Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

TINEA UNGUIUM

Pembimbing :
dr. Irma Yasmin. Sp.KK

Oleh:
Teguh Yudha Adiguna
112170069

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2017
1

I. IDENTITAS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. I
Usia : 64 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Semarang
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Masuk RS : 07-04-2015

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 7 April 2017 pukul
10.00 WIB
A. Keluhan utama : Kuku ibu jari kaki kiri berubah warna
menjadi suram dan rapuh disertai bau yang tidak sedap

B. Riwayat Penyakit Sekarang :


Penderita datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Tugurejo tanggal
7 April 2017. Pasien datang dengan keluhan utama kuku ibu jari kaki kiri
berubah warna menjadi suram dan rapuh disertai bau yang tidak sedap.
Keluhan ini mulai muncul kurang lebih empat bulan yang lalu. Pasien tidak
mengeluh gatal. Perubahan warna pada kuku dimulai dari ujung kuku
kemudian meluas ke pangkal kuku. Riwayat bengkak di jari disangkal,
keluhan gatal, nyeri, merah, mengelupas pada telapak tangan dan kaki
disangkal. Riwayat kelainan kulit pada daerah kulit anggota tubuh lainnya
juga disangkal.
Riwayat Pengobatan : Keluhan penderita belum pernah diobati
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa : Warna kuku menjadi coklat-kehitaman disertai rasa
gatal sebelumnya disangkal.
Penyakt jamur : Pada Tangan dan kaki pasien sejak 3 tahun yang
lalu
Alergi : Disangkal
2

Asma : Disangkal
Diabetes Melitus : Disangkal
Jantung : Disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa : Disangkal
Alergi : Disangkal
Asma : Disangkal
Diabetes mellitus : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Jantung : Disangkal
E. Riwayat Pribadi dan Sosial
Penderita tinggal dengan 4 orang anggota keluarga dalam 1 rumah.
Anggota keluarga yang sakit serupa di sangkal.
Pemakaian handuk atau pakaian secara bersamaan (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 7 April 2017 pukul 10.00 WIB
STATUS GENERALIS
a. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
b. Kesadaran : Komposmentis
GCS : 15 (E4, V5, M6)
c. Vital Sign : TD : 130/80 mmHg
N : 120 x/m, irama reguler, isi cukup
R : 24 x/m
S :-
d. Status gizi : Kesan gizi cukup
e. Kulit
Warna : Sawo matang
Sianosis : Tidak ada
Petekie : Tidak ada
3

f. Kepala : Bentuk normocepal, rambut warna hitam dan putih, tidak


terlalu lebat, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
g. Mata : CA -/-, SI -/-, isokor 3mm/3mm
h. Telinga : Bentuk normal, simetris, inflamasi (-), sekret minimal.
i. Hidung : Simetris, deviasi (-), sekret (-)
j. Mulut : Bentuk normal, mukosa tidak hiperemis
k. Lidah : Tidak pucat, tidak kotor, warna merah muda
l. Tonsil : Tidak ada pembesaran
m. Faring : Tidak hiperemis
n. Leher : Tidak ada pembesaran KGB
o. Thorak
Paru-paru : Inspeksi : Bentuk : Simetris
Retraksi : Tidak ada
Gerakan napas : Simetris
Palpasi : Ekspansi napas : Simetris
Fremitus taktil : simetris
Perkusi : Sonor disemua lapang paru
Batas paru-hepar : ICS 5 linea
midclavicula dextra
Peranjakan hepar : ICS 6 linea
midclavicula dextra
Auskultasi : Vesikuler kanan = kiri, Rh -/-, Wh -/-

Jantung : Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS 5 linea midclavicula


sinistra
Palpasi : Nyeri tekan (-), Thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS 4 linea midclavicula
dextra
Batas jantung kiri : ICS 5 linea midclavicula
sinistra
Batas pinggang jantung :
ICS 3 linea parasternalis sinistra
4

