Anda di halaman 1dari 26

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RSUD CENGKARENG
Nama Mahasiswa : Anjani Ramadhani
NIM : 112018099
Dokter Pembimbing : dr. Veronica M Biomed, Sp. KK
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Duri Kepa, Gang Mushala Jakarta Barat

II. SUBJEKTIF
Anamnesis
Anamnesis di lakukan secara autoanamnesis, pada tanggal : 4 November 2020

Keluhan utama
Timbul bercak – bercak kemerahan pada tubuh sejak 2 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien laki – laki berusia 23 tahun datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD
Cengkareng dengan keluhan timbul bercak kemerahan meninggi seukuran biji jagung
sampai uang logam di daerah punggung, badan, ekstremitas atas dan leher sejak 2
minggu yang lalu. Awalnya, timbul bercak merah meninggi didaerah punggung namun
dalam beberapa hari bertambah banyak. Bercak – bercak merah disertai sisik berwarna
putih. Pasien juga mengeluh adanya gatal. Keluhan demam, keluhan nyeri sendi, riwayat
sakit tenggorokan dan baal disangkal oleh pasien.

1
Ini merupakan keluhan ketiga kalinya yang dirasakan pasien. Pasien mengaku ada
keluhan ketombe dan gatal di kepala sejak usia 13 tahun, keluhan dirasakan hilang
timbul. Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan sama.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan pernah mengalami penyakit yang sama pada 1 tahun yang lalu dan sudah
berobat ke RSUD Cengkareng kemudian sembuh kemudian 6 bulan yang lalu gejala timbul
kembali dan melakukan pengobatan ke RS Pelni kemudian sembuh.
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat Diabetes Mellitus : (-)
Riwayat Penyakit Jatung : (-)
Riwayat Asma : (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki gejala serupa
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat Diabetes Mellitus : (-)
Riwayat Penyakit Jatung : (-)
Riwayat Asma : (-)

Riwayat Pengobatan
Pasien belum melakukan pengobatan untuk keluhan saat ini

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi

Riwayat Psikososial
Pasien mengaku tidak sedang mengalami stress atau banyak pikiran. Sehari – hari tidak
terlalu sering terpajan sinar matahari. Disekitar lingkungan rumah tidak ada yang mempunyai
keluhan seperti ini.

2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
 Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran                 : Compos Mentis
 BB : 65kg
 TB : 170cm
 Tekanan darah          : 120/88mmHg
 Nadi                            : 89x / menit
 Suhu                           : 36,5 C
 Respirasi                   : 20 x/menit
 Kepala : Normosefali
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik
 Leher                          : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
 Toraks                        : Pergerakan simetris, kanan dan kiri
 Jantung : Bunyi I dan II reguler, murmur (-), Gallop (-)
 Paru-paru : SN vesikuler, ronki -/-, Wheezing -/-
 Abdomen                   : Tidak teraba massa, nyeri tekan -, bising usus +
 Ekstremitas               : Akral hangat, Edema (-/-, -/-)

Status Dermatologi
 Lokasi : Pada regio thoraks, abdomen, ekstremitas atas
 Efloresensi : Plak eritematosa berjumlah multiple berbatas tegas berbentuk
bulat dengan ukuran 0,2 cm – 2 cm, diskret disertai skuama kasar

3
LAMPIRAN FOTO

Foto 1. Foto Badan Pasien Foto 2. Foto Punggung Pasien

Foto 3. Foto Lengan Pasien Foto 4. Foto Lengan Pasien

4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Belum ada.
Anjuran pemeriksaan penunjang :
- Fenomena Tetesan Lilin
- Auspitz Sign
- Fenomena Koebner

V. RESUME
Pasien laki – laki usia 23 tahun datang ke Poliklinik Kulit RSUD Cengkareng pada tanggal 4
November 2020 dengan keluhan timbul bercak – bercak kemerahan meninggi seukuran biji
jagung sampai uang logam di daerah punggung, badan, ekstremitas atas dan leher sejak 2
minggu yang lalu disertai dengan sisik berwarna putih. Awalnya, timbul bercak merah
meninggi didaerah punggung namun dalam beberapa hari bertambah banyak. Riwayat
memiliki keluhan yang sama (+) Riwayat keluhan gatal dan ketombe pada kepala sejak 13
tahun yang lalu namun hilang timbul (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien kesadaran kompos mentis, tampak sakit ringan,
status gizi baik, tekanan darah 120/88mmHg dan nadi 89x/menit, suhu 36,5C dan
pemeriksaan fisik lain tampak dalam batas normal
Pada pemeriksaan kulit regio thoraks, abdomen, ekstremitas atas ditemukan plak eritematosa
berjumlah multiple berbatas tegas berbentuk bulat dengan ukuran 0,2 cm – 2 cm, diskret
disertai skuama kasar.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Psoriasis Gutata

