Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Neurodermatitis adalah peradangan kulit kronis, yang ditandai dengan kulit tebal dan
garis kulit tampak menonjol (likenifikasi) menyerupai batang kayu. Gejala neurodermatitis
timbul dikarenakan respon kutaneus terhadap garukan atau gosokan yang terus menerus
karena rangsangan pruritogenik. Penyebab utama dari neurodermatitis belum diketahui,
namun pada dasarnya gejala pruritus memilki peran sentral dalam timbulnya reaksi kulit
berupa likenifikasi. Pada hipotesis mengenai pruritus dikatakan, pruritus dapat terjadi
karena adanya penyakit yang mendasarinya, misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi
saluran empedu, limfoma Hodgkin, hipertiroid. Atau bisa karena penyakit kulit seperti
dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi, gigitan serangga, dan aspek psikologik dari
tekanan emosi. Neurodermatitis dikenal juga dengan nama liken simplek kronik. Keluhan
utamanya berupa gatal yang berulang dalam jangka waktu yang lama sehingga
menimbulkan gejala berupa kulit yang menebal dan garis kulit yang menonjol
(likenifikasi). Pada setiap individu, keluhan utama gatal yang lama bisa berbeda, semua
bergantung dari respon kulit yang menerima rangsangan pruritogenik, penyakit yang
mendasarinya dan emosinya. Variasi klinis dari neurodermatitis sering terjadi pada orang
dewasa. Contohnya pada pasien yang memiliki riwayat penyakit dermatitis atopik
memiliki onset lebih cepat untuk menjadi penyakit neurodermatitis dibandingkan dengan
pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit dermatitis atopik. Pada umumnya pasien
yang menderita neurodermatitis telah mengetahui penyakitnya sudah sejak lama, namun
kebanyakan dari mereka tidak mengetahui tentang penyakitnya yang dipengaruhi oleh
penyakit yang mendasar dan keadaan emosinya. Pembahasan mengenai neurodermatitis
dalam makalah ini dapat digunakan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat
mengenai apa itu neurodermatitis, bagaimana mendiagnosa neurodermatitis dan bagaimana
tatalaksana pengobatan neurodermatitis.

1
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan peulisan laporan ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan tentang definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,

diagnosis banding, dan penatalaksanaan neurodermatitis sirkumkripta.


2. Menganalisis diagnosis, etiologi dan penatalaksanaan pada kasus.

STATUS PASIEN

2
Masuk Poli Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Tanggal 1 April
2017.

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.DS

Umur : 60 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : DKT

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku : Bengkulu

Agama : Islam

Status : Menikah

II. ANAMNESA (Autoanamnesis)

1. Keluhan utama
Gatal dibagian kedua punggung kaki sejak 5 tahun yang lalu hilang timbul
Keluhan tambahan
Kulit terasa menebal sejak 1 bulan yang lalu.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasakan gatal dikedua punggung kaki sejak 5 tahun yang lalu. Sejak
1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, muncul kemerahan pada kulit
dibagian kedua punggung kaki dan disertai dengan kulit terasa tebal. Gatal dirasakan
semakin bertambah sehingga pasien seringkali tidak tahan dan akhirnya menggaruk-
garuk daerah yang gatal sehingga daerah yang gatal terkadang sampai berdarah.
Pasien merasakan daerah yang gatal lama-kelamaan menjadi terasa tebal dan
bersisik akibat pasien sering menggaruknya.
Pasien merasakan gatal bertambah apabila pasien banyak pikiran dan stres.
Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke puskesmas terdekat dengan keluhan
yang sama, pasien diberikan obat berupa salep yang dioleskan pada daerah yang
gatal, setelah menggunakan salep tersebut pasien mengaku keluhan membaik namun
setelah obat habis keluhan dapat muncul kembali.

3
Pasien menyangkal keluhan gatal menjadi semakin bertambah apabila pasien
sedang berkeringat ataupun bertambah berat apabila pasien menggunakan detergen
untuk mencuci.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


a. Riwayat Alergi : Disangkal
b. Riwayat Kencing manis : Disangkal
c. Riwayat Penyakit Asma : Disangkal
d. Riwayat Penyakit Hipertensi : Disangkal
e. Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal

4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


1. Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan serupa
2. Riwayat Alergi : Disangkal
3. Riwayat Kencing manis : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal
5. Riwayat Penyakit asma : Disangkal
6. Riwayat hipertensi : Disangkal

5. RIWAYAT SOSIAL& KEBIASAAN


Pasien seorang ibu rumah tangga yang memiliki empat orang anak yang sudah
menikah dan tinggal bersama satu orang anak dan cucunya serta pasien tinggal di
lingkungan padat penduduk berasama anak dan cucunya.

I. PEMERIKSAAN FISIK
Status Umum
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36oC
BB : 65 kg
TB : 150 cm

Status Generalis
Kepala : Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata.

4
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor.

Hidung : Discharge (-/-), tidak ada deviasi septum, nafas cuping


hidung (-)

Mulut/gigi : Bibir sianosis (-), lidah tidak kotor.