Auskultasi: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

p. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Datar
Umbilicus : Ditengah, inflamasi (-)
Massa (-),
Auskultasi : Bising usus (+) 11x/m
Perkusi : Timpani seluruh lapang perut
Hepar: 1 jari bawah arcus costa
Lien : tidak ada pembesaran
Palpasi : Nyeri tekan (-), distensi (-), masa tidak teraba,
Hepar : teraba 1 jari bac,
Lien : tidak ada pembesaran,
Ginjal : tidak teraba.
q. Ekstremitas
Akral : hangat
CRT : <2 dtk
Sianosis : tidak ada
Edema : (-/-)

STATUS VENEROLOGI : Tidak dilakukan


STATUS DERMATOLOGI
5

Inspeksi :
a. Lokasi : Kuku ibu jari kaki kiri
b. UKK : Tampak suram, menebal, permukaan kuku tidak rata,
ujung
kuku rapuh dan lempeng kuku tampak terangkat dari
dasar (onikolisis). Kulit disekitar kuku tampak normal.

IV. RESUME
ANAMNESIS
Seorang perempuan berusia 64 tahun, suku Jawa, warga Negara Indonesia,
datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Tugurejo tanggal 7 April 2017.
Pasien datang dengan keluhan utama kuku jari kaki berubah warna menjadi
suram dan rapuh disertai bau yang tidak sedap. Keluhan ini mulai muncul
kurang lebih empat bulan yang lalu. Pasien tidak mengeluh gatal. Perubahan
warna pada kuku dimulai dari ujung kuku kemudian meluas ke pangkal kuku.
Riwayat bengkak di jari disangkal, keluhan gatal, nyeri, merah, mengelupas
pada telapak tangan dan kaki disangkal. Riwayat kelainan kulit pada daerah
kulit anggota tubuh lainnya juga disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan serupa : Warna kuku menjadi coklat-kehitaman disertai rasa
gatal sebelumnya disangkal.
6

Penyakt jamur : Pada Tangan dan kaki pasien sejak 3 tahun yang
lalu

V. DIAGNOSIS BANDING
Tinea unguinum
Kuku psoriasis
Liken planus
VI. USULAN PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 20%
VII. DIAGNOSIS KERJA
Tinea unguinum

VIII. PENATALAKSANAAN
Sistemik

Terbinafine 1x250mg/hari selama 6 pekan untuk kuku tangan dan 12-16


pekan untuk kuku kaki (Lini Pertama)

Itrakonazol. Obat ini juga bersifat fungistatik dan digunakan jika pada
pasien tidak bisa mengkonsumsi ketokonazol akibat penyakit pada hepar
dan merupakan pilihan yang paling baik dengan dosis denyut selama 3
bulan pada onikomikosis. Cara pemberiannya secara tiga tahap dengan
interval 1 bulan. Setiap tahap dalam 1 minggu dosisnya 2 x 200 mg sehari
dalam kapsul.
Topikal
Amorolfin : merupakan derivat morfolin yang bersifat fungisidal.
Bekerja dengan cara menghambat biosintesis ergosterol jamur. Untuk
infeksi jamur pada tinea unguium digunakan amorolfin dalam bentuk
cat kuku konsentrasi 5% untuk kuku jari tangan, dioleskan satu atau
dua kali setiap minggu selama 6 bulan sedangkan untuk kuku kaki
harus digunakan selama 9-12 bulan.

IX. PROGNOSIS
7

Umumnya baik jika faktor pencetus dihindari


Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
8

PEMBAHASAN

1.1 DEFINISI
Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh jamur
dermatofita.3 Istilah tinea unguium digunakan setelah ditemukan dermatofit
pada hasil sebuah kultur.4

