Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DAN TERMINOLOGI


Ektima adalah pioderma kulit ulseratif yang umumnya disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus.1 Penyebab lainnya bisa Stafilokokus atau kombinasi dari
keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh
krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah. Ektima memiliki sinonim antara
lain Ulcerative pyoderma, Cutaneous pyoderma, Deep impetigo, Skin streptococci,
Grup A beta-hemolitik streptococci, Ecthymatous ulcer, Group A streptococci.1,2,3

2.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Di Bagian Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, insidennya menduduki tempat
ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi. Frekuensi terjadinya ektima
berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras
dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi pada umur 6
bulan sampai 18 tahun. Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat
kebersihan dari pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab
yang paling terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik
yang didapatkan pada pasien ektima. Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang
paling sering terjadi pada orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi
kasus di Perancis, ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya
mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu
Staphylococcus aureus dan Streptococcus B-hemolyticus grup A yang merupakan
penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini pula, ditemukan
bahwa kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima memiliki riwayat gigitan serangga
(73%). Di daerah perkotaan, lesi-lesi pada ektima disebabkan stafilokokus aureus dan
didapatkan pada pengguna obat-obatan intravena dan pasien terinfeksi HIV.3

ETIOLOGI
Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya disebabkan oleh
Streptococcus β-hemolyticus grup A . Status bakteriologi dari ektima pada dasarnya
mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi Streptococcus, karena pada
banyak kasus didapatkan kultur murni Streptococcus pyogenes. Ini didasarkan pada
isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari beberapa Staphylococcus saja.
Streptococcus β-hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau menginfeksi secara
sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan jaringan (seperti ekskoriasi,
gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan imunokompromis (seperti diabetes dan
neutropenia) merupakan predisposisi pada pasien untuk timbulnya ektima. Faktor
faktor predisposisi terjadinya ektima antara lain: gizi, hygiene perorangan atau
lingkungan, iklim, underlying disease misalnya diabetes melitus, atopik, trauma dan penyakit
kronik.1,3,4,5

2.3 PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan sistemik.
Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal sebagai bakteri
patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G merupakan bakteri patogen yang
paling sering ditemukan pada manusia. Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan
bakteri ini resisten terhadap fagositosis.1,5,6
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa toksin yang
dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala sistemik dan lokal
dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan cara berikatan
langsung pada molekul HLA-DR (Mayor Histocompability Complex II (MHC II)) pada
antigen-presenting cell tanpa adanya proses antigen. Walaupun biasanya antigen
konvensional memerlukan interaksi dengan kelima elemen dari kompleks reseptor sel T,
superantigen hanya memerlukan interaksi dengan variabel dari pita B. Aktivasi non spesifik
dari sel T menyebabkan pelepasan masif Tumor Necrosis Factor-α (TNF- ), α Interleukin-
1 (IL-1), dan Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini menyebabkan gejala klinis
berupa demam, ruam eritematous, hipotensi, dan cedera jaringan.1,3
Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopi
memainkan peranan penting dalam patogenesis dari infeksi Staphylococcus. Adanya trauma
ataupun inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, trauma, dermatitis, benda asing) juga
menjadi faktor yang berpengaruh pada pathogenesis dari penyakit yang disebabkan oleh
bakteri ini.1,3,7

2.4 GAMBARAN KLINIS


Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang
eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari kemudian
terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Biasanya terdapat kurang
lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superficial dengan gambaran
punched out appearance atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi
cenderung menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya
lesi dapat ditemukan pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.1,3,8,9

Gambar 1: Lesi tipikal ektima pada ekstremitas bawah3

2.5 DIAGNOSIS
2.5.1 Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah. Pasien
biasanya menderita diabetes dan orang tua yang kurang memperhatikan kebersihan dirinya.
Anamnesis ektima, antara lain1,3,5
1. Keluhan utama,pasien datang dengan keluhan berupa luka.
2. Durasi. Ektima dapat terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma berulang, seperti
gigitan serangga.
3. Lokasi. Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang, seperti tungkai
bawah.
4. Perkembangan lesi. Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus
yang tertutup krusta.
5. Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, diabetes melitus dapat menyebabkan
penyembuhan luka yang lama.