Telinga : Daun telinga simetris, serumen (+/+), discharge

(-/-)

Leher : Tidak ada pembesaran limfonodi

Kulit : Sianosis (-), turgor cukup

Pemeriksaan Thorax

Inspeksi : Dinding dada simetris, jejas (-) retraksi (-/-)


Palpasi : Vokal fremitus paru kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midklavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung
Kanan atas SIC II linea parasternal dextra

Kiri atas SIC II linea parasternal sinistra.

Kanan bawah SIC IV linea parasternal dextra

Kiri bawah SIC V linea mid clavicula sinistra

Auskultasi : S1 > S2, regular, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar, striae (-), distensi (-)

5
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), defans muskuler tidak ada

Perkusi : Tympani

Pemeriksaan ginjal

Inspeksi : Kelainan (-) di daerah costo vertebrae kanan dan kiri

Palpasi : Nyeri tekan (-/-), Ballotement (-/-)

Perkusi : Nyeri ketok costo vertebra (-/-)

Status Dermatologikus
Lokasi : Regio dorsum pedis dextra pars sinista

Inspeksi :Regio dorsum pedis dextra pars sinistra , tampak plak


hiperpigmentasi, soliter, bentuk oval, ukuran 4 x 6 cm,batas
tegas, ireguler, permukaan likenifikasi, bagian sentral tampak
eritema,sebagian erosi multipel, tepi permukaan ditutupi
skuama sedang selapis warna putih.

6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

RESUME
Pasien Ny. DS, usia 60 tahun datang dengan keluhan gatal dikedua punggung kaki sejak 5
tahun yang lalu hilang timbul. Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, muncul kemerahan
pada kulit dibagian kedua punggung kaki dan disertai dengan kulit terasa tebal. Gatal
seringkali membuat pasien menggaruk sampai berdarah dan merasa perih. Gatal semakin
bertambah bila pasien dalam keadaan stres. Selama ini pasien mengaku sudah diberi salep
dan keluhan terasa membaik. Pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan status dermatologis didapatkan regio dorsum pedis dextra pars sinistra , tampak
plak hiperpigmentasi, soliter, bentuk oval, ukuran 4 x 6 cm,batas tegas, ireguler, permukaan
likenifikasi, bagian sentral tampak eritema,sebagian erosi multipel, tepi permukaan ditutupi
skuama sedang selapis warna putih.

DIAGNOSA KERJA
Neurodermatitis Sirkumskripta (Liken simpleks kronikus)

DIAGNOSIS BANDING
1. Neurodermatitis Sirkumskripta

7
Predileksi: punggung, leher dan ekstremitas, terutama pergelangan tangan dan kaki
serta bokong
UKK: lesi yang khas berupa papula miliar, likenifikasi dan hiperpigmentasi, skuama
dan kadang-kadang eksoriasi
2. Liken Planus
Predileksi: permukaan fleksor pergelangan tangan, batang tubuh, kaki, glans penis,
medial paha, selaput lendir dan vagina.
UKK : lesi yang khas berupa papula kecil, datar, poligonal permukaan mengkilap,
warna keunguan, berangulasi dengan anyaman garis keabu-abuan (wickhams striae)
pada permukaannya. Di atasnya terdapat skuama halus.
3. Psoriasis
Predileksi: scalp. Tengkuk, interskapula, lumbosakral, bagian ekstensor lutut dan siku,
areola, mamaer, lipatan mamae, umbilicus, punggung kaki dekat pergelangan.
UKK: makula eritematosa yang merata berbatas tegas dengan skuama tebal diatasnya.
Skuama kasar berlapis-lapis, warna putih transparan, bentuk bulat atau lonjong,
ukuran bervariasi.

PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
1. Edukasi kepada pasien tentang penyakitnya
2. Mencegah garukan pada daerah yang gatal
3. Hindari stress psikologis
4. Istirahat yang cukup
5. Menjaga kebersihan kulit, dan menjaga kelembapan kulit agar kulit tidak kering.

b. Medikamentosa
Sistemik :
1. Antihistamin : Difenhidramin tab 25 mg No. XX
4 d.d. 1
2. Topikal : R/ Betamethason salp 0,1% No. I

u.e.

8
PROGNOSIS
Ad vitam :Dubia ad bonam
Ad fungtionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

9
II. TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Liken simpleks kronikus adalah Penebalan kulit dengan skala variable yang
timbul sekunder karena garukan atau gosokan berulang-ulang. Peradangan kulit
kronis, gatal, sirkumskrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih
menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan
yang berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik (Djuanda Adhi, 2008;
Susan Burgim, 2008; Odom RB, 2000).
Liken simpleks kronikus atau Neurodermatitis sirkumskripta merupakan proses
yang sekunder ketika seseorang mengalami sensasi gatal pada daerah kulit yang
spesifik dengan atau tanpa kelainan kulit yang mendasar yang dapat mengakibatkan
trauma mekanis pada kulit yang berakhir dengan likenifikasi. Penyakit ini biasanya
timbul pada pasien dengan kepribadian yang obsessif, dimana selalu ingin menggaruk
bagian tertentu dari tubuhnya (Holden, 2004; Soter NA, 2003; Champion, 1992).