VII. DIAGNOSIS BANDING


Ptiriasis rosea, dermatitis numularis, erupsi obat

VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa

5
1. Memberikan informasi tentang penyakit dan faktor-faktor pencetusnya
2. Menjelaskan tentang pengobatan yang diberikan dan edukasi kemungkinan penyakit
dapat timbul kembali setelah terapi
3. Pasien juga dihimbau untuk mengkonsumsi obat teratur, dan makan – makanan yang
bergizi

Medikamentosa
- Sistemik
Cetirizine 10mg 1x1
- Topikal
Desoksimetason krim 0,25% dengan cara 2x oleskan pada tubuh

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

6
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit kronik dengan dasar genetik yang kuat dengan
karakteristik perubahan pertumbuhan dan diferensiasi sel epidermis disertai manifestasi
vaskuler, juga diduga adanya pengaruh sistem saraf.
Psoriasis gutata (PG) merupakan varian dari psoriasis dengan gambaran klinis yang khas
berupa bercak merah meninggi seperti tetesan air dengan diameter berukuran kecil yang
biasanya tidak melebihi 1 cm, timbul mendadak dan diseminata. Umumnya timbul setelah
infeksi streptokokus di saluran napas bagian atas

II. EPIDEMIOLOGI
Psoriasis menyebar diseluruh dunua tetapi prevalensi usia psoriasis bervariasi di setiap
wilayah. Psoriasis gutata sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Prevalensi
psoriasis gutata di Eropa pada umur 0-9 tahun berkisar antara 0,37%-0,55% sedang-kan pada
umur 10-19 tahun berkisar antara 1,01%-1,37%. Di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
pada bulan Januari-Desember 2012 jumlah kasus psoriasis gutata didapatkan sebanyak 7
kasus dari total 48 kasus psoriasis dan jumlah pasien psoriasis gutata pada anak ialah 2 dari 7
kasus psoriasis gutata. Angka kejadian psoriasis gutata pada anak di Indonesia memang tidak
banyak dilaporkan

III. PATOFISIOLOGI
Sampai saat ini belum ada pengertian kuat tentang patogenesis psoriasis namun peranan
autoimunitas dan genetik dapat merupakan akar yang dipakai dalam prinsip terapi.
Mekanisme peradangan yang cukup kompleks, yang melibatkan berbagai sitokin, kemokin
hingga faktor pertumbuhan.
Pada kondisi Psoriasis, sel induk atau sel basal memiliki tingkat perubahan kemampuan
yang lebih besar jika dibandingkan dengan epidermis normal.

7
Keadaan hiperproliferatif ini dicirikan dengan adanya peningkatan jumlah sel epidermis,
peningkatan jumlah sel yang mengalami sintesis DNA, pemendekan waktu pergantian siklus
(36 jam berbanding 311 jam pada kulit normal), penurunan waktu pergantian epidermis (4
hari migrasi dari sel basal ke stratum korneum, berbanding 27 hari pada kulit normal).
Selain itu terdapat perubahan reaktif melalui mekanisme inflamasi jalur baik pada
sirkulasi darah ataupun pada lapisan dermis dan epidermis dan mekanisme peradangan kulit
psoriasis cukup kompleks, yang melibatkan berbagai sitokin kemokin maupun faktor
pertumbuhan yang mengakibatkan gangguan regulasi keratinosit, sel--sel radang, dan
pembuluh darah sehingga lesi tampak menebal dan berskuama tebal berlapis.
Gangguan biokimiawi dan sistem kekebalan tubuh yang mencetuskan berbagai mediator
perusak mekanisme fisiologis kulit dan mempengaruhi gambaran klinis. Pada jaringan
limfoid terdapat sebuah regulator kemokin yang biasa disebut dengan Lymphoid Organizing
Chemokines (COL) baik berupa Antigen Presenting cell (APC) maupun ko--stimulator (IL--
2,IL--12,IL--15).
Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai sel Th1 CD4+, sel T sitoksik
1/Tc1CD8+, IFN--y, TNF--alfa, dan IL--12 yang merupakan produk yang ditemukan pada
kelompok penyakit yang diperantarai oleh sel Th--1. IL--23 adalah sitokin yang dihasilkan
sel dendritik bersifat heterodimer terdini atas p40 dan p19. Sitokin p40 merupakan bagian
dari IL--12, sedangkan IL--17A, IL--17 F, IL--22, IL-- 21 dan TNF--a adalah mediator
turunan Th--17. Telah dibuktikan IL--17A mampu meningkatkan ekspresi keratin 17 yang
merupakan karakteristik psoriasis. Injeksi intradermal IL--23 dan IL--21 pada mencit memicu
proliferasi keratinosit dan menghasilkan gambaran hiperplasia epidermis yang merupakan ciri
khas psoriasis. IL--22 dan IL--17A seperti juga kemokin CCR6 dapat menstimulasi
timbulnya reaksi peradangan psoriasis