1.2 EPIDEMIOLOGI

Usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi yang


penting, dimana prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih
banyak dari wanita. Alas kaki yang tertutup, berjalan, adanya tempat
temperatur, kebiasaan penggunaan pelembab, dan kaos kaki yang berkeringat
meningkatkan kejadian tinea pedis dan onikomikosis.7
Dermatofit yang sangat memberikan respon pada suhu di negara-
negara barat adalah onikomikosis, sedangkan candida dan jamur non-
dermatofita lebih sering terjadi di negara-negara dengan suhu panas dan udara
yang lembab.8
Rata-rata prevalensi onikomikosis ditentukan oleh umur, faktor
predisposisi, status sosial, pekerjaan, iklim, lingkungan, dan seberapa
seringnya berjalan.9 Beberapa faktor dapat berperan pada peningkatan
onikomikosis. Pertama, berdasarkan populasi umur, dengan beberapa sebab
termasuk sirkulasi yang buruk ke perifer, diabetes, trauma kuku yang
berulang, terpapar lama dengan jamur patogen, fungsi imun yang sub optimal,
kemalasan memotong kuku kaki atau perawatan kuku kaki yang baik. Kedua,
beberapa orang dengan immunocompromisedkarena infeksi dari human
immunodeficiency virus dan penggunaan pengobatan immunosuppressive,
kemoterapi kanker atau antibiotik. Ketiga, kerajinan dalam partisipasi
olahraga meningkat dengan masuk dalam klub kesehatan, kolam renang
komersil, dan oklusi kaki diapakai latihan.9,10
9

1.3 ANATOMI
Kuku merupakan salah satu organ kulit tambahan yang mengandung
lapisan tanduk yang terdapat pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, gunanya
selain membantu jari-jari untuk memegang juga digunakan sebagai cermin
kecantikan. Lempeng kuku terbentuk dari sel-sel keratin yang mempunyai dua
sisi berhubungan dengan udara luar dan sisi lainnya tidak. 1

1. Matriks kuku
Merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru
2. Kutikel (cuticle)
Merupakan penghubung dua permukaan epitel dari lipatan kulit proximal.
Melindungi struktur dasar kuku (matrix germinatif) dari iritasi, alergi,
bakteri/jamur patogen.
3. Lipatan kuku lateral
Menutupi sisi lateral lempeng kuku
4. Lunula
Dasar dari lipatan proximal. Merupakan bagian lempeng kuku yang berwarna
putih di dekat akar kuku berbentuk bulan sabit,sering tertutup oleh kulit.
5. Dasar kuku (nail bed)
Terdiri dari bagian epidermal dan mendasari dermis yang berhubungan dengan
periosteum dari distal phalanx. Normal berwarna merah muda karena
vaskularisasi yang nampak melalui lempeng kuku yang translusen.
6. Hiponikium
10

Ruang di bawah kuku yang bebas, memisahkan lempeng kuku dan dasar kuku
pada ujung distal.
7. Lempeng kuku (nail plate)
Sebagai proteksi yang keras. Statis dan dengan kuat menempel pada dasar
kuku. Dikelilingi tiga sisi lipatan kuku. Terbentuk dari tiga lapiasn horisontal:
lamina dorsal tipis, lamina intermedit tebal, lapisan ventral dari dasar kuku.
Kerasnya lempeng kuku karena high sulfur matrix protein.
8. Sisi bebas

1.4 ETIOPATOGENESIS
Etiologi yang paling sering pada onikomikosis adalah dermatofita
(tinea unguium) 95-97% terutama Trichophyton rubrum dan Trichophyton
mentagrophytes var. interdigitale.5,6 Sebagian kecil disebabkan
oleh : Epidermophyton floccosum, T. violaceum, T. schoenleinii, T.
verrucosum (biasanya hanya pada kuku tangan).7
Onikomikosis primer disebabkan oleh karena infeksi jamur pada kuku
yang sehat. Probabilitas infeksi terjadi karena suplai vaskuler yang rusak
(yaitu dengan bertambahnya usia, insufisiensi vena kronis, penyakit arteri
perifer), setelah trauma (mis: patah tungkai bawah), atau gangguan persarafan
(mis: cedera pleksus brachialis, trauma tulang belakang. Sedangkan
onikomikosis sekunder, pada kuku kaki biasanya terjadi setelah tinea pedis.
Pada kuku tangan onikomikosis sekunder setelah tinea manum, tinea korporis
atau tinea kapitis.7
Dermatofita dapat bertahan hidup pada stratum korneum, yang
menyediakan sumber nutrisi bagi dermatofita dan pertumbuhan jamur mycelia.
Infeksi dermatofita melibatkan tiga tahap: perlekatan pada keratinosit,
penetrasi melalui dan diantara sel-sel, dan membangun respon pejamu.
Perlekatan jamur superfisial harus mengatasi berbagai kendala seperti
menahan pengaruh sinar ultraviolet, variasi suhu, dan kelembaban, kompetisi
dengan flora normal, dan sphingosines yang diproduksi oleh keratin agar
artrokonidia, elemen infeksius, dapat melekat pada jaringan keratin.8,14
11