II. SINONIM
Nama lain dari liken simpleks kronikus adalah neurodermatitis sirkumskripta, istilah
yang pertama kali dipakai oleh Vidal, oleh karena itu disebut pula liken (Djuanda
Adhi, 2008).

III. EPIDEMIOLOGI
Semua kelompok umur mulai dari anak-anak sampai dewasa dapat terkena penyakit
ini. Kelompok usia dewasa 30 50 tahun paling sering mengalami keluhan
neurodermatitis. Secara umum neurodermatitis dapat terjadi pada laki-laki dan wanita,
tetapi lebih sering dilaporkan terjadi pada wanita pada umur pertengahan Individu.
Neurodermatitis jarang terjadi pada anak-anak, karena neurodermatitis merupakan
penyakit yang bersifat kronis dan dipengaruhi oleh keadaan emosi dan penyakit yang
mendasarinya. Dilihat dari ras dan suku bangsa, Asia terutama ras mongoloid lebih
sering terkena penyakit ini kemungkinan karena faktor protein yang dikonsumsinya
berbeda dengan ras dan suku bangsa lainnya (Sularsito, 2005; Koenig 2012)

IV. ETIOLOGI
Penyebab liken simpleks kronikus belum diketahui secara pasti. Namun ada berbagai
faktor yang mendorong terjadinya rasa gatal pada penyakit ini, faktor penyebab dari
liken simpleks kronikus dapat dibagi menjadi dua yaitu: a. Faktor Eksterna
1) Lingkungan

10
Faktor lingkungan seperti panas dan udara yang kering dapat berimplikasi
dalam menyebabkan iritasi yang dapat menginduksi gatal. Suhu yang tinggi
memudahkan seseorang berkertingat sehingga dapat mencetuskan gatal, hal ini
biasanya menyebabkan liken simpleks kronikus pada anogenital.
2) Gigitan serangga
Gigitan serangga dapat menyebabkan reaksi radang dalam tubuh yang
mengakibatkan rasa gatal (soter NA, 2003)

b. Faktor Interna

1) Dermatitis atopic
Asosiasi antara liken simpleks kronikus dan ganguan atopic telah banyak
dilaporkan, sekitar 26 % sampai 75 % pasien dengan dermatitis atopic terkena
liken simplek kronikus.
2) Psikologis

V. PATOFISIOLOGI
Kecemasan telah dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi yang
mengakibatkan liken simpleks kronikus. Kecemasan sebagai bagian dari proses
patologis dari lesi yang berkembang. Telah dirumuskan bahwa neurotransmitter yang
mempengaruhi perasaan, seperti dopamine, serotonin, atau peptide opioid,
memodulasikan persepsi gatal melalui penurunan jalur spinal (Soter NA, 2003).
Stimulus untuk perkembangan liken simpleks kronikus adalah pruritus. Pruritus
sebagai dasar dari gangguan kesehatan dapat berhubungan dengan gangguan kulit,
proliferasi dari nervus dan tekanan emosional. Pruritus yang memegang peranan
penting dapat dibagi dalam dua kategori besar, yaitu pruritus tanpa lesi dan pruritus
dengan lesi. Pasien dengan liken simpleks kronikus mempunyai gangguan metabolik
atau gangguan hematologik. Pruritus tanpa kelainan kulit dapat ditemukan pada
penyakit sistemik, misalnya gagal ginjal kronik, obstruksi kelenjar biliaris, hodgkins
lymphoma, polisitemia rubra vera, hipertiroidisme, gluten-sensitive enteropathy dan
infeksi imunodefisiensi. Pruritus yang disebabkan oleh kelainan kulit yang terpenting
adalah dermatitis atopik, dermatitis kontak alergi dan gigitan serangga (Soter NA,
2003).
Pada pasien yang memiliki faktor predisposisi, garukan kronis dapat
menimbulkan penebalan dan likenifikasi. Jika tidak diketahui penyebab yang nyata
dari garukan maka disebut liken simpleks kronikus. Adanya garukan yang terus

