuai usia. Distribusi usia
pasien psoriasis menunjukkan peningkatan sesuai dengan kronisitas
penyakit, namun terjadipenurunan setelah usia 75 tahun seiring
berkurangnya usia harapan hidup pada pasien psoriasis akibat
hubungan psoriasis dengan diabetes atau aterosklerosis (Gudjonsson
dan Elder, 2012).

III Etipatogenesis
A Faktor Genetik
Hanseler dan Christopher pada tahun 1985 membagi
psoriasis menjadi tipe 1 bila onset kurang dari umur 40 tahun dan
tipe 2 bila onset terjadi pada umur lebih dari 40 tahun. Tipe 1
diketahui erat kaitanya dengan faktor genetik dan berasosiasi

7
dengan HLA-CW6, HLA-DR7, HLA-B13, dan HLA-BW57 dengan
fenotip yang lebih parah dibandingkan dengan psoriasis tipe 2
yang kaitan familialnya lebih rendah. Peranan genetik tercatat pada
gembar monozigot 65-72% sedangkan pada kembar dizigot 15-
30%. Pasien dengan psoriasis artritis yang mengalami psoriasis
tipe 1 mempunyai Riwayat psoriasis pada keluarganya 60%
sedangkan pada psoriasis tipe 2 hanya 30% (p=0.001).
Sampai saat ini tidak ada pengertian yang kuat mengenai
pathogenesis psoriasis. Tetapi peranan autoimunitas dan genetik
dapat merupakan akar yang dipakai dalam prinsip terapi.
Mekanisme peradangan kulit psoriasis cukup kompleks,
yang melibatkan berbagai sitokin, kemokin maupun faktor
pertumbuhan yang mengakibatkan gangguan regulasi keratinosit,
sel-sel radang, dan pembuluh darah; sehingga lesi tampak
menebal dan berskuama tebal berlapis.
Aktivasi sel T dalam pembuluh limfe terjadi setelah sel
makropag menangkap antigen (antigen presenting cell/ APC)
melalui major histocompability complex (MHC) mempresentasikan
antigen tersangka dan diikat oleh ke sel T naf. Pengikatan sel T
terhadap antigen tersebut selain melalui reseptor sel T harus
dilakukanm pula oleh ligand an reseptor tambahan yang dikenal
dengan konstimulasi. Setelah sel T teraktivasi sel ini akan
berproliferasi menjadi sel T efektor dan memori kemudian masuk
dalam sirkulasi sistemik dan bermigrasi ke kulit.
Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai: sel TH1
CD4+, sel T sitotoksik 1/Tc1CD8+, INF-, TNF- dan IL-12 adalah
produk yang ditemukan pada kelompok penyakit yang diperantarai
oleh Th-1. Patda tahun 2003 dikenal IL-17 yang dihasilkan oleh Th-
17. IL-23 adalah sitokin yang dihasilkan sel dendrit bersifat
heterodimer terdiri atas p40 dan p19, p40 juga merupakan bagian
dari IL-12. Sitokin IL-17A, IL-17F, IL-22, IL-21 dan TNF- adalah
mediator turunan Th-17. Telah dibuktikan IL-17A mampu

8
meningkatkan ekspresi keratin 17 yang merupakan karakteristik
psoriasis. Injeksi intradermal IL-23 dan IL-21 pada mencit memicu
proliferasi keratinosit dan menghasilkan gambaran hiperplasi
epidermis yang merupakan ciri khas psoriasis, IL-22 dan IL-17A
seperti juga kemokin CCR6 dapat menstimulasi timbulnya reaksi
peradangan psoriasis.
Dalam peristiwa interaksi imunologi tersebut retetan
mediator menentukan gambaran klinis antara lain : GMCSF
(granulocyte macrophage colony stimulating factor), EGF, IL-1, IL-6,
IL-8, IL-12, IL-17, IL-23, dan TNF-. Akibat peristiwa banjirnya efek
mediator terjadi Perubahan fisiologi kulit normal menjadi keratinosit
akan berproliferasi lebih cepat, normal terjadi dalam 311 jam,
menjadi 36 jam dan produksi harian keratinosit akan 28 kali lebih
banyak daripada epidermis normal. Pembuluh darah menjadi
berdilatasi, berkelok-kelok, angiogenesis dan hipermeabilitas
vaskuler diperankan oleh vascular endothelial growth factor (VEGF)
dan vascular permeability factor (VPF) yang dikeluarkan oleh
keratinosit (Jacoeb TNA, 2015).

