Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

NEURODERMATITIS SIRKUMSKRIPTA

Disusun Oleh :
Tuffahati Sacharissa Syaefic (1102015241)

Pembimbing :
dr. Ahmad Haykal A.R.B., Sp.KK, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


PERIODE 24 AGUSTUS – 06 SEPTEMBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSTAS YARSI
PENDAHULUAN

Neurodermatitis Sirkumskripta memiliki nama lain yaitu neurodermatitis


sirkumskripta (NS) ialah liken simpleks kronikus, istilah yang pertamakali di
pakai oleh vidal, oleh karena itu juga disebut liken Vidal.

Neurodermatitis itu sendiri memiliki definisi yaitu peradangan kulit kronis,


gatal, sirkumskrip, di tandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih
menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau
gosokan yang berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik.

Penderita dapat mengeluh gatal sekali, bila timbul malam hari dapat
mengganggu tidur. Rasa gatal memang tidak terus menerus, biasanya timbul
ketika penderita tidak sedang sibuk atau tidak sedang beraktifitas, namun apabila
sedang timbul sulit di tahan untuk tidak di garuk.

Neurodermatitis sirkumskripta tidak biasa terjadi pada anak, melainkan pada


usia dewasa hingga manula, puncak insiden pada usia antara 30-50 tahun.
Perempuan lebih sering menderita di bandingkan dengan laki laki.1
BAB I
LAPORAN KASUS
SKENARIO
Ny. A, 45 tahun, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Pasar
Rebo pada tanggal 24 Agustus 2020. Datang dengan gatal yang berlebihan
pada bagian lengan kanan. Keluhan dirasakan pasien sejak 3 minggu yang lalu
dan apabila gatal kambuh pada saat malam hari, pasien mengeluh dapat
mengganggu tidurnya. Awalnya, pasien merasa gatal dan kemudian timbul
bengkak kemerahan yang semakin lama permukaan dari benjolan tersebut
menjadi semakin kasar, menebal dan adanya perubahan warna yang semakin
menggelap. Pasien merasakan keluhan ini muncul ketika pasien sedang dalam
waktu luang dan apabila gatal muncul sulit sekali menahan untuk menggaruk
sehingga pasien menggaruk secara terus menerus. Keluhan seperti ini tidak
pernah terjadi pada pasien sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat penyakit
maupun riwayat alergi obat-obatan dan bahan tertentu sebelumnya. Pasien
belum pernah berobat sebelumnya, pasien hanya sempat memberikan bedak
gatal ketika keluhannya muncul. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik
dermatologi dan pemeriksaan penunjang.

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 45 tahun
Alamat : Jl. Tb Simatupang
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah
Suku : Sunda

II. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Keluhan gatal yang sangat mengganggu dengan adanya luka yang
menebal dan warna yang menggelap pada bagian lengan kanan sejak 3 minggu
yang lalu, dan gatal sering timbul apa bila pasien sedang di waktu luang dan
pada malam hari.
2. Keluhan tambahan
Tidak ada
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Pasar Rebo dengan
keluhan gatal pada lengan kanan dengan luka pada lengan sejak 3 minggu
yang lalu. keluhan sering kali timbul pada saat pasien berada di waktu luang
atau malam hari.
Sejak 3 minggu lalu, pasien sudah merasakan adanya keluhan gatal pada
lengan kanan. Awalnya, timbul bengkak kemerahan, namun semakin lama,
bengkak kemerahan gatal tersebut kemudian di sertai dengan adanya
penebalan kulit dan warna yang menggelap. Pasien sangat sering menggaruk
bagian yang gatal karena gatal tidak dapat tertahankan.
4. Riwayat penyakit terdahulu

 Riwayat keluhan yang sama: disangkal

 Riwayat alergi : disangkal


5. Riwayat penyakit keluarga
 Keluhan serupa : disangkal
 Riwayat alergi : disangkal
6. Riwayat Pengobatan
Selama 3 minggu terakhir, pasien belum sempat datang untuk berobat ke
fasilitas kesehatan dan hanya menggunakan bedak gatal yang dibeli di
supermarket ketika keluhan dirasakan.
7. Riwayat Psikososial
Pasien tinggal bersama suami dan memiliki 2 orang anak, anak pertama
berumur 22 tahun dan anak kedua berumur 20 tahun. Kegiatan sehari-hari
pasien adalah mengurus dan membersihkan rumah, kemudian memasak. Di
waktu senggangnya pasien memiliki kegemaran untuk membaca buku. Pasien
merasa bahwa hubungan dengan sang suami sedang tidak baik di karenakan
faktor ekonomi yang mendesak.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan umum
 Kesadaran : Komposmentis
 Kesan Sakit : Tidak tampak sakit
 Berat Badan : 62 kg
 Tinggi Badan : 155 cm

B. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Frekuensi nadi : 90x/ menit, regular,isi cukup
Frekuensi napas : 19x/ menit
Suhu : 36,5oC

C. Status Generalis
 Kepala : Normocephal
 Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)
 Telinga : Normal, nyeri tekan tragus (-)
 Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
 Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar,
trakea di tengah, deviasi (-)
 Toraks :
 Pulmo : Bentuk dada normal, simetris, massa (-), retraksi otot
bantu pernapasan (-), pengembangan dada simetris, nyeri (-),
fremitus taktil kanan dan kiri simetris, suara vesicular (+/+),
ronki (-/-), wheezing (-/-)
 Cor : Bentuk dada normal, iktus kordis (+), batas jantung kanan
normal, batas jantung kiri normal, batas jantung atas normal,
tidak terdengar suara jantung tambahan.
 Abdomen : Massa (-), jaringan parut (-), peristaltik usus normal,
aorta abdominalis (+), nyeri epigastrium (-) hepar tidak
teraba, pembesaran limfa (-), shifting dullness (-),
ballotement (-), undulasi (-)
 Ekstremitas : Deformitas (-), akral hangat, edema (-)

STATUS DERMATOLOGIS

Regio Extremitas superior. nodul dengan dasar makula hiperpigmentosa,


multiple, lentikular, sirkumskripta, diskret. Likenifikasi.

RESUME
Seorang wanita 45 tahun datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Pasar
Rebo dengan keluhan gatal dan luka pada lengan kananya sejak 3 minggu
yang lalu. Keluhan di rasakan ketika pasien sedang tidak sibuk atau pada saat
malam hari, pasien belum pernah merasakan keluhan yang serupa sebelumnya.
Pasien sedang memiliki hubungan yang tidak baik dengan suaminya sehingga
psikososial pasien terganggu.

Pada pemeriksaan fisik tanda vital dalam batas normal, status generalis dalam
batas normal, status dermatologis terdapat kelainan pada Regio Extremitas
superior. Nodul hiperpigmentosa, multiple, miliar-lentikular, sirkumskripta,
diskret. Likenifikasi.
DIAGNOSIS BANDING
1. Liken planus
2. Psoriasis
3. Dermatitis Atopik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksan Histopatologik

Gambaran histopatologik neurodermatitis sirkumskripta berupa


ortokeratosis, hipergranulosis, akantosis dengan rete ridges
memanjang teratur. Berserbukan sel radang limfosit dan dan
histosit di sekitar pembulu darah dermis bgian atas, fibroblast
bertambah, kolagen menebal.
V. DIAGNOSIS KERJA
Neurodermatitis Sirkrumskripta

VI. PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa:

- Fluocinolone acetonide 0.025%+neomycin sulphate dioleskan tipis


sebanyak 2 kali sehari selama 2-3 minggu

b. Non Medikamentosa:
- Penatalaksanaan Umum : Pencegahan pajanan berulang dengan alergen
selama 2 bulan

PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam
Ad Fuctionam : Bonam
Ad Sanactionam : Bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN
Dermatitis kontak alergi merupakan reaski hipersensitivitas tipe
lambat/reaksi hipersensitivitas tipe 4 sebagai respon imunologis individual
terhadap molekul kecil berukuran kurang dari 500 dalton atau hapten, yang
mensensitisasi kulit seseorang. Fase insial/induksi DKA terjadi ketika hapten
membentuk kompleks dengan protein dan dikenali oleh sel T, proses ini
disebut fase sensitisasi. Selama fase elisitasi, paparan dari antigen tersebut
menyebabkan berkembangnya penyakit dermatitis1.