11
menerus diduga karena adanya pelepasan mediator dan aktivitas enzim proteolitik.
Walaupun sejumlah peneliti melaporkan bahwa garukan dan gosokan timbul karena
respon dari adanya stress. Adanya sejumlah saraf mengandung immunoreaktif CGRP
(calcitonin gene-related peptide) dan SP (substance P) meningkat pada dermis. Hal
ini ditemukan pada prurigo nodularis, tetapi tidak pada liken simpleks kronikus. SP
dan CGRP melepaskan histamine dan sel mast yang selanjutnya akan memicu
pruritus. Ekspresi faktor pertumbuhan saraf p75 pada membran sel Schwan dan sel
perineurum meningkat, mungkin ini menghasilkan hiperplasi neural (Djuanda Adhi,
2008; Soter NA, 2003).
Liken simpleks kronikus ditemukan pada kulit di daerah yang mudah diakses
untuk digaruk. Pruritus memprovokasi garukan dan gosokan yang menghasilkan lesi
klinis, tetapi patofosiologi yang mendasar tidak diketahui. Beberapa jenis kulit lebih
rentan terhadap likenifikasi, seperti kulit yang cenderung menuju kondisi eczema
(yaitu, dermatitis atopik). Suatu hubungan antara kemungkinan jaringan saraf pusat
dan perifer dan produk sel inflamasi dalam persiapan gatal di liken simpleks kronikus.
Ketegangan emosional pada penderita cenderung mungkin memainkan peran kunci
dalam mendorong sensasi pruritus, mengarahkan untuk menggaruk yang dapat
menjadi reflex dan kebiasaan. Interaksi di antara lesi primer, faktor psikis, dan
intensitas pruritus mempengaruhi tingkat dan keparahan dari liken simpleks kronikus
(Odom RB, 2000; Hunter John, 2004).

VI. GEJALA KLINIS


Keluhan utama ialah gatal berulang. Pasien akan mengeluh gatal yang hilang
timbul terutama saat sore hari. Rasa gatal memang tidak terus menerus, biasanya pada
waktu tidak sibuk, bila muncul sulit ditahan untuk tidak digaruk. Penderita merasa
enak bila digaruk; setelah luka, baru hilang rasa gatalnya untuk sementara (karena
diganti dengan rasa nyeri). Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak
eritematosa, sedikit edema, lambat laun edema dan eritema menghilang, bagian
tengah berskuama dan menebal, likenifikasi dan ekskoriasi; sekitarnya
hiperpigmentasi, batas dengan kulit normal tidak jelas. Gambaran klinis dipengaruhi
juga oleh lokasi dan lamanya lesi akibat digaruk. Letak lesi dapat timbul dimana saja,
tetapi yang biasa ditemukan adalah di scalp, tengkuk, samping leher, lengan bagian
ekstensor, pubis, vulva, skrotum, perianal, paha bagian medial, lutut, tungkai bawah

12
lateral, pergelangan kaki bagian depan, dan punggung kaki (Sularsito, 2005; Siregar,
2013).
Gatal juga dapat bertambah pada saat pasien mengalami stress psikologis.
Pada pasien muda, keluhan gatal umumnya kurang dirasakan karena tidak begitu
mengganggu aktivitasnya, akan tetapi keluhan gatalnya sangat dirasakan seiring
bertambahnya usia dan faktor pemicu stressnya. Kelainan kulit yang terjadi bisa
berupa eritem, edema, papul, likenifikasi (bagian yang menebal), kering, berskuama
atau hiperpigmentasi. Ukuran lesi bervariasi, berbatas tidak tegas dan bentuk
umumnya tidak beraturan. Lesi pada setiap individu pasien berbeda. Tidak ada
penjelasan yang tegas mengenai berapa lama lesi pada neurodermatitis terbentuk
(Siregar, 2013). Lesi tergantung dari sering dan lamanya pasien mengalami keluhan
gatal dan menggaruknya. Dari pemeriksaan efloresensi, lesi tampak likenifikasi
berupa penebalan kulit dengan garis-garis kulit yang semakin terlihat, terlihat plak
dengan ekskoriasi serta sedikit eritematosa (memerah) dan edema. Pada lesi yang
sudah lama, lesi akan tampak berskuama pada bagian tengahnya, terjadi
hiperpigmentasi (warna kulit yang digaruk berubah menjadi kehitaman) pada bagian
lesi yang gatal, bagian eritema dan edema akan menghilang, dan batas lesi dengan
bagian kulit normal semakin tidak jelas (Siregar, 2013).

Letak lesi bisa timbul dimana saja, tetapi yang biasa ditemukan adalah di
scalp, tengkuk, samping leher, lengan bagian ekstensor, pubis, vulva, skrotum,

13
perianal, paha bagian medial, lutut, tungkai bawah lateral, pergelangan kaki bagian
depan, dan punggung kaki. Neurodermatitis di daerah tengkuk (lichen nuchae)
umumnya hanya pada wanita, berupa plak kecil di tengah tengkuk atau dapat meluas
hingga ke scalp. Biasanya skuamanya banyak menyerupai psoriasis (Hogan, 2011).