8
IV. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada kasus ini ialah pitiriasis rosea dan erupsi obat alergi. Diagnosis
banding pitiriasis rosea dapat disingkirkan karena pada kasus ini tidak didapatkan adanya lesi
inisial yang disebut herald patch. Selain itu, pada kasus ini terdapat adanya skuama tebal
berlapis berwarna putih.
Berdasarkan acuan pustaka, pitiriasis rosea biasanya ditandai adanya makula eritematosa
berbentuk oval dengan skuama tipis yang tersusun seperti pohon cemara pada daerah badan,
lengan atas, serta tungkai atas. Sebagian besar kasus diawali dengan lesi inisial yang disebut
herald patch. Erupsi obat alergi dapat disingkirkan, karena pada anamnesis tidak didapatkan
adanya lesi pada telapak tangan dan telapak kaki

V. FAKTOR RISIKO
Psoriasis menyebar di seluruh dunia dengan prevalensi usia psoriasis bervariasi pada
setiap setiap wilayahnya namun terus mengalami peningkatan jumlah kunjungan pada
layanan kesehatan termasuk di Indonesia.
Faktor predisposisi genetik berperan dalam psoriasis, faktor lainnya hanya mempengaruhi
perjalanan penyakit. Sekitar 40% pasien dengan psoriasis memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan yang sama khususnya pada kerabat tingkat pertama.
Faktor lainnya selain genetik yang memperburuk psoriasis antara lain obesitas,
insufisiensi vitamin D, konsumsi alkohol, terapi pengobatan, infeksi dan stress. Dari sisi
pekerjaan juga bisa mempengaruhi seperti pekerjaan yang identik dengan pekerjaan berat
contohnya teknikal mesin menginduksi mikrotrauma berulang mekanik, kondisi pekerja
basah dekat dengan kontak iritan. dan juga paparan sinar matahari mengenai pekerjaan luar
atap.

VI. GEJALA KLINIS


Psoriasis memiliki manifestasi klinis yang bervariasi. Pada psoriasis gutata ditandai
dengan erupsi berupa papul kecil dengan ukuran diameter 0,5-1,5 cm pada badan bagian atas
dan ekstremitas bagian proksimal. Pada stadium awal biasanya disertai sedikit skuama
dengan ukuran diameter lesi dari 0,2 - 1 cm, berbentuk bulat atau sedikit oval, kemudian

9
menyebar diskret secara sentripetal terutama di badan bagian atas, ekstremitas proksimal,
wajah, telinga, dan kepala. Biasanya muncul pada usia muda dan sering dijumpai pada orang
dewasa muda. Bentuk psoriasis ini memiliki hubungan yang paling kuat dengan HLA-Cw6
dan adanya infeksi streptokokus pada tenggorokan sering kali mendahului atau bersamaan
dengan terjadinya psoriasis gutata.
Meski demikian, pengobatan antibiotik tidak memberikan manfaat maupun
memperpendek masa erupsi. Pasien dengan riwayat psoriasis plak kronis dapat timbul lesi
gutata, dengan atau tanpa memperburuk kondisi dari lesi plak kronis yang yang sudah ada.
Psoriasis gutata akut biasanya sembuh dengan sendirinya, membaik dalam 3 sampai 4 bulan.
Suatu studi menyatakan bahwa hanya sepertiga individu dengan psoriasis gutata berkembang
menjadi plak psoriasis klasik.

Gambar 1. Psoriasis Gutata2

Bentuk yang umum dijumpai yang disebut “psoriasis plak atau psoriasis vulgaris” yang
ditemui pada lebih dari 90% pasien dan ditandai oleh plak eritematosa berskuama, yang
umumnya dijumpai pada lokasi skalp, siku, lutut, punggung,lumbal dan retroaurikluar.
Ukuran plak bervariasi. Lesi dimulai dengan macula eritematosa yang berukuran kurang dari
satu sentimeter atau papul yang melebar kea rah pinggir dan bergabung beberapa lesi menjadi
satu, berdiameter satu sampai beberapa sentimeter. Lingkaran putih pucat mengelilingi lesi
psoriasis plakat yang dikenal dengan Woronoff’s ring. Hampur 70% pasien mengeluh gatal,
rasa nyeri atau terbakar terutama jika kulit kepala yang terserang.

10
Gambar 2. Psoriasis Vulgaris2

Psoriasis inversa (fleksural) yaitu lesi psoriasis dapat muncul pada daerah lipatan kulit
seperti aksila, regio genito-krural, serta leher. Skuama yang ada lebih minimal atau tidak ada.
Lesi berupa eritema batas tegas dan mengkilap yang selalu terletak pada daerah yang
memiliki kontak kulit dengan kulit. Proses berkeringat terganggu pada daerah yang terkena

Gambar 3. Psoriasis inversa2

11
Psoriasis eritroderma menunjukkan gambaran klinis berupa erupsi yang meluas hingga
seluruh tubuh termasuk wajah, tangan, kaki, kuku, badan, serta ekstremitas. Walaupun semua
gejala psoriasis dapat muncul namun gambaran klinis yang ada didominasi oleh eritema.
Skuama yang muncul berbeda dengan skuama pada psoriasis plak kronis. Yang tampak
hanya skuama superfisial bukan skuama yang putih dan tebal. Pasien dengan psoriasis
eritroderma ini kehilangan panas berlebihan akibat vasodilatasi generalisata dan dapat
menyebabkan hipotermi. Pasien menggigil sebagai usaha untuk meningkatkan temperatur
tubuh. Kulit penderita psoriasis seringkali hipohidrotik akibat sumbatan kelenjar keringat dan
sangat berisiko mengalami hipertemi saat udara panas. Edema pada ekstremitas bawah sering
dijumpai sebagai akibat vasodilatasi dan hilangnya protein dari pembuluh darah ke jaringan.