2.5.2 Pemeriksaan Fisik


Effloresensi ektima awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus yang tertutupi
krusta.1

Gambar 2. Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat ulkus dangkal1

2.5.3 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan gram dan
kultur.Bahan untuk pemeriksaan bakteri sebaiknya diambil dengan mengerok tepi lesi
yang aktif. Pemeriksaan dengan gram merupakan prosedur yang paling bermanfaat dalam
mikrobilologi diagnostik. ketika dicurigai adanya infeksi bakteri. Sebagian besar bahan
yang diserahkan harus diapus pada gelas objek, diwarnai gram dan diperiksa secara
mikroskopik.1,7
Pada pemeriksaan mikroskopik, reaksi gram (biru-keunguan menunjukkan
organisme gram positif, merah gram negatif), dan morfologi bakteri (bentuk: kokus,batang,
fusiform atau yang lain) harus diperhatikan. Pada kultur atau biakan, kebanyakan
streptokokus tumbuh dalam pembenihan padat sebagai koloni discoid dengan diameter 1-2
mm. Strain yang menghasilkan bahan simpai sering membentuk koloni mukoid.1,5,6
Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus, dengan
infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea. Pada dermis, ujung
pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN. Infiltrasi granulomatous
perivaskuler yang dalam dan superfisial terjadi dengan edema endotel. Krusta yang berat
menutupi permukaan dari ulkus pada ektima.1
Gambar 3. Neutrofil tersebar pada dasar ulserasi1

2.6 DIAGNOSIS BANDING


Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan gambaran
effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta. Bedanya, pada
impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya lebih mudah diangkat, dan tempat
predileksinya biasanya pada wajah dan punggung serta terdapat pada anak-anak sedangkan
pada ektima lesi biasanya lebih dalam berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan tempat
predileksinya biasanya pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada usia dewasa muda.1

Gambar 4. Impetigo.Eritema dan krustosa yang tersebar pada seluruh daerah sentrofasial1

2.7 KOMPLIKASI
Ektima jarang menyebabkan gejala sistemik. Komplikasi invasif pada infeksi kulit
streptokokus termasuk selulitis, erysipelas, gangren, limfadenitis supuratif dan
bakterimia.1,9

2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ektima, antara lain
2.8.1 Nonfarmakologi
Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun antibakteri
dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian.3
2.8.2 Farmakologi
Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi.
a. Sistemik
Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik dibagi
menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.1,2,3
1) Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin)
- Dikloksasilin. Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.
Anak : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.
- Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB
- Sefalosporin generasi pertama, seperti Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari selama
10 hari atau sefadroksil 2 x 10-15 mg/kgBB selama 5-7 hari
2) Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid)
- Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari
- Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
- Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari. Anak : 12,5 - 50
mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.
b. Topikal
Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas maka
digunakan pengobatan sistemik. Neomisin, asam fusidat 2%, mupirosin, dan
basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan secara topikal.1,3,7,9
Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak digunakan secara
sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan memiliki angka resistensi
bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi antibiotik lokal yang valid. Neomisin dapat larut
dalam air dan memiliki kestabilan terhadap perubahan suhu. Neomisin memiliki efek
bakterisidal secara in vitro yang bekerja spektrum luas gram negatif dan gram positif. Efek
samping neomisin berupa kerusakan ginjal dan ketulian timbul pada pemberian secara
parenteral sehingga saat ini penggunaannya secara topical dan oral.4,6
2.9 PROGNOSIS
Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut (skar).2,3

2.10 PENCEGAHAN
Memberi penjelasan kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan badan dan
lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan penyakit kulit.1,3,4,7
BAB III
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : INB
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 41 tahun
Alamat : Br. Susut, Buahan, Payangan
Pekerjaan : Petani
Status pernikahan : Sudah Menikah
Agama : Hindu
Tanggal pemeriksaan : 4/12/2018

