Anda di halaman 1dari 23

REFLEKSI KASUS Agustus 2017

ASMA PERSISTEN SEDANG

Nama : Herman Bintang Parawira


No. Stambuk : N 111 16 015
Pembimbing : dr.Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017

1
PENDAHULUAN

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang disertai oleh
peranan berbagai sel, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Definisi diatas
merupakan definisi yang telah berulang kali direvisi oleh Global Initiative for Asthma
(GINA), badan kerjasama antara National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI)
dan WHO dan pada akhirnya tahun 2006 dirampungkanlah definisi asma seperti
diatas. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang,
sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya malam atau dini hari. Gejala ini
biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang berulang dengan
hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai stimuli.1
Asma merupakan penyakit kronik yang paling sering dijumpai pada anak
dinegara maju. Sejak dua dekade terakhir, dilaporkan bahwa prevalensi asma
meningkat pada anak maupun dewasa. Asma memberi dampak negatif bagi
kehidupan pengidapnya, seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan
membati kegiatan olahraga serta aktivitas seluruh keluarga.2
Laporan National Center for Health Statistics (NCHS, 2003) menyebutkan
bahwa beban akibat penyakit asma dalam 2 dekade terakhir meningkat. Menurut
laporan tersebut terdapat perbedaan prevalens menurut usia dan ras. Sebanyak 126
per 1000 anak usia 0-17 tahun menjawab ya atas pertanyaan apakah pernah
dikatakan menderita asma oleh dokter ?. Serangan asma bervariasi mulai dari ringan
sampai berat dan mengancam kehidupan. Berbagai faktor dapat menjadi pencetus
timbulnya serangan asma, antara lain adalah olahraga (exercise), alergen, infeksi,
perubahan suhu udara yang mendadak, atau pajanan terhadap iritan repiratorik seperti
asap rokok, dan lain-lain. Selain itu, berbagai faktor turut mempengaruhi tinggi
rendahnya prevalensi asma disuatu tempat, misalnya usia, jenis kelamin, ras, sosio-
ekonomi, dan faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi
prevalensi asma, derajat penyakit asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya
serangan dan kematian akibat penyakit asma.2

2
Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang heterogen dengan dasar
inflamasi kronik yang bervariasi luas dalam manifestasi klinis, mekanisme inflamasi,
patogenesis, dan perjalanan alamia dengan banyak sekali faktor yang berperan.
Diagnosis asma pada anak tidak mudah, hal ini seringkali mengakibatkan under-
diagnosis dan under-treatment. Tujuan dari pengobatan asma adalah untuk mencapai
dan mempertahankan kondisi dan menjamin tercapainya tumbuh kembang anak
secara optimal. Tatalaksana serangan asma ditujukan untuk mengatasi segala
penyumbatan yang terjadi, sedangkan tatalaksanan jangka panjang utnuk mencegah
agar anak terbebas dari serangan asma.3

3
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. J
Umur : 9 tahun
Jenis kelamin : Laki - Laki
Agama : Kristen
Tanggal masuk : 3 Agustus 2017

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak nafas

Riwayat penyakit sekarang : Pasien masuk dengan keluhan sesak nafas


yang dirasakan 1 hari SMRS, Keluhan disertai dengan Batuk berlendir yang
dialami sejak kemarin sore, pasien juga mengalami kesulitan untuk tidur karena
sesaknya dan merasa nyaman kalau dalam keadaan posisi duduk , pasien hanya
dapat berbicara per kalimat-kalimat pendek karena sesak yang dialami. Sebelum
sesak, pasien sedang bermain dengan teman-teman sebayanya di lapangan
samping rumahnya. Pasien memiliki riwayat sesak nafas sudah sering dialami,.
Sebelumnya pasien sudah pernah sesak sejak usia 2 tahun. Tidak ada keluhan
panas (-), sakit kepala (-), mual (-), kejang (-), BAB biasa, dan BAK lancar

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien sering mengalami sesak napas sebelumnya, 1 bulan yang lalu. namun
tidak separah ini. Pasien biasanya mengalami sesak napas setelah mengonsumsi
makanan ringan atau saat pasien lelah setelah beraktivitas.

4
Riwayat penyakit keluarga :
Ibu pasien Mengalami penyakit ASMA

Riwayat sosial-ekonomi :
Menengah
Riwayat Kehamilan dan persalinan :
Pasien lahir di puskesmas dibantu oleh bidan, ANC rutin, bayi lahir
secara normal dengan usia kehamilan cukup bulan. Berat Badan Lahir : 3.200
gram, Panjang Badan Lahir 50 cm.