Gambar 4. Psoriasis Eritroderma2

Psoriasis pustulosa juga merupakan erupsi psoriasis akut. Pasien mengeluh panas badan,
pustul kecil steril monomorfik, nyeri dan sering dipicu oleh infeksi kambuhan atau
penghentian mendadak dari steroid topikal superpoten atau sistemik. Hal ini dapat terlokalisir

12
pada telapak tangan maupun kaki (psoriasis palmoplantar) atau dapat menyeluruh dan
berpotensi mengancam nyawa.

Gambar 5. Psoriasis Purtulosa2


Psoriasis kuku
Keterlibatan kuku hampir dijumpai pada semua jenis psoriasis meliputi 40%-50% kasus dan
meningkat seiring durasi dan ekstensi penyakit. Kuku jari tangan lebih berpeluang lebih
sering terkena dibandingkan kuku jari kaki. Lesi beragam, terbanyak yaitu 65% kasus
merupakan sumur – sumur dangkal (pits). Bentuk lainnya adalah kuku berwarna kekuningan
yang disebut yellowfish dis coloration atau oil spots, kuku yang terlepas dari dasarnya
(onikolisis), hiperkeratotik sublingual, abnormalitas lempeng kuku berupa sumur – sumur
kuku yang dalam dapat membentuk jembatan – jembatan yang mengakibatkan kuku hancur
(crumbling) dan splinter hemorrhage.

Gambar 6. Psoriasis Kuku


Psoriasis artritis adalah komplikasi dari psoriasis yang terjadi pada 5-10% pasien dan
dapat juga terjadi pada pasien tanpa manifestasi kulit psoriasis. Manifestasi yang paling
13
sering adalah artritis dengan gejala yang sama dengan rheumatoid arthritis. Gejala yang
patognomonik adalah artritis pada sendi interfalangeal dari tangan. Kadang monoartritis dan
poliartritis dari sendi besar dapat terjadi. Pasien dengan psoriasis artropati, peningkatan
frekuensi dari HLA-B27 dan HLA-Bw38 telah ditemukan.

Gambar 7. Psoriasis Artritis

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1,5


Jika skuama digores akan menunjukkan tanda tetesan lilin (+) dan tanda Auspitz (+)
dengan bintik darah. Jika pada daerah lesi dilakukan garukan ditemukan timbulnya fenomena
Koebner atau reaksi isomorfik. Trauma fisik akibat gesekan atau garukan menimbulkan
adanya fenomena koebner yang menjadi salah satu ciri khas ujud kelainan kulit psoriasis.
Diagnosis psoriasis umumnya ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis.
Pada beberapa kasus dimana riwayat dan pemeriksaan klinis tidak menunjang untuk
diagnosis, dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti biopsi histopatologi dan pemeriksaan
laboratorium darah. Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
mengkonfirmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan menggunakan pewarnaan
hematoksilin-eosin. Pada umumnya tampak penebalan epidermis atau akantolisis serta
elongasi rete ridges. Dapat terjadi diferensiasi keratinosit yang ditandai dengan hilangnya
stratum granulosum.
Stratum korneum juga mengalami penebalan dan terdapat retensi inti sel pada lapisan ini
yang disebut dengan parakeratosis. Tampak neutrofil dan limfosit yang bermigrasi dari
dermis. Sekumpulan neutrofil dapat membentuk mikroabses Munro. Pada dermis akan

14
tampak tanda-tanda inflamasi seperti hipervaskularitas dan dilatasi serta edema papila dermis.
Infiltrat dermis terdiri dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast.
Selain biopsi kulit, abnormalitas pada pemeriksaan laboratorium biasanya tidak spesifik
dan tidak dapat ditemukan pada semua pasien. Kecuali pada psoriasis vulgaris yang berat.

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Psoriasis memiliki gambaran berupa plak eritermatosa dengan skuama yang memiliki
gambaran mirip dengan dermatosis.

Tabel 1 . Beberapa Contoh Diagnosis Banding Psoriasis

IX. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
1. Ketika pasien datang baiknya menentukan tipe psoriasis , luas area yang terkena, dan
atau PASI (Psoriasis Area Severity Index).
2. Pengukuran QOL (Quality of Life) pasien psoriasis: menggunakan instrumen
Dermatology Life Quality Index.