1.2 Anamnesis

Keluhan utama : Luka pada kaki kanan


Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan luka yang muncul pada kaki kanan sejak 1 minggu yang lalu.
Awalnya muncul pada kaki kiri kemudian sembuh setelah berobat,namun sekarang muncul
pada kaki kanan. Luka menetap tidak membaik dengan pemberian minyak tradisional.
Awalnya pasien merasa timbul bisul pada daerah tersebut, bisul berisi cairan kental berwarna
kekuningan. Bisul kemudian pecah dan menjadi luka yang akhirnya meninggalkan bekas
kehitaman. Lesi terasa gatal sehingga pasien sering menggaruk dan pasien merasa terganggu
dengan bekas yang ditinggalkan. Tidak terdapat lesi pada bagian tubuh lainnya. Riwayat
panas badan sebelumnya tidak ada. Pasien menyangkal adanya gigitan serangga sebelumnya.
Pasien mengatakan tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien 3 bulan yang lalu pernah menderita keluhan serupa dan didiagnosis dengan ektima
serta diberikan pengobatan yang didapat dari poli umum UPT Puskesmas Payangan,
kemudian keluhan membaik. Riwayat penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, penyakit
jantung, penyakit paru, dan penyakit ginjal tidak ada.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada yang mempunyai keluhan serupa dengan pasien di keluarganya. Riwayat penyakit
kronis di keluarga tidak ada.
Riwayat lingkungan dan sosial :
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya. Pasien merupakan anak terakhir dari 5 bersaudara.
Di rumah pasien saat ini terdapat 4 Kepala Keluarga (KK). Pasien bekerja sebagai petani
yang menggarap sawah milik orang tuanya serta mengurus ternak sapi milik kakaknya. Saat
bekerja pasien mengatakan tidak pernah menggunakan sepatu, hanya menggunakan sandal.
Pasien juga sering mencari rumput di sawah serta membersihkan kandang sapi hanya
menggunakan sandal. Kondisi lingkungan rumah cukup kotor, dengan banyaknya sampah
plastik di belakang rumah serta kondisi kamar mandi yang tidak layak digunakan. Kamar
pasien kondisinya juga sangat memprihatinkan, dengan 1 kamar tidur yang ditempati oleh
pasien, istri, dan anaknya. Lingkungan kamar sangat kotor, baju kotor dan baju bersih
digabung menjadi satu, kamar juga digunakan oleh pasien dan keluarganya sebagai tempat
makan, serta melakukan aktivitas “mejejaitan”. Tidak ada ventilasi pada kamar pasien. Pasien
tergolong masyarakat dengan ekonomi kurang mampu. Pasien mengatakan sempat didatangi
oleh tim bedah rumah dari pemerintah, namun sampai saat ini belum ada kabar untuk
kelanjutan proses perbaikan rumahnya. Kamar mandi pasien juga sangat tidak layak. Dengan
menggunakan karung plastik serta kayu dari tanaman mereka menggunakan tempat tersebut
sebagai kamar mandi. Tidak terdapat jamban serta bak penampungan air. Mereka mandi
langsung menggunakan keran air, dimana sumber air berasal dari PDAM. Pasien sering
terlambat makan karena sibuk mencari rumput di ladang dan terkadang hanya makan 1 kali
sehari.

3.3 Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum
Kesan sakit : Sakit sedang.
Berat badan : 60 kg.
Tinggi badan : 170 cm.
BMI : 20,7 (Gizi Baik).
b) Tanda vital

Kesadaran : Compos Mentis.


Tekanan Darah : 120/80 mmHg.
Nadi : 90 x/menit.
Suhu : 36,2 oC.
Pernafasan : 18x/ menit.
c) Status Generalisata
Kulit : Tampak warna sawo matang, perdarahan (-), lesi sesuai effloresensi
Kepala : Normocephali.
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (+/+).
Telinga : Sekret (-), hiperemis (-).
Hidung : Tidak ada sekret, epistaksis (-).
Mulut : Ulkus mulut tidak ada, gusi berdarah (-).
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak ditemukan.
Paru-Paru :
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris
Tidak adanya penggunaan otot bantu napas
Tidak ada retraksi supraklavikular
Tidak ada pelebaran sela iga
Palpasi : Simetris saat dada diam dan bernapas

Vocal fremitus sama antara dada kanan dan kiri


Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor untuk seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), whezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas atas : ICS III linea parasternal sinistra

Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra


Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : S1S2, tunggal, regular, murmur (-)

Abdomen :
Inspeksi : Tampak simetris, distensi(-), ikterus (-), sikatrik (-),
pelebaran vena (-), darm steifung (-), darm countur (-),
Palpasi : Hepar/lien/ginjal tidak teraba, nyeri tekan (-).
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Ekstremitas : edema (-), akral dingin (-), sesuai dengan effloresensi kulit
d) Status dermatologis
Distribusi : Regional
Regio : Dorsum pedis dekstra
Konfigurasi : Diskret
Efloresensi primer : Pustul dan pustul yang telah pecah
Warna : Eritematosa
Ukuran : Lentikuler
Jumlah : Multipel
Efloresensi sekunder : Ekskoriasi, ulkus, krusta

3.5 Diagnosis Kerja

Ektima (ICD-10: L08.0 Pyoderma)

3.6 Diagnosis Banding

Impetigo krustosa

3.7 Terapi

Medikamentosa

 Gentamycin SK

 Cetirizine 2 x 10 mg

Non medikamentosa

 Edukasi pasien untuk tidak menggaruk lesi

 Menjaga hygine dengan mandi teratur dan mencuci pakaian yang bersih, dan selalu

menggunakan alas kaki, serta menggunakan sepatu boot saat bekerja di sawah maupun

saat mengurus ternak.