Kemampuan dan Kepandaian Bayi :


Mulai tengkurap usia 4 bulan, duduk di usia 6 bulan. Berjalan usia 10
bulan.

Anamnesis Makanan :
ASI diberikan sejak lahir hingga usia 10 bulan . Bubur milna sejak 4
bulan dan makan nasi pada usia 1 tahun.

Riwayat Imunisasi :
Imunisasi dasar lengkap

5
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
2. Pengukuran Tanda vital :
Nadi : 127 kali/menit, reguler
Suhu : 36,9 C
Respirasi : 35 kali/menit
Berat badan : 34 kg
Tinggi badan : 137 cm
Status gizi : Gizi Baik CDC 94 %
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Turgor : Cepat kembali (< 2 detik)
4. Kepala: Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)
5. Mata : Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : hiperemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Reflek cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Cekung : (-/-)
6. Hidung : Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
7. Mulut : Bibir : mukosa bibir basah, tidak hiperemis
Gigi : tidak ada karies
Gusi : tidak berdarah
8. Lidah : Tidak kotor

6
9. Leher
Pembesaran kelenjar leher : Getah bening -/-,
Pemesaran kelejar di ketiak : Getah bening -/-,
Faring : Tidak hiperemis
Tonsil : T1/T1 tidak hiperemis
10. Toraks
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk simetris bilateral, retraksi dinding suprasternalis
Palpasi : Vokal fremitus meningkat, kiri dan kanan sama
Perkusi : Hipersonor pada lapang paru +/+
Auskultasi : Bronchovesikular +/+, Rhonki (-/-), Wheezing (+/+)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas atas pada SIC II para sternal sinistra,
Batas kiri jantung pada SIC V midclavicula sinistra
Batas kanan pada SIC IV para sternal dextra
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 murni, regular. Murmur (-),
Gallop (-)
11. Abdomen
Inspeksi : Bentuk : datar
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Bunyi : timpani
Palpasi : Nyeri tekan : (-)
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba

7
12. Ekstremitas : Akral hangat +/+, edema (-/-), Rumple leede test (-)
13. Genitalia : Dalam batas normal
14. Otot-otot : eutrofi (-), kesan normal
15. Refleks : fisiologis +/+, patologis -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Darah Rutin
- WBC 8,1x 103 /uL
- RBC 4,98 x 106/uL
- HGB 13,3 g/dL
- HCT 40,0 %
- PLT 368 x 103 /uL

V. RESUME
Pasien masuk dengan keluhan sesak nafas., sesak nafas di rasakan sejak 1
hari SMRS, pasien juga mengalami kesulitan untuk tidur karena sesaknya dan
merasa nyaman kalau bantalnya ditinggikan, pasien hanya dapat berbicara per
kalimat-kalimat pendek karena sesak yang dialami. Batuk berlendir mulai dari
kemarin sore. Sebelum sesak, pasien bermain dengan teman-teman sebayanya.
Riwayat sesak nafas sudah sering dialami, serangan terakhir 1 bulan yang lalu.
Dalam sebulan 1 kali serangan. Sebelumnya pasien sudah pernah sesak pada
usia 2 tahun, BAB lancar, dan BAK lancar.

VI. DIAGNOSIS : Asma episodik sering dengan derajat serangan sedang.

8
VII. TERAPI
- Oksigen 2-4 liter/menit
- Nebulisasi (ventolin / salbutamol 1,5 mg) 1-3 kali tiap 20 menit (dosis

0,05 0,1 mg/kgBB/kali) dilarutkan dalam NaCl 0,9 % 10 ml (lama

nebulisasi 10 15 menit : memakai alat nebulisasi ultrasonik)

- GG 90 mg + Metilprednisolon 8 mg + Salbutamol 3 mg (3 x 1 pulv).