B Faktor Imunologi
Peranan sel-sel imunokompeten, sitokin, hormon, dan
antigen eksternal tertentu (antigen yang berasal dari Streptococcus
yang berperan sebagai superantigen diketahui terutama berperan
sebagai antigen eksternal yang menginduksi proliferasi keratinosit
pada psoriasis tipe I) mempengaruhi immunopatogenesis psoriasis.
Perubahan morfologi pada kulit psoriatik terutama disebabkan oleh
adanya hiperproliferasi dan gangguan diferensiasi keratinosit serta
inflamasi. Hiperproliferasi keratinosit pada psoriasis disebabkan
memendeknya turn over time keratinosit lebih cepat, hanya 3-4
hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Gangguan
diferensiasi menyebabkan pada lesi psoriasis stratum granulosum
menipis atau tidak ditemukan. Penelitian biokimia menunjukkan

9
adanya perubahan kadar berbagai senyawa misalnya hormon,
growth factor, mediator inflamasi, neurotransmitter, dan antigen
psoriatik. Nickoloff(1998) berkesimpulan bahwa psoriasis
merupakan penyakit autoimun. Lebih dari 90% kasus dapat
mengalami remisi setelah diobati dengan immunosupresif (Jacoeb
TNA, 2015).

C Faktor predisposisi, antara lain :


Fenomena Koebner.
Trauma pada epidermis atau dermis, seperti goresan atau
jaringan parut operasi, menimbulkan psoriasis pada kulit yang
luka. Pernyataan awal Koebner menunjukkan bahwa insiden
fenomena Koebner pada penderita psoriasis akan meningkat
ketika penyakit dalam keadaan aktif. Pasien yang mengalami
reaksi Koebner, kemungkinan telah menderita psoriasis sejak
usia dini dan memerlukan beragam terapi untuk mengendalikan
penyakitnya.
Infeksi.
Infeksi telah lama diketahui sebagai pemicu onset atau
eksaserbasi psoriasis. Hampir 54% anak melaporkan mengalami
eksaserbasi psoriasis dengan interval 2-3 minggu setelah
menderita infeksi saluran nafas atas. Psoriasis gutata akut
seringkali muncul setelah infeksi Streptococcus akut 1-2 minggu.
Infeksi streptococcus juga berperan dalam menimbulkan
eksaserbasi psoriasis jenis lain.
Stress.
Penelitian klinis mendukung anggapan pasien bahwa psoriasis
akan diperparah dengan adanya stress pada kurang lebih 30-
40% kasus. Tidak ada sifat atau gangguan kepribadian yang
khusus pada penderita psoriasis. Tapi ada yang mengatakan
stress psikis merupakan faktor pencetus utama.
Alkohol.
Selama ini diyakini bahwa alkohol akan berdampak buruk bagi
psoriasis, namun dugaan ini belum terbukti. Anggapan ini
nampaknya bersumber pada hasil observasi terhadap pecandu

10
alkohol yang menderita psoriasis, dimana dia minum alkohol
dalam jumlah banyak dan kemudian psoriasisnya kambuh.
Obat-obatan.
Psoriasis bisa dipicu oleh banyak obat : beta-bloker, lithium, anti
malaria, dan beberapa obat anti inflamasi non steroid (Jacoeb
TNA,2015)

IV GAMBARAN KLINIS
Keluhan penderita biasanya sedikit gatal dan panas disamping
keluhan kosmetik. Lesi kulit yang pertama kali timbul biasanya pada
tempat-tempat yang mudah terkena trauma antara lain: siku, lutut,
sakrum, kepala, dan punggung.
Pada kulit
Berbagai bentuk morfologi pada psoriasis telah diketahui dan
diberi nama khusus. Lesi psoriasis memiliki 4 gambaran menonjol
yaitu :
1 Makula atau papul eritematus yang berbatas tegas dengan
ukuran bervariasi dari lentikuler, numuler, atau plakat.
2 Skuama berlapis-lapis di permukaan dan transparan seperti
mika.
3 Adanya fenomena tetesan lilin (Karsvlek), yaitu skuama yang
berubah warnanya menjadi putih seperti lilin apabila digores.
Terjadi karena perubahan indeks bias. Cara menggores dapat
dengan menggunakan tepi gelas obyek.
4 Tanda Auspitz adalah bintik perdarahan yang timbul jika
skuama psoriasis di kelupas secara paksa. Fenomena ini
hanya ada pada psoriasis. Penyebabnya dalah lapisan
epidermis yang begitu tipis pada ujung papila dermis. Pada
psoriasis juga terdapat gambaran Reaksi Koebner, yaitu
munculnya lesi psoriasis baru pada tempat yang mengalami
trauma ringan. Gambaran khas ini merupakan penyebab
seringnya muncul bercak psoriasis yang khas pada jaringan
parut dan pada kulit yang digaruk, erupsi, atau mengalami luka