Selanjutnya adalah penetrasi, spora berkembang dan menembus


stratum korneum lebih cepat daripada deskuamasi. Penetrasi dapat terjadi bila
sekresi proteinase, lipase, dan enzim mukolitik, yang memberikan nutrisi bagi
jamur. 8,14
Membangun respon pejamu, tingkat peradangan dipengaruhi baik oleh
status imunologi dan organisme yang terlibat. Deteksi kekebalan dan
kemotaksis untuk inflamasi dapat terjadi melalui beberapa mekanisme.
Beberapa jamur memiliki faktor-faktor kemotaksis berat molekul rendah
seperti yang dihasilkan bakteri. Komplemen lainnya diaktifkan melalui jalur
alternatif, untuk menciptakan turunan faktor kemotaksis.14
Pembentukan antibodi tidak timbul untuk melindungi dari infeksi
dermatofita, pada pasien dengan infeksi yang luas mungkin memiliki
peningkatan titer antibodi. Sebagai alternatif, reaksi tipe IV atau reaksi
hipersentsitifitas tipe lambat, memiliki peran penting dalam melawan
dermatofita. Kekebalan seluler oleh sekresi interferon- dari tipe 1 limfosit T-
helper. Ini merupakan hipotesis bahwa antigen dermatofita diproses di sel-sel
epidermis langerhans dan disajikan pada kelenjar getah bening lokal untuk
limfosit T. Limfosit T mengalami proliferasi klonal dan migrasi pada tempat
yang terinfeksi jamur.14

1.5 GEJALA KLINIS


Terdapat beberapa tipe tinea unguium :
1. Onikomikosis Subungual Distal/Lateral
Onikomikosis subungual distal dan lateral merupaka pola infeksi yang
paling sering didapatkan.6 Proses ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku
terbentuk sisa kuku yang rapuh. Kalau proses berjalan terus, maka permukaan
kuku bagian distal akan hancur dan yang terlihat hanya kuku rapuh yang
menyerupai kapur.3 Biasanya nampak pewarnaan putih atau kuning pada ujung
bantalan kuku, paling sering terdapat di lipatan kuku lateral. 6 Bentuk ini
umumnya disebabkan T. rubrum.15 Jika mengenai kuku tangan, pada
umumnya dengan pola dua kaki dan satu tangan. Secara klinis, bagian kuku
12

subungual distal menunjukkan hiperkeratosis dan onikolisis. Penyebaran


bagian proksimal terjadi sepanjang jalur longitudinal.13

Onikomikosis Subungual Distal/Lateral

2. Onikomikosis superficial putih (leukonikia trikofita)


Kelainan ini juga jarang ditemui. Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan
leukonikia atau keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk
dibuktikan adanya elemen jamur.6 Merupakan infeksi lapisan dorsal kuku yang
disebabkan bercak bersisik putih.16 Oleh Ravant dan Rabeau (1921) kelainan
ini dihubungkan dengan Trichophyton mentagrophytes sebagai
penyebabnya.12 Dapat pula disebabkan oleh Trichophyton rubrum pada pasien
yang terinfeksi HIV.15

Onikomikosis superficial putih (leukonikia trikofita)

3. Onikomikosis subungual proksimal


Onikomikosis subungual proksimal disebabkan oleh T. rubrum dan T.
Megninii. Jamur mencapai zona matriks keratogenus kuku melalui lapisan
kuku proksimal. Penyebab terseringnya yaitu jamur (Scopulariopsis
brevicaulis, Fusarium spp. dan Aspergillus spp).13,14 Secara bertahap, warna
13

keputihan mulai memasuki lunula, lalu berpindah ke distal kuku yang


terinfeksi. Terjadi pembesaran hingga dapat menyebar pada seluruh kuku,
hiperkeratosis subungual, leukonikia, onikolisis proksimal dan destruksi pada
seluruh kuku.6,14 Pola seperti ini jarang terjadi, namun 10 tahun belakangan
telah menjadi bagian pada pasien AIDS.6