VIII. ANJURAN
- Spirometer

IX. FOLLOW UP
Tanggal : 4 Agustus 2017
Subjek (S) : Sesak (-), Batuk (+), mual (-), Muntah (-), flu (-), BAB dan
BAK lancar

Objek (O) :

Tanda Vital
- Denyut Nadi : 127 kali/menit
- Respirasi : 30 kali/menit
- Suhu : 36,90C

Dinding dada/paru :

- Inspeksi : Bentuk simetris bilateral, retraksi dinding intercostalis


- Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan sama
- Perkusi : Hipersonor +/+
- Auskultasi : Bronchovesikular +/+, Rhonki (-/-), Wheezing (+/+)

9
Assesment (A) : Asma episodik sering dengan derajat serangan sedang.

Plan (P) : Pasien dipulangkan dan terapi batuk tetap dilanjut sembari
melakukan kontrol di poliklinik anak di undata secara berkala
- GG 90 mg
3x1 pulv
- Salbutamol 3 mg
- Dexametasone 3 x tab

10
DISKUSI

Selama 30 tahun terakhir, konsep inflamasi kronis sebagai hal yang berperan
penting pada patogenesis asma, telah dibuktikan dengan penelitian-penelitian
menggunakan berbagai macam spesimen dari bronchoalveolar lavege (BAL), biopsi
bronkus, induced sputum, dan observasi postmortem. Global Initiate for Asthma
(GINA) dengan jelas menggambarkan konsep inflamasi kronis dalam definisinya
tentang asma. Konsep tersebut menyatakan bahwa asma adalah suatu proses inflamasi
kronis yang khas, melibatkan dinding saluran respiratorik, dan menyebabkan
terbatasnya aliran udara serta meningkatnya reaktivitas saluran respiratori.
Hiperreaktivitas ini merupakan predisposisi rangsang. Gambaran khas yang
menunjukkan adanya inflamasi saluran respiratori sebagai respon terhadap berbagai
macam aktivitas eosinifil, selt mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan
lumen saluran respiratori.1

UKK respirologi IDAI mendefinisikan, asma adalah penyakit saluran


respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan obstruksi dan
hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat bervariasi. Manifestasi klinis asma
dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan yang timbul secara kronik
dan atau berulang, reversible, cenderung memberat pada malam atau dini hari dan
biasanya timbul jika ada pencetus. 1

Proses inflamasi pada asma akan menyebabkan reaksi inflamasi akut dan
kronis. Pajanan alergen inhalasi pada pasien yang alergi dapat menimbulkan respon
alergi fase cepat, dan pada beberapa kasus, dapat diikuti dengan respon fase lambat. 2

a. Reaksi fase awal/cepat (early phase reaction)


Reaksi ini berlangsung 10 sampai 20 menit. Reaksi fase cepat hasilkan oleh
aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen IgE spesifik, terutama sel mast
dan makrofag. Pada pasien dengan komponen alaergen yang kuat terhadap

11
timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Ikatan antara sel dan IgE
mengawali reaksi biokimia serial yang menghasilkan sekresi mediator-
mediator seperti histamin, proteolitik, enzim glikolotik, heparin, serta
mediator newly generated seperti prostaglandin, leukotrien, adenosin, dan
oksigen reaktif. Bersama-sama dengan mediator yang sudah terbentuk
sebelumny, mediator-mediator ini menginduksi kontraksi otot polos saluran
respiratori dan mestimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi,
dan kebocoran mikrovaskular.

b. Reaksi fase lambat


Disebabkan karena penyempitan bronkus yang berlangsung 2-8 jam sesudah
pajan allergen. Pada fase ini terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta
produksi mediator proinflamasi untuk pengarahan dan aktivasi sel-sel
inflamasi. Hal ini terus-menerus terjadi, sehingga reaksi fasse lambat
semakin lama semakin kuat.

Patofisiologi asma.

Sejalan dengan proses inflamasi kronis, perlukaan epitel bronkus merangsang


proses reparasi/perbaikan saluran respiratori yang menghasilkan perubahan struktural
dan fungsional yang menyimpang pada ssaluran respiratori. Perubahan ini dikenal
dengan istilah remodeling saluran respiratori (airway remodeling AR). 3

Pada masa-masa awal kehidupan, batuk kronis dan mengi dapat terjadi pada
keadaan aspirasi, tracheobronchomalacia, abnormalitas jalan napas kongenital,
fibrosis kistik dan displasia bronkopulmoner. Pada anak usia 3 bulan, mengi biasanya
ditemukan pada keadaan infeksi, malformasi paru dan kelainan jantung dan
gastrointestinal. Pada bayi dan batita, bronkiolitis yang disebabkan oleh respiratory
syncitial virus merupakan penyebab mengi yang umum.pada anak yang lebih besar,
mengi berulang dapat terjadi pada disfungsi pita suara. Selain itu, batuk berulang jug