11
bakar. Jika telah ada lesi yang awal kali muncul, maka lesi baru
dapat dihasilkan dengan cara menggores kulit.
Pada kuku
Perubahan kuku sering terjadi pada psoriasis, mulai dari defek
kecil pada lempeng kuku (alur) hingga perubahan organ kuku
yang patah (onikodistrofi) dan hilangnya lempeng kuku jika bentuk
psoriasis pustuler telah mengenai kuku. Tiga perubahan
morfologik utama pada struktu kuku adalah :
1 Lekukan nampak pada lempeng kuku. Pada morfologik ini
timbul akibat defek keratinisasi sisi dorsal dari lipatan kuku
proksimal.
2 Makula berwarna kekuningan di bawah lempeng kuku yang
seringkali meluas ke distal sampai hiponikium.
3 Onikodistrofi berat yang menghasilkan material keratin
berwarna kekuningan. Perubahan morfologik ini diyakini timbul
sekunder karena psoriasis pada matriks kuku.
Pada sendi
Kelainan pada sendi menurut pengalaman jarang. Umumnya
bersifat poliartikular, tempat predileksinya pada sendi interfalangs
distal, terbanyak terdapat pada usia 30-50 tahun, sendi
membesar, kemudian terjasi ankilosis dan lesi kistik subkorteks.

12
13
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis:

1 Psoriasis vulgaris (psoriasis stationer kronis, psoriasis tipe plak)

Pola klinis psoriasis jenis ini paling sering dijumpai. Lesi berskuama
berwarna merah, bisa menetap hingga berbulan-bulan atau tahun. Ada
pembentukan skuama dalam jumlah besar secara konstan dengan
sedikit perubahan ukuran atau distribusi plak tunggal. Tempat predileksi
lesi psoriasis ini adalah siku, lutut, kulit kepala, sakrum, dan punggung.

2 Psoriasis eruptif (gutata)

Lesi yang khas seukuran tetesan air (diameter 0,5-1,5 cm) pada tubuh
bagian atas dan ekstremitas proksimal. Biasanya muncul dalam erupsi
yang parah setelah infeksi yang akut, seperti pada faringitis
streptococcus. Kebanyakan pada pasien kurang dari 30 tahun. Episode
kambuh kemungkinan teradi karena ada carier Streptococcus dalam
faring.

3 Psoriasis inversa (psoriasis fleksural, psoriasis volar)

Psoriasis ini mempunyai tempat predileksi yang khas dan seringkali


hanya terbatas mengenai permukaan lipatan, lekukan, dan fleksor :
telinga, aksila, selangkangan, lipatan di bawah payudara, pusar,
lekukan interglutea, glans penis, bibir, telapak tangan, kaki, dan kuku.
Kulit kepala juga sering terkena. Pada penyebaran ke kuku dapat
dijumpai onikolisis ringan dengan gambaran seperti tetesan minyak,
yakni area onikolisis berbentuk bulat atau oval dengan diameter 2-6
mm pada dasar kuku, tidak meluas sampai ujung bebas kuku.

4 Eritroderma psoriatik

Merupakan bentuk generalisata dari penyakit yang menyerang seluruh


bagian tubuh, termasuk muka, tangan, kaki, jari, badan, dan
ekstremitas. Gambaran yang menonjol adalah eritema, dan skuama
kurang begitu banyak. Bisa timbul akibat respon terhadap terapi topikal

14
yang tidak dapat ditoleransi oleh penderita, sehingga terbentuk reaksi
Koebner menyeluruh.

5 Psoriasis eksudativa

Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering,


tetapi pada bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.

6 Psoriasis seboroik (seboriasis)

Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara


psoriasis dan dermatitis seboroik. Tempat predileksi sama dengan
psoriasis vulgaris namun ada juga pada daerah lipatan seperti area
antecubiti, aksila, di bawah payudara, selangkangan, dan area
intergluteal. Lesi tampak basah dan eritem serta lebih banyak dijumpai
skuama lunak dan basah dalam jumlah sedikit dibanding skuama kering
dan keras.

7 Psoriasis pustuloer lokal (psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber))

Penyakit ini bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau
kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustul
kecil steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.