Onikomikosis subungual proksimal

4. Onikomikosis Endoniks
Onikomikosis endoniks adalah tipe yang paling jarang. Umumnya disebabkan
oleh T.soundanesedan T.violaceum. Dapat diasosiasikan dengan infeksi pada
plantar. Gambaran klinis berupa perubahan warna putih susu dan difus opak
pada lempeng kuku tanpa subungual keratosis dan onikolisis.13

1.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri
atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan
mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat
berupa kerokan kulit, rambut dan kuku. Bahan pemeriksaan mikologik
diambil dan dikumpulkan terlebih dahulu di tempat kelainan dan dibersihkan
dengan spiritus 70% lalu untuk kuku bahan diambil dari permukaan kuku
yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal
kuku, bahan di bawah kuku diambil pula.3
I. Mikroskopi Langsung (Direct Microscopy)
14

Pemeriksaan mikroskopik langsung pada sampel kuku untuk


konfirmasi diagnosis. Materi keratinaseous dari kerokan kuku
ditempatkan pada kaca slide, ditutupi dengan kaca penutup,
disuspensikan dengan larutan KOH lalu dipanaskan dengan hati-hati,
KOH membantu melarutkan jaringan epitel. Penambahan dimethyl
sulfoxide dan atau tinta Parker Quink pada larutan KOH dapat
memudahkan identifikasi elemen jamur. Identifikasi spesifik untuk
patogen biasanya sulit dengan mikroskopik, tetapi pada banyak kasus,
ragi dapat dibedakan dengan dermatofita dari morfologinya.7
Gambaran mikroskopik jamur dermatofita
1. Trichophyton mentagrophytes

Koloni : putih hingga krem dengan permukaaan seperti


tumpukan kapas pada PDA, tidak muncul pigmen.8,14
Gambaran mikroskopik : mikrokonidia yang bergerombol,
bentuk cerutu yang jarang, terkadang hifa spiral.8,14
2. Trichophyton rubrum
15

Koloni : putih bertumpuk di tengah dan berwarna merah


marun pada tepinya. 8,14
Gambaran mikroskopik : beberapa mikrokonidia berbentuk air
mata, sedikit makrokonidia berbentuk pensil.8,14
3. Epidermophyton floccosum

Koloni : seperti bulu datar dengan lipatan sentral dan warna


kuning kehijauan, kuning kecoklatan.8,14
Gambaran mikroskopik : tidak ada mikrokonidia, beberapa
dinding tipis dan tebal. Makrokonidia berbentuk ganda. 8,14
II. Kultur Jamur
Tujuan pemeriksaan biakan ialah identifikasi spesies jamur
penyebab, membantu keperluan pengobatan, membantu prognosis
penyakit dan untuk keperluan studi epidemiologi.17
Cara pemeriksaan yaitu pembiakan dilakukan dalam media
agar sabouroud atau modifikasinya pada suhu kamar 25-30C
kemudian sekitar 5 hari baru tampak adana pertumbuhan dan 1
minggu lagi baru terlihat jelas karakteristiknya. Selama pertumbuhan
ini harus diperhatikan ada tidaknya warna yang dibentuk in
verso atau in recto, ada tidaknya hifa aereal yang seperti kapas,
beludru, bubuk, dan lain-lain. Juga bentuknya menonjol seperti gunung
kecil dengan batas yang tajam, ireguler dengan permukaan yang licin
seperti tetesan lilin. Pemeriksaan biakan sebaiknya dilakukan tidak
terlalu lama setelah diperkirakan ada pertumbuhan sifat-sifat khusus
jamur tersebut. Untuk dermatofit tenggang waktunya 3 minggu
setelah penanaman. Bila terlalu lama, golongan jamur ini akan terjadi
pleomorfik, dimana tanda-tanda khasnya akan hilang. 17
16