EPIDEMIOLOGI

Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah pasien DKA lebih sedikit karena
hanya mengenai orang dengan keadaan kulit yang sangat peka (hipersensitif).
Diperkirakan jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat. Namun, informasi mengenai prevalensi dan insidens DKA di
masyarakat sangat sedikit, sehingga angka yang mendekati kebenaran belum
didapat2

ETIOPATOGENESIS

DKA merupakan reaksi inflamasi pada kulit yang disebabkan oleh reaksi
hipersensitifitas tipe 4. Hal ini terjadi akibat adanya kontak antigen dan kulit.
Morfologi dan lokasi dari dermatitis merupakan indikator yang paling baik dalam
menentukan agen alergennya. Sebagai contoh, apabila ditemukan adanya lesi
dermatitis di pergelangan tangan, dapat mengindikasikan adanya reaksi alergi
terhadap gelang maupun jam tangan1.
Penyebab DKA ialah bahan kima sederhana dengan berat molekul rendah
atau disebut sebagai hapten. Berbagai faktor berpengaruh terhadap kejadian DKA,
misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena,
lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum dan pH. Juga
faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak dan status imun2.

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA mengikuti reaksi


hipersensitifitas tipe lambat atau reaksi imunologik tipe 4. Reaksi ini terjadi
melalui dua fase yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi2.

Alergen yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan


ditangkap oleh sel langerhas dan diproses secara kimiawi untuk menjadi antigen
lengkap. Sel langerhans kemudian bermigrasi ke kelenjar limfe setempat dan
mempresentasikan antigen tersebut kepada sel T spesifik. Sel langerhans
mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel T untuk mensekresi IL-2. Sitokin ini akan
menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel T spesifik, sehingga menjadi lebih
banyak dan berubah menjadi sel T memori. Pada saat fase ini, individu telah
mengalami sensitisasi.

Fase elisitasi terjadi apabila ada paparan ulang alergen yang serupa. Sel
langerhans yang memfagosit alergen akan mengativasi sel T memori, yang
menginduksi terjadinya proses proliferasi. Proliferasi ini akan menyebabkan
respon inflamasi lokal1,2.

MANIFESTASI KLINIS

Pasien umumnya mengeluh gatal, Kelainan kulit bergantung pada tingkat


keparahan dan lokasi dermatitisnya. Pada stadium akut dimulai dengan bercak
eritematosa berbatas tegas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau
bula. Vesikel atau bula dapat pecah dan menyebabkan erosi dan eksudasi (basah).
Pada DKA kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin juga fisur berbatas tegas3. Dermatitis kontak alergi muncul 24-48 jam
setelah terpapar alergen, lesi kulit dapat bersifat asimetris dan terbatas pada area-
area kulit yang berkontak dengan alergen namun sering juga lesinya menyebar4.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Uji tempel dilakukan untuk mengidentifikasi alergen pada reaksi


hipersensitivitas tipe 46.Uji tempel merupakan gold standard penegakan diagnosis
DKA.Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk melakukan uji
tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar. Bahan yang dipakai secara
rutin, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel dapat langsung
digunakan. Apabila benda padat, uji tempel dilakukan dengan potongan kecil
bahan tersebut2.

Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen, biasanya antigen standar,


tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung. Pembacaan hasil pertama
dilakukan setelah 48 jam, oleh karena itu pasien dilarang mandi dan menjaga
punggung agar tetap kering sampai pembacaan selesai dilakukan. Setelah 48 jam,
uji tempel dilepas dan pembacaan dilakukan dalam waktu 15-30 menit setelah
dilepas, agar efek tekanan menghilang. Hasil dari uji tempel dapat dicatat seperti
berikut2;

+1: Reaksi lemah (non-vesikular): eritema, infiltrat, papul (+)

+2: Reaksi kuat: edema atau vesikel (++)

+3: Reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)

+: Meragukan, hanya ditemukan makula eritematosa

IR: Iritasi: seperti terbakar, pustul atau purpura


- : Reaksi negatif

NT: Tidak di tes

DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan


klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai berdasarkan pada
kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, pada kelainan kulit berukuran numular
di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi dengan papul dan erosi
perlu ditanyakan apakah pasien memakai kancing atau kepala ikat pinggang yang
terbuat dari logam2, adapun lesi pada garis rambut dan belakang telinga
mengindikasikan dermatitis kontak alergi disebabkan oleh karena produk-produk
perawatan rambut3. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat
pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika,
berbagai bahan yanag diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah
dialami, riwayat atopi baik dari pasien maupun keluarganya3.