15
3. Menentukan pemilihan pengobatan
a. Pilihan terapi sangat individual
b. Sebagian besar pasien akan mendapatkan terapi multipel simultan
c. Pemilihan terapi atau perpindahan terapi dari yang satu ke yang lain tergantung
pada:
 Berat dan tipe penyakit, adanya komorbiditas
 Respons atau kegagalan terapi yang terdahulu
 Kemampuan pasien untuk mengerti dan bekerjasama (dalam pengertian efek
samping obat)
 Tersedianya fasilitas dan biaya terapi
 Umur dan seks
 Membutuhkan atau menginginkan terapi yang agresif
 Pilihan pasien (kenyamanan) dan gaya hidup
 Tingkat beratnya gangguan QOL
 Untuk pengobatan jangka panjang, mengingat ada risiko berupa toksisitas obat
maka sebaiknya dipakai pengobatan rotasi.
4. Identifikasi dan penghindaran faktor pencetus
5. Identifikasi penyakit penyerta
6. Konsultasi
 Poliklinik psikiatri untuk pasien emosional labil
 Poliklinik reumatologi untuk psoriasis artritis
 Poliklinik gigi mulut, THT, dan radiologi untuk mencari fokal infeksi

Medikamentosa
Pada prinsipnya, pasien psoriasis tidak perlu dirawat kecuali untuk pasien psoriasis
pustulosa atau eritroderma sebaiknya dirawat, untuk mendapatkan suplementasi cairan
atau elektrolit dan pengawasan pengobatan sistemik.
Langkah pengobatan psoriasis:
1. Pengobatan topikal (obat luar) untuk psoriasis ringan, luas kelainan kulit kurang dari
3%.
16
2. Fototerapi atau fotokemoterapi untuk mengobati psoriasis sedang sampai berat, selain
itu juga dipakai untuk mengobati psoriasis yang tidak berhasil dengan pengobatan
topikal
3. Pengobatan sistemik (obat makan atau obat suntik) khusus untuk psoriasis sedang
sampai parah (lebih dari 10% permukaan tubuh) atau psoriatik arthritis berat (disertai
dengan cacat tubuh) juga dipakai untuk psoriatik eritroderma atau psoriasis pustulosa.

1. Terapi Topikal
a. Emolien: misalnya urea, petrolatum, parafin cair, minyak mineral, gliserin,asam
glikolat dan lainnya.
b. Kortikosteroid: kortikosteroid potensi sedang dan kuat dapat dikombinasi dengan
obat topikal lain, fototerapi, obat sistemik. Skalp: lotion, spray, solusio dan gel.
Wajah: potensi rendah, hindari poten-superpoten. Lipatan tubuh: potensi rendah
bentuk krim atau gel. Palmar dan plantar: steroid potensi sangat poten, hanya
sedikit efektif.
c. Keratolitik: asam salisilat adalah keratolitik yang paling sering digunakan. Jangan
digunakan pada saat terapi sinar karena asam salisilat dapat mengurangi efikasi
UVB.
d. Retinoid (topikal): paling baik dikombinasi dengan topikal kortikosteroid.
e. Analog Vitamin D: preparat yang tersedia adalah kalsipotriol, dapat digunakan
sebagai terapi rumatan.
f. Kombinasi kortikotikosteroid dan analog vitamin D: preparat tunggal yang
tersedia adalah sediaan kombinasi kalsipotriol dan betamethasone diproprionat.
Tidak dapat diracik sendiri karena berbeda pH.
g. Tar: LCD 3-10% 2,11,12 (B,1)

2. Fototerapi atau Fotokemoterapi


a. Ultraviolet B (UVB) broadband (BB)

17
Efek: penyembuhan awal terlihat setelah 4 minggu terapi, kulit bersih (clearance)
dapat tercapai setelah 20-30 terapi, terapi pemeliharaan (maintenance) dapat
memperpanjang masa remisi.
Dosis awal: menurut tipe kulit 20-60 mJ/cm2 atau 50% minimal erythemal dose
(MED), dosis dinaikan 5-30 mJ/cm2 atau ≤25% MED awal, penyinaran 3-5
kali/minggu.

b. Ultraviolet B (UVB) narrowband (NB)


Efek: penyembuhan awal terlihat setelah 8-10 terapi, kulit bersih dapat tercapai
setelah 15-20 terapi, terapi pemeliharaan dapat memperpanjang masa remisi. Laju
remisi 38% setahun
Dosis awal: menurut tipe kulit 130-400 mJ/cm2 atau 50% minimal erythemal
dose (MED), dosis dinaikan 15-65 mJ/cm2 atau ≤10% MED awal, penyinaran 3-5
kali/minggu

c. PUVA
Efek: penyembuhan awal terlihat dalam satu bulan terapi, 89% pasien
mendapatkan perbaikan plak dalam 20-25 kali terapi selama 5,3-11,6 minggu.
Terapi pemeliharaan tidak ditetapkan, masa remisi 3-12 bulan.
Dosis: 8-metoksi psoralen, 0,4-0,6 mg/kgBB diminum peroral 60-120 menit
sebelum disinar UVA. Kaca mata bertabir ultraviolet diperlukan untuk
perlindungan di luar rumah 12 jam setelah minum psoralen. Dosis UVA menurut
tipe kulit 0,5-3,0 J/cm2, dosis dinaikan 0,5-1,5 J/cm2 penyinaran 2-3 kali/minggu.