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah:
a. Tes Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium tidak ada tes yang spesifik untuk neurodermatitis
sirkumskripta. Tetapi walaupun begitu, satu studi mengemukakan bahwa 25
pasien dengan neurodermatitis sirkumskripta positif terhadap patch test. Pada
dermatitis atopik dan mikosis fungiodes bisa terjadi likenefikasi generalisata oleh
sebab itu merupakan indikasi untuk melakukan patch test. Pada pasien dengan
pruritus generalisata yang kronik yang diduga disebabkan oleh gangguan
metabolik dan gangguan hematologi, maka pemeriksaan hitung darah harus
dilakukan, juga dilakukan tes fungsi ginjal dan hati, tes fungsi tiroid,
elechtroporesis serum, tes zat besi serum, tes kemampuan pengikatan zat besi
(iron binding capacity), dan foto dada. Kadar immunoglobulin E dapat meningkat
pada neurodermatitis yang atopik, tetapi normal pada neurodermatitis nonatopik.
Bisa juga dilakukan pemeriksaan potassium hydroksida pada pasien liken
simpleks genital untuk mengeleminasi tinea cruris (Wolff Klauss, A Lowell. et.all.,
2008).
b. Pemeriksaan histopatologi untuk menegakkan diagnosis neurodermatitis
sirkumskripta adalah menunjukkan proliferasi dari sel schwann dimana dapat
membuat infiltrasi selular yang cukup besar. Juga ditemukan neural hyperplasia.
Didapatkan adanya hiperkeratosis dengan area yang parakeratosis, akantosis
dengan pemanjangan rete ridges yang irregular, hipergranulosis dan perluasan dari
papillo dermis. Spongiosis bisa ditemukan, tetapi vesikulasi tidak ditemukan.
Papilomatosis kadang-kadang ditemukan. Ekskoriasi, dimana ditemukan garis
ulserasi punctata karena adanya jaringan nekrotik papila dermis superfisial. Fibrin
dan neutrofil bisa ditemukan, walaupun keduanya biasanya ditemukan pada
penyakit dermatosis yang lain. Pada papillary dermis ditemukan peningkatan
jumlah fibroblas. Pada lesi yang sudah sangat kronis, khususnya pada likenifikasi
yang gigantik besar, akantosis dan hiperkeratosis dapat dilihat secara gross,danrete

14
ridges tampak ireguler namun tetap memanjang dan melebar (Wolff Klauss, A
Lowell. et.all., 2008).

VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis untuk liken simpleks kronis dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pasien dengan neurodermatitis
sirkumskripta mengeluh merasa gatal pada satu daerah atau lebih. Sehingga timbul
plak yang tebal karena mengalami proses likenifikasi. Biasanya rasa gatal tersebut
muncul pada tengkuk, leher, ekstensor kaki, siku, lutut, pergelangan kaki. Eritema
biasanya muncul pada awal lesi. Rasa gatal muncul pada saat pasien sedang
beristirahat dan hilang saat melakukan aktivitas dan biasanya gatal timbul intermiten
(Wolff Klauss, A Lowell. et.all., 2008).
Pemeriksaan fisis menunjukkan plak yang eritematous, berbatas tegas, dan
terjadi likenifikasi. Terjadi perubahan pigmentasi, yaitu hiperpigmentasi (Wolff
Klauss, A Lowell. et.all., 2008).
Pada pemeriksaan penunjang histopatologi didapatkan adanya hiperkeratosis
dengan area yang parakeratosis, akantosis dengan pemanjangan rate ridges yang
irregular, hipergranulosis dan perluasan dari papil dermis (Djuanda Adhi, 2008).

IX. DIAGNOSIS BANDING


Kasus-kasus primer yang umumnya menyebabkan likenifikasi adalah :

a. Psoriasis
Psoriasis merupakan gangguan peradangan kulit yang kronik, dengan karakteristik
plak eritematous, berbatas tegas, berwarna putih keperakan,skuama yang kasar,
berlapis-lapis, transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.
Lokasi terbanyak ditemukan didaerah ekstensor. Penyebabnya belum diketahui
secara pasti, tetapi beberapa hipotesa telah mendapatkan bahwa penyakit ini
bersifat autoimun dan residif (Wolff Klauss, A Lowell. et.all., 2008; Siregar,
2004).

b. Liken Planus
Lesi yang pruritis, erupsi popular yang dikarakteritikkan dengan warna kemerahan
berbentuk polygonal, dan kadang berbatas tegas. Sering ditemukan pada
permukaan fleksor dari ekstremitas, genitalia dan membrane mukus. Mirip dengan
reaksi mediasi imunologis. Liken planus ditandai dengan papul-papul yang
mempunyai warna dan konfigurasi yang khas. Papul-papul berwarna merah biru,
berskuama, dan berbentuk siku-siku. Gambaran histopatologi: papul menunjukkan

15
penebalan lapisan granuloma, degenrasi mencair membrane basal dan sel basal.
Dapat pula ditemukan infiltrate seperti pita yang terdiri dari limfosit dan histiosit
pada lapisan dermis bagian atas (Djuanda Adhi, 2008; Susan Burgin, 2008).

X. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari neurodermatitis sirkumskripta secara primer adalah untuk
mengurangi pruritus dan meminimalkan lesi yang ada dan menghindarkan pasien dari
kebiasaan menggaruk dan menggosok secara terus-menerus. Ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara, seperti memotong kuku pasien, memberikan antipruritus,
glukokortikoid topikal atau intralesional, atau produk-produk tar, konsultasi psikiatrik,
dan mengobati pasien dengan cryoterapi, cyproheptadine, atau capsaicin (Wolff
Klauss, 2009).

a. Steroid topical (Richards, 2010)


Pengobatan pilihan karena dapat mengurangi peradangan dan gatal serta perlahan-
lahan menghaluskan hiperkeratosisnya. Karena lesinya kronik, Pentalaksanaannya
biasanya lama. Pada lesi yang besar dan aktif, steroid potensi sedang dapat
digunakan untuk mengobati inflamasi akut. Tidak direkomendasikan untuk kulit
yang tipis (vulva, skrotum, axilla dan wajah). Steroid potensi kuat digunakan
selama 3 minggu pada area kulit yang lebih tebal.
1. Clobetasol
Topical steroid super poten kelas 1: untuk menekan mitosis dan menambah
sintesis protein yang mengurangi peradangan dan menyebabakan
vasokonstriksi.
2. Betamethasone dipropionate cream 0,05%.
Untuk peradangan kulit yang berespon baik terhadap steroid. Bekerja
mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear
dan memeperbaiki permeabilitas kapiler.
3. Triamcinolone 0,025 %, 0.1%, 0.5 %
Untuk peradangan kulit yang berespon baik terhadap steroid. Bekerja
mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear
dan memeperbaiki permeabilitas kapiler.
4. Fluocinolone cream 0.1 % atau 0.05%
Topikal kortikosteroid potensi tinggi yang menghambat proliferasi sel.
Mempuyai sifat imonusupresif dan sifat anti peradangan.

b. Obat oral anti anxietas, sedasi dan antidepresi

16
Obat oral dan anti anxietas dapat dipertimbangkan pada beberapa pasien. Menurut
kebuthan individual, penatalaksanaan dapat dijadwalkan setiap hari, pada ssat
pasien tidur, atau keduanya. Antihistamin seperti dipenhydramine dan hidroxyzine
biasa digunakan. Doxepin dan clonazepam dapat dipertimbangkan pada beberapa
kasus. Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik Amitriptilin bekerja dengan
menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak. Amitriptilin
mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga lebih resposif terhadap
depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa ini juga mempunyai aktivitas
sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat. Obat ini penggunanaya untuk
memperbaiki kualitas tidur. Pada pemberian oral, Amitriptilin diaborpsi dengan
baik, kurang lebih 90% berkaitan dengan protein plasma dan tersebar luas dalam
jaringan dan susunan saraf pusat. Metabolisme di hati berlngsung lambat dan
waktu paruh 10,3-25,3 jam, kemudian diekskresi bersama urin (Stewarts, 2010)
c. Agen anti pruritus
Obat oral dapat mengurangi gatal dengan memblokir efek pelepasan histamin
secara endogen. Gatal berkurang, pasien merasa tenang atau sedatif dan
merangsang untuk tidur. Obat topikal menstabilisasi membrane neuron dan
mencegah inisiasi dan transmisi implus saraf sehingga memberi aksi anestesi
lokal.
1. Dipenhidramin
Untuk meringankan gejala pruritus yang disebabkan oleh pelepasan histamin.
2. Cholorpheniramine
Bekerja sama dengan histamin atau permukaan reseptor H1 pada sel efektor di
pembuluh darah dan traktus respiratori.
3. Hidroxyzine
Reseptor H1 antagonis diperifer. Dapat menekan aktifitas histamin diregion
subkortikal sistem saraf pusat.
4. Klonazepam
Untuk anxietas yang disertai pruritus. Berikatan dengan reseptor- reseptor di
SSP, termasuk sistem limbik dan pembentukan retikular. Efeknya bisa
dimediasi melalui reseptor GABA.
d. Agen imunosupresor
Tacrolimus, Mekanisme kerjanya pada liken simpleks kronik tidak diketahui.
Dapat mengurangi gatal dan peradangan dengan menekan pelepasan sitokin dari

17
sel T. juga menghambat transkripsi gen yang mengkode IL-3, IL-4, IL5, GM-CSF,
dan TNF- alfa, yang semuanya terlibat dalam aktivasi sel T derajat dini. Juga
dapat menghambat pelepasan mediator sel mast dan basofil kulit dan mengurangi
regulasi ekspresi FCeRI pada sel langerhans. Obat dari kelas ini lebih mahal dari
kortikosteroid topikal. Terdapat dalam bentuk ointment dalam konsentrasi 0.03%
dan 0.1%. indikasi apabila pilihan terapi yang lain tidak berhasil.
e. Immunodilator
Berasal dari ascomycin, suatu bahan alami yang diproduksi oleh jamur
streptomyces hygroscopicus var asmyeticus, bekerja menghambat produksi dan
pelepasan sitokin inflamasi dari sel T teraktivasi secara selektif dan berikatan
dengan reseptor imunofilin sitosolik makrofilin 12 (cytosolic immunophili
receptor macrophilin-12). Menghambat kompleks yang menghambat kalsineurin
fofatase, yang kemudian memblokir aktivasi sel T dan pelepasan sitokin. Atropi
kutaneus tidak didapati pada percobaan klinis yang merupakan kelebihan terhadap
kortikosteroid topical. Indikasi apabila pilihan terapi yang lain tidak berhasil
(Wolff Klauss, 2009)