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit sering kali dapaat diketahui kemungkinan penyebabnya3.
DIAGNOSIS BANDING

1. Dermatitis Kontak Alergi


2. Dermatitis Kontak Iritan
3. Dermatitis Atopik

TATALAKSANA

Tatalaksana pemberian pengobatan pada kasus dermatitis kontak alergi da


pat diberikan berupa terapi topikal, sistemik dan edukasi.

Topikal :

Pengobatan topikal pada dermatitis kontak alergi umumnya cukup.


Dermatitis akut umumnya lembab dan diperlukan pengobatan dengan sediaan
hidrofilik (gel, losion, krim) sementara itu pada lesi kronis membutuhkan sediaan
water-in-oil based seperti salep5. Kortikosteroid potensi menengah-tinggi
diaplikasikan dua kali sehari biasanya cukup untuk mengobati dermatitis kontak
alergi6, pengobatan topikal diberikan selama 2-3 minggu untuk mencegah
kekambuhan3.

Tabel Klasifikasi Kelas dan Potensi Pengobatan Steroid Topikal6

Kelas Potensi Nama Generik Formula


1 Sangat poten Clobetasol propionate Krim, salep, gel, shampoo
0.05%
2 Potensi tinggi - Desoximetasone - Krim, salep 0.25%; Gel 0.5%

- Fluocinonide - Krim, salep, gel 0.05%


3 Potensi tinggi - Triamcinolone acetonide Salep 0.1%
4-5 Potensi menengah - Betametason valerate - Krim, salep, losion 0.1%

- Fluocinolone acetonide - Krim, salep 0.025%


- Triamcinalone acetonide - Krim 0.1% dan salep 0.025%
6 Potensi rendah Desonide Krim, salep 0.05%
7 Potensi paling Hidrokortisone acetate Krim, salep 1% dan 2.5%
rendah

Sistemik :

Pada kasus dengan lesi yang parah atau penyebarannya yang luas, maka
diperlukan pemberian pengobatan sistemik dengan prednisone 1
mg/kgBB/hari per oral3 atau dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari6 selama satu
minggu, diikuti dengan tapering-off setiap minggu selama 3-4 minggu
selanjutnya3.
Umum:
Upaya pencegahan pajanan ulang dengan alergen penyebab

PROGNOSIS

Prognosis DKA umumnya baik, sejauh dapat menghindari alergen


penyebabnya. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan
dengan dermatitis oleh faktor endogen atau sulit menghindari alergen penyebab,
misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan
pasien2.
BAB III

KESIMPULAN

Dermatitis kontak alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 4 yang


terjadi akibat pajanan berulang dengan molekul alergen yang disebut dengan
hapten. Lesi yang ditimbulkannya dapat bersifat akut yang berupa
eritematosa, edema, papulovesikel dan dapat bersifat kronik yang berupa kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan fisur yang muncul 24-48 jam
setelah paparan terhadap alergen. Untuk membantu menegakkan diagnosis
dan menyingkirkan dermatitis banding dapat dilakukan pemeriksaan patch
test/uji tempel. Pengobatan dermatitis kontak alergi umumnya menggunakan
kortikosteroid topikal dan menghindari kontak dengan alergen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Murphy, Patrick B; Hooten, Joanna N; Atwater, Amber R; Gossman, William.


2020. Allergic Contact Dermatitis.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532866/ diakses pada 12 Agustus 2020
pukul 21.30
2. Prof. Dr. Dr. Adhi Djuanda, SpKK(K), dkk. 2018. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Halaman,161-165
3. Kang Sewon, Amagai Masayuki, Bruckner L. Anna, et al. Fitzpatrick’s
Dermatology. 9th Ed. United States : McGraw-Hill Education, 2019.p.395-413
4. Novak-Bilic, Gaby; Vucic, Majda; Japundzic; Mestrovic-Stefekov, Jelena;
Stanic-Duktai, Sandra; Lugovic-Mihic, Liborija. 2018. Irritant and Allergic
Contact Dermatitis-Skin Lesion Characteristics. Acta Clinica Croatica Vol.57(4):
713-720 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6544100/ diakses pada
12 Agustus 2020 pukul 22.09
5. Jochen Brasch, et al. 2014. Guideline Contact Dermatitis. Allergo Journal
International Vol.23(4): 126-138
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4484750/ diakses pada 12
Agustus 23.17
6. Soutor, Carol; Hordinsky, Maria K. Clinical Dermatology. 1st Ed. United
States : McGraw-Hill Education, 2013.p.23, 49-52

Anda mungkin juga menyukai