Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

LIKEN SIMPLEKS KRONIK

Disusun oleh:
Angel
000 0000 5599

Pembimbing:
dr. Michael Warouw SpKK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM
SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 28 JANUARI – 2 MARET 2019
TANGERANG
BAB I
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Inisial Nama : Ny. I


Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 27 Maret 1968
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : TNI
Alamat : Binong
No. MR : 00-40-20-66

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di poli klinik kulit dan kelamin Rumah
Sakit Umum Siloam (RSUS) pada tanggal 27 Januari 2019.
Keluhan Utama:
Gatal pada kedua punggung kaki sejak 1 tahun yang lalu sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan gatal di punggung kaki kanan dan kiri sejak 1 tahun
yang lalu. Gatal yang dirasakan semakin bertambah setiap harinya, sehingga pasien selalu
menggaruk di bagian tersebut. Pada awalnya, terdapat bintik-bintik dan gatal di jempol
kaki kiri dan kanan, lalu karena pasien merasa sangat gatal, pasien menggaruk sampai
gatalnya hilang. Pasien mengaku menggaruk kakinya setiap hari, sehingga berbekas
menjadi warna hitam dan masih terasa gatal, sehingga pasien menggaruk lagi sampai lecet
dan mengakibatkan kulitnya menjadi tebal, keras. Pasien mengaku bahwa gatalnya timbul
pada saat memakai sepatu dan pada saat malam hari. Pasien mengaku akhir-akhir ini pasien
merasa gelisah karena suatu masalah.
Pasien mengaku sudah menggunakan salap oles berwarna bening, namun pasien
lupa nama salepnya, dan sedikit mengurangi rasa gatalnya. Karena gatalnya tidak
membaik, pasien memutuskan untuk datang ke poli klinik kulit Rumah Sakit Umum
Siloam.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien menyangkal riwayat penyakit darah tinggi, DM, asam urat, penyakit ginjal.
Riwayat Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami gejala serupa. Riwayat alergi
pada keluarga disangkal oleh pasien.
Riwayat Sosial (Kebiasaan):
Pasien menyangkal merokok dan minum alkohol
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap makanan dan obat.

III. Pemeriksaan Fisik


 Keadaan Umum : tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos Mentis
 GCS : E4V5M6
 Tekanan Darah : 125/85
 Nadi : 80x/min
 Suhu : 37oC

Status Generalis

Sistem Deskripsi
Normocephali, benjolan (-), deformitas (-), rambut hitam dan tersebar
Kepala
merata
Leher KGB tidak teraba membesar
Wajah Simetris, pucat (-), icterus (-), sianosis (-)
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, RCL dan
Mata
RCTL (+/+)
Telinga Serumen (-/-), sekret (-/-), reflex cahaya (+/+)
Hidung Sekret (-/-), epistaksis (-/-), tidak ada deviasi septum
Mulut Bibir pucat (-), kering (-), luka (-)
Tenggorokan Tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring hiperemis (-/-)
Gigi Gigi utuh
Toraks
Inspeksi : Bentuk normal, pengembangan dada simetris statis maupun
dinamis.
Paru Palpasi : Pengembangan dada dan taktil fremitus simetris
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Jantung
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Inspeksi : Datar, bekas operasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Abdomen
Palpasi : Tidak teraba massa, pembesaran organ
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Ekstremitas Pada regio dorsum pedis dextra sinistra tampak plak eritematosa dan
hipopigmentosa, batas difus, erosi (+) disertai likenifikasi.
Genitalia Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Dermatologis

Ad regio : Regio dorsum pedis


Deskripsi lesi : Plak eritematosa dan hiperpigmentosa, batas sirkumskrip, erosi
(+), likenifikasi (+), fenomena tetesan lilin (-), tanda auspitz (-).