 Menasehati agar teratur mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter.


3.8 Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad kosmeticam : Dubia ad malam
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH

4.1 Pembahasan Kasus


Ektima adalah pioderma kulit ulseratif yang umumnya disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal
yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah. Frekuensi
terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat pada anak-anak dan orang tua, tidak
ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria dan wanita sama). Dari hasil penelitian
epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari pasien dan kondisi kehidupan
sehari-harinya merupakan penyebab yang paling terpenting untuk perbedaan angka
serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik yang didapatkan pada pasien ektima. Faktor
predisposisi terjadinya ektima antara lain: gizi, hygiene perorangan atau lingkungan,
iklim, underlying disease misalnya diabetes melitus, atopik, trauma dan penyakit kronik.
Pada kasus ditemukan pasien laki – laki 41 tahun datang dengan keluhan luka pada
kaki kanan yang dialami sejak satu minggu yang lalu. Pasien merupakan seorang petani yang
menggarap sawah serta ternak sapi milik orang tuanya. Riwayat panas badan sebelumnya
tidak ada. Faktor predisposisi yang ditemukan pada pasien diantaranya hygine pribadi pasien
yang buruk, dimana pasien tidak pernah menggunakan sepatu saat bekerja di sawah maupun
saat mengurus ternak. Pasien juga dikatakan jarang mandi dan jarang mencuci kaki setelah
selesai bekerja di sawah. Kondisi lingkungan rumah pasien juga sangat buruk, tidak terdapat
kamar mandi yang layak, serta kamar tidur yang berantakan dan menjadi satu dengan tempat
makan ditambah tidak terdapatnya ventilasi menjadikan kamar pasien adalah tempat dengan
hygine yang buruk.
Manifestasi klinis ektima dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas
kulit yang eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari
kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya. Biasanya
terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superficial
dengan gambaran punched out appearance atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan
tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan
sikatriks. Biasanya lesi dapat ditemukan pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.
Pasien datang dengan keluhan luka yang muncul pada kaki kanan sejak 1 minggu
yang lalu. Awalnya muncul pada kaki kiri kemudian sembuh setelah berobat,namun sekarang
muncul pada kaki kanan. Luka menetap tidak membaik dengan pemberian minyak
tradisional. Awalnya pasien merasa timbul bisul pada daerah tersebut, bisul berisi cairan
kental berwarna kekuningan. Bisul kemudian pecah dan menjadi luka yang akhirnya
meninggalkan bekas kehitaman. Lesi terasa gatal sehingga pasien sering menggaruk dan
pasien merasa terganggu dengan bekas yang ditinggalkan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
status generalis dan status present tidak ditemukan kelainan. Pada status dermatologis
ditemukan pustul dan pustul yang telah pecah pada dorsum pedis dekstra brjumlah multipel
berukuran lentikular hingga numular dengan konfigurasi diskret disekitarnya eritematous,
terdapat pula ulkus superfisial yang tertutup krusta.
Penatalaksanaan ektima berupa terapi nonmedikamentosa dan terapi medikamentosa.
Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun antibakteri
dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian . Pengobatan farmakologi bertujuan
mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi. Pengobatan sistemik digunakan jika
infeksinya luas. Pengobatan sistemik dibagi menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan
lini kedua. Pengobatan lini pertama berupa obat golongan penisilin,seperti dikloksasilin,
amoksisilin + asamklavulanat, sefalosporin generasi pertama. Pengobatan lini kedua berupa
obat golongan makrolid, seperti azitromisin, klindamisin, serta eritromisin. Pengobatan
topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas maka digunakan
pengobatan sistemik. Neomisin, asam fusidat 2%, mupirosin, dan basitrasin
merupakan antibiotik yang dapat digunakan secara topikal.
Pada kasus, pasien diberikan pengobatan topikal berupa gentamisin salep kulit, serta

cetirizine 2 x 10 mg untuk meringankan keluhan gatal, pasien diberikan edukasi untuk tidak

menggaruk lesi. Menjaga hygine dengan mandi teratur dan mencuci pakaian yang bersih,

dan selalu menggunakan alas kaki, serta menggunakan sepatu boot saat bekerja di sawah

maupun saat mengurus ternak. Menasehati agar teratur mengkonsumsi obat sesuai anjuran

dokter.