3. Terapi Sistemik
Konvensional

a. Metotreksat

18
 Dosis: diberikan sebagai dosis oral 2,5-5 mg selang 12 jam. Dosis dapat
ditingkatkan secara bertahap sampai menghasilkan repons pengobatan yang
optimal; dosis maksimal tidak boleh melebihi 25 mg/minggu. Dosis harus
diturunkan serendah mungkin sampai jumlah yang dibutuhkan secara memadai
dapat mengendalikan psoriasis dengan penambahan obat topikal. Dianjurkan
untuk melakukan dosis uji 0,5-5 mg/minggu. Pemakaian dapat berlangsung
sepanjang tidak memberikan tanda toksisitas hati dan sumsum tulang dengan
pemantauan yang memadai. Pemberian asam folat 1 mg perhari atau 5 mg per
minggu secara oral, pada waktu selain hari pemberian metotreksat, akan
mengurangi efek samping.
 Toksisitas: peningkatan nilai fungsi hati (bila 2 kali lipat pantau lebih sering; 3
kali lipat turunkan dosis dan bila lebih dari 5 kali lipat hentikan pemberian).
Anemia aplastik, leukopenia, trombositopenia, pneumonitis intersisial, stomatitis
ulserativa, mual, muntah, diare, lemah, cepat lelah, menggigil, demam, pusing,
menurunnya ketahanan terhadap infeksi, ulserasi dan perdarahan lambung,
fotosensitif dan alopesia.
 Interaksi obat: obat hepatotoksik misalnya barbiturat, sulfametoksazol, NSAID,
penisilin, trimetoprim.
 Biopsi hati dilakukan setelah pemberian metotreksat 3,5-4 gram diikuti setiap 1,5
gram. Pasien dengan ririsko kerusakan hati, biopsi hati dipertimbangkan setelah
pemberian metotreksat 1-1,5 gram.
 Kontraindikasi absolut: hamil, menyusui, alkoholisme, penyakit hati kronis,
sindrom imunodefisiensi, hipoplasia sumsum tulang belakang, leukopenia,
trombositopenia, anemia yang bermakna, hipersensitivitas terhadap metotreksat.
 Kontraindikasi relatif: abnormalitas fungsi renal, hepar, infeksi aktif, obesitas,
diabetes melitus.
 Pemantauan:
Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, fungsi hati dan renal, biopsi sesuai
anjuran, pemeriksaan kehamilan, uji HIV, PPD, foto toraks.

19
b. Siklosporin
 Dosis: 2,5-4 mg/kgBB/hari dosis terbagi. Dosis dikurangi 0,5-1,0 mg/kgBB/hari
bila sudah berhasil, atau mengalami efek samping. Pengobatan dapat diulang
setelah masa istirahat tertentu, dan dapat berjalan maksimal selama 1 tahun,
selama tidak ada efek samping.
 Pemakaian jangka lama tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan
nefrotoksisitas dan kemungkinan keganasan
 Kontraindikasi: bersamaan dengan pemberian imunosupresan lain (metotreksat,
PUVA, UVB, tar batubara, radioterapi), fungsi renal terganggu, keganasan,
hipersensitif terhadap siklosporin, hindari vaksin, perhatian seksama bila
diberikan pada pasien dengan infeksi berat juga diabetes melitus tidak terkontrol.
 Toksisitas: gangguan fungsi ginjal, hipertensi, keganasan, nyeri
kepala,hipertrikosis, hiperplasia gingiva, akne memburuk, mual, muntah, diare,
mialgia, flu like syndrome, letargia, hipertrigliserida, hipomagnesium,
hiperkalemia, hiperbilirubinemia, meningkatnya risiko infeksi dan keganasan
 Jika memungkinkan rotasi penggunaannya dengan terapi lain atau gunakan pada
periode kambuh yang berat.
 Interaksi obat: obat-obatan yang menginduksi/menghambat sitokrom P450 3A4.
Menurunkan pembuangan (clearence) digoksin, prednisolon, statin, diuretik
(potasium sparing), tiazid, vaksin hidup, NSAID, grapefruit
 Monitoring: pemeriksaan fisik, tensi, ureum, kreatinin, urinalisis PPD, fungsi hati,
profil lipid, magnesium, asam urat, dan potasium, uji kehamilan
 Kehamilan kategori C, menyusui: kontraindikasi, anak-anak hanya bila psoriasis
berat.