12
dapat ditemukan pada tuberculosis terutama pada daerah dengan penyebaran tinggi
Tuberculosis. 4
Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor
genetik danfaktor lingkungan. Faktor genetik meliputi: hiperreaktivitas, atopi/alergi
bronkus, faktor yangmemodifikasi penyakit genetik, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor
lingkungan meliputi: allergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing,
alternaria/jamur), alergen di luar ruangan(alternaria, tepung sari), makanan (bahan
penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang,makanan laut, susu sapi, telur), obat-
obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID,beta-blocker, dll), bahan yang
mengiritasi (misalnya parfum,household spraydll), ekspresiemosi berlebih, asap
rokok dari perokok aktif dan pasif, polusi udara di luar dan di dalamruangan,exercise
induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitastertentu,
dan perubahan cuaca. 3
Penyempitan saluran nafas yang terjad ipada pasien asma dapat disebabkan
oleh banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronchial yang
dipicu oleh mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi. Akibatnya terjadi
hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada
saluran nafas. Selain itu, dapat pula terjadi hipersekresi mukus dan pengendapan
protein plasma yang keluar dari mikro vaskularisasi bronchial dan debris seluler.4
Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yangmenyebabkan
penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namundapat berhubungan
dengan perubahan otot polos saluran nafas yang terjadisekunder serta berpengaruh
terhadap kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagaitambahan, inflamasi pada dinding
saluran nafas yang terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut.4
Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot
bronkus.Kelainan ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada
bagianelastisitas jaringan otot polos atau pada matriks ektraselularnya.
Peningkatankontraktilitas otot pada pasien asma berhubungan dengan peningkatan
kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa perubahan pda

13
struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel otot polos dapat menjadi
etiologihiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik.4
Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan
padasaluran nafas pasien asma dan penampakanremodelingsaluran nafas
merupakankarakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus
salurannafas hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab
ostruksisaluran nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami
perbaikan dengan bronkodilator.4

Penegakkan diagnosis asma ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis,


dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis memegang peranan sangat penting meningat
diagnosis asma pada anak sebagian besar ditegakkan secara klinis.

Anamnesis

Sama halnya pada Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004 yang telah
disempurnakan mendefinisikan sebagai asma adalah mengi berulang dan/atau batuk
persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secra episodik, cenderung pada
malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat
asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarga.Walaupun informasi akurat
mengenai hal-hal tersebut tidak mudah didapat, beberapa pertanyaan berikut ini
sangat berguna dalam pertimbangan diagnosis asma (consider diagnosis of asthma): 5

- Apakah anak mengalami serangan mengi atau serangan mengi berulang?


- Apakah anak sering terganggu oleh batuk pada malam hari?
- Apakah anak mengalami mengi atau batuk setelah berolahraga?
- Apakah anak mengalami gejala mengi, dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan allergen atau polutan?
- Apakah jika mengalami pilek, anak membutuhkan >10 hari untuk sembuh?
- Apakah gejala klinis membaik setelah pemberian pengobatan anti asma?

14
Pada kasus, pasien ini memiliki keluhan berupa sesak nafas. Batuk berlendir
mulai dari kemarin sore, pasien juga mengalami kesulitan untuk tidur karena
sesaknya dan merasa nyaman kalau dalam posisi duduk, pasien hanya dapat
berbicara per kalimat-kalimat pendek karena sesak yang dialami. Sebelum sesak,
pasien bermain bersama teman-temanya di lapangan. Dari keluhan tersebut ini
merupakan beberapa gejala respiratori dari asma dan aktivitas yang berat maupun
sempat terpapar oleh Debu pada saat pasien bermain, merupakan faktor pencetus
pada serangan asma pada kasus ini. 6

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik. Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada
derajat serangannya. Pada serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar,
tidak dijumpai adanya retraksi baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas
masih dalam batas normal. Pada serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya
wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan
denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis.Berbagai tanda atau manifestasi alergi,
seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.7

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu


menegakkan diagnosis asma bronkhial adalah : 8

Pemeriksaan fungsi paru


Forced expiratory volume 1 second (FEV1) dan vital capacity (CV) dengan
alat spirometer serta pengukuran peak expiratory flow (PEV) atau arus puncak
ekspirasi (APE) dengan peak flow meter.
Pada Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, untuk mendukung
diagnosis asma maka dipakai batas berikut:
1. Variabilitas PEF atau FEV 15%

15
2. Kenaikan PEV atau FEV 15% setelah pemeberian inhalasi bronkodilator
3. Penurunan PEF atau FEV 20% setelah provokasi bronkus.
Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran nafas
Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakoliin, latihan/olahraga, udara
kering atau dingin, atau denga salin hipertonik sangat menunjang diagnosis.
Pemeriksaan Analisis gas Darah
Pada AGD dapatdijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2
(hipoksemia).