III. Pemeriksaan Histopatologi


Dilakukan jika hasil pemeriksaan KOH ditemukan negatif.
Pewarnaan PAS digunakan untuk mendeteksi jamur pada kuku.7 Hifa
dapat ditemukan melekat diantara lamina kuku paralel hingga
kelapisan dasar, dengan predileksi bagian ventral kuku dan bantalan
kuku bagian stratum korneum. Bagian epidermis menunjukkan
spongiosis dan fokal parakeratosis, dan minimal inflamasi respon
dermis.14

1.7 DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis Onikomikosis (tinea unguium) selain dari gejala
klinis juga dapat menggunakan pemeriksaan mikroskopik, kultur, dan
histopatologi.15
Oleh karena onikomikosis bertanggung jawab besar pada distropi
kuku, maka pemeriksaan dengan laboratorium sangat membantu sebelum
memberikan pengobatan anti jamur.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan KOH,
hisopatologi, dan kultur jamur.14

1.8 DIAGNOSIS BANDING


1. Psoriasis Kuku
Psoriasis ini ditandai dengan lubang, (salmon) atau bercak yang berminyak,
onikolisis dan distrofi kuku. Lubang ini mulai berkembang dari lesi psoriasis
yang ada pada proksimal matriks kuku. Kedalaman dan durasi lubang
mencerminkan keparahan dari psoriasis pada kuku. Pada kuku terdapat reaksi
inflamasi terutama infiltrat limfosit pada dermis atas dengan kapiler yang
melebar, spongiosis dengan eksositosik limfositik, dan parakeratosis yang
mengandung neutrofil tunggal.18
2. Paronikia
Paronikia adalah inflamasi yang mengenai lipatan kulit disekitar kuku.
Paronikia ditandai dengan pembengkakan jaringan yang nyeri dan bernanah.
17

Bila infeksi berlangsung kronik maka terdapat celah horizontal pada dasar
kuku. Biasanya mengenai 1-3 jari terutama jari telunjuk dan jari tengah.
Penyebab terjadinya paronikia ini adalah akibat trauma yang kemudian terjadi
pemisahan antara lempeng kuku dari eponikium, celah ini kemudian
terkontaminasi oleh piogenik atau jamur.
Piogen yang tersering adalah Staphylococcus atau Pseudomonas sedangkan
jamur tersering adalah Candida albican.12
3. Liken planus kuku
Liken planus pada kuku dapat timbul tanpa kelainan kuku. Perubahan pada
kuku berupa belahan longitudinal, lipatan kuku yang menggelembung
(pterigium kuku), dan kadang-kadang anonikia. Lempeng kuku menipis dan
papul liken planus dapat mengenai kuku.12

1.9 PENGOBATAN
Pilihan terapi untuk pengobatan onikomikosis antara lain terapi
paliatif, debridemen mekanik atau kimia, anti jamur topikal dan sistemik.
Kombinasi variasi pengobatan lainnya. Pilihan terapi dipengaruhi oleh
gambaran dan keparahan penyakit, terapi lain yang digunakan penderita, terapi
yang telah digunakan sebelumnya (dan efek lain).20

Terapi antibikotik sistemik12

Terbinafin. Bersifat fungisidal dan dapat diberikan sebagai pengganti


dari griseofulvin dengan dosis 62,5 mg 250 mg sehari tergantung berat
badan selama 2-3 minggu.

Itrakonazol. Obat ini juga bersifat fungistatik dan digunakan jika pada
pasien tidak bisa mengkonsumsi ketokonazol akibat penyakit pada hepar
dan merupakan pilihan yang paling baik dengan dosis denyut selama 3
bulan pada onikomikosis. Cara pemberiannya secara tiga tahap dengan
interval 1 bulan. Setiap tahap dalam 1 minggu dosisnya 2 x 200 mg sehari
dalam kapsul.
18

Griseofulvin. Obat ini bersifat fungistatik yang efektif untuk jamur. Dosis
yang digunakan adalah 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk
anak-anak dalam sehari atau 10-25 mg/kgBB.