IV. Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan

V. Ringkasan

Pasien datang dengan keluhan gatal di punggung kaki kanan dan kiri sejak 1 tahun
yang lalu. Gatal yang dirasakan semakin bertambah setiap harinya, sehingga pasien selalu
menggaruk di bagian tersebut. Pada awalnya, terdapat bitnik-bintik dan gatal di jempol
kaki kiri dan kanan, lalu karena pasien merasa sangat gatal, pasien menggaruk sampai
gatalnya hilang. Pasien mengaku menggaruk kakinya setiap hari, sehingga berbekas
menjadi warna hitam dan masih terasa gatal, sehingga pasien menggaruk lagi sampai lecet
dan mengakibatkan kulitnya menjadi tebal, keras. Pasien merasakan gatal pada saat
menggunakan sepatu dan pada saat malam hari. Pasien mengaku bahwa akhir-akhir ini
pasien merasa gelisah karena suatu masalah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada regio
dorsum pedis terdapat plak eritematosa dan hiperpigmentosa, batas difus dengan erosi dan
likenifikasi.
VI. Diagnosis Kerja
Liken simpleks kronik

VII. Diagnosis Banding


a. Dermatitis atopi dengan likenifikasi
b. Psoriasis
c. Dermatitis numularis
VIII. Tatalaksana
a. Cetirizine 1x10mg/hari
b. Clobetasol proprionate 0,05% (kortikosteroid potensi kuat)
c. Salicylic acid konsentrasi tinggi (3-20%)
IX. Prognosis
a. Ad vitam : bonam
b. Ad sanam : dubia
c. Ad kosmetikam : bonam
BAB II

PEMBAHASAN KASUS

A. Definisi

Liken simpleks kronik atau biasa disebut juga neurodermatitis sirkumpskripta (NS)
adalah peradangan kulit kronis, gatal, sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis
kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat gosokan
yang berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik1.

B. Epidemiologi

Liken simpleks kronik biasanya dijumpai pada umur 30-50 tahun, dan biasanya
kasusnya lebih banyak di perempuan dibandingkan laki-laki. Prurigo nodularis dapat
ditemukan pada segala jenis umur, tetapi biasanya dijumpai pada umur 20-60 tahun dan
kasusnya pada laki-laki dan perempuan sama banyaknya2.

C. Etiologi

Liken simpleks kronik disebabkan oleh gesekan dan garukan yang biasanya
pertama kali disebabkan oleh gatal. Faktor yang menyebabkan liken simpleks kronik dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Faktor eksterna
a. Faktor lingkungan : panas dan udara kering dapat menginduksi gatal.
Suhu yang tinggi juga menyebabkan pasien menjadi gampang
berkeringat sehingga dapat mencetuskan gatal dan menjadi penyebab
dari liken simpleks kronik anogenital2.
b. Gigitan serangga : gigitan serangga dapat menyebabkan reaksi radang
yang mengakibatkan rasa gatal2.
2. Faktor interna:
a. Dermatitis atopik : terdapat asosiasi antara liken simpleks kronik
dengan dermatitis atopik sebesar 26%-75%3.
b. Faktor psikologis : terdapat penelitian bahwa pasien penderita liken
simpleks kronik mengalami depresi yang tinggi, tetapi belum dijelaskan
bahwa apakah depresi menyebabkan liken simpleks kronik atau liken
simpleks kronik menyebabkan depresi4.
c. Lithium : terdapat kasus yang dilaporkan bahwa ada hubungan antara
administrasi lithium dengan kejadian liken simpleks kronik, dengan
bukti observasi setelah penghentian pengobatan lithium, terjadi
perbaikkan pada liken simpleks kronik, namun kambuh lagi ketika
pengobatan lithium dimulai kembali5.
d. Dermatitis kontak : terdapat studi bahwa liken simpleks kronik
berhubungan dengan penggunaan pewarna rambut yang mengandung
PPD (Paraphenylenediamine)6.
D. Patofisiologi

Liken simpleks kronik dapat ditemukan di regio yang mudah digaruk. Gatal yang
mengakibatkan digaruk akan menimbulkan manifestasi klinis, tetapi patofisiologinya
belum jelas. Beberapa jenis kulit lebih mudah untuk menjadi likenifikasi, seperti pada
penderita dermatitis (dermatitis atopi). Gatal juga dapat disebabkan oleh stres dan depresi
akan ditransmisikan impulsnya melalui lateral spinothalamic tract, yang selanjutnya akan
diterima oleh Spinal Cord, lalu ditransmisikan oleh C-fiber neuron ke dermoepidermal
junction yang sensitive terhadap histamin, dan sitokin, sehingga pasien akan merasa gatal
dan menggaruk, sehingga terjadi lesi yang dapat menimbulkan likenifikasi3,4. Terdapat
studi dimana penggunaan P-Phenylenediamine (PPD) yang dapat ditemukan di pewarna
rambut, sehingga menyebabkan dermatitis kontak iritan6.