Tabel 1. Kriteria diagnosis asma (GINA 2014) 1

Gejala Karakteristik

Wheezing, batuk, sesak nafas, dada Biasanya lebih dari 1 gejala respiratori
tertekan, produksi sputum Gejala berfluktuasi intensitasnya seiring
waktu
Gejala memberat pada malam atau
dinihari
Gejala timbul bila ada pencetus

konfirmasi adanya limitasi aliran udara ekspirasi

Gambaran obstruksi saluran FEV1 rendah (<80% nilai prediksi)


respirastori FEV1/FVC90%

Uji reversibilitas Peningkatan FEV112%

Variabilitas Perbedaan PEFR harian >13%

Uji provokasi Penurunan FEV1>20%, atau PEFR> 15%

Pada kasus ini, diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Untuk derajat asma dapat dilihat pada tabel 2. Pada kasus ini,
berdasarkan anamnesis diketahui bahwa serangan asma yang terjadi 1 kali dalam
sebulan dan hal ini masuk dalam kriteria derajat asma Episodik Sering.

16
Tabel 2. Kriteria derajat asma berdasarkan kekerapan serangan1

Derajat Asma Uraian kerapan gejala asma

Episodik jarang Episode gejala asma 3-4x/tahun, tidak ada tanda dan gejala diantaranya

Episodik sering Episode gejala asma 1x/bulan, tidak ada tanda dan gejala diantaranya

Persisten Episode gejala >1x/bulan, terdapat tanda dan gejala diantaranya.

Tabel 3. Klasifikasi derajat serangan asma 1

Parameter klinis, Ringan Sedang Berat


fungsi paru,
Tanpa ancaman Dengan ancaman
laboratorium
henti nafas henti nafas

Sesak Berjalan, bayi: Berbicara, Istirahat


menangis keras
Bayi: tangis Bayi: tidak mau
pendek dan minum/ makan
lemah, kesulitan
menyusu atau
makan

Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang


lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

Kesadaran Mungkin irritable Biasanya irritable Biasanya irritable Kebingungan

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata

Mengi Sedang, sering Nyaring, Sangat nyaring, Sulit/tidak

17
hanya pada akhir sepanjang terdengan tanpa terdengar
ekspirasi ekspirasi stetoskop
inspirasi sepanjang
ekspirasi dan
inspirasi

Penggunaan otot Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradox


bantu respiratorik torako-abdominal

Retraksi Dangkal, retraksi Sedang ditambah Dalam, ditambah Dangkal/ hilang


interkostal retraksi nafas cuping
suprasternal hidung

Frekuensi nafas Takipnea Takipnea Takipnea Bradipnea

Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar:

Usia frekuensi nafas normal

< 2 bulan <60 x/ menit

2-12 bulan <50 x/ menit

1-5 tahun <40 x/menit

6-8 tahun <30 x/menit

Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi

Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak

Usia laju nadi normal

2-12 bulan <160 x/menit

1-2 tahun <120 x/menit

3-8 tahun <110 x/ menit

Pulsus paradoksus Tidak ada Ada Ada Tidak ada, tanda

18
<10 mmHg 10-20 mmHg >20 mmHg kelelahan otot
nafas

PEFR atau FEV1


(% nilai prediksi
terbaik)
>60% 40-60% <40%
Pra-bonkodilator

>80 % 60-80% <60 %, respon <


Pasca-
2 jam
brokodilator

Sa O2 >95% 91-95% 90%

Pa O2 Normal (biasanya >60 mmHg <60 mmHg


tidak perlu
diperiksa)

Pa CO2 < 45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

19
Penatalaksanaan

diagnosis Asma pada anak.