Ketokonazol. Obat ini bersifat fungistatik dan juga digunakan jika


resisten terhadap pemberian griseofulvin dengan dosis 200 mg/ hari
selama 10-14 hari pada pagi hari setelah makan.
Terapi topical
Pada terapi topikal tersedia dalam bentuk losion dan lacquer (cat
kuku). Amorolfine lacquer dilaporkan efektif dengan penggunaan selama 12
bulan. Sedangkan ciclopirox (penlac) nail lacquer adalah agen topikal
(ciclopirox 80%) yang efektif digunakan selama 48 minggu.14

Debridemen
Mengangkat jaringan kuku yang distropik, pasien seharusnya
didebridemen setiap satu minggu. Pada onikomikosis subungual distal,
hiperkeratotik harus diangkat. Pada onikomikosis superfisial putih, kuku
diangkat dengan cara dikuret.14

Terapi Novel laser


Telah dikemukakan terapi laser untuk mengobati onikomikosis (total
distropi, proksimal subungual onikomikosis, distal subungual onikomikosis
dan onikomikosis endoniks). Terapi laser dikembangkan karena terapi dengan
farmakologi dianggap membutuhkan waktu yang lama. Terapi bedah laser
juga mempunyai efek bakterisidal. Karena cahaya lokal laser sangat panas
yang dapat membunuh mikroorganisme dan sebagai simulasi proses
penyembuhan. Pada studi laser yang digunakan adalah VSP Nd:YAG 1066
nm, yang penetrasi sampai ke plat kuku, dermis dan jaringan kuku lainnya.19

1.10 PROGNOSIS
19

Tanpa terapi yang efektif, onikomikosis tidak dapat sembuh secara


spontan. Keterlibatan yang progresif dari beberapa kuku adalah biasa.
Onikomikosis subungual distal/lateral menetap setelah terapi tinea pedis dan
sering menyebabkan episode berulang dermatofita epidermal pada kaki,
pangkal paha, dan lokasi lain. Tinea pedis dan/atau onikomikosis subungual
distal/lateral merupakan awal untuk infeksi bakteri berulang (S. aureus, group
A streptococcus), khususnya sellulitis pada tungkai bawah.7
Prevalensi pada penderita diabetes diperkirakan 33%; onikomikosis
subungual distal/lateral memberikan kontribusi terhadap keparahan masalah
kaki: infeksi bakteri superfisial, ulserasasi, selulitis, osteomielitis, nekrosis,
amputasi. Diabetes membutuhkan intervensi dini dan harus diskrining reguler
oleh dermatologis. HIV yang tidak diobati dikaitkan dengan peningkatan
dermatofita. Tingkat relaps jangka panjang dengan terapi oral terbaru seperti
terbinafin, atau itarconazole dilaporkan 15-21% 2 tahun setelah terapi berhasil.
Penyebab kambuh atau reinfeksi: reinfeksi, inkompetensi imulogis, trauma
terus menerus, penyebab tidak diketahui. Kultur mikologi dapat positif tanpa
gejala klinis yang jelas. Kebersihan kaki dan kuku sangat penting:
sabunbenzoyl peroxide pada saat mandi dan preparat antijamur
atau ethanol/isopropyl gel.7
20

KESIMPULAN

Onikomikosis adalah satu kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur
dematofita, ragi (yeasts) dan kapang (moulds). Tinea unguium istilah khusus untuk
kelainan kuku akibat infeksi dermatofita.
Etiologi yang paling sering pada tinea unguium terutama Trichophyton
rubrum dan Trichophyton mentagrophytes var. interdigitable. Onikomikosis primer
disebabkan oleh karena infeksi jamur pada kuku yang sehat. Probabilitas infeksi
terjadi karena suplai vaskuler yang rusak, post trauma, atau gangguang persarafan.
Sedangkan onikomikosis sekunder biasanya terjadi setelah tinea pedis, tinea manum,
tinea corporis atau tinea capitis.
Keluhan utama berupa kerusakan kuku. Kuku menjadi suram, dan rapuh, dapat
dimulai dari arah distal (perimarginal) atau proksimal. Terdapat beberapa tipe tinea
unguium: onikomikosis subungual distal/lateral, onikomikosis subungual proksimal,
onikomikosis superfisial putih, onikomikosis endoniks, onikomikosis distrofik total,
onikomikosis kandida.
Onikomikosis memerlukan pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi,
karena waktu terapi yang lama, mahal, dan dosis memiliki resiko. Pemeriksaan
laboratorium berupa mikroskopi langsung, kultur jamur, dan pemeriksaan
histopatologi. Onikomikosis (tinea unguium) dapat didiagnosis dari gejala yang
tampak dan pemeriksaan lanoratorium.
Pengobatan terdiri dari pengobatan topikal dengan Amoralfine nail
lacquer dan Ciclopirox (Penlac) nail lacquer. Pengobatan oral antifungi dengan
21