8 Psoriasis pustuler generalisata (Von Zumbusch)

Serangan psoriasis pustuler ditandai dengan demam yang berlangsung


beberapa hari. Erupsi pustula steril dengan diameter 2-3 mm muncul
menyeluruh secara mendadak bersamaan dengan onset demam.
Pustula menyebar di seluruh tubuh dan ekstremitas, termasuk bantalan
kuku, telapak tangan, dan kaki. Pustula biasanya muncul pada kulit
yang warnanya sangat eritem, awalnya berupa bercak dan kemudian
meluas sejalan dengan proses penyakit yang semakin parah, eritema
yang mengelilingi pustula sering meluas dan menyatu dengan eritema
yang lain sehingga terbentuk eritroderma. Jenis ini khas ditandai
dengan gelombang serangan demam dan pustula (Jacoeb TNA,2015).

15
V HISTOPATOLOGI
Pada pemeriksaan histopatologi psoriasis plakat yang matur dijumpai
tanda spesifik berupa penebalan (akantosis) dengan elongasi seragam
dan penipisan epidermis di atas papila dermis. Masa sel epidermis
meningkat 3-5 kali dan masih banyak dijumpai mitosis di atas lapisan
basal. Ujung rete ridge berbentuk gada yang sering bertaut dengan rete
ridge sekitarnya. Tampak hiperkeratosis dan parakeratosis dengan
penipisan atau menghilangnya stratum granulosum. Pembuluh darah di
papila dermis yang membengkak tampak memanjang, melebar, dan
berkelok-kelok. Pada lesi awal di dermis bagian atas tepat di bawah
epidermis tampak pembuluh darah dermis yang jumlahnya lebih banyak
daripada kulit normal. Infiltrasi sel radang limfosit, makrofag, sel dendrit,
dan sel mast terdapat sekitar pembuluh darah. Pada psoriasis yang
matang dijumpai limfosit tidak saja pada dermis tetapi juga pada
epidermis. Gambaran spesifik psoriasis adalah bermigrasinya sel
radang granulosit neutrofilik berasal dari ujung subset kapiler dermal
mencapai bagian atas epidermis yaitu lapisan parakeratosis streatum
korneum yang disebut mikro abses Munro atau pada lapisan spinosum
yang disebut spongioform pustules of Kogoj (Jacoeb TNA, 2015).

16

VI DIAGNOSA BANDING
Pada pasien dengan lesi psoriasis yang khas, gambarannya
mungkin cukup jelas untuk menegakkan diagnosis. Psoriasis harus
dibedakan dengan dermatofitosis, dermatitis seboroik dan pityriasis
rosea. Distribusi psoriasis adalah pada permukaan ekstensor, terutama
siku, lutut, dan kulit kepala.

Pada stadium penyembuhan telah dijelaskan bahwa eritema


dapat terjadi hanya dipinggir, hingga menyerupai dermatofitosis.
Perbedaannya ialah keluhan pada dermatofitosis gatal sekali, dan pada
sediaan langsung ditemukan jamur.

Pada dermatitis seboroik mengenai kulit kepala, namun ada


predileksi untuk tempat tertentu seperti alis mata, sudut nasolabial,
telinga, regio sternum, dan lipatan. Skuama pada psoriasis berwarna

17
putih, kering, dan mengkilat, sedangkan pada dermatitis seboroik
tampak berminyak dan kekuning- kuningan.

Pityriasis rosea erupsi timbul pada lengan, badan dan paha akut,
serta durasinya beberapa minggu. Ada bercak berbentuk oval,
berwarna coklat muda, dengan epidermis mengkerut di bagian tengah
dan skuama yang hampir tidak kelihatan. Onsetnya sama dengan
herald patch dan kecenderungan lesi berikutnya tersusun dengan
diameter pajangnya sejajar dengan lipatan kulit, dapat dipakai untuk
membedakan pityriasis rosea dengan psoriasis (Gudjonsson J. dan
Elder J. 2012)

VII KOMPLIKASI
Pasien dengan psoriasis memiliki angka morbiditas dan
mortalitas yang meningkat terhadap gangguan kardiovaskular terutama
pada pasien psoriasis berat dan lama. Resiko infark miokard terutama
terjadi pada pasien psoriasis usia muda yang menderita dalam jangka
waktu panjang. Pasien psoriasis juga mempunyai peningkatan resiko
limfoma malignum. Gangguan emosional yang diikuti masalah depresi
sehubungan dengan manifestasi klinis berdampak terhadap
menurunnya harga diri, penolakan sosial, merasa malu, masalah
seksual, dan gangguan kemampuan profesional. Semuanya diperberat
dengan perasaan gatal dan nyeri, dan keadaan ini menyebabkan
penurunan kualitas hidup pasien. Komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien eritroderma adalah hipotermia dan hipoalbuminemia sekunder.
Terhadap pengelupasan kulit yang berlebihan juga dapat terjadi gagal
jantung dan pneumonia (Gudjonsson J. dan Elder J. 2012)

VIII TREATMENT
1 Pengobatan sistemik

18
Metotreksat

Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis DNA dengan


cara menghambat dihidrofolat reduktase dan dengan demikian
menghasilkan kerja antimitotik pada epidermis. Pengobatan ini
tidak boleh diberikan kepada penderita dengan gangguan fungsi
ren atau hepar. Pemakaian untuk dewasa dimulai dengan dosis
rendah 7,5-15 mg setiap minggu.