Pencegahan untuk kasus asma bronkial dapat dilakukan dalam 2 cara yaitu4 :

a. Pada anak yang asmanya belum manifestasi:


Mencegah terjadinya sensitasi dengan menunda pemberian makanan
padat yang mempunyai tingkat alergenitas tinggi (telur, susu sapi)
Orang tua dianjurkan tidak merokok
Mencegah terjadinya infeksi saluran nafas
Pemberian Asi ekslusif pada bayi
b. Pada anak dengan gejala asma yang sudah bermanifestasi
Menghindari faktor pencetus berupa allergen makanan, allergen hirup,
bahan iritasn, tertular infeksi yang berat, perubahan cuaca dan
faktoremosi

Adapaun yang termasuk dalam golongan obat pereda (reliver)


pada penanganan asma yaitu golongan beta agonis kerja pendek dan

20
golongan statin. Golongan beta agonis kerja penedek diantaranya
terbutaline (0,05-0,1 mg/kgBB/x pemberian), salbutamol/Ventolin (0,05-
0,1 mg/kgBB/x pemberian) dan fenoterol. Obat antikolinergik :
Ipratropium bromide / atrovent (solution 0,025 %), usia > 6 tahun : 8-20
tetes, usia < 6 tahun : 4-10 tetes. 2

Pemberian obat pengendali3

Klasifikasi Kontroler Pereda

Episodik jarang Tidak memerlukan Memerlukan

Episodik sering Memerlukan Memerlukan

Persisten Memerlukan Memerlukan

Pada asma episodic jarang, diperlukan obat Pereda berupa beta 2


agonist atau teofilin saat serangan, tidak diperlukan obat kontroler. Jika
pemakaian beta dua agonist hirupan lebih dari 3 kali dalam seminggu (tanpa
penggunaan pra-aktivitas fisik) atau serangan sedang/berat muncul lebih dari
1 kali dalam sebulan maka penangannya masuk dalam asma episodic sering. 3
Asma episodic sering diberikan obat anti-inflamasi steroid dengan
dosis rendah. Pada pasien <12 tahun diberikan budesonide 100-200 mcg atau
flutikason 50-100 mcg, pada pasien diatas 12 tahun diberikan budesonide 200-
400 mcg atau flutikason 100-200 mcg. Evaluasi 6-8 minggu (maksimal 8-12
minggu), jikalau memburuk naikkan hingga 400 mcg dan jika membaik
dosisnya diturunkan. 3

Asma persisten diberikan steroid hirupan dosis rendah (seperti


pengobatan asma episodic sering) dikombinasikan dengan long-acting beta

21
agonis (LABA), teofilin lepas lambat atau anti leucotrin receptor
(ACTR)zafirlukas atau montelukas. 3

Golongan obat asma sebagai kontroler dibagi menjadi beberapa


golongan4

Golongan anti-inflamasi non-steroid (namun saat ini tidak tersedia)


Golongan anti-inflamasi steroid
o Budesonid (Pulmicort)
o Flutikason (flixotide)
Golongan beta agonis kerja panjang
o Procaterol
o Bambuterol
o Lameterol
Golongan obat lepas lambat
o Terbutaline kapsul
o Salbutamol (volmax)
o Teofilin tablet salut
Golongan antileukotrien
o Zafilukas
o Montelukas
Golongan kombinasi steroid + LABA
o Symbicort (LABA kerja cepat).

Prognosis dalam jangka panjang asma anak secara umum baik. Sebagian besar
asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Informasi mengenai
perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50-80%
pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-
kanak.5

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmono, P,S,S., Garna, H., Hadinegoro, S,R,S., 2002. Buku Ajar Ilmu

kesehatan Anak. Jakarta. IDAI

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 1985. Imu Kesehatan Anak 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan

Anak Fakultas Universitas Indonesia

3. National Institute of Health. National Heart, Lung and Blood Intitute. Global

Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and

Prevention. NIH Publication, 2005

4. Suprianto, dkk, Manajemen Kasus Respiratorik Anak Dalam Praktek Sehari-

Hari, YAPNAS Suddhaprana, Jakarta

5. Penyakit Tropik Dan Infeksi Anak. Kapita Selekta Kedokteran, Ed III jilid 2

FKUI. 2004

6. Berhrman, Richard E.2003. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition. WB

Saunders Company

7. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia.Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI
;2009; 5-11.
8. Pusponegoro HD, HadinegotoSRS, Firmanda D, Pujiadi AH,Kosem MS,
Rusmil K,dkk, penyunting.Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Jakarta:Badan Penerbit IDAI; 2005.

23

Anda mungkin juga menyukai