terbinafin, itrakoazole, dan flukonazol. Sedangkan untuk penggunaan griseofulvin


dan ketokonazole tidak dianjurkan. Kombinasi terapi lebih efektif daripada hanya
terapi oral atau topikal. Terbinafin dikombinasi dengan ciclopirox dapt juga
kombinasi terbinafin dan amorolfine.

DAFTAR PUSTAKA

1. Leelavathi M, Tzar MN, Adawiah J. Common Microorganisms Causing


Onychomycosis in Tropical Climate. Sains Malays. 2012: 697-700.
2. Husein M, Hassab-El-Naby M, Shaheen IMI, Abdo HM, El-Shafey HAM.
Comparative study for the reliability of potassium hydroxide mount versus
nail clipping biopsy in diagnosis of onychomycosis. The Gulf Journal of
Dermatology and Venerology. 2011;18
3. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007. p. 89-105.
4. Arroll B, Oakley A. Preventing long term relapsing tinea unguium with
tropical anti fungal cream:a case report. Cases Journal.2009;2:70.
5. Tullio V, Banche G, Panzone M, Cerveetti O, Roana J, Allizond V, et al. Tinea
pedis and tinea unguium in a 7-year-old child. J Med
Microbiol. 2006;56:1122-3.
6. Hay RJ, Moore MK. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths
C, editors. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. UK: Blackwell
Publishing; 2004. p. 31.1-.101.
7. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill Companies.
8. Kurniati, CR. Etiopatogenesis dermatofitosis. Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin. 2008;20:243-50.
22

9. Havlickova B, Czaika VA, Friedrich M. Epidemiological trends in skin


mycoses worldwide.Mycoses. 2008, 51(suppl 4):2-15.
10. Kaur R, Kashyap B, Bhalla P. Onychomicosis-epidemiology, diagnosis, and
management.Indian J Med Microbi. 2008;26(2):108-16.
11. Sanjiv A, Shalini M,Charoo H. Etiological Agents of Onychomycosis from a
Tertiary Care Hospital in Central Delhi, India. Indian Journal of Fundamental
and Applied Life Sciences.2011;1(2):11-4.
12. Soepardiman L. Kelainan Kuku. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. P.312-7.
13. Tosti A, Baran R, Dawber RP, Haneke E. Onychomycosis and its treatment.
In: Baran R, Dowber RP, Haneke E, Tosti A, Bristow I, editors. A Text Atlas of
Nail Disorders. 3rd ed. London: Taylor & Francis Group; 2003. p. 197-220.
14. Verna S, Heffernan MP. Fungal Disease. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. p. 1807-
21.
15. James WD, Berger TG, Elston DM. Disease Resulting from Fungi and Yeasts.
Andrews Disease of The Skin : Clinical Dermatology. 10th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2006. p. 297-331.
16. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Thieme Clinicals Companions Dermatology.
New York: Thieme; 2006.
17. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit. Makassar: Bagian Ilmu Penyakit Kulit
& Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
18. Haneke E. Histopathology of common nail conditions. In : Baran R, Dowber
RP, Haneke E, Tosti A, Bristow I, editors. A Text Atlas of Nail Disorders.
3rd ed. London: Taylor & Francis Group; 2003. p.268-70.
19. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapin RP. Dermatology. 2nd ed: Mosby Elsevier.
20. Kozarev J, Vizintin Z. Novel Laser Therapy in Treatment of
Onychomycosis. J. LAHA.2010;2010(1). p.1-8.
23

Anda mungkin juga menyukai