XI. PROGNOSIS
Prognosis untuk penyakit liken simpleks kronis adalah :
a. Pengobatan untuk pencegahan pada stadium-stadium awal dapat membantu
untuk mengurangi proses likenifikasi.
b. Rasa gatal dapat diatasi, likenifikasi yang ringan dan perubahan pigmentasi
dapat diatasi setelah dilakukan pengobatan.
c. Relaps dapat terjadi, apabila dalam masa stress atau tekanan emosional yang
meningkat.
Pengobatan yang teratur dapat meringankan kondisi pasien. Penyebab utama
dari gatal dapat hilang, atau dapat muncul kembali. Pencegahan pada tahap
awal dapat menghambat proses penyakit ini (Pedoman diagnosis, 2007).

18
III. PEMBAHASAN

A. Masalah
1. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada pasien diatas?
2.Apakah diagnosa banding pada kasus diatas sudah tepat?
3.Apakah tatalaksana pada kasus diatas sudah tepat?

B. Analisis Kasus
1. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada pasien diatas?
Diagnosis neurodermatitis didapatkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
terhadap status dermatologis pasien, yaitu didapatkan hasil pasien mengeluh gatal di
kedua punggung kaki sejak 5 tahun yang lalu, dan keluhan yang dirasakan pasien
bersifat kambuh-kambuhan. Keluhan gatal tersebut muncul ketika pasien sedang
banyak pikiran atau stres. Keluhan gatal tersebut tidak bertambah berat apabila pasien
dalam keadaan berkeringat ataupun pasien kontak langsung dengan deterjen untuk
mencuci. Dari pemeriksaan status dermatologikus, didapatkan penebalan pada kulit
didaerah yang gatal akibat sering digaruk oleh pasien.

Hasil anamnesis pada pasien ini sesuai dengan Adhi Juanda pada Ilmu Penyakit Kulit
FKUI bahwa :

1. Penderita mengeluh gatal sekali, rasa gatal memang tidak terus menerus, biasanya pada
waktu tidak sibuk, bila muncul sulit ditahan untuk tidak digaruk.
2. Keluhan timbul dipengaruhi oleh aspek psikologis atau tekanan emosi.
Dari pemeriksaan status dermatologis ini sesuai dengan Adhi Juanda pada Ilmu Penyakit
Kulit FKUI:

1. Lesi dapat muncul pada 1 daerah atau lebih


2. Lesi biasanya tunggal, pada awalnya berupa plak eritematosa, sedikit edematosa, lambat
laun edema dan eritema menghilang, bagian tengah berskuama dan menebal, likenifikasi
dan ekskoriasi, bagian disekitarnya hiperpigmentasi, batas dengan kulit tegas.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan obat yaitu antihistamin yaitu loratadine 10 mg 1x1
tab, antidepresi yaitu amitriptylin tab 1x1 (malam) dan diberikan obat topical yaitu
betamethasone cream. Sesuai dengan Adhi Juanda, Wolff Klauss, A Lowell et.all, bahwa

19
penatalaksanaan pada penyakit ini adalah tujuannya untuk mengurangi pruritus dan
meminimalkan lesinya dengan menggunakan obat-obatan yaitu :

a. Antihistamin Reseptor H1 yaitu contohnya cholorpheniramine.


b. Antidepresi yang mempunyai aktivitas sedative (contoh: Amitriptylin)
c. Obat topikal menstabilisasi membrane neuron dan mencegah inisiasi dan transmisi
implus saraf sehingga memberi aksi anestesi lokal.
Prognosis untuk penyakit liken simpleks kronis adalah pengobatan untuk pencegahan pada
stadium-stadium awal dapat membantu untuk mengurangi proses likenifikasi, rasa gatal dapat
diatasi, likenifikasi yang ringan dan perubahan pigmentasi dapat diatasi setelah dilakukan
pengobatan. Relaps dapat terjadi, apabila dalam masa stress atau tekanan emosional yang
meningkat.

2.Apakah diagnosa banding pada kasus diatas sudah tepat?

Liken planus dimulai dengan adanya makula eritem dan papul merah kebiruan papul-
papul berwarna merah kebiruan poliglonal,berskuama, dan berbentuk siku-siku.
Lokasinya di ekstremitas bagian fleksor, selapu lendir dan alat kelamin. Distribusi
rata-rata pada umur 30-60 tahun. Keluhan utama biasanya gatal, umumnya setelah
satu atau beberapa minggu sejak kelainan pertama timbul diikuti oleh penyebaran lesi.
Gatal umunya membaik pada waktu 1-2 tahun. Tempat predileksi kelainan pertama
adalah ekstremitas, dapat di ekstremitas bawah, tetapi yang lebih sering dibagian
fleksor pergelangan tangan atau lengan bawah, distribusinya simetrik. Terdapat
fenomena kobner (isomorfik). Kelainan yang khas berupa papul poliglonal, datar dan
berkilat, kadang-kadang ada cekungan di sentral.