c. Retinoid

20
 Asitretin oral pilihan pada psoriasis dapat digunakan sebagai monoterapi untuk
psoriasis pustular dan psoriasis eritroderma. Efek menguntungkan terjadi jauh
lebih lambat jika digunakan untuk psoriasis tipe plak dan guttata tetapi sangat
baik jika dikombinasikan dengan PUVA dan UVB (diperlukan dalam dosis
rendah).
 Dosis: 10-50 mg/hari, untuk mengurangi efek samping lebih baik digunakan
dalam dosis rendah dengan kombinasi misalnya UV dengan radiasi rendah.
 Kontraindikasi: perempuan reproduksi, gangguan fungsi hati dan ginjal.
 Toksisitas; keilitis, alopesia, xerotic, pruritus, mulut kering, paronikia, parestesia,
sakit kepala, pseudomotor serebri, nausea, nyeri perut, nyeri sendi, mialgia,
hipertrigliserida, fungsi hati abnormal.
 Interaksi obat: meningkatkan efek hipoglikemik glibenklamid, mengganggu pil
kontrasepsi: microdosedprogestin, hepatotoksik, reduksi ikatan protein dari
fenitoin, dengan tetrasiklin meningkatkan tekanan intrakranial.
 Monitoring: riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, kombinasi dengan turunan
vitamin A lainnya.
 Retinoid sangat teratogenik dan cenderung untuk menetap pada jaringan tubuh

d. Mofetil mikofenolat atau turunannya


 Mekanisme kerja sebagai inhibitor non-kompetitif inosin monofosfa
dehidrogenase, mencegah biosintesis purin de novo. Secara selektif bersifat
sitotoksik terhadap sel-sel yang bergantung pada sintesis purin de novo (limfosit)
 Dosis: inisial 500-750 mg, dua kali/hari dan dapat naik dosis hingga 1,0-1,5 gram
dua kali/hari.
 Efektivitas: cukup efektif untuk pengobatan psoriasis.
 Toksisitas: saluran pencernaan, konstipasi, diare, mual dan muntah, pendarahan,
myelosuppression, leukopenia. Sakit kepala, hipertensi, edema perifer, penyakit
infeksi, dan limfoma.
 Monitoring: pemeriksaan darah perifer lengkap dan CMP (comprehensive
metabolic panel).
21
Pemeriksaan lab tiap minggu selama 6 minggu, dan selanjutnya setiap 2 minggu
selama 2 bulan lalu berikutnya setiap bulan. kemudian monitoring tekanan darah.
 Kontraindikasi: pasien dengan infeksi berat dan keganasan.
 Pemakaian jangka lama belum banyak dilakukan.
 Pada ibu hamil termasuk obat kategori C.

e. Sulfasalazin
 Mekanisme kerja sebagai agen anti-inflamasi, menghambat 5- lipoksigenase,
mekanisme secara molekular belum ditemukan.
 Dosis: dosis awal 500 mg tiga kali/hari, dapat naik dosis sampai 1,0 gram tiga
kali/hari. Jika dapat ditoleransi dosis dapat dinaikan menjadi 1,0 gram empat
kali/hari.
 Efektivitas: cukup efektif untuk psoriasis berat.
 Toksisitas: sakit kepala, mual dan muntah namun hanya pada satu sampai tiga
pasien, ruam, pruritus, dan anemia hemolitik (berhubungan dengan defisiensi
enzim G6PD)
 Monitoring: pemeriksaan DPL (darah perifer lengkap), CMP (comprehensive
metabolic panel), G6PD. Pengulangan DPL dan CMP setiap minggu selama 1
bulan, setelahnya setiap 2 minggu selama 1 bulan lalu setiap bulan selama 3 bulan
dan selanjutnya setiap 3 bulan.
 Kontraindikasi: hipersensitif terhadap sulfasalazin, obat-obatan golongan sulfa,
salisilat, obstruksi saluran cerna dan saluran urin, porphyria. Perhatian khusus
pada pasien dengan defiensi enzim G6PD.
 Pemakaian jangka lama belum banyak dilakukan.
 Pada ibu hamil termasuk kategori B.

4. Agen Biologik
Agen biologik untuk psoriasis yang akan/telah tersedia di Indonesia: etarnecept,
ustekinumab, adalimumab dan infliximab, secukinumab

22
Indikasi
 Psoriasis derajat parah dan keadaan khusus, yaitu pasien dengan psoriasis dengan
keterlibatan area permukaan tubuh (Body Surface Area/BSA) ≥10% dan/atau nilai
indeks kualitas hidup dermatologi (Dermatology Life Quality Index/DLQI) >10,
dengan nilai indeks keparahan area psoriasis (Psoriasis Area Severity Index/PASI)
>10, disertai dengan salah satu dari 4 kriteria berikut:
 Pasien yang tidak memberikan respon baik dengan minimal 2 terapi sistemik
standar seperti: CsA, etretinat/asitresin, MTX, termasuk fototerapi (PUVA,
UVB).
 Riwayat efek samping/hipersensitivitas pengobatan sistemik.
 Kontraindikasi terhadap terapi sistemik konvensional.
 Pada pasien psoriasis artritis karena potensi terjadinya kerusakan sendi.