E. Gejala Klinis

Pasien akan mengeluh sangat gatal, timbul di malam hari dan mengganggu tidur.
Rasa gatalnya bila muncul akan sulit ditahan, sehingga pasien akan menggaruk sampai
luka, dan gatalnya akan berhenti untuk sementara, karena sensasi gatalnya diganti dengan
sensasi nyeri)1.

Lesi yang terlihat biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit
edematosa, yang lambat laun edema dan eritema akan menghilang, bagian tengah
berskuama dan menebal, likenifikasi dan ekskoriasi, di daerah sekitarnya mejadi
hiperpigmentasi batas dengan kulit normal tidak jelas1.
Variasi klinis liken simpleks kronik dapat berupa prurigo nodularis yang timbul
akibat garukan yang berulang di suatu tempat. Lesinya dapat berupa nodus berbentuk
kubah, permukaan mengalami erosi tertutup krusta dan skuama, lambat laun menjadi keras
disertai hiperpigmentasi. Lesinya biasanya multipel dan lokasi terering terdapat di
ekstremitas1.

F. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan melalu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang. Pasien dengan liken simpleks kronik akan mengeluh rasa gatal pada satu daerah
atau lebih, sehingga pasien akan menggaruk dan akan tibul plak yang tebal dan keras
karena mengalami proses likenifikasi. Biasanya gatal dapat muncul di tengkuk, leher,
ekstensor kaki, siku, lutut, pergelangan kaki. Awal gejala muncul biasanya berupa eritema
dan gatal.

Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya plak eritematosa, berbatas tegas dan


likenifkasi, terjadi perubahan pigmen, yaitu hiperpigmentasi.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk liken simpleks
kronik, tetapi terdapat studi mengemukakan bahwa 25% pasien dengan liken simpleks
kronik positif terhadap patch test7. Pada pasien dengan pruritus generalisata kronik
yang disebabkan oleh gangguan metabolik dan hematologi, dapat dilakukan
pemeriksaan hitung darah, fungsi ginjal dan hati, tiroid, tes kemampuan pengikatan zat
besi, dan foto thorax.