Prognosis ektima secara ad vitam adalah baik, ektima sembuh secara perlahan.

Namun secara kosmetik prognosisnya buruk karena ektimadapat meninggalkan bekas lesi

hiperpigmentasi serta dapat menimbulkan jaringan parut.


4.2 Hasil Kunjungan Rumah
Kunjungan dilakukan pada tanggal 4 desember 2018 untuk mengetahui perkembangan lesi
setelah mendapatkan pengobatan. Selain itu, kunjungan juga bertujuan untuk melihat faktor
resiko penyebab ektima yang terjadi pada pasien. Sehingga dapat memberikan edukasi
kepada pasien dan keluarga tentang hygine pribadi serta lingkungan sehingga pasien dapat
sembuh dari penyakitnya yang sekarang,serta mencegah kejadian ektima pada anggota
keluarga lainnya.

4.2.1 Kebutuhan Fisik-Biomedis


 Di rumah pasien terdapat 4 KK yaitu: pasien, serta ketiga kakaknya. Pekarangan
rumah pasien cukup luas namun kurang tertata dengan rapi dan kondisinya cukup
kotor. Beberapa tempat yang ditemukan berisiko sebagai predisposisi munculnya
ektima adalah kamar pasien, dimana pada kamar pasien terlihat baju-baju yang
ditempatkan disudut kamar dan tidak terpisah antara pakaian bersih dan pakaian
kotor. Kamar pasien juga tidak memiliki ventilasi yang cukup sehingga menyebabkan
kamar pasien lembab. Pasien dan keluarganya juga menjadikan kamar sebagai tempat
untuk makan dan melakukan aktivitas “mejejaitan”. Kondisi kamar mandi pasien juga
sangat kotor. Kamar mandi hanya terbuat dari kayu serta karung bekas. Tidak terdapat
tempat penampungan air serta tidak adanya jamban membuat kondisi kamar mandi
semakin kotor. Pasien biasanya mandi langsung dari air keran yang berasal dari
PDAM. Pasien dan keluarganya memiliki kebiasaan buang air besar di “telabah”.
Keluarga pasien termasuk kelompok ekonomi golongan menengah kebawah.
 Pasien sering bekerja ke sawah tidak menggunakan sepatu hanya menggunakan
sandal, sehingga kaki pasien sering terkena rumput dan tanah di sawah. Pasien juga
tetap menggunakan sandal meskipun saat membersihkan kotoran ternak sapinya.
Pasien dan keluarganya jarang membersihkan kaki dan mencuci tangan selesai
beraktivitas di luar rumah seperti di sawah dan di kandang ternak.
 Saat kunjungan hari pertama kondisi luka masih belum membaik, pasien mengikat
kakinya dengan kain saat akan ke sawah dan kekandang ternak, namun masih
menggunakan sandal. Pasien juga tidak membersihkan kakinya setelah pulang dari
sawah. Pasien kemudian diberikan edukasi untuk mencuci kaki sepulang dari
sawah,serta mencuci tangan. Pasien juga di edukasi untuk merapikan kamar tidurnya
dan memisahkan pakaian kotor dan pakaian bersih agar tidak menjadi sumber
penyebaran penyakit.
 Saat kunjungan hari kedua kondisi luka pasien masih basah, namun pasien sudah
mulai untuk membersihkan kakinya saat pulang dari bekerja di sawah. Pasien juga
mulai membersihkan kamar tidurnya, memisahkan antara baju kotor dan baju bersih.
4.2.2 Kebutuhan Bio-Psikososial
 Lingkungan biologis
Secara fisik pasien berperawakan normal, status gizi pasien baik. Saat kunjungan,
pasien bersiap-siap untuk mencari rumput di sawah untuk pakan ternak sapi.
 Faktor psikososial
Secara psikologis, sangat diperhatikan oleh istri dan anaknya. Pasien sering
diingatkan oleh istrinya untuk mencuci kaki pulang dari sawah, namun karena pasien
terkadang malas untuk mencuci kaki sehingga sering masuk kekamar dalam keadaan
kaki yang masih kotor. Status sosial ekonomi keluarga pasien dikatakan menengah ke
bawah.
4.3 Konseling, Informasi dan Edukasi (KIE)
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit ektima. Menjelaskan mengenai
penyebab, faktor resiko, gejala, tanda-tanda bahaya, pengobatan, dan cara pencegahan.
Pendidikan pada kasus ini diberikan pada pasien dan keluarga pasien. Pendidikan yang
perlu ditekankan pada pasien dan keluarganya yaitu:

 Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang dipengaruhi oleh faktor risiko kebersihan.
sehingga perlu diajarkan untuk cara menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan.
 Menjelaskan mengenai gejala-gejala ektima, seperti adanya luka yang mengandung
pus, serta akan terbentuk ulkus dangkal, menjelaskan kepada pasien untuk segera
berobat apabila terdapat luka seperti gejala-gejala ektima, menjaga kebersihan luka
serte daerah sekitar luka, tidak memberikan obat-obatan tradisional pada luka yang
sedang meradang karena akan menambah munculnya infeksi sekunder.
 Menjelaskaan bagaimana menjaga hygine pribadi dan lingkungan seperti cara
mencuci tangan, membersihkan badan pulang dari bekerja, membersihkan tempat
tidur, serta membuka jendela kamar di pagi hari agar kondisi kamar tidur tidak
lembab, dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian serta mencampurkan
tempat pakaian kotor dan pakaian bersih.
BAB V

SIMPULAN

Ektima adalah pioderma kulit ulseratif yang umumnya disebabkan oleh


streptokokus beta hemolitikus. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal
yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah. Dari hasil
penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari pasien dan kondisi
kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling terpenting untuk perbedaan
angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik yang didapatkan pada pasien ektima.
Faktor predisposisi terjadinya ektima antara lain: gizi, hygiene perorangan atau
lingkungan, iklim, underlying disease misalnya diabetes melitus, atopik, trauma dan penyakit
kronik.
Diagnosis pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Manifestasi klinis ektima dimulai dengan suatu vesikel atau
pustul di atas kulit yang eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan
beberapa hari kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya.
Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus
superficial dengan gambaran punched out appearance atau berbentuk cawan dengan dasar
merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi sembuh setelah beberapa minggu dan
meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat ditemukan pada daerah ekstremitas bawah,
wajah dan ketiak.
Penatalaksanaan ektima berupa terapi nonmedikamentosa dan terapi medikamentosa.
Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun antibakteri
dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian . Pengobatan farmakologi bertujuan
mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi. Pengobatan sistemik digunakan jika
infeksinya luas.
Cara pencegahan ektima adalah dengan memberikan edukasi kepada pasien tentang
pentingnya menjaga kebersihan badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan
penularan penyakit kulit. Secara umum prognosis ektima adalah baik, namun ektima dapat
meninggalkan lesi hiperpigmentasi serta jaringan parut pada kulit, sehingga prognosis secara
kosmetik adalah buruk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Craft N, et al. Superficial Cutaneous Infections and Pyoderma, In: Wolff Klause,
Goldsmith Lowell, Katz Stephen, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine
7th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. p. 1694-701.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar
tahun 2007.
3. Djuanda A. Pioderma, Dalam: Djuanda A,eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Ke-lamin Edisi 4.
Jakarta: FKUI; 2008. p. 57-60
4. Loretta D. Ecthyma. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com. Dikutip
pada tanggal 6 november 2018
5. Cevasco N.C. Common Skin Infection, Bacterial Infection. Available from: URL:
http://www.clevelandclinicmeded.com. Dikutip pada tanggal 6 november 2018
6. Dennis L, Alan L, Henry F, et al. 2016. Practice Guidline for Diagnosis and Management
of Skin and Soft Tissue Infections: Infectious Diseases Society of America
7. Montravers P, Snauwaert A, Welsch C. Current guidelines and recommendations for the
management of skin and soft tissue infections. Curr. Opin. Infect. Dis. 2016
Apr;29(2):131-8.[PubMed]
8. Boudghene S. Ecthyma. Available from: URL: http://www.therapeutique-
dermatologique.org/spip.php?article1507. Dikutip pada tanggal 2 Desember 2018
9. Vanessa. Ecthyma. Available from: URL: https://www.dermnetnz.org/topics/ecthyma/.
Dikutip pada tanggal 2 Desember 2018
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Kondisi Kamar dan Pekarangan Rumah Pasien


Kondisi Tempat Kerja Pasien

Anda mungkin juga menyukai