Psoriasis merupakan gangguan peradangan kulit yang kronik, dengan karakteristik


plak eritematous, berbatas tegas, berwarna putih keperakan,skuama yang kasar,
berlapis-lapis, transparan, disertai fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner.
Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa hipotesa telah
mendapatkan bahwa penyakit ini bersifat autoimun, dan residif. Faktor pencetus dapat
berupa stres psikis, infeksi lokal dan trauma. Pencetus utama berupa stres yang sama
dengan dermatitis neurodermatitis sirkrumskripta. Gejalanya berupa keluhan gatal
ringan. Tempat pridileksi pada skalp, perbatasan daeran tersebut dengan wajah,
ekstremitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut dan daerah lumbosakral.

3. Apakah tatalaksana pada kasus diatas sudah tepat?

20
Penatalaksanaan dari neurodermatitis sirkumskripta secara primer adalah untuk
mengurangi pruritus dan meminimalkan lesi yang ada dan menghindarkan pasien dari
kebiasaan menggaruk dan menggosok secara terus-menerus. Pada kasus ini telah
diberi terapi dipenhidramin dimana itu merupakan obat oral dapat mengurangi gatal
dengan memblokir efek pelepasan histamin secara endogen. Gatal berkurang, pasien
merasa tenang atau sedatif dan merangsang untuk tidur. Obat topikal menstabilisasi
membrane neuron dan mencegah inisiasi dan transmisi implus saraf sehingga
memberi aksi anestesi lokal. Dan betamethason yang merupakan kortikosteroid
topikal untuk peradangan kulit yang berespon baik terhadap steroid. Bekerja
mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan
memeperbaiki permeabilitas kapiler.

DAFTAR PUSTAKA

21
1. Champion RH, Burton JL, Ebling FJG. Textbook of Dermatology. 5th ed. London :
Blackwell Scientific Publications ; 1992. p. 578-580

2. Djuanda Adhi. 2008. Neurodermatitis Sirkumskripta. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi kelima. Jakarta: FKUI. h. 147-148.

3. Hogan D J, Mason S H. 2011. Lichen Simplex Chronicus. Diakses dari


www.emedicine.com 24 September 2013.

4. Holden AC,Berth-jones J. in : Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C,


Editors.Rooks textbook of dermatology ; Eczema, prurigo, lichenification, and
erithroderma.7th.Italy : Blackwell scienc:2004.P. 1741-1743

5. Hunter John, John Savin, Marck Dahl editors. 2002. Clinical Dermatology: eczema
and dermatitis. 3rd edition Blackwell publishing: p. 70.

6. Koenig TW, Jones SG, Rencie A,Tausk FA.Noncutaneous manifestations of


skin.In:Freedberg IM,Eisen AZ,Wolff K,Austen KF, Goldsmith LA, KATZ
SC,editors.Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 8thed. New York : Mc
Graw Hill 2012.p.158-162

7. Odom RB, James WD, Berger TG. 2000. Atopic dermatitis, eczema, andnoninfectious
immunodeficiency disorders. Dalam: Andrews Diseasesof The Skin: Clinical
Dermatology. 9th ed. Philadelphia: WBSaunders. h. 69-94

8. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar
tahun 2007.

9. Richards R N. 2010. Update on intralesional steroid: focus on dermatoses. J Cutan


Med Surg Jan-Feb; 14(1).

10. Siregar. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi Dua. Jakarta: EGC. 26.

11. Soter Na. 2003. Numular Eczema and Lichen Simpleks Chronicus/Prurigo Nodularis.
Dalam: Freedberg IM, Eizen AZ,Wollf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, eds.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York : Mc. Graw Hill: p.
160-162.

12. Stewart KM. 2010. Clinical care of vulvar pruritus, with emphasis on onecommon
cause, lichen simplex chronicus. Dermat ol Clin Oct; 28(4): 669-80.

13. Sularsito SA, Djuanda S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin .5th.ed. Penerbit FKUI,
Jakarta 2005. p. 129-153.

14. Susan Burgin, MD. 2008. Numular Eczema and Lichen Simplex Chronic/Prurigo
Nodularis. Dalam: Fitzpatrick TB, Eizen AZ, Woff K,Freedberg IM, Auten KF,
penyunting: Dermatology in generalmedicine, 7th ed, New York: Mc Graw Hill: p.
158-162.

22
15. Wolff Klauss, A Lowell. et.all. 2008. Lichen Simplex Chronicus and Prurigo
Nodularis. Dalam: Fitzpatricks Dermatologyin General Medicine7th Edition volumes
1 & 2. New York: Mc Graw Hill Medical: p. 198-200.

16. Wolff Klauss. 2009. Lichen Simplex Chronicus. Dalam: Fitzpatricks Color Atlas &
Synopsis of Clinical Dermatology 6th Edition. New York: McGraw Hill Medical: p.
42-43.

23

Anda mungkin juga menyukai