b. Pemeriksaan histopatologi
Pada gambaran histopatologis, liken simpleks kronik berupa ortokeratosis,
hipergranulosis, akantosis dengan rete ridges memanjang teratur. Terdapat pula
serbukan sel radang limfosit dan histiosit di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas,
prurigo nodularis akantosis pada bagian tengah lebih tenal, menonjol lebih tinggi dari
permukaan, sel schwann berproliferasi dan terlihat hiperplasi neural.
H. Diagnosis Banding8,9,10
Dermatitis Atopi dengan
Psoriasis Dermatitis Numularis
Likenifikasi
Definisi Penyakit yang penyebabnya
Peradangan kulit yang
autoimun, bersifat kronik dan Peradangan kulit berupa
bersifat kronis, ditandai
residif, ditandai dengan dermatitis yang kronis dan
dengan lesi berbentuk mata
adanya bercak-bercak eritema residif, disertai dengan rasa
uang (koin) atau agak
berbatas tegas dengan gatal, dan mengenai bagian
lonjong, berbatas tegas,
skuama yang kasar, berlapis- tubuh tertentu terutama di
dengan eflorosensi berupa
lapis dan transparan dan wajah (fase infantile) dan
papulovesikel yang biasanya
dosertai dengan fenomena fleksural ekstremitas (fase
mudah pecah sehingga basah
tetesan lilin, Auspitz dan anak)
(oozing)
Koebner
Epidemiologi Insidensi lebih banyak terjadi
20-50 tahun; insiden pada 15-20% pada anak, 1-3%
di pria daripada wanita; usia
pria sama seperti wanita pada dewasa
puncak 50-65 tahun
Etiologi Faktor genetik, lingkungan,
Faktor genetik dan autoimun sawar kulit, imunologik, Belum diketahui
psikologis
Gambaran Plak eritematosa diliputi 3 fase dermatitis atopi : Lesi akut plak eritematosa
Klinis skuama putih disertai titik- 1. Infantil (2 bulan-2 berbentuk koin dengan batas
titik perdarahan bila skuama tahun tegas yang terbentuk dari
dilepas, berukuran dari Eritema, papul dan papulovesikel yang
seujung jarum sampai dengan papulovesikel yang berkonfluens, lambat laun
plakat, menutupi sebagian halus dan gatal, bila vesikel akan pecah → terjadi
besar area tubuh dan digaruk menjadi eksudasi berbentuk pinpoint
umumnya simetris. Dapat pecah → eksudat → → mongering → menjadi
menyerang kuku, mukosa dan krusta. Predileksi krusta kekuningan. Pada tepi
sendi, tetapi tidak mengenai utama di wajah, plak muncul lesi
rambut. Pada lidah dapat diikuti kedua pipi dan papulovesikular kecil yang
dijumpai plak putih tersebar simetris kemudian berkonfluens
berkonfigurasi mirip peta 2. Anak (2 tahun-10 dengan plak tersebut sehingga
(lidah geografik) tahun) lesi meluas (berukuran 1-3
Predileksi lebih sering cm). Penyembuhan lesi
di fossa kubiti dan dimulai dari tengah, dalam 1-
poplitea, fleksor 2 minggu lesi akan memasuki
pergelangan tangan, fase kronik berupa plak
kelopak mata, leher dengan skuama dan
dan tersebar simetris. likenifikasi. Jumlah lesi
Lesi cenderung hanya satu atau multipel dan
menjadi kronis, tersebar pada ekstremitas
disertai bilateral atau simetris.
hyperkeratosis, Predileksi di aspek ekstensor
hiperpigmentasi, ekstremitas bilateral atau
erosi, ekskoriasi, simetris
krusta dan skuama
3. Remaja dan Dewasa
Predileksi mirip fase
anak, dapat meluas ke
telapak tangan, jari,
pergelangan tangan,
bibir, leher bagian
anterior, kulit kepala,
putting susu. Lesi
bersifat kronis berupa
plak hiperpigmentasi,
hyperkeratosis,
likenifikasi, erosi dan
skuama.
Gambar

I. Tatalaksana

Pengobatan liken simpleks kronik bertujuan untuk mengurangi dan meminimalkan


gatal yang ada akibayt dari menggosok dan menggaruk.

a. Tatalaksana non medikamentosa


 Mengedukasi pasien agar tidak menggaruk lesi karena garukan akan
memperburuk penyakitnya
b. Tatalaksana medikamentosa
 Kortikosteroid topikal11
Kortikosteroid topikal merupakan obat topikal anti
inflamasi, anti alergi, anti pruritus, anti mitotic, dan vasokonstriksi.
Kortikosteroid topikal (KT) dibagi dalam 7 golongan, yaitu
golongan I (super poten), golongan II (potensi tinggi), golongan III
(potensi tinggi), golongan IV (potensi medium), golongan V
(potensi medium), golongan VI (potensi medium) dan golongan VII
(potensi lemah). Cara pengaplikasian KT pada umumnya digunakan
2-3x/hari sampai sembuh, namun harus dipertimbangkan adanya
gejala takifilaksis, yaitu menurunnya respons kulit terhadap
glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang. Lama
pemakaian KT sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk KT
potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk KT potensi kuat.
Efek samping terjadi jika penggunaan KT terlalu lama dan
berlebihan, dan penggunan KT potensi super poten atau potensi
tinggi atau penggunaan KT menggunakan teknik oklusi. Gejala efek
samping dari penggunaan KT adalah atrofi, striae atrofi,
telangiektasis, purpura, hipopigmentasi. Pencegahan dari efek
samping adalah dengan cara pengguaan KT per hari tidak melebihi
30 gram tanpa oklusi atau tidak lebih dari 12 jam dengan oklusi.
Pada pasien liken simpleks, dapat diberikan :
i. Clobetasol proprionate 0,05%
ii. Betamethasone diproprionate cream 0,05%
iii. Triamcinolone 0,1%, 0,5%, atau ointment
iv. Fluocinolone cream 0,1%
 Antihistamin12