Siklosporin

Siklosporin digunakan saat pasien tidak memberikan respon


dengan pengobatan konvensional. Siklosporin adalah
penghambat enzim kalsineurin sehingga tidak terbentuk gen IL-2
dan inflamasi lainnya sehingga mempunyai efek imunosupresif.
Dosis rendah 2,5 mg/kb/hari dipakai untuk terapi awal, dengan
dosis maksimum 4 mg/kg/hari. Bersifat nefrotoksik dan
hepatotoksik.

Kortikosteroid

Jarang diberikan karena dapat menyebabkan efek samping


rebound phenomenon. Rebound phenomenon dapat
menyebabkan eritroderma.

2 Pengobatan topikal

Kortikosteroid

Merupakan terapi lini pertama. Perbaikan lesi pada umumnya


tampak setelah 2-4 minggu kemudian dilakukan dosis
maintenance yaitu pemberian secara intermiten. Pada daerah
batang tubuh dan ekstremitas dapat digunakan salep dengan
potensi kuat-sangat kuat.

19
Vitamin D3 dan analog

Efektif dalam pengobatan psoriasis. Vitamin D mengatur


pertumbuhan dan diferensiasi sel sehingga dapat menginduksi
pembelahan epidermis secara normal, dan mengatur fungsi imun
dengan menurunkan kadar IL-8, IL-2, dan sitokin. Dosis maksimal
100 g/minggu.

Coal Tar

Mekanisme kerja tar tidak dipahami sepenuhnya. Tar tampaknya


mengerahkan efek menekan sintesis DNA dan menekan mitosis
dan beberapa komponennya juga mempunyai efek anti inflamasi.

Tazarotene

Retinoid generasi ke-3 yang mempunyai efek mengurangi skuama


dan plak.

Emolien

Efek emolien adalah melembutkan permukaan kulit. Pada batang


tubuh, ekstremitas atas, dan ekstremitas bawah biasanya
digunakan salep dengan bahan dasar vaselin. Fungsinya adalah
sebagai emolien dan meninggikan daya penetrasi.

3 Pengobatan fototerapi

Sinar matahari diketahui mempunyai efek menghambat mitosis. Cara


terbaik adalah penyinaran seluruh tubuh.tetapi tidak dapat diukur dan
bila berlebihan dapat memperparah psoriasis. Karena itu digunakan
sinar ultraviolet artifisial (Jacoeb TNA, 2015).

Ultraviolet B : efek antimitotic

20
Psoralen dan ultraviolet A (PUVA)

IX PROGNOSIS
Sampai saat ini pengobatan psoriasis tetap hanya bersifat remitif,
kekambuhan yang boleh dikatakan hampir selalu ada mengakibatkan
pemakaian obat dapat berlangsung seumur hidup. Menjaga kualitas
hidup pasien dengan efek samping yang rendah menajdi seni
pengobatan psoriasis yang akan terus berkembang (Gudjonsson J.
dan Elder J. 2012).

21
DAFTAR PUSTAKA

Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrews Disease of The Skin; edisi ke-
11. Philadelphia : WB Sounders, 2011 : 190-

Christophers E, Mrowietz Ulnich. Psoriasis. Dalam : Freedberg IM, Eisen


AZ, Wolff K, Austen K, Goldsmith L, Katz Stephen, editor.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine; edisi ke-7. New
York : Mc Graw Hill, 2008 : 169- 193

Djuanda A. Psoriasis. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007 : 189-195

Jacoeb TNA, 2015. Psoriasis. Dalam : Menaldi SLSW, Bramono K,


Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 213-222

Linuwih, Sri, dkk. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketujuh.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Mustiatutik, Ervianti, Agusni, Suyoso, editor. Atlas Penyakit Kulit dan


Kelamin. Edisi ke-2. Surabaya: Pusat Penerbitan dan
Percetakan Unair, 2013 : 131-136

Gudjonsson J. dan Elder J. 2012. Psoriasis Vulgaris. In: Wolff K.,


Goldsmith L., Katz S., Gilchrest B., Paller A., Leffell D. editors
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine8th ed. New York:
McGraw-Hill: 169193.

22

Anda mungkin juga menyukai