 Keadaan khusus: pada konferensi mengenai Konsensus Internasional diketahui


adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi dan mengajukan proposal mengenai
pasien psoriasis dengan derajat keparahan ringan (ditentukan dengan physician
global assessment/PGA) yang juga dapat menjadi kandidat dari pengobatan
sistemik dalam keadaan khusus, diantaranya:
 Keterlibatan area luas pada kulit kepala yang tidak respon dengan obat topikal
 Keterlibatan daerah yang tampak, seperti tangan (palmo plantar) dan wajah
 Keterlibatan area yang resisten terhadap pengobatan topikal.

Kontraindikasi Umum Penggunaan Agen Biologik


1. Kehamilan
2. Laktasi
3. Usia <18 tahun, kecuali ada pertimbangan khusus
4. Infeksi sistemik, terutama TB, hepatitis, HIV
5. Penyakit jantung (gagal jantung NYHA III/IV)
6. Keganasan
7. Kelainan neurologis
23
Kriteria penyembuhan
Pengobatan dikatakan berhasil jika tercapai PASI 75 (berkurang sebanyak 75% dari PASI
awal) dan dikatakan gagal jika tidak mencapai PASI 50. PASI antara 50 dan 75 dengan
DLQI <5 dianggap berhasil, DLQI >5 dikatakan gagal.

Edukasi
1. Penjelasan bahwa psoriasis adalah penyakit kronik residif dan pengobatan yang diberikan
hanya bersifat menekan keluhan kulit bukan menyembuhkan.
2. Menghindari faktor pencetus (Infeksi, obat-obatan, stres, dan merokok)
3. Kontrol secara teratur dan patuh terhadap pengobatan

X. KOMPLIKASI
Pasien dengan psoriasis memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang meningkat
terhadap gangguan kardiovaskuler terutama pada pasien psoriasis berat dan lama. Risiko
infark miokard terjadi pada pasien psoriasis muda usia yang menderita dalam jangka waktu
panjang. Risiko limfoma malignum juga meningkat dan dapat mengalami gangguan
emosional sehubugan dengan masalah depresi karena ada manifestasi klinis yang berdampak
dengan harga diri, penolakan sosial, merasa malu atau minder, masalah seksual dan gangguan
kemampuan professional. Keadaan tersebut juga diperberat dengan rasa gatal dan nyeri, dan
hal itu menyebabkan penurunan kualiatas hidup pasien.

X. PROGNOSIS
Prognosis quo ad vitam, quo ad functionam ad bonam, quo ad sanationam dubia ad
bonam karena pada pasien psoriasis gutata hilang dalam waktu sekitar 4 minggu setelah
terapi. Menurut acuan pustaka, psoriasis gutata biasanya akan hilang sendiri (self limited)
dalam 12-16 minggu tanpa pengobatan, namun rekurensi dapat terjadi jika ada faktor
pencetus. Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian tetapi bersifat kronis dan residif.

24
KESIMPULAN

Pada laki – laki usia 23 tahun mengalami keluhan timbul bercak – bercak kemerahan
meninggi seukuran biji jagung sampai uang logam di daerah punggung, badan, ekstremitas
atas dan leher sejak 2 minggu yang lalu disertai dengan sisik berwarna putih. Awalnya,
timbul bercak merah meninggi didaerah punggung namun dalam beberapa hari. Keluhan ini
sudah timbul untuk ketiga kalinya. Dari anamnesis dan pemeriksaan kulit dapat diketahui
bahwa pasien mengalami psoriasis gutata. Walaupun psoriasis gutata dikatakan dapat sembuh
sendiri dalam beberapa minggu, namun pasien tetap diberikan terapi agar mempercepat
penyembuhan penyakit. Faktor – faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko kekambuhan
juga perlu dihindari dan tetap harus dipantau serta evaluasi keluhan serta gejala klinis pada
pasien

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro HD. Psoriasis. Dalam: Jacoeb TNA. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin;
edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2016. H.213-221
2. Habif TP. Clinical Dermatology. Sixth Ed. USA: Geisel School of Medicine at
Dartmouth; 2016.
3. Hilam F. hubungan antara derajat keparahan psoriasis dengan kualitas tidur penderita
di RSUD Dr. Soedirman Kebumen Jawa Tengah. Yogyakarta: UII 2019. [cited Nov 5
2020] Available at https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/16387
4. Schmader KE, Oxman MN. Psoriasis. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2012. p.197-225.
5. Dotulong JDP, Korompis CMM, Pandaleke HEJ. Psoriasis Gutata: Laporan Kasus.
2018;10(2):133-137
6. Widaty S et al. Panduan Praktik klinis bagi dokter spesialis Kulit dan Kelamin di
indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. 2017

26

Anda mungkin juga menyukai