Antihistamin (AH) merupakan antipruritus. Kerja dari AH


adalah sebagai kompetitif inhibitor terhadap reseptor jaringan,
sehingga mencegah kerja histamine pada organ sasaran. Anti
histamin digolongkan menjadi 2 kategori, yaitu AH 1 dan AH 2. AH
1 paling banyak digunakan dalam klinis. AH 1 bekerja sebagai
inverse agonists yang berikatan secara reversible dan menstabilkan
bentuk inaktif reseptor, sehingga menurunkan produksi sitokin
proinflamasi, ekspresi molekul adhesi, kemotaksis eosinophil dan
sel lainnya. AH 1 dibagi menjadi 2 golongan, yaitu AH 1 golongan
1 (AH 1 sedasi, AH 1 klasik) dan AH 1 golongan 2 (AH 1 nonsedasi,
AH 1 nonklasik). Perbedaannya adalah pada golongan 1 dapat
menembus sawar darah otak, sehingga akan menimbulkan efek
sedasi, sedangkan pada golongan 2 tidak dapat menembus sawar
darah otak, sehingga menimbulkan efek sedasi yang minimal
bahkan tidak ada. Contoh dari AH 1 golongan 1 adalah
Diphenyhydramine (golongan etanolamin) & Chlorpheniramine
(golongan alkilamin), sedangkan AH 1 golongan 2 adalah Cetirizine
(golongan piperazin), Loratadine (golongan piperidin). Pada pasien
ini, diberikan Cetirizine 1x10 mg/hari dengan pertimbangan AH 1
golongan 1 memiliki efek samping yang lebih berat, seperti pusing,
tinnitus, dan gangguan sistem pencernaan.

 Asam Salisilat12
Asam salisilat merupakan zat keratolitik yang paling tua
dalam pengobatan topikal. Efek dari asam salisilat adalah
mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi yang
terganggu. Pada konsentrasi rendah (1-2%) mempunyai efek
keratoplastik, yaitu menunjang pembentuksn keratin yang baru.
Pada konsentrasi tinggi (3-20%) bersifat keratolitik dan dipakai
untuk keadaan dermatosis yang hiperkeratotik. Pada konsentrasi
sangat tinggi (40%) dipakai untuk kelainan-kelainan dalam,
misalnya kalus dan veruka plantaris.

J. Prognosis
Prognosis bergantung pada penyebab pruritus dan status psikologik penderita.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito SA. Neurodermatitis Sirkumskripta. Menaldi SLSW (ed). Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin, 7 ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017: 184-185
2. Fitzpatrick T, Goldsmith L, Wolff K. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 7th
ed. New York: McGraw-Hill; 2012:160-162
3. Lynch P. Lichen simplex chronicus (atopic/neurodermatitis) of the anogenital region.
Dermatologic Therapy. 2004 Feb 04;17(1):8-19.
4. Juan CK, Chen HJ, Shen JL, Kao CH. Lichen Simplex Chronicus Associated With
Erectile Dysfunction: A Population-Based Retrospective Cohort Study. PLoS One. 2015
Jun 15;10(6):e0128869
5. Liao YH, Lin CC, Tsai PP, Shen WC, Sung FC, Kao CH. Increased risk of lichen
simplex chronicus in people with anxiety disorder: a nationwide population-based
retrospective cohort study. Br J Dermatol. 2014 Apr 17;8(4):890-4.
6. Chey WY, Kim KL, Yoo TY, Lee AY. Allergic contact dermatitis from hair dye and
development of lichen simplex chronicus. Contact Dermatitis. 2004 Jul 6; 51(1):5-8.
7. Georgieva F. The Skin Barrier in Patients with Lichen Simplex Chronicus. Symbiosis
Journal. 2016 May 07;3(3):1-4.
8. Jacoeb TNA. Psoriasis. Menaldi SLSW (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 7th ed
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017: 213-222.
9. Boediardja SA. Dermatitis atopik. Menaldi SLSW (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, 7th ed Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017: 167-183.
10. Rahmayunita G. Dermatitis numularis. Menaldi SLSW (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, 7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017: 185-187.
11. Hamzah M. Dermato-terapi. Menaldi SLSW (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 7th
ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. pp. 426-235.
12. Wisesa TW. Penggunaan antihistamin dalam bidang dermatologi. Menaldi SLSW
(ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2017: 411-416.

Anda mungkin juga menyukai